Welcome Here ^0^v

You can read; and then please kindly leave comment(s) so I could improve;
But don't try to STEAL a part or whole part of all post WITHOUT a proper CREDIT; you'll know the risk if you still do it;
Intro: I'm a hyper Cloudsomnia, Jung Heechul IS MINE, OFFICIAL WIFE OF KIM JONGWOON, GO is the OWNER OF MY HEART, definitely a Lively E.L.F and also a multi-fandom: ELF, ZE:A's, Triple S, A+, VIP; I'm a unique, weird and super delusional girl;
Just add my Facebook account: maymugungponks; and follow my Twitter: (hidden for some reason);
But be careful~~ I'm not as easy as you think I might be~

Wednesday, 31 August 2011

I Love My Turtle chapter 1


I Love My Turtle
Chapter 1

Preview: Park Eunsoo is a big fan of Yesung, an ullzzang from her school. Eunsoo is jealous with three tortoise that Yesung has, bcoz she thinks that the tortoise always have a lot of time to spent with Yesung. She hopes to become that tortoise, bcoz she doesn’t has courage to be friend with Yesung in the real world. But she knows that her hope is an impossible thing. And then the day is come… when she helps to rescue a dog… and suddenly, she’s open her eyes, and realize that she’s at the turtle’s aquarium…

Disclaimer: I don’t own Yesung, Jiro Wang, Kim Ryeowook, they’re belong to their company and parents; I don’t own Ddangkoma, Ddangkoming, Ddangkomi, they’re belong to Yesung; but I do own Park Eunsoo, Kim Raein, they’re my imaginary characters. I don’t earn money from this story. Read it, comment it… bet it, you will like this story…

Cast: Park Eunsoo, Yesung, Jiro Dadong, Kim Ryeowook, Kim Raein, Ddangkoma, Ddangkoming, Ddangkomi

Raein: “Wow, Eunsoo, lihat deh.”

Panggilan dan senggolan Raein menyadarkan aku dari kesibukanku main game di IPhone-ku. Di hadapan kami, tengah berjalan dua malaikat yang baru turun dari langit. Tidak berlebihan seperti itu sih. Tapi maksudku, ada dua makhluk tertampan di jagad raya yang pernah kulihat… aduh, kenapa aku jadi berlebihan lagi yah? Oke, maksudku, aku dan Raein, juga hampir seluruh murid SMA-ku tengah memandangi Kim Jongwoon dan Kim Ryeowook. Keduanya sekarang bersekolah di kelas 1-F, sedangkan aku dan Raein termasuk dalam kelas 1-G, kelas tetangga mereka. Kenapa aku bisa bilang mereka adalah makhluk tertampan di jagad raya? Lihat saja mata sipit Jongwoon, yang lebih dikenal dengan panggilannya, Yesung, juga wajah imut Ryeowook…

Raein: “Boleh dibilang kita beruntung sekali masuk ke sekolah ini.”
Eunsoo: “Untuk yang barusan, aku sangat setuju.”
Raein: “Ayo, kita dekati mereka!” XD
Eunsoo: “Tidak! Mereka punya karisma yang membuatku tidak bisa mendekati mereka barang satu meterpun!”
Raein: “Itu karena kau kurang percaya diri.”
Eunsoo: “Oh ya? Lalu kau percaya diri?”

Tapi kata2ku yang barusan ada benarnya. Aku, dibandingkan Raein, mungkin akan tampak sangat berbeda. Meski kami berteman sejak kecil, kami tumbuh dengan sifat dan fisik yang berbeda. Kim Raein sangat percaya diri, dia juga dianugerahi kemampuan bermain piano yang diatas rata2. Selain itu Raein terlihat jangkung, dengan tinggi 164 cm dan berat badan 49 kg, membuatnya hampir terlihat proporsional dan didukung oleh wajah yang imut, membuatnya terlihat seperti berumur 13 tahun. Sedangkan aku, aku orangnya sedikit introvert, aku jarang berbicara, hanya dengan Raein aku cukup terbuka. Bukannya aku tidak punya bakat, aku sejak kecil hobi bernyanyi, dan menurut orang2 suaraku cukup indah, aku bisaanya bernyanyi dengan Raein yang memainkan piano. Oh ya, bakatku yang lainnya adalah di bidang internet, computer dan games. Aku adalah salah satu hacker yang dikenal di dunia maya dengan nama 3U. ahh, secara fisik, tinggi badanku hanya 160 cm, dengan berat badan yang sama persis dengan Raein, dan aku bisa dibilang manis sih, kalau aku mau melepas kacamataku. Raein sudah pernah menyarankan aku untuk pakai softlens, tapi aku takut kalau ada benda yang masuk ke mataku, jadi aku tidak mau ambil resiko. Lagian kacamata tidak buruk kan?

Raein: “Aku percaya diri. Aku akan mendekati Ryeowook-sshi.” XD
Eunsoo: “Selamat deh kalau begitu.” =.=”
Raein: “Padahal kau dan Yesung kan berkutat di dunia yang sama.”
Eunsoo: “Maksudmu dunia maya?”
Raein: “Yap. Dia dan Ryeowook kan Ulzzang terkenal, dan kau juga bisa disebut Ulzzang.”
Eunsoo: “Aku hacker, bukan Ulzzang.”
Raein: “Kalau saja kau mau menampakkan dirimu yang manis di dunia maya.”
Eunsoo: “Tidak. Aku lebih suka aku tidak dikejar-kejar seperti mereka.”

Aku mengedikkan kepalaku ke arah Yesung dan Ryeowook. Yesung melemparkan senyum pada semua orang, dan sebaliknya Ryeowook menundukkan kepalanya malu. Lucu juga mengetahui kenyataan bahwa aku dan Raein punya selera yang berbeda dalam menyukai cowok. Contohnya, dia suka Ryeowook, dan aku suka Yesung. Dan apakah mataku tidak membohongiku kalau tadi Yesung sempat tersenyum padaku juga?

Raein: “Kita harus kembali ke dunia nyata, Eunsoo.” *menyenggol*

Ah, Raein benar. Aku melihat Choi Jesup, ketua kelas kami, mendatangi kami sambil berlari-lari dan membawa setumpuk kertas. Sial, aku lupa. Hari ini pendaftaran klub. Memangnya aku ingin masuk klub apa?

Jesup: “Tinggal kalian berdua yang belum…”
Raein: “Aku sudah. Daftarkan aku di klub piano.” XD
Eunsoo: “Kau memikirkan Ryeowook, kan, Raein?”
Raein: “Aku baru dapat kabar kalau Ryeowook juga masuk klub piano lho.”
Jesup: “Oke. Bagaimana denganmu, Eunsoo?”
Eunsoo: “Ada klub maniac computer?”
Raein: “Sayang aku tidak tau di klub mana Yesung akan masuk. Tapi kau sebaiknya masuk klub vocal. Kan kau lumayan kalau bernyanyi.”
Eunsoo: “Ya sudahlah. Daripada appaku menyuruhku masuk klub taekwondo.”
Jesup: “Oke. Klub piano berkumpul setiap hari Sabtu jam 4-6 sore, sedangkan klub vocal juga di hari Sabtu, tapi mulai jam 6-8 malam.”
Eunsoo: “Bagus. Malam minggu di klub vocal.”
Raein: “Siapa tau Yesung masuk klub vocal?”
Eunsoo: “Jangan banyak berharap deh.”

Aku memandangi Yesung sekali lagi. Dia sudah masuk ke kelasnya. Andaikan aku punya sedikit keberanian untuk mendekatinya, hatiku tidak akan seperih ini.
***

Di dunia per-Twitter-an, aku menggunakan username dengan nama 3U tentu saja. Aku melihat wajahku, maksudku, profile picture ku, gambar kartun seekor kura2 berwarna hijau. Bagus. Aku tidak mau menampakkan wajahku. Aku punya 95 followers saat ini, padahal aku membuat account ini belum sampai 2 bulan. Hampir semuanya adalah klienku, dan hanya 10 orang, aku yakin itu jumlah yang tepat, yang merupakan teman2ku yang sesungguhnya. Salah satunya Raein, lima orang lagi adalah teman SMPku dulu, dan sisa empat lagi adalah teman sekelasku. Aku memfollow shfly3424 dan ryeong9. Mereka, tentu saja, adalah Yesung dan Ryeowook. Followers mereka mengejutkan jumlahnya. 615 untuk Yesung dan 560 untuk Ryeowook. Jumlah yang bagus. Dibandingkan followersku, tentu saja. Aku tidak peduli. Aku punya account Twitter untuk berbisnis. Banyak orang yang memanfaatkan jasa hackingku, dan mereka hanya perlu mentrasfer sejumlah uang ke rekeningku, tergantung tingkat kesulitan yang mereka… wah. Ini dia. Yesung baru meng-update statusnya.

Shfly3424 “Ketiga kura2ku tumbuh sehat. Aku sangat senang. Terima kasih untuk makanan special yang diberikan oleh @ryeong9 tadi siang.”

Hubungan mereka berdua sangat baik. Aku iri. Dan ada satu lagi yang membuatku iri. Kura2 punya Yesung. Mereka pasti bahagia bisa berada di dekat Yesung setiap hari.

Eunsoo: “Yesung… aku juga ingin jadi kura2mu dong!!!” ><

Ryeong9 “Sama2, @shfly3424 ah ya, jangan lupa kegiatan klub kita besok yah, jangan telat RT @shfly3424 Ketiga kura2ku tumbuh sehat…”

Apa? Mereka berdua ada kegiatan klub besok? Hari Sabtu? Itu… apakah mereka sama2 ikut klub piano? Ryeowook sih sudah jelas, tapi Yesung… kalau hari Sabtu, hanya ada tiga kegiatan klub. Klub piano, vocal dan memasak. Yesung… di klub mana dia ikut? Apa aku bisa berharap… dia masuk ke klub vocal, sama denganku? Ahh!! Aku terlalu banyak bermimpi >< Aku ingin Yesung masuk ke klub vocal, sama denganku!
***

Sepertinya ruangan klub vocal satu gedung dengan klub piano. Apa benar di gedung yang ini yah?
Raein: “Eunsoo!!”

Aah, Raein keluar dari gedung yang di depan. Berarti aku berjalan ke arah yang benar. Dia kelihatan senang sekali.

Raein: “Tadi… Ryeowook… tersenyum… padaku.” *ngos2an*
Eunsoo: “Wah, perkembangan yang bagus, Raein.” ^^
Raein: “Dan aku ada kabar baik. Yesung tidak ada di klub piano.”
Eunsoo: “Itu artinya…”
Raein: “Mungkin dia di klub vocal atau memasak! Vocal! Mungkin kau akan bertemu dengannya!”
Eunsoo: “Aku… bolehkah berharap?”
Raein: “Sangat boleh.” ^^

Kehebohan Raein berkurang saat dia melihat Ryeowook melewati kami. Ryeowook masih memakai seragam, dan dia TERSENYUM pada Raein. Raein membalas senyumnya dengan kepercayaan diri yang aku tau, pasti dilebih-lebihkan, hingga Ryeowook menghilang dari pandangan. Dan setelah itu Raein lemas. Benar kan?

Raein: “Ryeowook… ini hari Sabtu terindah dalam hidupku.”
Eunsoo: =.=”
Raein: “Eh? Bukannya sekarang kau masuk? Kudengar ruangan klub vocal di lantai tiga, kalau ruangan kami di lantai satu.”
Eunsoo: “Aaargh!! Oke, aku kesana!”
Raein: “Sampai ketemu, Eunsoo. Nanti malam cerita yah.” ^^

Aku berlarian ke dalam gedung, nyaris sekali langkah 2 anak tangga ke lantai tiga. Gedung ini tampak sepi, soalnya memang gedung yang dikhususkan untuk kegiatan seni. Seperti yang Raein bilang tadi, di lantai satu memang isinya ruangan klub piano, dan lantai dua penuh dengan ruangan2 kecil tempat murid latihan piano. Di lantai tiga, tunggu… siapa yang lagi bernyanyi? Suaranya… otomatis kakiku melangkah ke sumber suara indah itu… ahh, dari dalam ruangan klub vocal! Apa aku telat? Tunggu! Siapa pemilik suara indah ini? Aku perlahan membuka pintu ruangan klub vocal dan mengintip dari celah yang kecil. Itu Yesung!! Dia bernyanyi di tengah ruangan yang kosong, tangannya memegang selembar kertas.

Yesung: “Eodiseo eoddeohkeJakkuman maethineunji nado moreujyoKeunyang naega manhi apeun keotman arayo…”

Ya Tuhan, suaranya indah sekali! Yesung, kapankah… kau akan bernyanyi untukku? Walau hanya sekali… aduh! Babo! Kenapa pintunya jadi terdorong? Gyaaaah!! Jadi terbanting kan pintunya!! Yesung… ><

Yesung: “Ahh…”
Eunsoo: “Mi… mianhae…” ><
Yesung: “Tidak apa2. Kamu ikut klub vocal juga?”
Eunsoo: “Ne.”
Yesung: “Kenapa tidak masuk dari tadi?”
Eunsoo: “Aku… aku… mendengarkan Jongwoon-sshi bernyanyi…”
Yesung: “Apa aku membuatmu takut?”
Eunsoo: “Aku… Cuma tidak mau mengganggu Jongwoon-sshi bernyanyi…”
Yesung: *menyodorkan tangan* “Panggil aku Yesung. Dan siapakah namamu?”
Eunsoo: “Pa… Park Eunsoo.”
Yesung: “Nama yang manis.” ^^
Cwe: “Ahh, rupanya sudah ada yang datang. Silakan duduk semuanya, maaf aku telat.”

Ahh, siapa cewek ini? Keliatannya sih seperti senior…

Sanghwa: “Aku Han Sanghwa, ketua klub, kelas 3-C, dan tujuh orang ini adalah anggota klub vocal. Mungkin kalian heran kenapa anggota klub ini sedikit. Ahh, Soohee, persilahkan anggota2 baru itu masuk dan duduk dulu.”

Seorang cewek yang berdiri di samping Sanghwa onnie membuka pintu ruangan dan mempersilakan orang2 masuk. Lha? Banyak sekali orang2nya? Apa mereka semua mau masuk klub vocal?

Soohee: “Silakan kalian semua duduk dulu.”
Yesung: “Ayo, duduk disini.” ^^

Aku… tidak sedang bermimpi kan? Yesung mengajakku duduk di sampingnya…

Sanghwa: “Yang kami izinkan masuk ke klub vocal adalah orang2 yang benar2 bisa bernyanyi dari hatinya, bernyanyi dengan kekuatan seni yang sesungguhnya.”

Sanghwa onnie benar. Ketika dia bicarapun, suaranya terdengar berenergi.

Sanghwa: “Kalau begitu, hari ini kami akan langsung adakan babak penyeleksian. Silakan kalian nyanyikan satu lagu, terserah lagu apa saja, yakinkan kalian bisa bernyanyi dengan baik dengan lagu itu.”

Tidak! Aku tidak siap! Bagaimana mungkin aku bisa…

Yesung: “Gugup?”
Eunsoo: “Ne.”
Yesung: “Kau harus yakin kau bisa melakukannya, Eunsoo-sshi.” ^^
Cwe: “Kalau aku yakin, Yesung-sshi pasti akan diterima.”

Aku dan Yesung sama2 menolehkan kepala kami. Ada cewek cantik yang duduk di belakang kami.

Cwe: “Aku Sung Yongjin, kelas 1-D. anyong.” ^^
Yesung: “Kenapa Yongjin-sshi sangat yakin aku bisa masuk?”
Yongjin: “Karena Yesung-sshi sangat tampan, Ulzzang terkenal, dan kalau bicara, suaranya juga bagus.”
Yesung: “Gomapta, Yongjin-sshi.” ^^

Kenapa sepertinya Yongjin ini ingin menarik perhatian Yesung sih?

Yesung: “Eunsoo-sshi mau menyanyikan lagu apa?”
Eunsoo: “Entahlah. Aku tidak siap sama sekali. Aku juga tidak terlalu bagus bernyanyi.”
Yesung: “Suara Eunsoo terdengar unik. Mau aku beri usul lagu yang cocok?”
Eunsoo: “Boleh…”
Yesung: “Wind Flower akan terdengar unik kalau kau nyanyikan.”
Eunsoo: “Geuraeyo?”
Yongjin: “Bagaimana denganku, Yesung-sshi?”
Yesung: “Ahh, kalau Yongjin-sshi…”
Soohee: “Baiklah. Kita akan mulai audisi untuk 30 orang pendaftar baru di klub vocal.”

Bahkan suara Soohee onnie terdengar imut. Apa aku bisa lolos? >< kalau aku lolos, aku akan punya waktu lebih banyak dengan Yesung…

Yesung: “Eunsoo-sshi…”
Eunsoo: “Eh?”
Yesung: “Ngobrol. Biar rasa tegangmu berkurang.” ^^
Eunsoo: “Aku… Yesung-sshi mau menyanyikan lagu tadi?”
Yesung: “Ahh, maksudmu, lagu yang aku nyanyikan waktu kau datang itu?”
Eunsoo: “Ne. lagunya sangat bagus.”
Yesung: “Itu Coagulation, Wookie yang ciptakan lagunya.”
Eunsoo: “Wookie?”
Yesung: “Ryeowook.” ^^ “Aku mau nyanyikan lagu yang lain, yang kami ciptakan bersama. Judulnya In Your Eyes.”
Eunsoo: “Apa lagunya juga bagus?”
Yesung: “Eunsoo-sshi harus menantikannya dengan sabar.” ^^

Wind Flower… baiklah, aku tau lagu ini, tapi aku belum pernah benar2 mencoba menyanyikannya. Apa aku bisa melakukannya? Abjad… A… E… F… K!

Soohee: “Kim Jongwoon.”
Yesung: “Baiklah, aku akan menunjukkan yang terbaik!”
Yesung… senyumnya… dia benar2 tampan ><
Yesung: “Tto gyejeori heulleo shigan majeo baraegi jeone… Ima eumeul jeonhae jwo neomu neujji neun antorok… Nan jujeo hago meomchugo tto neol muneo tteurigo… Ajik geogi itamyeon babo gateon nareul yong seohae…”

Lagunya… sangat sesuai dengan suara Yesung!! Dia… pasti akan terpilih! Dengar! Semua bertepuk tangan untuknya! Bahkan Sanghwa onnie melakukan standing ovation!

Yesung: “Bagaimana?”
Eunsoo: “Sa…”
Yongjin: “Sangat indah!” ^^
Yesung: “Gomapta.” ^^

Kenapa dia menyela omonganku sih? L… M… N… perutku sakit… P!!

Soohee: “Park Eunsoo!”
Yesung: “Eunsoo-sshi… ayo berjuang bersama.” ^^
Eunsoo: “Yesung-sshi…” ^^

Aku ingin lolos seleksi!! Aku harus lolos seleksi!

Yesung: “Wow, Eunsoo, apa kau tau kau bernyanyi dengan sangat bagus? Semua bertepuk tangan untukmu!”
Eunsoo: “Geuraeyo?” ><
Yesung: “Aku yakin Eunsoo akan lolos.”

Sejak kapan Yesung menghilangkan embel2 sshi dari namaku?

Yongjin: “Yesung-sshi, apa aku juga bernyanyi dengan baik?”
Yesung: “Yongjin-sshi juga pasti akan lolos.” ^^
Yongjin: “Itu sudah pasti!” ^^
Sanghwa: “Baiklah, pengumuman akan disampaikan pada hari Senin, ada daftar yang akan ditempel di papan pengumuman nantinya. untuk hari ini, sekian, kalian boleh pulang.”
Semua: “Sampai jumpa!”
Yesung: “Eunsoo, rumahmu…”
Yongjin: “Yesung-sshi!! Kudengar rumahmu di distrik F yah? Rumahku searah! Bagaimana kalau kita pulang bersama?”
Yesung: “Ahh… baiklah, Yongjin-sshi.” ^^

Sepertinya aku punya saingan… berat… =.=”
***

No Other The Story chapter 2


XILI’S DIARY
CHAPTER 2
HAPPINESS

                Aku, Huang Xili. Umurku sekarang 18 tahun, tinggi badanku 163 cm dengan berat badan 48 kg. kupikir badanku cukup proporsional, tapi Yifang jie sering bilang aku terlalu kurus. Oh ya, aku tiga minggu yang lalu baru saja lulus SMA, dan tebak, aku belum tau mau berkuliah dimana! Baba dan mama sudah kebingungan sebenarnya aku mau berkuliah atau tidak, tapi sesungguhnya aku tertarik dengan jurusan Bahasa dan Sastra Korea yang tidak disediakan kampus-kampus di Guangzhou. Satu-satunya cara untuk memuaskan keinginanku adalah aku harus berkuliah di Korea. Aku harus ke Seoul. Dan semuanya itu terasa memungkinkan sejak pertemuanku yang terakhir dengan Yifang jie. Kurasa aku sudah memberinya usul yang bagus supaya kami semua bisa ke Seoul mengejar KRYSD. Pasti menyenangkan rasanya kalau aku dan Yifang jie, dan sekaligus Aqian, bisa tinggal di asrama KRYSD! Aku bisa melihat Donghae setiap hari… senangnya!
                Tapi ternyata keinginan sederhana kami ini tidak bisa berjalan mulus. Yifang jie belum menemukan alamat asrama mereka, dan baba dan mama tidak mengizinkanku ke Seoul. Mereka terlalu protektif! Apalagi mama. Mama sih selama ini mendukung rasa nge-fansku pada KRYSD dengan membelikan apa saja yang kuinginkan kalau berhubungan dengan mereka. Tapi itu juga yang membuat mama tidak akan percaya padaku kalau aku mau ke Seoul. Mama cukup yakin aku ke Seoul bukan untuk kuliah, tapi untuk mengejar KRYSD. Huhu, betapa kasihan aku. Tapi, Yifang jie sudah janji akan membujuk mereka supaya bisa membiarkanku pergi. Dia akan datang sore ini. Akibatnya, sekarang aku tidak tenang saat ber-surfing-ria. Aku takut salah satu dari mereka akan pergi entah kemana. Aku belum juga menemukan titik terang alamat mereka. Aduh…

                “Ma, aku akan pergi minum kopi dengan tetangga kita,” aku mendengar suara baba bicara.

                Tidak!!! Dengan beberapa langkah lebar aku sudah keluar kamar. Baba dan mama sedikit kaget karena aku membuka pintu dengan terburu-buru. Sekarang mereka memandangiku. Ups…

                “Ba, jangan pergi,” kataku.
                “Kenapa?” tanyanya heran.
                Aku menggerak-gerakkan kedua tanganku seolah bicara dengan bahasa isyarat, “itu… Yifang jie mau datang. Dia bilang… ada yang ingin dia bicarakan dengan baba… dan mama.”
                “Oh, Yifang? Kapan dia mau datang?”
                “Xili pikir kira-kira setengah enam, setelah dia pulang kerja.”
                “Sepertinya penting sekali. Baiklah, baba akan tunggu Yifang,” ujar baba dengan tenang.
                “Kebetulan mama lagi buat kue. Yifang sekalian makan disini saja,” putus mama.

                Penyambutan yang bagus. Tapi aku tidak tau apa tanggapan mereka waktu nanti tau apa yang ingin dibicarakan Yifang jie. Suara jam yang berdetak membuatku resah, aku juga tidak berkonsentrasi saat memandangi layar monitorku. Dan ketika suara bel pintu berbunyi, aku nyaris melonjak dari tempat dudukku. Aku langsung keluar kamar, mendapati baba sedang menonton TV, dan mama sedang sibuk memanggang kue. Aku membuka pintu dan mengamati wajah cemas Yifang jie dengan cermat. Dia biasanya cukup tenang dalam menghadapi berbagai masalah, tapi entah kenapa sekarang wajahnya yang cemas itu juga seolah memberi vonis padaku bahwa kami tidak akan berhasil.

                “Jie.”

                Aku melihat sorot mata cemas Yifang jie yang berusaha dia kendalikan sebisa mungkin, tapi tetap saja tampak nyata untukku.

                Dengan suara bergetar, dia bertanya, “mereka ada kan?”
                “Ada, jie. Aku sengaja suruh mereka di rumah karena aku bilang ada yang mau jie bicarakan dengan mereka.”

                Tanpa mengucapkan apa-apa lagi, tiba-tiba Yifang jie sudah mendahuluiku masuk melalui pintu. Aku mengekorinya. Dia memandangi baba yang sedang konsentrasi pada tontonan acara music di TV, dan berikutnya pada mama yang rupanya sudah selesai memanggang kue. Mama yang pertama kali melihatnya.

                “Ah, Yifang. Baru pulang kerja?”

                Ya… sekarang mama masih bisa tersenyum. Mudah-mudahan senyum itu bertahan sampai kami selesai membujuknya.

                “Huang mama, Huang baba, apa kabar?”
                “Tentu kabar kami baik. Duduklah, Yifang. Ngobrol sambil menikmati camilan dan teh,” ujar mama, menunjuk sofa.
                Baba-pun tersenyum pada Yifang jie dan bertanya padanya, “toko music ramai?”
                “Ya, terutama hari ini. Ada CD baru yang kami jual, jadi sangat ramai,” jawab Yifang jie.

                Baba menunjuk sofa dan Yifang jie duduk disana. Akupun duduk di sebelahnya menemaninya. Aku dan dia saling sikut saat baba tidak memperhatikan. Kurasa diapun tidak tau harus mulai bicara dari mana. Akhirnya mama datang dan membawa tiga piring kue yang sudah dipotong kecil-kecil dan duduk di sebelah baba. Aku beranjak ke dapur untuk mengambilkan empat gelas berisi teh yang sudah diletakkan mama dalam satu nampan, setelah itu kuletakkan di depan mereka masing-masing.

                “Ada apa, Yifang?” Tanya mama.
                “Ehm, itu… Huang mama, Huang baba… sebenarnya berhubungan dengan… keinginan kuliah Xili.”

                Tiba-tiba, akupun tau suasana berubah hening. Ups, perasaanku tidak enak.

                “Di Seoul?” Tanya mama.
                Yifang jie mengangguk dan menjawab, “ya. Mungkin Huang mama dan Huang baba lebih mengenal Xili daripada aku, bahwa Xili sangat menggemari kebudayaan Korea. Makanya Xili ingin kuliah di Seoul.”
                “Benar, ma, ba, Xili mau ambil jurusan Bahasa dan Sastra Korea,” sambungku cepat.

                Aku ceroboh dan Yifang jie cerdas. Kenapa kemarin tidak aku katakan pada mereka bahwa aku ingin kuliah di jurusan itu? Aku Cuma bilang aku ingin kuliah di Seoul, jelas itu tidak ada dasar yang kuat! Apakah dengan berkata begini… izinku akan turun?

                “Masalahnya, Yifang, kau tau sendiri Xili adalah anak tunggal. Dia tidak pernah kami biarkan sendirian, dan kami juga sadar Xili masih belum mandiri dan tidak dewasa,” ujar baba, “itu yang menyebabkan kami tidak mengizinkan dia ke Negara lain, tanpa kami.”
                “Huang baba, aku tau itu. Karena itu aku juga akan ke Seoul. Aku berencana mencari kerja disana, dan aku akan menjaga Xili. Lagipula kami juga akan pergi bersama Meifen.”

                Baba dan mama diam dan tampaknya mereka tengah berpikir. Aku harus pikirkan kata-kata yang bisa membuat mereka tenang…

                “Ma, ba, Xili tau Xili belum dewasa. Justru inilah kesempatan untuk Xili belajar jadi dewasa, dengan begini Xili bisa belajar mandiri. Lagipula, ada Yifang jie. Xili yakin Yifang jie tidak akan membiarkan Xili menderita,” tegasku, “iya kan, jie?”
                “Ya, tentu saja. Huang baba, Huang mama, aku akan melindungi Xili. Aku janji.”

                Baba meneguk teh dari gelasnya, sedangkan mama tersenyum tipis.

                “Hmm… Meifen juga akan pergi? Baiklah, aku percaya padamu, Yifang, juga pada Meifen, dia juga gadis yang baik, kami cukup mengenal kalian. Aku tau kau orang yang bisa dipercaya dan bisa menepati janji. Sekarang, keputusan aku serahkan pada baba,” ucap mama.

                Rasa hangat menjalari ujung-ujung jariku hingga ke hatiku. Aku punya kesempatan! Aku merasakan Yifang jie menyikutku, kurasa itu pertanda bahwa dia juga percaya kami punya harapan. Kini mata kami terpancang pada baba. Baba mendesahkan nafas panjang.

                “Kapan kalian berencana berangkat?”

                Pertanyaan itu terasa lambat sekali merayap masuk otakku, seakan aku salah dengar. Aku baru sadar ketika Yifang jie memandang dan menyikutku cukup keras. Matanya kini berbinar.

                “Kapan, Xili?” tanyanya dengan nada bersemangat.
                “A… pa? kan… kan jiejie yang tentukan…” jawabku terbata.
                Wajah Yifang jie kembali menghadap baba, “aku rasa… kalau kita cepat mengurus paspor dan visanya, akhir bulan ini kami bisa berangkat. Lagipula untuk masuk ke universitas di Seoul, setauku minimal pertengahan bulan depan harus mengikuti tes.”
                “Aku beri kalian kesempatan. Baiklah, kalian boleh berangkat, Xili harus berkuliah, dan akhir bulan depan aku dan mama akan berangkat kesana mengunjungi kalian. Aku ingin melihat kehidupan kalian disana,” kata baba, “kalau memang menurut kami kehidupan kalian aman disana, kami akan membiarkan kalian terus di Seoul. Tapi kalau sebaliknya, menurut kami kehidupan kalian di bawah standar… kalian harus pulang ke Guangzhou. Bagaimana?”

                Aku merosot. Kehidupan aman? Terjamin? Yang seperti apa? Pasti baba tidak akan mengizinkan kami tidur bersama KRYSD kan? Jadi bagaimana ini?

                “Baiklah, aku sepakat.”

                Aku masih membelalak ketika Yifang jie menjawab demikian. Dia pasti gila. Aku baru saja akan menyikutnya lagi ketika melihat mama tersenyum.

                “Nah, Yifang, kau bisa mulai mengurus visa dan paspor. Urusan tiket, biar aku yang urus.”
                “Apa? Tidak perlu, Huang mama, aku bisa mengurusnya sekalian.”
                “Kami yang akan membayar tiket kalian berdua.”
                “Ah, jangan, Huang mama, Huang baba, aku punya tabungan yang cukup untuk semua itu,” sergah Yifang jie cepat.
                Baba menggelengkan kepalanya, “tidak, Yifang. Kami akan membeli tiketnya. Bukan untuk maksud apa-apa, ini karena kami menyayangimu seperti kami sayang Xili.”

                Baba dan mama tersenyum lembut. Tangan Yifang jie menyentuh tangan kananku, tangan itu terasa hangat dan bergetar. Yifang jie…?

                “Terima kasih… aku akan menjaga Xili, aku…”
                “Jangan sungkan begitu, Yifang. Ayo, minum dan makan,” tawar baba, masih sambil tersenyum.
                Aku menggoncang tubuh Yifang jie sambil berteriak girang, “yes! Kita berhasil! Kami datang, Seoul!!! Tunggu kami, K…”
                “Tunggu kami, Seoul!” potong Yifang jie.

                Seketika Yifang jie melepas pandangan peringatan padaku. Ups, hampir saja aku ucapkan “tunggu kami, KRYSD” yang tentunya akan membuat mama curiga. Yang penting, kami berhasil! Aku nyaris tak percaya, tapi kami benar-benar akan ke Seoul.

                “Wah, KRYSD!”

                Mendengar pernyataan Yifang jie, aku otomatis mengalihkan pandanganku pada layar TV. Ah, itu salah satu MV KRYSD dari album pertama mereka.

你是我的二分之一 你是我的太阳系
You are my one half, you are my solar system
少了你就危在旦夕 变成木乃伊
Without you I become weak, become a mummy
你是我的二分之一 你是我的充电器
You are my one half, you are my charger
没有了你我就危在旦夕
Without you I become weak
我乘了传说的木马机
I ride the Trojan horse in legends
OH baby
我的二分之一 爱你
OH baby my one half, love you

                My only half… Donghae? Hahaha… aku pasti terlalu banyak berkhayal!

                “Eh? Aqian?”

                Suara pesan masuk lewat QQ-ku dan suara bertanya Yifang jie baru saja membawaku kembali ke duniaku seharusnya berada. Rupanya dari tadi aku berbaring di ranjangku memandang langit-langit, terlalu senang dan lupa untuk berpijak di bumi. Yifang jie di depan layar komputerku, sepertinya dia melanjutkan perjuangan mencari alamat KRYSD, langkah terakhir kami sebelum ke Seoul. Tanpa alamat itu, kami mungkin tak akan pergi. Aku beranjak dari ranjangku dan berdiri di samping Yifang jie duduk, memandangi layar monitor, ketika Yifang jie membuka jendela pesan QQ Aqian.

阿钱 8:52 PM
Xili, aku sudah dapat alamat mereka

                “Alamat apa?” tanyaku, tidak nyambung sama sekali.

                Yifang jie yang membalas. Sudah jelas pikirannya lebih waras dariku sekarang.

细丽 8:54 PM
Ini Yifang. Kau sudah cari alamat mereka? KRYSD? Apa kau yakin? Dapat darimana?
阿钱 8:55 PM
Ah, Yifang. Aku cari ke banyak situs, aku dapat tiga alamat mereka yang semuanya beda. Tapi kurasa sampai disana kita bisa pastikan?
细丽 8:57 PM
Setidaknya kita punya clue. Ah ya, Xili sudah dapat izin. Kita bisa segera urus keberangkatannya. Kupikir tanggal 28 bulan ini kita siap berangkat?
阿钱 8:59 PM
Aku tak masalah. Ini, aku ketikkan alamatnya…

                Aqian cukup cerdas juga. Dengan ketiga alamat ini, kami bisa ke Seoul! Tuhan, kami ke Seoul! Pikiran ini sungguh menyenangkan… dan aku berharap besok aku sudah bisa kesana, meskipun itu tidak mungkin. Mungkin saja sekarang aku merasa bahagia, tapi aku tidak tau, rupanya ke Seoul membawaku masuk ke keadaan yang tidak pernah aku bayangkan sebelumnya. Aku baru tau kehidupan itu begitu sulit, aku baru tau bahwa aku bisa jatuh cinta pada dua orang sekaligus, dan untuk pertama kalinya, aku akan merasa ragu apakah Donghae adalah jodohku, bahkan aku akan membenci Yifang jie, orang yang paling kusayangi sekarang. Aku tak pernah tau. Jika aku tau, apakah aku tadinya tidak akan mau ke Seoul?

Tuesday, 30 August 2011

(When Our Dreams Come True) I'm Young But I Know What True Love Is chapter 1


I’M YOUNG, BUT I KNOW WHAT TRUE LOVE IS
Chapter 1

Disclaimer: I don’t own Leeteuk and Jiro Wang, they’re belong to their company and parents; I don’t own Julie, she’s my friend; but I do own Lee Rina, she’s my imaginary character. I don’t earn money from this story, so enjoy and read it! Don’t forget, comment it…

Cast: Lee Ri Na (tokoh utama wanita), Lee Teuk (tokoh utama pria, the one who appear in my dream), Julie (tokoh utama wanita kedua), Jiro (tokoh utama pria kedua)
Location: Seoul

Present:
Keluarga Lee:
Lee Teuk (34 tahun): seorang kepala keluarga yang masih muda, berprofesi sebagai manajer artis yang super sibuk, single parent
Lee Ri Na (13 tahun): SMP tingkat pertama kelas D, anak tunggal Teukie

Jiro (17 tahun): High School tingkat kedua kelas H, artis yang dimanajeri Teukie
Julie (13 tahun): SMP tingkat pertama kelas D, teman sekelas Ri Na

PROLOG

”Teukie ah~~ mianhae...”
”Hye Sun...”
”Mianhae... aku gak bisa menemanimu untuk selamanya. Aku berharap Ri Na bisa membawa kebahagiaan untukmu...”
”Hye Sun... kau jangan bicara lagi...”
”Gak... aku tau aku gak akan sempat lagi... Teukie... tolong... carilah pengganti aku... Ri Na gak boleh tumbuh sendirian... dia butuh kasih sayang seorang omma... dia haruslah orang yang bisa menemanimu lebih lama... dia harus sayang Ri Na... dan harus juga kau cintai...”
”Hye Sun, aku gak mungkin menggantimu dengan yang lain! Di hatiku Cuma ada kau seorang...”
”Tolong... Teukie... berjanjilah... aku gak bisa pergi dengan tenang... aku...”
”Arasso... Hye Sun... aku akan menuruti apapun keinginanmu...”
Dan itulah senyum terakhir Hye Sun yang kulihat. Senyum yang akan selalu membuatku rindu. Senyum yang kupikir gak akan pernah tergantikan... tentunya sebelum aku mulai jatuh cinta lagi pada gadis belia itu...

***

Apartemen nomor 112, lantai 12 adalah tempat tinggal keluarga keluarga Lee. Pagi2 sekali. Lee Ri Na baru bangun dari tidurnya yang nyenyak. Dia merentangkan tangannya dan menguap lebar2. Hari ketiganya masuk SMP, sekaligus hari pertama appa-nya mendapat profesi baru: bekerja sebagai manajer artis. Ri Na turun dari ranjangnya, berjalan terseok sambil membuka pintu kamarnya yang bernuansa serba merah. Masih sambil menguap, dia menggaruk kepalanya, rambutnya berantakan, dan dia duduk di meja makan, nyaris masih memejamkan matanya. Dari dapur terdengar suara kelontangan dan mengoar bau harum yang menggugah selera. Naga di perut Ri Na yang kurus langsung bangun.

Ri Na: ”Appa ya~~ masak apa sampai sesibuk itu? Mau Ri Na bantu?”

Lee Teuk muncul dari dapur. Bapak2 muda ini baru berumur 34 tahun, rambut pendek berponinya dicat pirang gelap. Wajahnya selalu tampak ceria. Sekarang dia mengenakan kaos putih dilapisi celemek hijau. Istri Teukie, Moon Hye Sun, meninggal di usianya yang ke-20 tahun tepat setelah melahirkan Ri Na. Teukie dan Hye Sun menikah muda karena tuntutan appa dan omma Hye Sun yang kepingin sekali punya cucu. Alhasil Hye Sun yang tadinya belum siap, langsung dijodohkan pada Teukie. Mereka jatuh cinta dalam waktu yang singkat dan langsung dinikahkan. Dan gak bisa dihindari, Hye Sun hamil. Namun karena pendarahan saat melahirkan Hye Sun meninggal. Semenjak itu Teukie bersikeras membesarkan sendiri Ri Na, padahal waktu itu dia masih berkuliah semester 5. Dia bekerja serampangan, menitipkan Ri Na pada appa dan omma nya selama dia bekerja, hingga Ri Na berusia 7 tahun, dan menjadi cukup mandiri. Semenjak itu Ri Na udah bisa ditinggal sendiri di rumah, belajar dan pulang tepat waktu dari sekolah tanpa disuruh, dan tumbuh menjadi anak yang penurut. Sayangnya, Teukie gak pernah lama bekerja di satu tempat. Paling lama hanya selama 8 bulan, karena entah mengapa ada2 ajah kesulitan Teukie bekerja sehingga dia di PHK dari tempat2 kerja sebelumnya. Teukie tersenyum manis dan meletakkan dua piring paella (nasi goreng seafood ala Spanyol) ke meja makan mereka yang mungil. Asap masih mengepul dari dua piring makanan itu.

Teukie: ”Gak, kau gak perlu bantu appa, Ri Na. Appa udah selesai.”
Ri Na: ”Yei~~ ini pasti enak.”

Teukie jago memasak, satu2nya hal yang gak bisa dilakukan Ri Na. Jadi tiap pagi Teukie akan berusaha keras bangun pagi untuk masak sarapan dan membereskan rumah, juga menyimpan makan siang dan malam di lemari es untuk dipanaskan Ri Na tiap kali dia lapar. Satu hal yang Teukie gak mau adalah melihat Ri Na mati kelaparan. Apalagi anak gadisnya ini cukup kurus, seperti kurang makan. Teukie menggeleng-gelengkan kepalanya.

Ri Na: (mendongak) ”Appa ya~~ bukan salah Ri Na ataupun appa kalo Ri Na kurus. Ri Na selalu kelaparan, makan banyak, tapi ujung2nya juga gak gemuk.” XDD
Teukie: ”Kau mau nambah?” (menyodorkan piringnya)
Ri Na: ”Appa... itu kan jatahnya appa. Lagian hari ini appa akan bekerja di tempat baru lagi. Appa harus punya energi ekstra untuk bekerja kan? Kalo jatah appa Ri Na makan, ntar appa kelaparan.”
Teukie: ”Ahh, benar juga. Ri Na tumbuh jadi gadis kesayangan appa.” (mengacak-acak rambut Ri Na yang udah berantakan)
Ri Na: ”Appa... yang pekerjaan jadi manajer artis itu... appa harus ke kantor agensinya jam berapa?”
Teukie: (mengunyah nasi) ”Jam delapan. Emang kenapa, Ri Na?”
Ri Na: ”Sekarang udah jam setengah delapan. Appa harus naik kereta bawah tanah kan?”

Teukie melihat jam dinding dan kaget. Dia akan terlambat di hari pertamanya bekerja.

Teukie: ”Aaaah! Kau benar, Ri Na!”
Ri Na: ”Mulai lagi deh...” =.=”

Begitulah Teukie, sering terlambat ato nyaris terlambat tiap pagi bekerja. Mungkin itu salah satu sebabnya Teukie dipecat dari pekerjaan2nya sebelumnya. Teukie melesat ke kamarnya, dan dalam lima menit langsung keluar lagi dengan memakai kemeja putih dan celana panjang hitam. Jas hitamnya disampirkan di lengannya, sementara dia mencari sepatunya.

Teukie: ”Tolong bereskan piringnya Ri Na.”
Ri Na: ”Ye, appa.”
Teukie: ”Makanan bisa kau panaskan. Jangan jajan.”
Ri Na: ”Ye, appa.”
Teukie: ”Jangan pecahkan piring waktu kau cuci.”
Ri Na: ”Appa ya~~ pergilah! Ntar appa telat!”
Teukie: (mengecup dahi Ri Na) ”Appa pergi, chagya.”

Ri Na melambai pada Teukie yang melesat keluar rumah tanpa menutup pintu. Kelupaan. Ri Na mendesahkan nafasnya dan menutup pintu. Itulah yang Teukie ucapkan pada Ri Na tiap pagi sebelum berangkat bekerja. Ri Na udah hafal isinya. Tapi gak salah Teukie memperingatkan Ri Na, karena Ri Na si ceroboh gak jarang memecahkan piring dan gelas. Dengan ati2 Ri Na mengangkat piring dari meja dan membawanya ke dapur, ke tempat cuci piring. Ri Na cukup santai karena sekolah barunya masuk pada jam setengah sembilan. Lagian Ri Na hanya cukup jalan kaki selama 15 menit maka akan sampai di sekolahnya. Tangannya licin saat mencuci piring dan... PRYANG!

Ri Na: ”Aaah... mianhae appa... piringnya pecah lagi...” =.=”

***

Nafas Teukie tersengal-sengal waktu sampai di stasiun kereta bawah tanah terdekat dari rumahnya. Normalnya tempat itu baru bisa dicapai setelah berjalan kaki 20 menit, tapi karena Teukie berlari, dalam 10 menit dia udah sampai. Dia mengatur nafasnya, keringat mengalir dari wajahnya yang super duper tampan. Dia mengecek arlojinya. Tepat jam 07.45. Keretanya akan segera tiba setelah mendengar pengumuman dari mikrofon. Dan benar ajah, kereta yang dinantikannya tiba. Para penumpang turun sambil agak berdesakan. Sebagian besar adalah para karyawan dan anak2 sekolah. Setelah penumpang turun, Teukie bersama penumpang lainnya naik ke dalam kereta. Gak jarang, bisik2 mengiringi setiap langkah Teukie. Maklum, wajah dan penampilannya sering membuatnya dianggap cwo 27 tahun yang dikira anak direktur yang naik kereta karena low profile. Cwe2 mengedip genit padanya, berharap dipacari. Tapi Teukie udah terbiasa dan gak peduli pada semua itu. Dia duduk di kursi yang agak sepi, mengecek arlojinya lagi. Jam 07.50. Kereta akan berjalan selama 5 menit menuju tempat kerjanya, dan dia masih harus berjalan 10 menit lagi kesana.

Teukie: ”Ditambah lima menit berarti 07.55. Kalo harus berjalan kaki berarti aku akan sampai jam 08 lewat 5 menit. Kalo berlari... bisa hemat setengahnya? Ya. Aku harus sampai tepat waktu.”

Kereta yang dinaiki Teukie sangat rame pada saat itu. Beberapa penumpang terpaksa berdiri. Di hadapan Teukie-pun banyak penumpang yang berdiri. Ada juga cwe2 SMP. Sambil melihat cwe2 itu, pikiran Teukie melayang ke Ri Na. Teukie berharap Ri Na gak terlambat ke sekolah.

Cwe: ”Aaaah... copet! Ada copet!”

Teukie menoleh kaget. Seorang cwe yang berdiri di depannya menunjuk panik pada sesosok cwo bertopi yang lari ke arah belakang kereta. Suasana jadi heboh dan ramai. Si pencopet menghindar gesit dari para penangkapnya.

Teukie: ”Heh... mau kabur kemana kau?”

Teukie langsung berdiri, menyodorkan tas dan jasnya pada cwe yang kecopetan, menyingsingkan lengan kemejanya dan berlari mengejar si pencopet. Badan Teukie yang proporsional membuatnya mampu menyelip di antara orang2 dengan tepat. Akhirnya Teukie melihat sosok si pencopet, dia mendahului para satpam dan menarik kerah kaos hitam si pencopet.

Teukie: ”Hei kau sampah masyarakat! Kau lebih baik bekerja, bukan mencuri!”

Si pencopet menoleh dan berusaha menyerang Teukie, tapi Teukie lebih lincah dan memelintir kedua tangan si pencopet ke belakang dan memitingnya ke lantai, dengan satu tangan. Tangan kiri Teukie mengambil dompet yang dicopetnya.

Teukie: ”Mencopet bisa membuatmu dipenjara, tau?”

Lalu terdengar suara tepuk tangan dan sorakan. Banyak yang memuji ketampanan dan keberanian Teukie. Akhirnya si pencopet ditangkap satpam yang bertugas.

Cwe: ”Oppa... kamsahamnida.”
Teukie: ”Ahh chonmayo. Ini dompetmu.”

Teukie menyerahkan dompetnya, dan cwe itu memberikan tas dan jas titipan Teukie. Cwe itu memperhatikan wajah Teukie dengan seksama. Begitu tampannya.... pikir cwe itu. Cwe itu mengambil inisiatif untuk berkenalan, tepat pada saat Teukie mengecek arlojinya.

Cwe: ”Oppa, choui irumun...”
Teukie: ”Ahhh, aku berhenti di stasiun yang salah! Mianmida... tto poepkessumnida.”

Tangan si cwe membeku di udara, tanpa sempat Teukie menyambutnya. Ternyata udah jam delapan tepat dan Teukie berhenti di stasiun yang salah. Alhasil perlu waktu 25 menit bagi Teukie untuk sampai di kantor agensinya. Dia berlari kencang dan akhirnya tiba di MOST Entertainment, tempat bekerjanya yang baru. Gedung MOST terdiri dari 20 lantai, dan Teukie perlu ke lantai 5 dengan naik lift. Masih ngos2an, Teukie memasukkan kartu IDnya ke mesin pengenal, sekaligus mesin absen bagi para karyawan, yang terletak di pintu depan. Gak sembarang orang boleh masuk ke gedung MOST, karena disini tempat berkumpulnya para artis yang selalu jadi incaran ganas para fans. Mesin pengenal berbunyi BIP, lampunya berwarna hijau dan tertulis di layar kecilnya:

IDENTIFYING
LEE TEUK
IN PROGRESS...
ACCEPTED!
LEE TEUK MAY COME IN

Dan setelah itu keluar kertas dari dalam celah mesin kecil itu. Teukie menangkapnya dengan gesit.

YOU’RE LATE FOR 15 MINUTES
BE SURE NOT TO COME LATE TOMORROW

Hati Teukie mencelos. Dia gak menyangka mesin kecil ini begitu pintar. Teukie menyelipkan kembali kertas peringatan dan kartu IDnya ke balik jasnya yang udah dipakainya dengan rapi. Dengan agak kikuk namun berusaha pede, Teukie berjalan mantap bersama sesama karyawan di agensi ini dan naik lift. Lift penuh sesak, dan begitu sampai lantai lima, Teukie bersama tiga karyawan lain sama2 keluar. Teukie perlu ke ruangan nomor 59, karena disitu katanya Teukie akan mendapatkan deskripsi pekerjaannya dan mengatur kontraknya dengan artis yang udah disiapkan untuknya. Sambil berdoa dalam hati supaya artis yang dimaksud belum datang, Teukie membuka pintu ruangan.

Mr. Park: ”Terlambat, Lee Teuk.” (melotot)
Teukie: ”Yongsohae chushipshio, Park sonsaengnim. Di hari depan saya akan berusaha untuk tidak terlambat lagi.” (membungkuk 90 derajat)
Mr. Park: ”Ya. Apalagi artis kita tidak suka pada sesuatu yang namanya terlambat atau kecerobohan, karena dia begitu sempurna. Ayo, kuperkenalkan pada artismu.”

Teukie menoleh ke meja panjang. Disana duduk seorang cwo remaja yang tampan. Rambut jabrixnya hitam dan agak panjang, mencuat kemana-mana, membuat kepalanya jadi keliatan besar. Badannya lumayan tegap dan berotot, hasil latihan fitness. Teukie berdiri di hadapannya, dan diapun berdiri. Tingginya hanya kurang 1-2 cm dari tinggi Teukie. Matanya sipit dan bibir tipisnya membentuk senyum yang menawan.

Mr. Park: ”Jiro, this is Mr. Lee. He’ll be your manager. Lee Teuk, ini artismu, Jiro.”

Teukie punya perasaan gak enak mendengar Mr. Park ngomong bahasa Inggris dengan Jiro.

Teukie: ”Ha... hai... I’m Lee Teuk.” (membungkuk)
Jiro: ”Anyonghaseyo... choui irumun Jiro Wang imnida. Nice to meet you.” (ikut membungkuk)
Mr. Park: “Teuk, dia ini artis yang kita rekrut dari Taipei, jadi tidak bisa berbahasa Korea. Dia hanya berbahasa Korea untuk menyanyi, dan baru tiga bulan hidup di Seoul. Aku lihat CVmu, kau bilang lancar berbahasa Inggris kan?”

Hati Teukie mencelos. Sebenarnya dia berbohong. Dia menulis pintar berbahasa Inggris hanya supaya bisa diterima bekerja disini. Tapi kali ini dia kena batunya. Bahasa Inggrisnya... selalu mendapat nilai C saat kuliah.

Mr. Park: ”Kini dia sepenuhnya ada di tanganmu, ajari dia bahasa Korea, jadi manajer pribadinya dan carikan tempat tinggal di apartemen tempatmu, supaya kalian bekerja lebih efektif. Oh ya, bila perlu dia tinggal di tempatmu untuk sementara, menghemat biaya perusahaan. Untuk pengeluarannya, kau catat saja, perusahaan akan menggantinya.”

Teukie memandang Jiro sekali lagi. Tampaknya cwo ini gak merepotkan... pikirnya.

Mr. Park: ”Jiro sekarang 17 tahun dan tengah sekolah di Seoul International High School. Kau tidak usah khawatir, untuk minta izin dari sana selama kegiatan keartisannya cukup gampang. Lagipula Jiro ini pintar. Oh ya, dia juga sangat perfeksionis. Jadi kuharap kau bisa bekerja professional untuk membuatnya puas.”

Kali ini Teukie menelan ludah dengan susah payah.

***

Ri Na sampai di sekolah 15 menit sebelum bel berbunyi. SMP-nya adalah salah satu sekolah elit di Seoul, karena hanya yang pintar dan kayalah yang belajar disini. Kebetulan Ri Na pernah mengikuti olimpiade Biologi waktu kelas 6 SD dan mendapat beasiswa bersekolah disini. Ri Na cuek ajah meskipun dia datang ke sekolah dengan berjalan kaki dan penampilannya terkesan cuek, meskipun sebenarnya dia lumayan cantik. Rambut hitamnya yang panjang sepinggang sering diikat kuncir dua dan disampirkan indah di kedua bahunya. Matanya yang bulat dan besar, lengkap dengan kelopak mata indah dan bulu mata panjang, sering membuat gadis2 Seoul iri. Kulitnya juga putih, dengan tinggi badan yang cukup imut, 151 cm. Tasnya yang berwarna merah disampirkan di bahu kirinya. Dia mengenakan seragam SMP musim seminya, kemeja lengan pendek putih dan rok selutut warna biru.

Cwe: ”Lee Ri Na ya~~ tunggu aku!”

Ri Na menoleh dan mendapati Julie berlari ke arahnya. Julie adalah seorang Chinese, dia asli kelahiran Beijing. Namun mama-nya yang merupakan orang Seoul membuat Julie punya ciri khas Korea di penampilan Chinese-nya. Dia sedikit lebih gemuk dari Ri Na, dengan tinggi badan 158 cm, sangat bersahaja karena suka tersenyum. Rambut hitamnya panjang sebahu dan sering dibiarkan terurai. Julie adalah teman pertama Ri Na di SMP ini. Sama sepertinya, Julie masuk sekolah ini karena dia pintar, terutama dalam bidang MIPA.

Ri Na: ”Kenapa kau keringatan gitu?”
Julie: ”Kena kejadian menarik waktu di kereta tadi.”
Ri Na: ”Kena? Maksudmu?”
Julie: ”Tadi aku kecopetan.”
Ri Na: ”Hah? Apa? Jadi apa yang terjadi?” 0.0

Ri Na dan Julie masuk ke kelas 1-D. Kelas itu udah ramai diisi anak2 yang siap belajar. Ri Na dan Julie duduk di bangku belakang.

Julie: ”Ada cwo cakep dan keren banget nolongin aku. Dia kejar pencopetnya dan berhasil balikin dompetnya.” (berbinar-binar)
Ri Na: ”Sekeren itukah?” (mengangkat sebelah alisnya)
Julie: ”Banget. Rambutnya pirang dan pakaiannya rapi. Kayaknya orang dewasa yang udah jadi karyawan ato manager gitu.”
Ri Na: ”Berarti bapak2 dong. Kau suka yang begitu?”
Julie: ”Well... bagiku bapak2 baru keren.”
Ri Na: (menggelengkan kepalanya) =.=”
Julie: ”Kau sendiri? Seperti apa seleramu?”
Ri Na: ”Gak kepikiran.”
Julie: ”Huu... dasar cuek.”

***

Jam dua sekolah bubar.

Julie: ”Ri Na, mau kemana? Pergi karaoke yuk. Aku traktir.”
Ri Na: ”Mian Julie, aku belum minta izin sama appa. Gimana kalo besok siang ajah? Jadi aku akan minta izin hari ini.”
Julie: ”Oh... okey lah. Sampai ketemu besok yah.”
Ri Na: ”C ya Julie.”

Ri Na berjalan santai pulang ke rumahnya. Setelah sampai di rumah, Ri Na makan siang, browsing di internet, tidur sebentar, mengerjakan tugas2 sekolah dan nonton TV begitu selesai makan malam. Semuanya itu nyaris menjadi rutinitasnya. Ri Na melirik jam dinding. Jam tujuh malam.

Ri Na: ”Appa lemburkah? Di hari pertama kerja?”

Ri Na mengambil remote dan mengganti saluran TV dengan asal. Dia berhenti pada acara infotaintment.

Presenter Cwe: ”Kembali lagi dengan topik dari blantika musik K-Pop. MOST Entertainment akan mengorbitkan satu lagi artis yang disebut-sebut memiliki bakat yang beragam. Dia adalah seorang Chinese yang lahir di Taipei, Jiro Wang. Selain ketampanannya...”

Ri Na memicingkan matanya menatap layar datar TV-nya.

Ri Na: ”Lumayan tuh cwo. Mana sekolahnya di Seoul International High School lagi. TOEFL-nya pasti di atas 600 tuh...”

Ri Na mendengar suara gaduh di depan pintu apartemennya dan ada yang membuka pintu.

Teukie: ”Appa pulang.”

Ri Na menoleh dan melihat penampilan Teukie berantakan.

Ri Na: ”Loh? Appa kenapa?”
Teukie: ”Bisa panaskan makan malam?”
Ri Na: ”Ah ya, baiklah appa...”

Masih sambil keheranan, Ri Na memanaskan makan malam untuk appa-nya yang sekarang duduk kelelahan sambil menonton TV. Gak lama kemudian Ri Na memberikan sepiring nasi plus lauk2 pada Teukie.

Ri Na: ”Kena musibah yah?”
Teukie: ”Ri Na, untuk sementara kita akan punya tamu yang menginap di tempat kita.”
Ri Na: ”Hah? Apa? Siapa?”
Teukie: ”Hanya untuk sementara, mungkin satu minggu sampai nomor 125 kosong. Dia akan tidur di kamar appa, dan appa akan tidur di sofa, jadi gak akan mengganggumu.”
Ri Na: ”Ya, tapi siapa yang mau menginap, appa?”
Teukie: ”Artis appa. Agensi ingin dia satu apartemen dengan kita, tapi sayangnya gak ada yang kosong waktu appa menghubungi pemilik apartemen tadi. Nomor 125 bakal kosong seminggu lagi.”
Ri Na: ”Hah? Bakal serumah sama artis? Gak bahaya tuh appa?”
Teukie: ”Karena dia artis baru, gak banyak yang tau urusan pribadinya, Ri Na.”
Ri Na: (mengangkat bahu) ”Okey. Ri Na menurut ajah sama appa.”

Teukie makan dengan lahap.

Ri Na: ”Oh ya appa... besok Ri Na mau pergi karaoke dengan Julie sepulang sekolah. Boleh?”
Teukie: ”Julie? Temanmu yang mana?”
Ri Na: ”Teman sekelas yang baru. Dia kelahiran Beijing. Tentu appa belum pernah melihatnya.”
Teukie: ”Baiklah, appa percaya padamu. Tapi kapan2 kenalkan Julie pada appa yah.”
Ri Na: ”Ye. Gomawo appa.”

***