Welcome Here ^0^v

You can read; and then please kindly leave comment(s) so I could improve;
But don't try to STEAL a part or whole part of all post WITHOUT a proper CREDIT; you'll know the risk if you still do it;
Intro: I'm a hyper Cloudsomnia, Jung Heechul IS MINE, OFFICIAL WIFE OF KIM JONGWOON, GO is the OWNER OF MY HEART, definitely a Lively E.L.F and also a multi-fandom: ELF, ZE:A's, Triple S, A+, VIP; I'm a unique, weird and super delusional girl;
Just add my Facebook account: maymugungponks; and follow my Twitter: (hidden for some reason);
But be careful~~ I'm not as easy as you think I might be~

Wednesday, 11 July 2012

Love's Arrived 2 chapter 1


Love’s Arrived 2
Chapter 1

1

PESTA PERTUNANGAN ALEX ZHOU DAN GISELA MAI MERIAH

    Pesta pertunangan kedua pasangan selebritis, Alex Zhou dan Gisela Mai yang dilangsungkan di Star Hotel, hotel termewah di Taipei, dihadiri oleh sekitar 1500 undangan dan pesta berlangsung tertutup. Hanya beberapa wartawan yang dikenal baik hubungannya dengan Famous Production, agensi tempat bernaung kedua artis yang diizinkan hadir di pesta yang berlangsung hari Minggu kemarin. Alex mengaku Gisela mengundang lebih banyak tamu dibanding dirinya.

“Aku ajak beberapa teman baik juga dari Indonesia. Tapi sepertinya untuk pernikahan nanti, kita nggak mau lagi di tempat mewah dan tertutup,” jelas Gisela yang malam itu tampak cantik dibalut gaun berwarna violet.
Alex juga tampak berbahagia dan terus menggandeng Gisela selama pesta berlangsung. “Untuk pernikahan, mungkin aku mau mengikuti keinginannya Gisela untuk nikah dengan konsep pesta taman. Yah, kita lihat saja nanti,” kata Alex.

Sahabat-sahabat terbaik Gisela dan Alex yaitu ketiga personil Li Liang lainnya, ketiga personil Hua Xiang, ditambah David Wang, Viona Huang, Chaterine Chen dan Lydia Huang juga hadir sebagai tamu kehormatan. Seperti yang diketahui, Nathan Lin dan Viona Huang sekarang juga sudah berpacaran, sedangkan David Wang juga menjalin cinta dengan Lydia Huang. Mereka semua juga sangat bahagia kedua sahabat mereka bisa bertunangan.

“Kalian tidak tahu sih, mereka susah sekali baru bisa jadian,” kata Nathan, “kami harus mengorbankan tenaga dan air mata hingga mereka bisa sampai hari ini.”
“Dengan bertunangan, hubungan mereka sudah naik setingkat. Mudah-mudahan mereka bisa tambah dewasa dalam berhubungan dan nggak merepotkan kami lagi,” tambah Quiny Ren sambil tertawa.

“Aduh, fotonya sedikit sekali. Sepertinya pesta pertunangan mereka memang limited ya,” celoteh Selly sambil menghentak-hentakkan majalah Selebrity Today dengan tidak senang.
“Hei, jangan kasar-kasar, itu majalahku. Dari angkatan kita aja katanya Cuma Jeanne yang diundang,” kata Vincy.

Yang baru saja disebut namanya muncul. Jeanne Novia datang sambil membawa tas yang berisi laptop di tangan kanannya. Rambut panjangnya dikuncir ekor kuda. Selly, Vincy dan Zici langsung mengerumuninya. Jeanne yang baru duduk di kursinya, langsung merasa heran.

“Jeanne! Kamu hadir di sini, kan?” tuntut Selly.
“Hadir di mana?” tanya Jeanne sambil melirik majalah di tangan Selly dan seketika paham, “oh, iya. Aku datang ke pestanya.”
“Katanya pestanya meriah sekali ya? Dan banyak artisnya?” tanya Zici yang paling imut di antara mereka berempat.
“Yap. Dekorasinya luar biasa. Bayangkan, aku ke sana aja sampai pakai gaun. Hampir semuanya artis Famous, tapi ada juga yang dari rumah produksi lain. Pokoknya ramai sekali,” jelas Jeanne jujur, “David kelihatan cakep sekali, lho.”
“Kami iri sekali padamu,” kata Selly.
“Jangan begitu. Mungkin aja waktu pesta pernikahan mereka, kita semua bisa diundang,” hibur Jeanne, “Mei-Mei nggak bisa berbuat banyak, soalnya kali ini dia mengutamakan yang di Indo dulu.”
“Yah, kita berharap aja deh,” harap Vincy.
“Da jia zao an! (semuanya, selamat pagi!)”

Keempatnya kompak menoleh ke pintu masuk kelas. Gisela tampak berseri-seri. Bagaimanapun pesta pertunangan baru lewat dua hari yang lalu.

“Mei-Mei! Kukira kamu nggak datang hari ini!” tuduh Jeanne.
“Bagaimana mungkin aku nggak datang? Hari ini kan kita pengarahan untuk proyek. Aku tetap harus ikut proyek,” ucap Gisela, duduk di kursi sebelah Jeanne.
“Tapi kita kan dikarantina di proyek nanti. Kita juga bakal praktek di tempat terpencil.”
“Na zen me la? (lalu kenapa?)”
“Kamu kan pengantin baru. Kamu bisa sakit rindu…”

Sebelum Vincy menyelesaikan kata-katanya, kepalanya sudah ditimpuk dengan buku yang dibawa Gisela.

“Aku kan belum menikah.”
“Eh, kami mau lihat cincinnya dong,” pinta Selly.

Gisela mengangkat tangan kanannya dan semuanya memandang kagum jari manis Gisela dimana melingkar sebuah cincin berlian. Ada sedikit ukiran melingkar di dekat mata cincinnya. Gisela melepas cincinnya dan mengangkatnya dekat teman-temannya.

“Lihat ini di bagian dalamnya…”
“Angka apa ini?” tanya Jeanne.
“Tanggal pertunangan kami, 30 Juli, jadi dibuat 30-7 dan ini huruf Chen dari Xiang Chen. Kalau punya Xiang Chen ge, ada tanggalnya juga dan huruf Mei dari namaku.”
“Jadi kalian akan selalu ingat dengan pasangan masing-masing, ya?”

Gisela tersenyum malu-malu saat digoda teman-temannya.

“Eh, Gao lao shi (guru Gao) udah datang. Cepat duduk,” perintah Zici panik.

*******

“Ma… wo hui lai le (aku udah pulang).”

David merebahkan dirinya di sofa ruang keluarga rumahnya yang empuk. Dia baru pulang syuting, dia merasa semua tulangnya remuk. Dia bahkan tak punya tenaga untuk melepas jaketnya. Musim gugur yang agak lembab masih belum sepenuhnya terasa di Taipei, musim panas sepertinya masih memberikan perlawanan yang berarti. Inilah yang menyebabkan wajah ganteng David dipenuhi keringat. Wang Mama datang membawa segelas es jeruk sambil tersenyum.

“Mama… ni zui liao jie wo (kamu sangat mengerti aku),” puji David penuh syukur, meraih es jeruk dari tangan Wang Mama.
“Mama sudah membesarkanmu selama 23 tahun, kalau bukan mama yang mengerti kamu, lalu siapa lagi?” Wang Mama membantu melepas jaket David.

Wang Mama memperhatikan David yang sedang minum dan tampak luar biasa ganteng.

“Ming-Ming, bagaimana kabar Lydia?”
“Oh, ta hen hao (dia baik sekali). Masih mengerjakan skripsi. Mudah-mudahan bisa wisuda akhir tahun ini.”
“Kasihan ya kalian harus pacaran jarak jauh. Mama lihat kamu selalu kangen padanya.”
“Kangen sih pasti, ma. Tapi nggak masalah kok, kita selalu contact setiap hari.”

David kembali minum es jeruk dengan penuh rasa syukur. Tapi setelah topik ini diangkat Wang Mama, mau tidak mau pikirannya dipenuhi Lydia. Sejujurnya, baru berpisah seminggu sudah membuat David merindukannya setengah mati. Tapi apa boleh buat, Lydia benar-benar harus menyelesaikan studinya dulu. David hanya bisa memberikan support via telepon.

“Ming-Ming, setelah Lydia lulus kuliah, kalian menikah saja.”

David tersedak minumannya dan batuk-batuk hebat. Wang Mama panik dan menepuk-nepuk punggungnya.

“Aduh, sudah dewasa tapi masih bisa tersedak. Kamu ini kenapa sih, Ming-Ming?”

David mati-matian menenangkan dirinya.

“Ma…” dia mendengar suaranya serak sekali, “kurasa Lydia tidak setuju. Kami sama-sama masih berumur 23. aku aja merasa terlalu muda untuk membangun keluarga.”
“Tapi kalau kalian tidak segera menikah, kalian akan terus saling rindu seperti sekarang. Kalau sudah menikah, kalian bisa tinggal serumah, kan?”
“Ma…”
“Sudah, itu Cuma usul Mama, kok. Masih mau minum tidak? Mama ambilkan.”

David mengangguk dan menyerahkan gelas kosongnya pada Wang Mama. Lydia… menikah? Kurasa dia nggak bakalan setuju. Dia mau jadi cewek mandiri yang punya pekerjaan sendiri. Mana mau dia diikat dengan pernikahan begitu cepat.

*******

“Panas sekali, kita masuk ke sana sebentar yuk.”

Viona mengangguk. Nathan membimbing Viona masuk ke kafe kecil di tepi jalan. kafe itu sepi, mereka duduk di meja dekat pintu masuk. Mereka segera memesan minuman. Viona melihat wajah Nathan berkeringat.

“Ming Jun ge bersikeras nggak mau naik mobil sih, jadi berkeringat begitu,” kata Viona sambil mengusap wajah Nathan dengan tissue, “Taipei masih kalah panasnya dibanding Indo.”
“Mungkin itu sebabnya kamu nggak berkeringat, kan?” tanya Nathan, “lagipula kalau kita naik mobil, aku akan mudah dikenali fans. Otomatis kerjaan kita jadi terhambat, kan?”

Viona tersenyum. Tapi tak lama kemudian, dia menghela nafas panjang.

“Ternyata cari kerja di Taipei itu nggak mudah, ya?”
“Sebenarnya bukan Cuma di Taipei sih, di mana-mana juga cari kerja nggak mudah. Apalagi lulusan komputer sekarang banyak sekali.”
“Kira-kira aku harus coba profesi lain nggak, ya?”

Viona kepingin sekali ngomong pakai bahasa Indonesia.

“Apa misalnya?”

Ternyata Nathan menanggapinya dengan baik dan hal ini membuat Viona senang.

“Guru.”
“Kalau memang kamu berminat, kita bisa coba cari.”
“Kita tetap di jalur pertama dulu deh, kerja kantoran yang berhubungan dengan komputer.”
“Cat masih oke di tempat kerjanya?”
“Dia oke. Sayang sekali aku nggak lulus tes masuknya kemarin. Kalah telak di bahasa Inggris.”
“Udah, jangan putus asa. Kita kan masih bisa berusaha.”

Minuman datang dan Nathan langsung minum jus apelnya.

Ge ge, capek nggak temani aku cari kerja seharian?
Nggak capek. Nggak lebih parah dari aku syuting seharian, kok.
“Xie xie.”
“Bu yong xie (nggak perlu berterimakasih). Aku kan pacarmu. Selama ini kamu selalu jadi asistenku, udah waktunya aku kasih timbal balik ke kamu,” jelas Nathan, “lagipula kamu kan tunanganku. Apa sih yang nggak untukmu?”

Viona tersenyum saat Nathan menggenggam tangannya di atas meja. Dalam hati, Viona bersyukur sekali bisa memiliki tunangan sebaik Nathan.

“Oh, aku hampir lupa! Hari ini peluncuran album Ming-Ming ge, kan?” teriak Viona.
“Gawat! Aku lupa!” Nathan mengecek arlojinya, “masih 15 menit. Kalau kita naik taksi dari sini, nggak akan terlalu terlambat, deh.”
“Ayo cepat! Nanti kita dibunuh Mei-Mei.”

*******

Gisela, Alex, Albert, Michael, Gracia, Moniq dan Quiny sudah stand-by di hall di gedung Famous Production. David sedang memberikan ucapan terima kasih atas peluncuran album ketiganya ini. Nama mereka semua sudah disebut, termasuk Viona dan Nathan yang belum hadir. Gisela menoleh kesana kemari dengan gusar.

“Mana Xiao Li dan Ming Jun ge? Mereka melupakan momen penting ini ya?” tanya Gisela, memandang pintu masuk ruangan dengan gusar.
“Xiao Li kan kebagian tugas membagikan bunga untuk semua fans yang membeli album di hari pertama ini,” kata Michael, “dan Ming Jun juga jadi penyambut wartawan sama kami bertiga.”
“Telepon aja deh!”

Gisela menggunakan video call ke nomor Nathan, tapi ternyata ditolak.

“Wah… mereka kemana, sih!”
“Sabar, Mei-Mei…” Moniq menenangkan Gisela yang seperti cacing kepanasan.
“Mana bisa tenang. Sebentar lagi kita harus menjalankan tugas.”
“Nah, itu mereka datang!” seru Gracia sambil menunjuk pintu masuk.

Nathan dan Viona masuk ke ruangan dengan terengah-engah, agak berkeringat dan berantakan. Kedatangan mereka menarik perhatian para wartawan. Semuanya tertawa melihat keduanya. Mereka Cuma bisa tertawa malu-malu. Viona langsung duduk di sebelah Albert, sementara Nathan menyusup di antara Quiny dan Alex.

“Kalian dari mana sih? Nyaris terlambat dan berantakan begitu,” cecar Gisela.
“Dui bu qi, Mei-Mei. Tadi Ming Jun ge menemaniku cari kerja. Ternyata kita kelupaan,” jelas Viona.
“Kalian perlu sedikit make-up deh. Gracia, bantu aku ya,” pinta Quiny yang sudah mulai merogoh peralatan make-up di tas kecilnya.

Gracia langsung menyambar wajah Viona, Quiny membedaki wajah Nathan. Akhirnya kehebohan berakhir dan mereka menjalankan tugas mereka saat acara peluncuran album dimulai. Gisela, Viona dan Gracia membagikan bunga ke para fans yang sudah mendapat tanda tangan David. Moniq dan Alex yang menjadi penjual album. Sisanya melayani para wartawan. David senang sekali semuanya datang membantu. Sayang sekali Chaterine di Jakarta dan Lydia sekarang di Palembang. Tentu yang paling disesalkannya Lydia tidak bisa datang. Tapi setidaknya dia sudah menelepon David tepat sebelum acara dimulai.

Acara berlangsung lima jam penuh, semuanya pulang ke rumah dengan kaki dan tangan yang pegal-pegal. Alex mengantar Gisela dan Viona kembali ke rumah.

“Aku duluan ya,” kata Viona yang langsung turun dari Honda biru Alex.

Viona yakin sekali keduanya akan mengucapkan salam perpisahan, mungkin juga ciuman selamat malam dan dia tidak bernafsu menyaksikan semua itu.

“Kapan kamu akan pergi ke lokasi proyek?” tanya Alex, menoleh pada Gisela di sebelahnya.
“Tanggal 25 nanti. Kita bakal proyek di sekolah-sekolah pedesaan. Nanti semua yang ikut proyek, baik dari fakultas kami, maupun fakultas seni akan digabung, nah kami akan diacak untuk membentuk kelompok masing-masing lima orang,” jelas Gisela panjang lebar, “dan setiap kelompok harus mengajarkan sastra dan mempersiapkan pertunjukan seni kepada sepuluh anak.”
“Sampai kapan?”
“Setengah tahun. Sampai bulan Februari.”

Alex kelihatan cemberut dan menoleh menatap jalanan di depannya. Gisela heran dan menarik wajah tunangannya itu ke hadapannya.

“Kenapa cemberut?”
“Jelas, kan? Aku nggak terbiasa nggak ketemu kamu lebih dari tiga hari.”
“Kita kan bisa pakai video call.”
“Yakin sinyalnya lancar?”

Gisela berpikir sejenak dan teringat ucapan Jeanne kemarin.

“Kata Jeanne, ada kalanya sinyal lancar dan hilang. Kalau kita mau dapat sinyal bagus, kita harus ke bukit di dekat desa.”
“Tuh kan… gimana kalau aku kangen sama kamu, terus kita nggak bisa ngobrol di telepon?” tanya Alex, tampak lebih cemberut lagi.
“Aduh… jangan begitu dong.”
“Lagian aneh sekali sih angkatan kalian sampai harus dikarantina segala. Padahal angkatan sebelumnya nggak pernah begini.”
“Bahkan nggak boleh menerima segala bentuk informasi dari luar, lho. Kita nggak boleh baca koran, apalagi menelepon. Jadi kita harus serba hati-hati waktu pakai telepon,” jelas Gisela membuat Alex serasa disambar petir.
“Kenapa harus segitunya, sih?”
“Yah, katanya supaya lulusan tahun ini lebih berkualitas lagi. Lagipula, mengajarkan ilmu ke anak-anak dianggap amal, lho. Soal nggak boleh menerima informasi itu, katanya supaya kita lebih konsentrasi ke proyek,” jawab Gisela.
“Qi guai (aneh).”

Gisela tersenyum pasrah dan mencium Alex tepat di bibirnya. Alex sempat tidak connect beberapa detik sebelum membalas ciumannya.

“Kan masih seminggu sebelum aku ke lokasi. Jadi kita kencan tiap malam aja ya?”
“Janji, lho!”
“Iya, aku janji. Sekarang aku mau tidur. Badanku sakit semua, nih!”
“Kamu masih enak. Aku dicubitin fansnya Ming-Ming, nih.”
“Siapa suruh Xiang Chen ge milikku ini cakep sekali! Ya udah, ge ge juga langsung istirahat sepulang ini, ya.”
“Iya. Wan an (selamat malam), ming tian zai jian (besok ketemu lagi).”

Gisela keluar dari mobil dan melambai pada Alex sebelum masuk ke rumah. Alex memandang sosok Gisela dan merasa tidak rela melepasnya dikarantina.

(When Our Dreams Come True) I Finally Found You chapter 12 (end)


When Our Dreams Come True
I Finally Found You
Chapter 12

Ambulans datang dalam 15 menit, darah Ki Bum tercecer dimana-mana. Begitu sampai di rumah sakit, Whyenda langsung dibawa ke kamar untuk beristirahat karena dia masih pingsan, sedangkan Hyung Joon dan Ki Bum langsung dibawa ke satu ruang ICU bersama-sama. Ryeo Wook-lah yang membantu Mugung berjalan, karena tampaknya kekuatan mulai menghilang dari tubuhnya. Mereka duduk di ruang tunggu dengan wajah pucat. Chun mondar-mandir panik, sedangkan Kang In menghibur Sung Min yang menangis sesenggukan. Ryeo Wook menghapus air matanya sendiri dan berusaha untuk tampil tenang di depan Mugung, supaya Mugung gak ikut mengamuk. Mugung sendiri hanya memiliki satu ekspresi kosong di wajah dan matanya. Lee Teuk dan Kyu Hyun berlarian sepanjang ruang tunggu mendekati mereka.

Kyu Hyun: ”Apa yang terjadi hyung?”
Kang In: ”Bum. Dia... terluka. Joon juga. Mereka di ruang ICU.”
Lee Teuk: ”Bagaimana mereka terluka?”
Ryeo Wook: ”Itu terlalu panjang untuk diceritakan. Lagipula kami belum mendapat info lengkapnya.”
Kyu Hyun: ”Mana Whyenda?”
Kang In: ”Dia pingsan.”
Lee Teuk: *mengguncang Ryeo Wook* ”Baiklah, aku mau tau, apa luka2 mereka? Cepat beritau aku!!” *panik*
Chun: ”Ada bekas pukulan panjang di sepanjang punggung Joon. Dan Bum, dia... sebilah pisau menancap pinggangnya. Aku...”

Chun gemetar dan berlari ke tembok untuk bersandar. Keteguhannya goyah. Kyu Hyun mendekati dan menepuk-nepuk punggungnya.

Sung Min: ”Bum... Bum... kalo terjadi sesuatu dengannya...”
Ryeo Wook: ”Anio!! Bum kita akan baik2 ajah. Aku yakin.”
Mugung: ”...nuh aku...”
Kang In: ”Mwo?”
Mugung: ”Bunuh aku...”
Ituk+Kangin+Wookie+Umin+Chun+Kyu: “Mwo?”
Mugung: “BUNUH AKU, KALIAN DENGAR? AKULAH YANG MENYEBABKAN BUM TERLUKA! AKULAH YANG HARUSNYA ADA DI DALAM SANA, BUKAN BUM! BUNUH AKU!!”

Setelah berkata begitu Mugung berlari ke tembok di seberangnya untuk menabrakkan kepalanya, tapi Lee Teuk menarik Mugung pada pinggangnya sebelum Mugung berhasil melaksanakan niatnya.

Lee Teuk: ”Itu gak akan menolong, Mugung!”
Mugung: ”Biar kutukar nyawaku dengan Bum, oppa!”
Lee Teuk: ”PABHO! KAU PIKIR BUM AKAN SENANG DENGAN CARA BEGINI? DAN KAU PIKIR BUM AKAN SEHAT KARENA KAU MATI, GITU? PABHO!”

Mugung terkejut mendengar Lee Teuk yang berteriak marah dan mengguncang tubuhnya. Seketika tangis Mugung pecah. Ryeo Wook maju dan memisahkan Mugung dari Lee Teuk dan memeluknya. Mugung menangis makin kencang, sementara Kang In menenangkan Lee Teuk.

Lee Teuk: ”Aiiish...” ><

Kyu Hyun-lah orang pertama yang menyadari pintu ruang ICU terbuka.

Kyu Hyun: ”Dokter! Kedua teman kami...”
Dokter: ”Ahh... Cho Kyu Hyun?”

***

Ryeo Wook dan Sung Min berdiri di depan kamar 501. Dari dalam kamar itu terdengar suara tawa yang ceria. Otomatis keduanya juga tersenyum. Mereka memasuki kamar itu.

Whyenda: ”Ahh... Wookie dan Umin oppa.” ^^

Whyenda tengah berdiri di pojokan dekat meja kecil, sedang mengupas apel, sedangkan Mugung tengah duduk di kursi di antara ranjang Ki Bum dan Hyung Joon. Rupanya yang tertawa adalah mereka bertiga, karena sepertinya Mugung baru abiz bercerita sesuatu yang sangat lucu. Ki Bum terbatuk dan wajahnya menunjukkan ekspresi kesakitan.

Mugung: ”Hah? Kau kenapa Bum?”
Ki Bum: ”Mungkin karena... terlalu banyak ketawa.” XD
Mugung: ”Ya~ kau susah sekali dirawat. Mendingan aku merawat Joon oppa.”
Ki Bum: ”Kau kejam. Aku begini kan gara2 kau.” T.T
Sung Min: ”Kalian masih juga begini. Kapan sih mau baikan?” XD
Ryeo Wook: ”Salah. Kapan sih mau romantis?” ^^
Mugung: ”Ogah!! Aku benci Bum jelek!!”
Semua: =.=”

Ryeo Wook tertawa. Mugung selalu begitu. Tapi dia yakin, dalam hatinya, Mugung juga merasa lega karena Ki Bum dan Hyung Joon selamat. Bukan hanya Mugung, tapi juga semua orang yang ada di ruangan ini. Ryeo Wook masih ingat dengan jelas kata2 dokter kepada Kyu Hyun, tiga malam yang lalu.

FLASHBACK
Kyu Hyun: ”Dokter! Kedua teman kami...”
Dokter: ”Ahh... Cho Kyu Hyun? Kim Ki Bum akan berumur panjang. Nyaris saja pisau itu merobek ginjalnya dan dia akan mati karena kehilangan banyak darah. Tapi masa kritisnya sudah lewat. Dan si Baby Joon... benar kan?” *Kyu Hyun mengangguk* ”Dia hanya mengalami luka dalam yang tidak parah. Mungkin dia akan sedikit kesakitan saat menggerakkan tangan kirinya untuk sementara waktu, tapi terapi dari rumah sakit akan membantunya pulih secepatnya. Mereka akan kami pindahkan ke ruangan biasa.” ^^
Kyu Hyun: ”Geuraeyo??” ><
END OF FLASHBACK

Cepat ato lambat, mereka akan jadi pasangan, yakin Ryeo Wook dalam hatinya. Seakan mendengar kata2 Ryeo Wook, Sung Min menepuk bahu Ryeo Wook. Mata Sung Min saat itu seakan berkata, tenang, Wookie, kau akan menemukan cinta sejatimu suatu saat nanti. Ryeo Wook tersenyum dan mendekati Mugung, lalu meletakkan buket bunga ke kepala Mugung dengan bunyi ”pluk”

Mugung: ”Hoiiiiiiiiiii Wookie!!”
Ryeo Wook: ”Ya??” *puppy eyes*

Semua orang tertawa sekali lagi waktu Mugung berniat membalas Ryeo Wook.

***

Mugung bangun dengan badan agak sakit. Dimana aku, keluh Mugung, ohh di rumah sakit. Mugung tertidur dengan kepala diletakkan di tangannya, masih duduk di sofa kamar rumah sakit. Dia melihat Whyenda tertidur di sofa di sampingnya, dan Hyung Joon tertidur dengan tampang damai di ranjang sana. Tapi di ranjang sebelahnya...

Mugung: ”Lha? Mana Bum?”

Mugung berdiri dan mencari Ki Bum di kamar, tapi gak ada tanda2 Ki Bum ada disana. Lalu Mugung mendengarkan suara piano. Dentingan yang indah namun sangat samar2. Mugung agak heran kenapa Whyenda dan Hyung Joon gak terbangun mendengar suara piano. Mugung keluar kamar dan bertemu dengan perawat yang patroli malam.

Mugung: ”Suster... apa disini ada ruang musik?”
Perawat: ”Hah? Gak ada ruang musik di rumah sakit.”
Mugung: ”Maksudku... ahh, suara piano yang indah. Apa suster gak mendengarnya?”
Perawat: *bergidik* ”Ku... kurasa nona Mugung mendengar suara piano hantu.”
Mugung: ”Hah? Apa itu?”
Perawat: ”Konon katanya ada hantu penunggu rumah sakit yang suka main piano tua di belakang rumah sakit.”
Mugung: ”Dimana?” *semangat*
Perawat: ”Ada gedung rumah sakit yang gak terpakai di belakang rumah sakit utama ini. Biasanya... nona Mugung? Anda mau kemana?”
Mugung: ”Melihat hal2 mistis.” XD

Mugung emang antik dan penggemar hal2 berbau mistis. Dia berjalan cepat dan ceria menuju lift dan turun dari lantai 5 ke lantai 1. Rumah sakit masih cukup terang meski saat itu uda jam dua dini hari. Mugung keluar rumah sakit dari pintu belakang dan emang menemukan sebuah gedung tua yang agak jauh. Suara piano itu makin jelas. Namun Mugung gak merasa takut, dia malah merasa suara itu memikatnya. Mugung berjalan dengan pedenya, mengintip lewat jendela tua yang kacanya uda pecah2. dan dia melihat sosok hantu yang terlalu tampan. Mugung kesal. Dia memasuki gedung itu dengan mendorong pintu reyot.

Mugung: ”Bum! Kau ngapain sih?”
Ki Bum: *berhenti main piano* “Kau gak liat? Aku lagi main piano.”
Mugung: “Kau gila yah? Ini jam 2 dini hari tau!!”
Ki Bum: ”Kau sih. Aku uda main satu jam lebih kau baru kesini.”
Mugung: ”Emang apa hubungannya denganku sih?”
Ki Bum: ”Aku kan mainkan piano untukmu.”

Mugung sempat terdiam.

Mugung: ”Kau kan sakit. Ngapain jalan kesini.”
Ki Bum: ”Hanya untukmu.”
Mugung: *speechless for a while* ”Kau kan gak bisa main piano?”
Ki Bum: “Aku bisa. Meski gak sebagus Wookie.”
Mugung: *speechless for a while* “Intinya kau harus balik. Ayo!” *menarik Ki Bum*
Ki Bum: “Gak mau! Aku ingin menggunakan piano untuk menyatakan perasaan aku ke kau!”
Mugung: ”Jangan bego...”
Ki Bum: ”Saranghae, Mugung!!”

Mugung gak sempat melakukan apa2 saat Ki Bum menariknya ke pelukannya. Bahkan Mugung gak bergerak saat Ki Bum mulai menciumnya dengan lembut...

***

Hyung Joon merasakan tubuhnya digoncang-goncang. Dia membuka matanya dan melihat wajah Whyenda.

Hyung Joon: ”Mwo, chagya?”
Whyenda: ”Bum dan Mugung kemana yah?”
Hyung Joon: ”Jam berapa ini?”
Whyenda: ”Jam setengah tiga.”
Hyung Joon: *hard thinking* ”Ahh iyah. Bum akan menyatakan perasaannya ke Mugung malam ini.” ^^
Whyenda: ”Oh yah? Jadi mereka dimana?”
Hyung Joon: ”Rencananya sih Bum akan main piano di piano tua di gedung belakang.”
Whyenda: ”Kita liatin mereka yuk.” XD
Hyung Joon: ”Okey. Aku penasaran juga.” XDD

Whyenda membantu Hyung Joon bangun dari ranjang. Mereka keluar kamar dan menuju lift. Tapi lift gak berfungsi saat dipencet tombolnya.

Hyung Joon: ”Aiiish...”
Whyenda: ”Kita balik ajah kalo gitu oppa. Gak nasib.” ><
Hyung Joon: ”Anio... kita pake tangga.”
Whyenda: ”Mwo?”
Hyung Joon: ”Ayo...”

Hyung Joon dan Whyenda berjalan menuruni tangga. Saat itu keadaan rumah sakit sangat sepi, jadi hanya langkah kaki mereka yang terdengar. Hyung Joon memperhatikan wajah Whyenda. Dia sangat bersyukur dia masih bisa melihat wajah Whyenda saat ini, dan berjanji akan selalu melindunginya.

Hyung Joon: ”Er... chagya, sebenernya... gedung tua di belakang itu nyaris gak pernah dipake lagi loh.”
Whyenda: ”Jadi?”
Hyung Joon: ”Gosip2nya sih ada sesuatu yang mistik disana.”
Whyenda: ”Itu point plus. Mugung suka pada yang begituan.”
Hyung Joon: ”Er...”

Whyenda turun delapan anak tangga lebih bawah dari Hyung Joon dan menunggunya. Whyenda merentangkan tangannya dan tersenyum, seakan siap menangkap Hyung Joon.

Whyenda: ”Jangan takut. Kemarin Baby oppa yang melindungiku. Sekarang aku akan melindungi oppa. Kalo yang ini, aku gak takut.” ^^

Hyung Joon tersenyum. Dia berjalan makin cepat menuju pelukan Whyenda, tapi di tengah jalan dia menuruni tangga dengan berpegangan pada pegangan tangga, bahunya terasa sakit dan dengan mulus, whuuuuush... Hyung Joon kehilangan keseimbangan dan jatuh menimpa Whyenda. Dan tepat pada saat itu, lampu di sekitar mereka mati. Gelap gulita.

Whyenda: ”Aduuuuh.. oppa.” ><
Hyung Joon: ”Chagya, mianhae, aduuuh...”

Hyung Joon berusaha bangkit dengan menahan berat tubuhnya di tangannya, tapi dia gagal, kembali jatuh menimpa Whyenda.

Hyung Joon: ”Duuuh Whyen... tanganku sakit...”
Whyenda: ”Gimana ini Baby oppa...” .><.
Hyung Joon: ”Ini kenapa sih gelap gulita?”
Whyenda: ”Mati lampu deh kayaknya.”

Hyung Joon menyerah, gak lagi berniat untuk bangun. Plus, kegelapan membuatnya sedikit kalut.

Whyenda: ”Takut gelap yah?”
Hyung Joon: ”Hmm...”
Whyenda: ”Aku akan membantu oppa berdiri asal Baby oppa mau geser dikit.”
Hyung Joon: ”Ntar ajah.”
Whyenda: ”He? Wae?”
Hyung Joon: ”Karena aku menikmatinya. Saat2 begini.”

Whyenda berusaha mendorong Hyung Joon.

Hyung Joon: ”Sakiiit chagya...” T.T
Whyenda: “Ahh! Mianhae!”

Dengan tangan kanannya yang sehat, Hyung Joon meraba wajah Whyenda. Whyenda gugup dan jantungnya berdetak kencang. Dan setelah Hyung Joon menebak dengan tepat, dia mencium Whyenda...

***

LONG EPILOG

”Er... Bumie...”
”Hmm?”
”Kau nakal sekali.”
”Mwo?” 0.0
”Tanganmu kenapa ada di pinggangku?”
”Hah? Tanganku disini koq. Ini, dua2nya di bahumu.”
”Tapi tadi kan kau...”
.............
”AAAAAAAAH! HANTUUUUUUUUUUUU!!!”

”Ya~~ kalian lagi ngapain?”
”Ahh, Chun hyung.” ><
”Aku ke kamar kalian, aku gak bisa bobo malam ini dan memutuskan ke rumah sakit. Ehh tau2 kalian menghilang semua dari kamar. Jadi apa yang kalian lakukan disini?”
”Kami mau mengintip Bum dan Mugung, oppa. Katanya mereka ada di gedung tua di belakang rumah sakit.”
”Okey, aku tau mungkin itu maksud pertamanya. Tapi aku akhirnya liat kalian bermesraan disini.”
”Bermesraan apa sih?”
”Ya~~ kompak sekali. Jelas kalian bermesraan kan? Kalian kissing.”
*blush*
”Hahah... cari tempat bermesraan yang bagus dong.” XDD
”Wuaaaaaaaaa...”
”Heh? Bum? Mugung? Darimana kalian?”
”Chun hyung, Joon hyung, Whyenda, lari!!”
”Apa sih? Tanganku sakit tau!!”
”Ada hantu! Dia mengejar kami!”
”MWO??”

Demikianlah mereka berlima lari pontang-panting dan membuat seisi rumah sakit panik.

THE END