Welcome Here ^0^v

You can read; and then please kindly leave comment(s) so I could improve;
But don't try to STEAL a part or whole part of all post WITHOUT a proper CREDIT; you'll know the risk if you still do it;
Intro: I'm a hyper Cloudsomnia, Jung Heechul IS MINE, OFFICIAL WIFE OF KIM JONGWOON, GO is the OWNER OF MY HEART, definitely a Lively E.L.F and also a multi-fandom: ELF, ZE:A's, Triple S, A+, VIP; I'm a unique, weird and super delusional girl;
Just add my Facebook account: maymugungponks; and follow my Twitter: (hidden for some reason);
But be careful~~ I'm not as easy as you think I might be~

Sunday, 19 August 2012

Love's Arrived 2 Chapter 2 part 1


Love’s Arrived 2
Chapter 2 part 1

2

Gisela nyaris terlambat datang ke kampusnya. Tadi pagi dia tidak rela menitipkan QQ, anjing pudelnya yang sekarang sudah remaja, pada David dan Wang Mama. Meskipun dia tahu tetangganya itu tidak mungkin menelantarkan QQ, dia tidak tahan karena merasa akan rindu dengan anjingnya itu berhubung harus berpisah selama setengah tahun. David berjanji akan merawat QQ dengan baik. Gisela yang datang dengan naik bus umum ke kampus juga sempat kena serangan fans. Mau tidak mau Gisela melayani mereka dengan ramah. Dia berlarian dari gerbang kampus di sepanjang halaman kampus yang luas, keberatan membawa kopernya yang besar di tangan kanan, dia masih membawa ransel besar di punggungnya dan tangan kirinya menjinjing tas laptopnya. Beberapa bus diparkir di halaman. Para mahasiswa berbaris rapi menurut jurusan mereka di hadapan para dosen. Kim Lao Shi yang merupakan guru dari Korsel, memegang daftar, yang menurut dugaan Gisela adalah daftar absen.

“Mai Xue Mei dari jurusan Sastra Mandarin dan Sejarah China!” panggil Kim Lao Shi sambil membaca daftar.

Kim Lao Shi heran tidak mendengar jawaban ataupun tangan terangkat dari barisan fakultas Sastra. Jeanne ada di tengah barisan, cemas setengah mati.

“Mana si Mei-Mei?” tanyanya dengan tangan saling bertaut.
“Kim Lao Shi… Lao Shi! Ini Mai Xue… Mei! Mai… Xue Mei… hadir!”

Gisela berlari terengah ke hadapan Kim Lao Shi. Semua memandangnya dan heran melihat Gisela sangat berantakan. Belum sampai Gisela ke hadapannya, Kim Lao Shi sudah mengangguk.

“Oke, aku sudah mendengarmu. Silahkan berbaris,” Kim Lao Shi tersenyum padanya.

Gisela beralih menyeruak ke barisan fakultasnya dari belakang, berhenti terengah di sebelah Jeanne. Jeanne geleng-geleng kepala.

“Kamu kenapa sih?” bisiknya.
“Aku terlalu lama menyampaikan pesan perpisahan dengan QQ tadi dan sempat dapat serangan fans,” sengal Gisela, mengelap peluhnya dengan tissue yang disodorkan Jeanne.
“Kalau kamu terlambat, kamu terpaksa ikut proyek waktu musim semi tahun depan! Nyaris aja!” keluh Jeanne, “kamu membuatku jantungan.”
“Dui bu qi (maaf) deh. Eh, ada berapa orang yang ikut proyek musim gugur ini?”
“Semuanya 219 orang. Dari fakultas kita ada 106 orang, sisanya dari seni.”
“Wah, pantas banyak sekali. Itu bus buat apa?”
“Langsung membawa kita ke desa tujuan. Katanya di tiap desa bakal ada 10 kelompok saja. Itu berarti ada 50 mahasiswa di tiap desa, ditambah dua dosen.”
“Oh, pantas busnya ada lima.”
“Baiklah, dengarkan baik-baik. Sekarang kami akan membagi kelompok kalian berdasarkan hasil undi,” Gao Lao Shi menggunakan mikrofon untuk mengatasi kericuhan mahasiswa, “kelompok pertama sampai kelompok sepuluh, berkumpul dengan Kim Lao Shi di bus paling depan…”

Gisela mendengarkan dengan cermat sementara Gao Lao Shi dibantu dua dosen lainnya mengaduk fish ball yang berisi nama-nama murid. Fish ball itu dimasukkan dalam dua akuarium bulat yang besar sekali dan tentu berat, melihat ekspresi dosen yang mengangkatnya. Ada satu dosen lagi yang duduk dan siap mengetik nama-nama mahasiswa di laptop. Beberapa nama sudah disebut, tapi tak ada namanya atau nama Jeanne yang dipanggil di kelompok pertama. Begitu juga di kelompok dua. Tapi di kelompok tiga, Selly dipanggil bergabung.

“Aduh, kenapa di antara kita berlima, Cuma aku sendirian di kelompok tiga?” keluh Selly sebelum bergabung dengan kelompok tiga.

Kelompok empat lewat begitu saja. Di kelompok lima, Vincy dan Zici dipanggil bersama. Mereka senang sekali karena bisa bersama-sama. Di kelompok enam, nama Gisela dan Jeanne juga belum dipanggil. Tiba kelompok tujuh.

“Ma Zeng Shu dari jurusan Seni Teater!”

Ma Zeng Shu yang berbaris di fakultas seni, langsung maju dengan bawaannya. Seperti biasa, bawaan cowok tidak sebanyak anak cewek. Zeng Shu sangat tinggi dan badannya tegap. Dia berbaris di sebelah kelompok enam di dekat Kim Lao Shi.

“Yang kedua, Chen Zhi Hua dari Sastra Mandarin dan Sejarah China!” panggil Gao Lao Shi.
“Chen Zhi Hua? Memangnya ada nama itu di kelas kita?” tanya Gisela heran.
“Kamu jarang masuk kelas, sih. Sebenarnya dia juga jarang, sih. Harusnya dia bisa ikut proyek musim semi kemarin, tapi nggak tahu juga kenapa dia batal ikut. Tapi bukan salah kamu juga,” tambah Jeanne, “dia ini jarang masuk kelas. Dia kan anak Mr. George Chen, kamu tahu siapa dia, kan?”
“Oh! Perusahaan garmen terbesar di Taiwan! Itu miliknya, kan? Maksudku, itu milik Mr. Chen, kan?” Gisela terbelalak.
“Yap, orang nomor lima terkaya di negara kita. Mr. Chen punya hotel, dan si Zhi Hua ini menjadi koki tunggal di restoran Korea-nya. Kabarnya dia sangat perfeksionis dan nggak mau orang campur tangan masak di sana,” jelas Jeanne, “dan dia sangat cerdas. Dia masuk karena beasiswa.”
“Dan aku menduga dia jauh lebih cepat menyelesaikan semua subjek ketimbang kita, kan?”
“Iya. Aku kan udah bilang dia cerdas.”
“…dari Sastra Mandarin dan Sejarah China.”
“Gao Lao Shi bilang siapa?” tanya Jeanne sambil mencolek punggung Miko di depannya.
“Dia panggil kamu. Cepat ke sana sebelum dia naik pitam,” tukas Miko.
“Dui bu qi, Mei-Mei. Semoga dua nama yang tersisa terdapat namamu. Zai jian!”

Jeanne mengangkat dua kopernya dengan ringan, seakan kopernya yang besar itu tidak ada isinya. Aku mau sama-sama Jeanne… selain dia, Selly, Vincy dan Zici, aku nggak banyak akrab dengan yang lainnya, harap Gisela dalam hati, ya Tuhan, tolong masukkan aku di kelompok ini aja.

“Jung Gok-Sang dari jurusan Seni Suara!”

Gisela sempat mendengar nama cowok Korea ini. Dia jadi idola cewek-cewek kelasnya, katanya dia sangat tampan. Ternyata si Jung ini memang cakep, aku Gisela dalam hatinya. Jung Gok-Sang maju dari kelompok jurusan seni suara, sangat tinggi dan tampan, matanya sipit dan alis matanya tebal. Wajah Korea-nya sangat khas.

“Dan nama terakhir di kelompok tujuh adalah… Mai Xue Mei dari Sastra Mandarin dan Sejarah China!” sebut Gao Lao Shi.

Dengan penuh suka cita, Gisela menyeret kopernya dan bergabung dengan Jeanne.

“Aku senang sekali bisa bersamamu,” kata Jeanne jujur.
“Aku juga merasa tenang bersamamu,” balas Gisela.

Pembagian kelompok selesai setengah jam kemudian. Para mahasiswa kelompok satu sampai sepuluh masuk ke bus digiring Kim Lao Shi dan Ou Lao Shi yang masih muda dan cantik. Mereka diharapkan duduk berdekatan dengan anggota kelompok untuk lebih saling mengenal.

“Di sini aja, ya,” putus Jeanne sambil duduk di kursi paling belakang.

Gisela duduk di sebelahnya.

“Aku boleh duduk di sini, kan?” tanya Chen Zhi Hua, menunjuk kursi di samping Gisela.
“Oh, dan ran (tentu saja).”

Chen Zhi Hua duduk disusul Jung Gok-Sang dan Ma Zeng Shu. Bus mulai berjalan.

“Oh, aku perlu berkenalan dengan kalian,” kata Gisela ramah.

Jeanne menoleh dan menganggukkan kepalanya.

“Aku Ma Zeng Shu dari teater. Panggil aku Zeng Shu aja,” Zeng Shu memperkenalkan diri dengan ramah.
“Aku Chen Zhi Hua, aku satu jurusan dengan kalian,” Chen Zhi Hua menunjuk Gisela dan Jeanne, “panggil aku Zhi Hua aja.”
“Dan aku Jung Gok-Sang dari seni suara,” sambung Gok-Sang.
“Jung Gok-Sang,” panggil Jeanne dengan mantap.

Zhi Hua juga menggumamkan nama Gok-Sang dengan mantap. Mungkin karena dia kebiasaan menghapal nama masakan Korea.

“Jung Go.. San…”
“Bukan,” Gok-Sang yang suaranya terdengar merdu itu mengoreksi Gisela dengan sabar, “Gok, bukan Go. Sang. Gok-Sang.”
“Jung Goook… Saaaan…”
“Jung Gok-Sang,” desah Zeng Shu setelah berusaha setengah mati supaya benar menyebutkan nama rekannya itu.
“Zeng Shu udah tepat,” Gok-Sang mengarahkan jempol pada Zeng Shu lalu kembali berpaling pada Gisela, “sedikit lagi. Sang.”

Gisela mengutuk dirinya yang tidak pernah mencoba belajar hangul. Kabarnya Michael sangat lancar ngomong hangul dan dia pernah mendengar Nathan juga ngomong hangul dengan wartawan dari Korea.

“Jung… Jung… Go… eh… Gok… Sann… Sang. Ya, kan? Jung Gok-Sang. Dui bu qi, aku Cuma bisa menyebut nama Lee Joon-Ki.”

Lee Joon-Ki adalah artis Korea tampan yang diidolakan Gisela.

“Kalau kamu udah bisa menyebut nama Lee Joon-Ki, itu awal yang bagus. Kamu udah bisa menyebut namaku juga. Kamsahamnida (terima kasih).”
“Giliranku, ya. Aku Jeanne Tian Jin Yin. Yin-Yin cukup,” Jeanne memperkenalkan dirinya dengan santai.
“Dan aku…”
“Gisela Mai Xue Mei,” sela Zhi Hua, “mana mungkin kami nggak tahu kamu?”

Gisela nyengir salah tingkah. Zeng Shu dan Gok-Sang tersenyum ramah.

“Xie xie. Panggil aku Mei-Mei aja, ya,” pinta Gisela.
“Senangnya bisa sekelompok dengan artis idola,” goda Gok-Sang, mandarinnya bagus sekali.
“Jangan begitu,” hardik Gisela malu-malu.
“Para mahasiswa, kita akan sampai ke desa Cai Hong (desa Pelangi) satu jam lagi,” Kim Lao Shi mengumumkan, “sekarang kami akan menggeledah bawaan kalian. Barang terlarang yang bisa mendatangkan informasi dari luar, akan kami sita.”

Para mahasiswa panik. Jelas mereka membawa barang terlarang yang dimaksud: handphone. Laptop yang dibawa juga dipastikan tidak ada modem untuk connect ke internet. Mereka menyembunyikan handphone mereka ke tempat strategis.

“Jeanne! Gimana, nih?” tanya Gisela panik.
“Di mana handphone-mu?” Jeanne balik bertanya.

Gisela melindungi saku celana jeans-nya. Jeanne melotot dengan panik saat Ou Lao Shi sudah datang dan memeriksa bawaan Jeanne. Sementara itu, Zhi Hua sudah lolos seleksi, Kim Lao Shi memeriksa Gok-Sang. Ou Lao Shi memeriksa sekujur tubuh Jeanne. Zhi Hua menempel pada Gisela.

“Berikan padaku, cepat,” desaknya.

Gisela seketika paham. Dia menyusupkan handphone-nya ke tangan Zhi Hua. Zhi Hua langsung memberikannya pada Gok-Sang. Gok-Sang memasukkan handphone Gisela ke lapisan jaket hitamnya. Ou Lao Shi berpaling pada Gisela, memeriksa koper, laptop dan sekujur badannya. Setelah itu, kedua dosen beralih ke kelompok lain. Kelima anggota kelompok tujuh duduk kembali dengan lega.

“Dimana kamu letakkan handphone-mu?” tanya Gisela pada Jeanne.
“Aku lekatkan di bagian bawah koperku dengan selotip, saat baru masuk tadi. Untunglah koperku nggak dibanting Ou Lao Shi tadi,” jawab Jeanne.

Jeanne mengambil handphone-nya kembali.

“Kami menerima isyarat dari Gok-Sang. Karena Zhi Hua yang diperiksa duluan, handphone kami semua ada pada Gok-Sang, setelah itu kami oper pada Zhi Hua. Jaket mereka berdua sangat berguna,” jelas Zeng Shu.

Gok-Sang menyerahkan kembali handphone Gisela.
“Xie xie.”
“Kita kan rekan satu kelompok. Jangan sungkan begitu,” hardik Zhi Hua sambil tersenyum.

Gisela merasa beruntung. Jeanne, sahabat baiknya satu kelompok dengannya. Chen Zhi Hua yang cerdas dan tampan, Ma Zeng Shu yang berwajah kocak dan Jung Gok-Sang yang suaranya bagus dan sangat tampan, semuanya sangat baik. Dia merasa tidak khawatir menjalankan setengah tahun masa karantinanya.

*******

Albert baru menyelesaikan rekaman satu lagu untuk album baru bersama ketiga anggota Li Liang lainnya. Dia merebahkan diri di sofa dengan lelah. Alex duduk di sampingnya, menyerahkan sekaleng Cola dingin.

“Xie xie,” gumam Albert sambil meraih handphone-nya.

Alex mengangguk dan menikmati minumannya sendiri. Albert meraih handphone-nya.

“Halo, Cat, apa kabar?”

Alex menoleh pada rekannya ini. Sepertinya Albert memakai video call untuk menghubungi Chaterine di Jakarta.

“Oh, kabarku baik. Ge ge gimana?” balas Chaterine dari seberang sana.
“Kami baru habis rekaman lagu baru. Kamu lagi ngapain?”
“Baru mau pulang kerja, nih. Oh ya, gimana kabar yang lainnya? Mei-Mei kemarin masuk lokasi karantina proyek, ya? Kemarin dia meneleponku.”
“Yap, benar. Nggak lama lagi Xiang Chen pasti mati kangen,” celetuk Albert sambil tertawa, melirik Alex.

Alex melotot tak senang.

“Eh, Wen Chun ge, udah dulu ya, aku mau siap-siap pulang, nih.”
Chaterine! Bisa ke sini sebentar? Saya butuh bantuanmu!

Bahkan Alex bisa mendengar suara cowok di dekat Chaterine.

“Siapa, tuh?”
“Bos. Aku harus ke sana. Zai jian!”
“Zai… jian…”

Albert cemberut. Alex tersenyum kecil.

“Dia udah memutuskan teleponnya sebelum aku selesai mengucapkan salam perpisahan,” keluh Albert.
“Yah, kasihan si Cat. Dia agak sibuk juga jadi sekretaris marketing manager handphone Original cabang Indo,” Alex memaklumi.

Alex masih melihat wajah Albert berkabut.

“Kamu ini kenapa, sih? Nggak senang dia udah dapat kerja?”
“Oh, memangnya aku kenapa?”
“Berkaca! Mukamu cemberut!”
“Oh… nggak. Aku Cuma berpikir, alangkah enaknya waktu Cat dan Lydia ada di sini juga bareng Mei-Mei dan Xiao Li.”
“Yah, susah juga. Kehidupan manusia harus berubah. Mereka waktu itu kuliah, sekarang Cat udah wisuda dan kerja. Xiao Li aja cari kerja di sini. Lydia dan Mei-Mei juga hampir diwisuda,” kata Alex bijak.

Albert mendesahkan nafas. Entah dia harus merasa senang atau kesal.

*******

“Pak Bobby, maaf, tadi teman saya menelepon. Ada yang bisa saya bantu?”

Chaterine tampak cantik memakai blazer hitam melapisi kemeja lengan panjang berwarna putih. Karena postur tubuhnya tinggi dan ramping, pekerjaan sebagai sekretaris sangat cocok untuknya. Chaterine juga cekatan dan cerdas, dia sangat memenuhi syarat. Tidak heran gajinya langsung tinggi, padahal ini pekerjaan pertamanya sesudah diwisuda.

“Tolong sebelum kamu pulang, data penjualan terbaru ini kamu urutkan sesuai bulannya, disimpan dalam satu map, besok ingatkan saya untuk memeriksanya ulang,” pinta pak Bobby, Marketing Manager Handphone Original cabang Indonesia.
“Baiklah. Saya permisi.”

Chaterine membereskan kertas-kertas yang dimaksud dan berbalik keluar ruangan.

“Chaterine!”

Chaterine membalikkan badannya dan tersenyum.

“Ada lagi yang bisa saya bantu?”
“Ehm… tidak ada. Kamu boleh pulang.”
“Terima kasih. Sampai jumpa besok, pak.”

Chaterine buru-buru menyelesaikan pekerjaannya dan pulang. Kalau nggak pulang sekarang, jangan-jangan bakal disuruh ngerjain hal-hal lain. Rumah Chaterine yang di Jakarta ternyata tidak jauh dari lokasi kantor. Karena Cuma butuh waktu perjalanan 15 menit, Chaterine yang super hemat tidak rela uangnya dipakai untuk ongkos. Handphone-nya kembali bergetar. Chaterine mengaduk isi tasnya dan melihat wajah Gisela muncul di layar handphone. Video call.

“Mei-Mei!” panggil Chaterine begitu menerima telepon.
“Cat! Kamu di mana?”
“Kamu ngomong apa, sih? Kenapa bisik-bisik gitu? Kamu itu yang dimana?”
“Sorry. Aku di…”

Gisela mengedarkan handphone ke sekeliling, supaya Chaterine bisa melihat lokasinya. Sepertinya di padang yang luas.

“Perbukitan. Kami kan dilarang menghubungi orang di luar.”
“Tapi kenapa kamu meneleponku?”
“Aku kangen padamu.”
“Terima kasih. Kamu udah menelepon Xiang Chen ge?”
“Udah. Xiao Li juga udah.”
“Proyek lancar?”
“Iya, tadi kami udah kenalan sama 10 anak didik kami. Mereka imut dan penurut semua. Syukurlah.”
“Aku juga baru pulang kerja, nih. Pekerjaanku oke juga, sih.”
“Aku ikut senang. Jadi kamu dimana?”
“On the way kembali ke rumah.”
“Oke deh, next time aku hubungi kamu lagi ya begitu ada waktu. See ya!”

Chaterine tersenyum melihat sahabatnya yang begitu semangat. Sejujurnya, dia kangen sekali dengan semuanya yang ada di Taiwan. Tapi dia baru bekerja sebulan, tidak mungkin dia minta cuti. Lagipula, Gisela saat ini sedang dikarantina, tidak ada gunanya dia ke Taiwan. Chaterine melanjutkan perjalanannya di tengah gemerlapan petang kota Jakarta.

*******

Brand New It's Magic chapter 10 part 4


Brand New It’s Magic
Chapter 10 part 4

Jiro terbatuk keras dan membelalakkan matanya. Ayam panggang nan lezat di hadapannya sudah tak menjadi pusat perhatiannya lagi. Matanya terpancang pada wajah Julie yang pucat di sampingnya.

Jiro menjerit,bu hui ba!!”
“Aku tidak bohong, ge,” terang Julie, Amelz memang mengalami itu. Kimbum oppa yang datang itu palsu. Jelas-jelas Kimbum oppa yang asli ada di rumah bersamaku tadi pagi. Kalau Yesung oppa dan Ryeowook oppa tidak datang tepat waktu... habislah semuanya.”
 “Musuh sehebat itukah?”

Jiro menelan ludah dengan susah payah.

 “Hmm... itu karena kaki tangan Pangeran Iblis yang namanya Illusionist. Yesung oppa sekarang dibuat pusing. Ternyata proteksi rumah tak berpengaruh banyak.”
Jiro bertanya, “Amelz sampai tak bisa bedain yang palsu dan yang asli?”
“Yang bisa bedain ilusi saat ini di rombongan kita baru Ryeowook oppa. Katanya karena dia punya hati yang murni.”
 “Oh wow...”

Lalu keduanya terdiam cukup lama.

 “Julie, gimana kalau salah seorang dari kita palsu? Gimana kita saling membedakan? Kalau dengar ceritamu, berarti ilusi itu mampu meniru Kimbum dengan sebaik-baiknya sampai ke ilmunya. Gampang saja buat dia meniru kita kan?”
 “Ahh gege benar. Ryeowook oppa gak mungkin bolak-balik mengecek apakah salah satu dari kita ini palsu kan?”
“Gimana kalsu kita berdua buat password? Password yang Cuma diketahui kita berdua?”
“Password? Ide bagus, ge!”
 “Ini juga bisa dipakai sama yang laen.”
“Bener. Enaknya apa yah password kita?”
 “Hmm... Jiro’z Jul??”

Julie terdiam.

 “Jelek yah? Ganti deh... hmm...”
Julie menjawab,bagus koq, ge..”
“Beneran?”
 “Iya. Ayo, pakai yang itu...”
“Oke deh Jul. Tiap kali kita ketemu, ucapin kalimat itu dulu yah.”
 “Siip deh. Ayo buat password yang laen. Aku dengan Kimbum oppa, gege dengan May, gege dengan Rin...”
 “Ayo... ayo...”

Akhirnya keduanya malah memikirkan password yang akan mereka gunakan untuk saudara-saudari mereka.

***

Stella menunggu di lapangan aula kampus dengan setengah khawatir. Dia datang sendiri kesini dan menunggu yang lainnya untuk datang latihan. Otaknya penuh. Dia takut tiba-tiba diserang saat sedang sendirian begini, ingat kejadian Junsu, dkk yang diserang sebelum latihan. Tapi salah Stella sendiri dia menolak dijemput Hyunjoong. Itu dia masalah berikutnya. Stella tak ingin terlalu dekat dengan Hyunjoong. Dia sedang bingung.

Stella mengeluh,aisssh... bunuh saja aku...”

Tiba-tiba terdengar suara lecutan dan Stella mundur selangkah. Stella mencabut batang pohon yang cukup besar. Dan ternyata yang dilihatnya Cuma Hyunjoong.

Hyunjoong bertanya, “Stella mau menyerangku?”
“Ah... rupanya oppa, jawab Stella.

Stella meletakkan kembali pohonnya. Tapi karena sudah tercabut sampai ke akarnya, pohon itu tidak bisa lagi tertanam.

Hyunjoong bertanya, “Stella... kau menghindariku yah?”
“Hah? Perasaan oppa saja kali...” jawab Stella.
 “Jangan bohong, Stella.”
“Aku tidak bohong.”
 “Stella tak mencintaiku??”

Stella terdiam dan membelalakkan matanya. Pertanyaan sensitif.

 “Koq tanya begitu? Oppa kan tak pernah ngomong apa-apa juga padaku.”
“Apa aku perlu ngomong?”
 “Bagi cewek semua itu penting.”

Hyunjoong terdiam dan menundukkan kepalanya.

 “Oppa egois. Oppa ingin dicintai tapi tak bisa mencintai.”
“Stella tidak ngerti posisiku.”
 “Aku ngerti. Makanya aku mundur.”
 “Apa?”
 “Aku mencintai seseorang. Dan orang itu bukan oppa.”

Hyunjoong merasa disambar petir. Dia tak bergerak sedikitpun.

Hyunjoong bertanya,siapa?”
“Ya~ jangan tanya-tanya seolah oppa itu gegeku.”
 “Siapa?”

Stella naik darah. Hyunjoong membuatnya sangat risih.

 “Kim Kyujong. Puas?”
 “Tapi... Kyujong pacar Clara.”

Hyunjoong tampak resah.

 “Aku tak peduli. Pokoknya aku suka.”

Hyunjoong melotot, dan auranya saat marah bisa membuat semua orang menciut. Seorang pangeran drakula yang marah, membuat udara di sekitar Stella dingin. Dia gemetar.

 “Jemputlah yang lain. Bentar lagi latihan dimulai.”

Stella memalingkan wajahnya dari Hyunjoong. Hyunjoong menghilang dengan lecutan yang luar biasa keras sampai Stella terlonjak di tempatnya. Stella menuju bangku batu yang ada di dekat sana dan duduk dengan shock. Dia ingat jelas wajah marah Hyunjoong.

 “Oppa... mianhae...”

Suara lecutan lagi membuat Stella mengira Hyunjoong balik lagi dan dengan marah menyerang Stella. Tapi rupanya itu Cuma Junsu yang mengantar Kimbum. Kan hari ini jadwal Junsu patroli.

Junsu nyeletuk,loh Stella!! Bahaya sekali kau disini sendirian!”
“Aku tidak apa-apa kan?”
“Password, Stella!” pinta Kimbum.

Stella menghela nafas. Sekarang ini juga membuatnya risih.

 “Untuk Junsu, J double S, untuk Kimbum, Amelz.”
Junsu berkata, dia Stella yang asli. Baiklah kalau gitu aku akan balik pa... Stel? Kau nangis? Kenapa?”
“Hah? Siapa coba yang nangis?” Tanya Stella, cepat-cepat menghapus air matanya.

Kimbum dan Junsu langsung mendekat ke Stella. Stella berusaha menutup hatinya dan tak ngomong apa-apa supaya Junsu tak bisa membaca pikirannya. Wajah Junsu berkerut tak senang.

Kimbum bertanya,kenapa, Stel? Kau bisa cerita ke aku.”
 “Aku tidak apa-apa. Junsu, kau pergi patroli saja. Takutnya yang lain diserang nih selagi kau disini.”
“Arraso,ujar Junsu, wajahnya cemberut.

Junsu langsung menghilang. Stella menghela nafas lega. Dia sudah bisa menumpahkan kekesalannya di hatinya.

Kimbum bertanya,nah, Stella?”
“Aku dan... Hyunjoong oppa... bertengkar, gagap Stella.
 “Kenapa?”
 “Aku bilang aku suka Kyujong oppa.”
“APA??”
 “Supaya Hyunjoong oppa tak memikirkanku lagi. Aku sudah mempertimbangkan masak-masak kenapa aku ngomong begini. Kami tak mungkin bersama.”
Kimbum bertanya,kenapa, Stel? Duuuh... jangan gini dong.”
“Aku juga terpaksa, Kimbum.”

Pembicaraan mereka terhenti saat Hyunjoong muncul bersama Amelz dan Kyujong. Stella memperhatikan Kyujong. Ekspresinya biasa. Ini berarti Hyunjoong belum bilang apa-apa pada Kyujong. Tentunya akan tidak enak untuk Stella kalau Kyujong jadi kambing hitam permasalahannya dengan Hyunjoong. Stella juga memperhatikan Amelz yang wajahnya masih pucat gara-gara kejadian kemarin. Dia memandang ragu-ragu pada Kimbum.

 “Ini Kimbum yang asli, Melz. Aku sudah mengeceknya koq.”

Amelz terlihat lega dan beringsut mendekati Kimbum. Kyujong merasa tak nyaman dengan jarak yang dibuat Hyunjoong dan Stella. Namun belum sempat Kyujong ngomong apa-apa, Yesung sudah muncul dari pusaran warna.

Yesung bertanya,sudah siap latihan semuanya?”
“Sepertinya sih siap, hyung, ragu Kyujong.
 “Jangan khawatir. Heheheh...”
Kimbum berujar,justru karena hyung tertawa kami baru khawatir.”

Mereka kembali bergandengan tangan dan membuat lingkaran. Amelz menggandeng Kimbum di tangan kirinya, Kimbum menggandeng Hyunjoong, di sebelahnya ada Kyujong, lalu Stella, Yesung, balik ke Amelz. Mereka merasakan sensasi aneh seperti biasa dan masuk ke ruang “ilusi” Yesung.

 “Stella, coba kupikir. Latihan untuk Shadow-mu sudah lewat. Sekarang kau bisa latihan Telekinetic. Hyunjoong masih akan latihan dengan Double Sword. Juga Kimbum dengan Honor Bow, tapi kupikir waktunya Kimbum ketemu musuh asli juga, bukan papan target lagi. Amelz masih dengan Dawn Sword dan Kyujong, selamat datang di latihan pertamamu.”
Kyujong mengiyakan,yeah.”
“Kau langsung latihan dengan Conqueror Chain. Aku akan bagi kalian jadi dua tabir. Yang terkuat adalah Hyunjoong, Amelz dan Stella. Hyunjoong dan Stella bareng Kyujong deh. Kimbum bareng Amelz, okey?”
Stella mencibir mendengar pembagian kelompok oleh Yesung itu.
 “... aku lihat loh. Ayo, kelompok A ke kanan sampai batas batu itu, yang B ke kiri, juga sampai batu itu.”

Stella berjalan duluan ke batas yang ditunjuk Yesung, Kyujong mengejarnya dengan semangat dan Hyunjoong berjalan agak malas dan terlihat waspada. Amelz dan Kimbum juga sudah sampai di tempat mereka. Yesung melambaikan Northern Chain dan Stella merasa masuk ke tabir tak kelihatan, begitu juga kelompok B.

Yesung memerintah,kelompok A, kalahkan 25 tengkorak, kelompok B, lawan 10 drakula!”
“Hyung tidak adil!!” seru Kimbum.

Yesung hanya nyengir mendengar protes Kimbum. Yesung duduk di batu besar seperti biasa menonton latihan.

Hyunjoong berteriak, “Double Sword!”

Dengan lincah, Hyunjoong menyerang para tengkorak. Tangan kanan dan kirinya menyerang cepat, mungkin tengkorak bukan masalah besar untuknya. Tapi masalahnya, tengkorak “ilusi” Yesung ternyata mampu bergerak lebih cepat dan lebih agresif menyabetkan pedang mereka. Hyunjoong mundur kaget. Yesung tertawa keras, seperti biasa kalau jahilnya kambuh. Kyujong mengeluarkan Conqueror Chain dan mulai beraksi. Dia langsung berhasil merobohkan 4 tengkorak sekali sabet.

Kyujong kaget,oh wow...”
“Serangan yang cepat dan efektif,” puji Yesung, “ayo kelompok A, jangan kalah pada kelompok B.”

Stella mengangkat batu-batu besar dengan Telekinetic-nya dan meremukkan 5 tengkorak.

 Memang kalau kami kalah cepat dibanding kelompok B, kenapa, oppa?” Tanya Stella.
 “Hukuman biasa. Kalian terpaksa latihan lagi besok.”
Hyunjoong mengeluh,aigo... hyung kejam.”

Kelompok A menyisakan 16 tengkorak untuk mereka lawan, sementara Amelz dan Kimbum juga tengah berjuang. Lawan mereka lebih susah, drakula.

“Dawn Sword!” jerit Amelz.

Wajah pucat Amelz telah meninggalkannya sepenuhnya, yang nampak hanya ekspresi marah dan tegas. Begitulah Fire Warrior beraksi. Amelz langsung melumpuhkan satu drakula. Kimbum, yang takut besok bakal kena hukuman latihan lagi, berusaha berkonsentrasi pada panahnya. Sekarang dia sekalian belajar melepas dua anak panah sekaligus. Namun dia masih tak bisa melepasnya berlainan arah, alhasil hanya satu drakula yang kena dua anak panah dan langsung dilumpuhkan Amelz.

Yesung bersorak,bravo, kelompok B!”

Amelz dan Kimbum menyisakan 8 drakula yang berusaha menyekap dan menggigit mereka. Lima belas menit berlalu dan Hyunjoong membuat 5 tengkorak lagi berkelotakan, sementara Kyujong menghabisi 6 sekaligus, sisanya 5. tapi kelompok B tak kalah cepat, Amelz baru membantai 2 drakula dan Kimbum membunuh 1 dan melumpuhkan 2 untuk dihabisi Amelz lagi, mereka menunjukkan kualitas kerjasama yang bagus, menyisakan 3 drakula.

Stella mendesak dan mulai geregetan,aigo cepat... kenapa sih tengkorak-tengkorak ini merepotkan??”

Dan lima belas menit lagi berlalu, Stella menghantamkan sebatang pohon pada 2 tengkorak, nyaris melukai Kyujong dengan pohon yang sama, sementara Hyunjoong menghabisi 3 yang tersisa. Stella menoleh cemas pada kelompok B. Ternyata masih ada 3 vampire tersisa. Yesung melepas tabir mereka.

“Kelompok A hebat sekali... hanya latihan setengah jam hari ini,” puji Yesung, “ayo kita tungguin kelompok B. Usaha mereka juga lumayan sih, vampire hebat loh.”
 “Tapi tengkorak kami agresif, keluh Kyujong.
Amelz mengeluh,huaaa... Mbum, kita harus latihan lagi besok.”
“Mianhae Melz, ini salahku...” sesal Kimbum.
 Tak apa-apa koq Mbum, kan kita tetap sama-sama latihan besok. Yang penting berdua.”

Dengan berusaha keras, Amelz menghabisi 2 vampire lagi dan sisanya, ketakutan, dibantai Kimbum. Yesung juga melepas tabir mereka.

Yesung mengumumkan,nah... rekapitulasi malam ini. Kelompok A menang, so Stella, Hyunjoong dan Kyujong bisa istirahat besok.”

“Ralat. Besok aku dan D’Sky akan berangkat,” kata Hyunjoong, “siapa yang gantiin aku patroli?”
“Oh, May bersedia terbang dari rumah ke rumah koq. Kita bisa mengandalkannya sekali-sekali.”
“May sendirian?” Tanya Stella.
 “Dia minta dikasih tanggungjawab.”
Kyujong berucap,minggu depan kami balik lagi koq.”
“Total kalian latihan malam ini Cuma 45 menit. Rekor paling bagus. Tepuk tangan!”

Noraknya Yesung keluar. Mereka semua bertepuk tangan kurang antusias.

 “Nah, Amelz dan Kimbum, besok kalian bergabung dengan Calvin, Junsu, Julie, Ryeowook dan Alend.”
 “Besok latihan pertama Alend?” Tanya Amelz, “wah asyik...”
“Iya. Kalian bisa lihat dia pilih senjata. Aku membuatkan replika senjata untuknya, kalau dia merasa cocok, lusanya akan kubuatkan.”
 “Hyung bisa membuat senjata?” Tanya Kimbum.
 “Iya, untuk dia. Soalnya dia kan dapat tenaga dariku, jadi aku akan buatkan dia senjata yang bahannya sama dengan Northern Chain.”
Hyunjoong bertanya,apa bahannya?”
“Pelangi. Apalagi?” Yesung balik bertanya, “aku kan Rainbow Guardian.”
 Keren...” kagum Stella, terdengar agak iri.
 “Nah, ayo pulang.”

Mereka membentuk lingkaran seperti tadi pergi dan muncul di halaman aula kampus.

 “Hyunjoong, ada pesan?”
Hyunjoong bertanya,hah?”
 “Iya... besok kan kau berangkat.”
 “Jong juga berangkat.”
 “Selamat latihan besok-besok,ucap Kyujong.
“Nah??”

Yesung melirik Hyunjoong penuh arti.

Hyunjoong berujar ketus,tak ada.”
 “Iya oke. Aku akan antar dua pulang dan kau antar dua, Joong. Siapa...”
“Aku ikut,kata Stella cepat.
 “Ah eh... oke.”
Kyujong meminta,bareng aku yah.”
“Bye Stel, Jong oppa... Latihannya menyenangkan, pamit Amelz.
Kimbum berucap,gomawo Yesung hyung.”

Kedua rombongan melakukan Teleport.

***

No Other The Story chapter 40


No Other The Story
Chapter 40

SIWON’S DIARY
CHAPTER 40
LOVE YOU MORE
SUB-DIARY: SHINDONG

“Aku melakukan semua itu karena aku berusaha untuk mencintai oppa, tapi ternyata hasilnya berbeda. Oppa tidak berhasil, aku juga tidak berhasil. Aku… masih memikirkan Hangeng oppa. Mungkin saja. Semua itu sudah terjadi, oppa. Aku tidak mencintaimu, Choi Siwon. Tidak perlu, oppa. Oppa hanya perlu menjadi diri oppa sendiri, tapi aku tidak mencintai oppa. Tidak ada yang perlu oppa lakukan.”

Bagaimana mungkin aku bisa berkonsentrasi dengan semua pekerjaanku? Aku kehilangan Meifen sekarang. Dia tidak mencintaiku. Padahal sudah kuberikan segalanya untuknya, tapi dia tidak mencintaiku. Apa memang pesonaku tidak cukup untuk menandingi Hangeng hyung? Lalu kenapa… kenapa Meifen begitu ingin putus denganku? Aku menenggak lagi whisky yang ada di gelasku untuk kesekian kalinya. Aku berharap dengan mabuk aku bisa melupakan Meifen, melupakan bayangannya yang selalu berkelebat di benakku…

“Siwon hyung.”

Aku pikir aku mabuk ketika melihat Kyu muncul, di bar? Setauku Kyu tidak akan pernah mau main ke bar sebelum ini? Tapi sepertinya aku tidak mabuk. Dia duduk di hadapanku sekarang, di sebuah meja kecil. Dia geleng-geleng kepala.

“Apa yang hyung lakukan disini? Aku melihat mobil hyung di depan. Biasanya hyung tidak akan minum-minum seperti ini,” ucap Kyu, menggeser botol whisky menjauh dariku.
“Kau tak tau apa-apa,” kataku singkat, mengarahkan tanganku ke whisky itu lagi.

Tapi Kyu lebih lincah, sekarang dia memindahkan whisky itu ke meja di belakangnya. Aku menghela nafas panjang.

“Karena aku tidak tau apa-apa makanya aku disini, makanya aku bertanya pada hyung. Kenapa semalam tidak ikut berkumpul di apartemen Yifang? Semuanya habis-habisan disana, terlalu senang Yifang sudah kembali. Hanya dua orang yang tidak ada, dan salah satunya hyung.”
“Aku… sibuk.”
“Pembohong! Aku semalam juga kebetulan lewat sini dan melihat mobil hyung disini. Hari inipun begitu. Ini jam kerja, hyung!”

Aku tersenyum tipis. Kyu, meski salah satu anak termuda di rombongan kami, punya kecerdasan yang luar biasa. Terkadang aku jadi berpikir… bagaimana mungkin kami punya dia, Wookie dan Kibummie, yang notabene semuanya muda-muda, tapi pandai membaca situasi.

“Aku putus dengan Meifen,” kataku singkat, “jadi berikan whisky itu lagi untukku.”

Ekspresi Kyu langsung berubah menjadi terkejut.

“Putus? Bagaimana mungkin…”
“Pokoknya putus. Berikan whisky itu.”
“Tak akan pernah. Apa hubungan putus dari seorang cewek lalu mabuk-mabukan? Mabuk tidak akan menyelesaikan masalah, malahan akan menambah masalah.”
“Kau tak tau apa-apa…”
“Aku tau. Karena aku dulu juga jatuh cinta pada Xili, dan aku sakit hati ketika dia jadian dengan Donghae hyung.”

Aku yang kaget sekarang. Kyu… juga patah hati?

“Tapi sekarang Xili bisa kau ambil. Dia sudah putus dengan Hae.”
“Tidak bisa. Dia tidak menganggapku lebih dari sekadar oppanya. Mungkin dia masih memikirkan… sudahlah. Sekarang hyung. Apa yang terjadi?” Tanya Kyu dengan tajam.
“Ara. Dia bilang dia tidak mencintaiku. Saat aku jadian dengannya, kalau kau ingat itu hari Valentine, sebenarnya adalah ketika dia sakit hati oleh Hangeng hyung. Dia berencana menyatakan perasaannya pada Hangeng hyung, tapi melihat Hangeng hyung malah menyiapkan kado untuk Xili, dia tidak jadi menyatakannya. Dan aku sudah tau itu akan terjadi. Aku tau Hangeng hyung tidak bisa mencintainya. Aku menunggunya di depan resto dan aku bilang aku ingin jadi pacarnya. Dia memberiku kesempatan, dengan syarat kalau aku menyakitinya atau tidak berhasil membuatnya mencintaiku, aku akan pergi dengan rela.”

Kyu terdiam mendengar penjelasanku. Nah, sekarang kau mengerti kan? Bagaimana aku tidak sakit hati ketika aku sudah berusaha… tapi aku tidak mendapatkan apapun?

“Meifen bilang apa, hyung? Dia tidak mencintai hyung, begitu?”
“Ne. dia bilang aku gagal.”
“Aneh sekali. Jelas-jelas orang butapun bisa melihat Meifen terlihat bahagia dengan hyung. Mengorbankan nyawa… itu tanda awalnya. Lalu… lalu… hmm…”
“Tidak ada yang aneh, Kyu, semua itu sudah final. Dia sudah tidak mencintaiku. Aku patah hati. Jadi tolong berikan whisky itu untukku…” pintaku.
“Ani. Hyung harus kembali bekerja sekarang. Kalau aku lain kali melihat hyung berkeliaran lagi di bar, aku akan menyeret hyung pulang. Oh ani, aku akan melapor pada Leeteuk hyung, biar hyung kena marah.”

Dan sebelum aku protes, Kyu sudah menarikku pergi. Tubuhku terlalu lemas untuk melawan, jadi aku mengikutinya saja, kepalaku pusing.

AUTHOR’S SPECIAL POV
“Apa katamu?” Tanya Yifang dengan mata melotot.

Kyuhyun dan Yifang sekarang sedang berada di kamar Yifang. Sudah cukup larut malam itu, Kyuhyun sudah menunggui Yifang selama dua jam, baru akhirnya yang ditunggu itu pulang dari siaran. Kyuhyun sudah menceritakan secara detail tentang apa-apa saja yang diungkapkan Siwon tentang hubungannya dan Meifen.

“Noona… apa noona tidak merasa ada yang aneh?” Kyuhyun balik bertanya.
“Aneh sekali! Untung kau mendiskusikannya denganku, Kyu. Tapi… apa Aqian bakal punya alasan putus yang lain kalau bukan memang dia tidak mencintai Siwonnie oppa?”

Kyuhyun merebahkan dirinya di ranjang Yifang. Alasan yang lain? Orang yang bisa membuat Meifen tidak mencintai Siwon lagi? Meifen mencintai Hangeng? Tapi Hangeng yang sekarang, yang tidak ada gairah hidup, tidak menunjukkan tanda-tanda dia memperhatikan Meifen…

“Meifen… diancam untuk tidak mencintai Siwon hyung? Ng… Meifen terpaksa bilang putus… demi kebaikan hyung?”
“Aigo, itu alasan yang klise sekali, Kyu. Memangnya menurutmu siapa yang berani mengancam Aqian? Aqian bukan tipe orang yang gampang diancam. Demi kebaikan Siwon oppa? Memangnya kalau mereka pacaran merugikan ya?”

Kyuhyun memutar otaknya lagi. Yang berani mengancam Meifen? Orang yang punya kekuasaan…

“Andwae, noona! Kali ini kita habis! Mungkin saja… Choi ahjussi ikut campur! Noona dulu… dulu sekali waktu zaman Siwon hyung high school, dia pernah pacaran dengan seorang gadis biasa, dia terkenal di sekolah karena pintar menari balet,” kata Kyuhyun, “dan… Siwon hyung bilang dia terpaksa putus dari si gadis… karena Choi ahjussi mengetahui hubungan mereka, dan tidak mau hyung berhubungan lagi dengannya. Alasannya simple: si gadis hanya wanita biasa.”
“Andwae!!! Bagaimana kalau iya? Melihat si Choi ahjussi sepertinya memang agak… err… seram. Tapi masuk akal, Kyu! Soalnya Aqian Cuma gadis biasa, kan?”
“Mana Meifen? Kita Tanyai dia!”
“Aqian kerja, dia baru pulang nanti malam. Bagaimana kalau kita kasih tau Siwonnie oppa saja dulu, dengar pendapatnya.”
“Ah! Ada Leeteuk hyung di apartemen! Ayo kita kasih tau dia sekalian, jadi suruh Siwon hyung ke apartemen kami.”
“Tepat!!! Ayo, cepat!”

Kyuhyun dan Yifang berlarian dari dalam kamar, membuat Xili yang sedang menonton tivi jadi kebingungan.

“Oi, kalian kena… pa…” Tanya Xili.

Tapi yang ditanyai sudah kabur, meninggalkan Xili yang kebingungan. Mereka bahkan berlarian naik lift menuju apartemen 707. Kyuhyun dengan tidak sabar membuka pintu.

“Leeteuk hyung!!!” teriak Kyuhyun.

Leeteuk muncul dari kamarnya, meluruskan kacamatanya.

“Kenapa Kyu?” Leeteuk balik bertanya, “aah… ada Yifang. Wookie… Yifang datang nih.”

Dan sejurus kemudian Ryeowook-pun ke ruang tamu. Yifang tersenyum melihat kekasih barunya dan langsung beringsut ke sisinya.

“Meifen dan Siwon hyung putus.”
“MWORAGO?” Tanya Leeteuk dan Ryeowook kompak.
“Tapi kami punya beberapa opini,” sela Yifang.

Akhirnya keempatnya sibuk mendiskusikan segala sesuatunya. Kyuhyun menelepon Siwon, menyuruhnya datang secepatnya.

“Siwon sudah dewasa. Dia harusnya bisa memilih yang terbaik untuknya. Kita bisa menyampaikan pendapat kita, tapi keputusan tetap di tangannya,” ucap Leeteuk.

Kyuhyun mengangguk, “tapi aku berharap mereka bersama. Well… mereka kelihatan cocok koq.”

Dan keempatnya terdiam, tapi bertekad akan mendukung apapun keputusan Siwon.

SIWON’S POV
Kyu kedengaran panic tadi di telepon, tapi dia tidak mau bilang ada masalah apa. Aku jadi heran. Kenapa aku tiba-tiba disuruh ke apartemen mereka? Ya sudahlah, aku juga cukup santai, aku bisa kesana… Dan aku tergoda untuk mampir ke apartemen 402, menemui Yifang. Aku kangen juga padanya yang ceria, tapi… nantilah. Sepertinya kerjaan Kyu mendesak. Aku menekan bel apartemen 707.

“Siwon hyung!” sapa Wookie, tersenyum lebar.
“Ada Kyu? Dia memanggilku…” tanyaku, tapi terdiam begitu melihat di sofa ruang tamu, duduklah beberapa orang, “lho? Leeteuk hyung, Kyu dan Yifang? Kalian semua disini?”
“Cepat duduk, oppa. Ada hal penting yang mau kami diskusikan,” pinta Yifang.

Aku duduk bersama Leeteuk hyung dan Kyu, sedangkan Wookie dan Yifang di sofa yang lainnya.

“Kau putus dengan Meifen, mungkin kami tau sebabnya. Siwonnie, apa kau tidak merasa aneh dia meminta putus begitu saja? Padahal selama ini kalian akur-akur saja, kan?” Tanya Leeteuk hyung.
“Ng… aku juga merasa aneh sih. Tapi mungkin saja kan, kalau sebenarnya dia tidak mencintaiku? Dia masih mencintai Hangeng hyung sepertinya,” jawabku.
“Tapi hyung, bagaimana kalau dia terpaksa melakukan itu? Hyung masih ingat dulu pernah disuruh putus dengan pacar hyung waktu high school oleh Choi ahjussi, karena pacar hyung itu gadis biasa?” Tanya Kyu gencar.

Mana mungkin aku melupakan hal itu. Gina, dia salah satu gadis yang membuatku benar-benar terpukau padanya. Tapi ya… appa tidak ingin aku berpacaran dengannya, dia menyuruhku menemuinya pada suatu siang dan memaksaku untuk putus dengannya. Dia bilang kalau aku tidak mau, dia akan memindahkan sekolahku…

“Andwae. Tidak mungkin appa ikut campur lagi kali ini. Aku sudah dewasa. Lagipula darimana appa tau soal Meifen?”
“Oppa boleh saja berpikir positif seperti itu, tapi bagaimana kalau pikiran Choi ahjussi belum juga terbuka? Dan mana mungkin Choi ahjussi tidak tau tentang Aqian? Kekacauan minum racun? Dan bawahannya?” tawar Yifang.
“Kalau… kalau begitu… kalau memang Meifen diancam… kenapa dia tidak memberitauku? Kenapa dia malahan menurut begitu saja?”
“Kalau soal itu, hyung perlu Tanya langsung pada Meifen,” jawab Wookie.

Appa… dia memang bisa melakukan apapun, agar tujuannya bisa tercapai. Sejak dulu dia ingin aku menikah dengan gadis dari kalangan berada. Orangtuaku percaya, gadis dari kalangan terpercaya bisa membantuku mengurus perusahaan, memberikan keturunan yang juga baik, memberikan pengajaran yang baik untuk anak-anak… tunggu!

“Apa Meifen menerima suap? Appa akan melakukan apapun untuk mencapai tujuannya!”

Dan aku tau pikiranku salah sepenuhnya, karena Yifang melotot marah padaku. Wajahnya sangat menyeramkan saat itu. Wookie menggenggam tangan Yifang.

“Hyung, itu tak mungkin. Kami percaya pada Meifen, dan seharusnya hyung juga?”

Aku merasa malu sendiri. Benar, Meifen bukan orang yang seperti itu. Tapi apa yang membuat Meifen rela mundur begitu saja? Kata-kata seperti apa? Kebohongan seperti apa?

“Yifang, kalau hubunganmu dan Yesung hyung ditolak…”
“Ralat. Yifang dan Wookie,” kata Leeteuk hyung dengan sabar, sambil tersenyum.
“Ya kalau hubungan… mwo? KOQ BISA YIFANG DAN WOOKIE?”
“Bisakah itu dibicarakan nanti? Apa yang mau hyung tanyakan tadi?” Kyu balik bertanya.

Aku menarik nafas panjang dan menghembuskannya perlahan, kaget. Koq sekarang Yifang berhubungan dengan Wookie? Apa yang terjadi sebenarnya? Dunia ini memang membingungkan. Aku perlu menanyakan ini sampai jelas nanti.

“Baiklah, Yifang, kalau hubunganmu dengan Wookie ditolak, dan seandainya Kim ahjussi mengancammu untuk putus dari Wookie, kata-kata semacam apa yang bisa membuatmu rela melepas Wookie?”

Wajah Yifang tiba-tiba memucat dan dia bertukar pandang ketakutan dengan Wookie. Wookie menepuk bahunya.

“Itu hanya pengandaian, Yifang. Orangtuaku akan menyukaimu, itu sudah pasti, oke?” kata Wookie, menenangkan.

Yifang mendesahkan nafas lega.

“Baiklah, kalau aku ya, naluri seorang wanita… err… harusnya sih… kalau bukan hubungan kami bisa merugikan pihak Wookie misalnya, atau Wookie sebenarnya… err… sudah punya pacar yang disetujui orangtuanya? Atau kemungkinan yang lain… aku merasa tidak pantas untuk Wookie… err istilah lainnya sih rendah diri,” ucap Yifang.
“Itu dia!” teriak Kyu, “rendah diri!”
“Tapi aku lebih percaya teori Choi ahjussi mengarang-ngarang kalau hyung sudah punya pacar… err… atau lebih parah dari itu? Jodoh? Calon istri?” usul Wookie.

Tiba-tiba sinar cerah muncul di otakku. Betapa bodohnya aku, kenapa aku tidak kepikiran semua itu? Aku anaknya! Dan kejadian itu bukan hanya sekali terjadi! Appa… mungkin saja melakukannya! Omona… apa yang kulakukan? Kenapa aku melepas Meifen begitu saja? Tidak… pemisahan itu tidak boleh terjadi lagi.

“Yifang, suruh Meifen kesini begitu pulang kerja,” pintaku dengan suara yang tenang.
“Siap, Siwonnie oppa!” seru Yifang, langsung mengambil ponselnya.
“Siwon hyung, kami mendukungmu,” kata Wookie, meletakkan tangannya di lenganku.

Ya… aku harus… berhasil, kali ini. Aku mencintai Meifen, aku tidak akan melepasnya walau nyawa taruhanku. Appa… kenapa kau lakukan ini lagi? Dan proses menunggu Meifen rasanya seperti berhari-hari lamanya, padahal waktu aku datang sudah jam satu, dan Meifen pulang kerja jam tiga. Sekitar jam setengah empat, bel apartemen berbunyi lagi. Leeteuk hyung keluar dari kamar dan membukakan pintu.

“Meifen! Kami sudah menunggumu!” serunya senang.
“Ada apa ini?” Tanya Meifen.

Aku melihatnya lagi, setelah waktu yang sepertinya lama sekali… terakhir kali aku bertemu dengannya adalah saat dia mengatakan ingin putus dariku. Aku merindukannya… dan dia sama cantiknya seperti yang kuingat dulu, meski agak terlihat lelah. Matanya membulat ketika melihatku, dan dia berbalik keluar.

“Tunggu! Meifen, masuk,” ucap Kyu, berlari untuk menarik Meifen, “dengarkan kami, ini masalah penting.”
“Kalau yang kau maksud itu masalah yang ada hubungannya dengan Siwon, aku tidak mau membicarakannya, Kyuhyun. Bagiku tidak ada lagi yang perlu dibicarakan.”

Tapi Kyu tidak melepas Meifen, menggiringnya duduk. Sekarang aku duduk berhadapan dengan Meifen.

“Meifen, sekarang aku tau kenapa kau ingin minta putus dariku. Appa-ku sudah bertemu denganmu, kan?” tanyaku, sangat yakin.
“Tuan Choi? Kenapa dia dibawa-bawa dalam masalah ini? Tentu saja kami…”
“Meifen jangan bohong, kumohon. Kau jangan termakan omongan appa.”
“Tapi aku memang tidak bertemu dengannya! Bukannya sudah jelas kukatakan aku ingin putus darimu karena aku tidak mencintaimu? Apa itu tidak cukup…”

Yifang berteriak tiba-tiba, “Aqian! Jangan bohong! Aku tau kau tidak akan begitu. Sudah berapa lama kita berteman, hah? Aku bisa melihat kau dan Siwonnie oppa itu saling mencintai, jadi bagaimana mungkin kau minta putus tiba-tiba begitu?”

“Yifang, kau tidak mengerti apa-apa! Aku kan sudah bilang, aku tidak mencintai Siwon! Sebenarnya apa sih mau kalian?”
“Maunya kami? Mudah saja, Meifen. Kami hanya ingin kau jujur,” kata Wookie, nada bicaranya sangat lembut, “karena dulu Siwon hyung pernah mengalami hal yang sama. Bisa dibilang, kalau perkiraan kami tidak salah, kau orang kedua yang diancam Choi ahjussi untuk mengakhiri hubungan dengan Siwon hyung.”

Seketika Meifen terlihat terkesiap. Aku mengulurkan tanganku untuk menggenggam tangannya.

“Meifen, tolong… katakanlah yang jujur,” pintaku, berusaha melembutkan nada bicaraku juga.

Tapi dia menepis tanganku, lalu memandangku dengan pandangan marah, “kau pikir kenapa aku ingin putus darimu? Itu karena kau sudah dijodohkan, tapi kau tak jujur denganku! Kenapa kau membohongiku? Membohongi perasaanku?”

Aku kaget bukan kepalang.

“Apa? Dijodohkan? Siapa yang bilang itu?”
“Sekarang kau tak perlu tau siapa yang bilang tentang itu, tapi katakan kalau kau sudah membohongiku!”
“Siwon tidak pernah terlibat dengan perjodohan manapun, kami tau jelas tentang itu, Meifen,” kata Leeteuk hyung, “kami sudah bersahabat paling sedikit Sembilan tahun lamanya. Orangtua Siwon boleh saja mengenalkannya pada banyak wanita, tapi mereka tidak pernah dijodohkan. Siwon selalu menolak kencan kedua dengan mereka.”
“Itu pasti taktik Choi ahjussi untuk membuatmu mundur. Kau jangan percaya begitu saja padanya,” ucap Kyu.

Meifen terlihat kebingungan sesaat, tapi kemudian wajahnya sedih.

“Tapi aku… apa yang aku miliki sehingga aku pantas untuk bersama Siwon? Aku hanya gadis miskin, gadis biasa yang berprofesi sebagai pelayan, tidak bisa membantu Siwon mengurus perusahaan, tidak bisa menghasilkan keturunan yang mungkin sempurna,” keluh Meifen, “aku… intinya tidak pantas bersama Siwon.”

Mendengar penjelasannya, hatiku bergetar hebat. Meifen… dia meninggalkanku… karena dia rendah diri? Aku langsung mengitari meja dan duduk di sampingnya.

“Meifen, kau tidak boleh rendah diri begitu! Aku mencintaimu apa adanya, hanya kau yang pantas untukku. Syarat untuk menjadi gadis yang pantas untukku bukan kalau kau memiliki kekayaan yang sama dengan keluargaku atau kau bermarga bangsawan,” ujarku tidak sabar, “tapi syaratnya hanya satu: aku dan kau saling mencintai. Itulah yang kubutuhkan. Hanya sesimpel itu.”
Meifen memandangku, “kau tidak bohong padaku? Kau tidak dijodohkan?”
“Omong kosong macam apa itu! Tentu saja tidak! Aku tidak membohongimu!”
“Jadi benar ya kalau Choi ahjussi mengancammu? Kapan dia melakukan itu?” Tanya Yifang tajam.
“Ng… malam itu waktu pulang dari resto, tiba-tiba aku terlibat adegan seperti penculikan, aku kira aku benar-benar akan diculik… tapi ternyata aku dibawa ke Hotel Beyond untuk menemui Tuan Choi. Dia… dia… menawariku apartemen, uang,” jawab Meifen, “dan mobil… dia ingin aku pergi dari hidup Siwon. Dia pikir… aku ingin mengikat Siwon, menginginkan hartanya, menginginkan balas budinya.”
“Lalu Choi ahjussi yang mengatakan Siwon hyung sudah dijodohkan? Juga mencecokimu sampai kau rendah diri begitu?” Tanya Wookie.
“Ng… yah… sebelumnya memang aku sudah sering kepikiran sih… gadis seperti aku… apa pantas bersama Siwon…”

Aku tak tahan lagi. Aku memeluknya erat.

“Meifen, jangan katakan itu lagi, kumohon. Maafkan aku yang tak bisa melindungimu jadi kau disakiti seperti itu oleh appa. Aku tak menyangka appa begitu keterlaluan. Apa dia pikir kau adalah pengemis, menawarimu harta? Itu benar-benar merendahkan martabatmu,” ucapku resah, “aku benar-benar minta maaf. Meifen, aku tidak akan membiarkanmu disakiti lagi. Tolonglah… terimalah aku kembali.”
“Tapi… tapi orangtuamu…”

Aku memandangi wajahnya sekarang.

“Ayo, kita temui mereka sekarang.”
“Mwo? Mereka tidak akan setuju…”
“Mereka harus setuju! Kalau tidak…”
“Kalau tidak apa?”
“Aku punya rencana lain.”

Rencana demi rencana berkelebat dalam benakku seperti film yang berputar… satu rencana gagal, masih ada rencana yang lainnya. Aku tidak perlu khawatir. Aku menghadap sahabat-sahabatku: Leeteuk hyung, Wookie, Kyu dan Yifang. Mereka bisa diandalkan.

“Hyung, aku ingin minta tolong.”
“Apa saja, Siwonnie,” ucap Leeteuk hyung sambil tersenyum.
“Aku ingin membawa Meifen menemui kedua orangtuaku di rumahku. Bisakah hyung menemaniku, mengekor di belakang kami? Dan aku butuh Kangin hyung, kalau-kalau…”
“Aku mengerti. Kalau itu yang hyung mau, kurasa Kangin hyung tidak cukup. Sungminnie hyung, Kibummie hyung, mereka bisa membantu juga,” ujar Kyu, cepat tanggap.
“Baiklah, aku butuh mereka semua.”

Yifang menoleh kesana kemari dengan tampang bingung, tapi sejurus kemudian dia berseru, “oh, aku tau! Aku juga mau!!! Ikut sertakan aku dan Manshi! Bagaimana dengan Geng oppa? Kalau dia tidak sibuk? Kurasa Manshi bisa meluangkan waktu sebentar?”

“Ani, Yifang… aku tak ingin Yifang dalam bahaya,” tolak Wookie.
“Kami akan melindungi Yifang, Wookie, tenanglah. Biarkan dia ikut membantu,” bujuk Leeteuk hyung.
“Baiklah. Aku percaya pada hyung.”
“Aku akan kembali dengan selamat, Wookie,” bujuk Yifang manja.
“Apa-apaan ini? Aku tak mengerti,” keluh Meifen.

Aku mengelus rambut panjangnya. Kyu sudah mengambil ponselnya, menghubungi Kangin hyung duluan. Ini sudah ciri khas Meifen, sering telat dalam berpikir.

“Tidak ada apa-apa, Meifen. Aku hanya meminta mereka menemaniku untuk keadaan darurat. Percayalah padaku,” pintaku, “yang penting… kau masih mencintaiku, kan?”
“Ne…”
“Jangan pernah lagi menghindariku, karena kau membuat seluruh duniaku hancur. Aku hanya ingin hidup bersamamu sampai akhirnya nanti. Arasso?”
“Ne… oppa…”

Aku ikut tersenyum melihat senyum merekah di bibirnya. Aku memeluknya erat. Yifang nyengir puas di seberang sana. Tidak lama kemudian, rasanya apartemen sudah penuh sesak. Kangin hyung, Hangeng hyung dan Manshi sudah datang, Sungminnie dan Kibummie juga sudah kembali. Yifang dengan bersemangat meninju tangan Kangin hyung.

“Kalian berdua tunggu kami di bawah saja. Aku ingin memberikan mereka briefing dulu,” pinta Leeteuk hyung.
Aku mengangguk dan menarik tangan Meifen, “yuk Meifen.”

Meifen masih menoleh dengan penasaran, tapi Leeteuk hyung tidak berucap apapun, tampaknya sampai kami benar-benar sudah turun. Aku membawa Meifen masuk ke mobilku. Jantungku berdebar keras, tau bahwa misi kami tidak akan mudah, tapi aku tidak akan menyerah. Dan aku juga gugup karena aku sudah lama tidak bersama Meifen, aku merindukannya.

“Meifen… apa kau tidak merindukanku?”

Meifen mengangguk malu-malu. Aku memeluknya, lalu kembali mengelus rambut panjangnya. Halus, wangi… merasakan dia yang ada dipelukanku membuatku merasa nyaman, merasa bahagia, merasa tenang. Inilah yang seharusnya terjadi. Aku menyentuh wajahnya, lalu memandangi wajahnya yang cantik. Matanya yang sipit, pipinya yang halus, wajahnya yang tirus, bibirnya yang tipis itu melengkung membentuk senyuman… aku menciumnya. Aku merindukannya, sudah terlalu lama, dan melepaskan perasaanku pada ciuman itu. Meifen membalas ciumanku, tak berbeda dengan ciuman-ciuman kami sebelumnya, menunjukkan betapa dia sebenarnya mencintaiku. Ciuman inilah yang selalu kuinginkan. Lalu perlahan kuhentikan ciuman itu, lalu kembali memandangi wajahnya.

“Meifen, gomawo…” kataku lembut.
“Ani… untuk apa berterimakasih, oppa?” ucapnya, tersenyum manis.

Dan perhatianku teralih karena ada yang mengetuk kaca jendela mobilku. Hangeng hyung. Aku lega juga dia mau ikut berpartisipasi di tengah kesibukannya. Itu menunjukkan betapa eratnya persahabatan kami. Aku membuka kaca jendela itu.

“Siwonnie, kami sudah siap. Kami akan naik mobil Leeteuk hyung dan Kibummie. Kami akan mengekor di belakangmu. Kalau kau butuh kami bergerak, miscalled saja ke salah satu dari kami, maka kami akan langsung bergerak,” lapor Hangeng hyung, menyusun rencana.
Aku tersenyum dan mengangguk, “arasso, hyung.”

Selama perjalanan, Meifen masih bertanya sebenarnya apa yang kami rencanakan, tapi aku sungguh tidak ingin memaparkannya pada Meifen. Aku sendiri berharap kami tidak perlu menjalankan rencana itu, ingin semuanya berjalan lancar. Tapi kalau terpaksa… rencana B sudah siap tentu saja. Kami sampai di rumahku, dan ini untuk pertama kalinya Meifen ke rumahku.

“Oppa… rumahmu luas sekali,” ucap Meifen kagum.

Memang benar, rumahku tidak hanya luas di dalam gedungnya, tapi juga di halamannya. Dia bahkan belum lihat kalau di belakang rumah kami punya kolam renang dan gazebo, tempat aku dan sahabat-sahabatku berkumpul kalau mereka mampir ke rumah. Tapi siapa yang menginginkan semua ini, kalau aku tidak memiliki Meifen di sisiku? Aku memarkir mobilku di samping dua mobil lainnya, lalu mengajak Meifen turun.

“Annyonghashimnikka, Tuan Muda Choi,” sapa seorang pelayan rumah yang berpakaian rapi.

Aku hanya berdeham seperlunya saja. Aku langsung menarik Meifen masuk ke dalam rumah, melewati banyak pelayan yang menyapaku. Aku ingin semua ini cepat selesai.

“Mana appa?” tanyaku pada salah satu pelayan.
“Tuan Choi ada di ruang kerja.”

Kami langsung naik ke lantai dua menuju ruang kerja appa. Meifen masih menoleh kesana-kemari dengan bingung, mungkin tak menyangka rumah kami benar-benar luas. Luas dan sering membuatku merasa kesepian sebenarnya. Hanya bertiga… yang kami pikirkan tidak lebih dari bisnis… harta… aku mengetuk pintu ruang kerja.

“Appa, ini Siwon.”
“Masuklah, nak,” kata appa.

Aku membuka pintu dan masuk ke dalamnya. Appa terlihat sedang berkonsentrasi membaca sebuah buku, lalu mendongakkan kepalanya. Dan aku melihat sinar ketakutan, kemarahan sekaligus keangkuhan ketika dia memandang ke arah Meifen. Meifen langsung beringsut mendekatiku. Aku mengeratkan genggaman tanganku di tangannya.

“Untuk apa kau bawa dia kesini? Kenapa kau datang?”
“Appa, aku ingin mengenalkan pada appa, dia adalah pacarku, Qian Meifen. Dan dia datang kesini tentu karena dia adalah tamu spesialku.”
“Kau berani datang kesini? Kau masih berani mendekati anakku?”
“Appa!!! Meifen sudah menceritakan semuanya… menceritakan appa yang mengancamnya. Kenapa appa melakukan itu? Apa appa tidak tau aku dan Meifen benar-benar saling mencintai? Kenapa appa membuat segala macam kebohongan itu?”
Appa berdiri dari kursinya, “Siwon, apa yang ada di otakmu? Kau pikir gadis macam apa dia? Hanya gadis biasa! Dia tidak pantas untuk melanjutkan garis keturunan keluarga Choi yang bermartabat! Dan apa kau pikir dia memang mencintaimu? Dia ingin memikatmu, dia ingin memiliki hartamu, menikmati popularitasmu!”
“Appa tidak mengerti, Meifen tidak begitu. Kami sudah bertemu lama sekali, dan asal appa tau, Meifen membenciku bahkan ketika dia tau aku adalah seorang Choi Siwon.”
“Tapi jangan harap aku akan merestui hubungan kalian. Aku tidak ingin punya menantu memalukan seperti dia, yang bekerja sebagai pelayan! Apalagi melihat penampilannya yang sama sekali tidak cerdas!”
“Appa… aku mohon, restuilah hubungan kami. Kami saling mencintai. Aku tidak bisa lagi menemukan yang lebih baik dari Meifen.”
Appa memukul meja, “omong kosong! Kau masih begitu muda, Siwon, bagaimana mungkin kau semudah ini membiarkan dirimu terikat? Masih banyak gadis di luar sana yang pantas untukmu, mungkin hanya karena kau belum bertemu dengan mereka!”
“Tapi aku tidak menginginkan yang lain selain Meifen, appa.”
“Anak bodoh! Kenapa sih kau begitu ingin bersama-sama dengannya? Apa sih keistimewaan dia? Jangan katakan kau sudah menghamilinya…”

Dan aku merasakan genggaman tangan Meifen mengeras.

“Choesonghamnida, Tuan Choi, tapi saya masih perawan. Saya tak akan menjual diri saya semudah itu. Saya tidak serendah itu,” ucap Meifen dengan suara yang berbahaya.
“Appa, apa appa lupa dialah yang menyelamatkan nyawaku? Kalau tak ada dia, mungkin saja aku sudah mati, appa!” seruku.
“Tentu saja appa ingat! Tapi tetap saja itu bukan alasan untuk membiarkanmu hidup bersamanya, Siwon! Cukup beri dia uang untuk balas budi, kan itu yang benar-benar dia inginkan? Menjual nyawanya untuk harta?” Tanya appa.
“Saya tidak menjual nyawa saya!” seru Meifen, sudah marah.
“Appa! Aku mohon sekali lagi… biarkan aku bersama Meifen…” ucapku, membungkukkan badanku.
“Kalau aku tidak mengizinkan?” Tanya appa.
“Appa… kalau appa tidak mengizinkan… aku… aku akan meninggalkan segalanya. Aku akan meninggalkan marga Choi-ku. Aku bukan lagi Choi Siwon.”
“APA KATAMU? KAU BERANI MENGANCAMKU?”
“Mianhamnida, appa. Selama ini aku selalu menuruti appa, selalu tidak pernah mengecewakan appa. Tapi aku kali ini kecewa, kenapa permintaanku yang begini sederhana tidak bisa appa penuhi? Padahal permintaanku ini untuk kebahagiaanku di kemudian hari.”
“Kalau kau berani-beraninya… melakukan itu… kau… kau…”
“Jadi, maukah appa merestui kami?”

Meifen mengeraskan genggaman tangannya. Aku memandangi wajahnya. Dia menggelengkan kepalanya.

“TIDAK!”
“Selamat tinggal, appa,” pamitku.

Aku langsung menarik tangan Meifen.

“Kau pikir kau bisa lolos semudah itu? SEMUANYA, KEJAR DAN DAPATKAN MEREKA KEMBALI!”

Kami berlarian, aku sudah tau ini akan terjadi. Aku mengambil ponsel dengan tanganku yang bebas, menekan speed dial 5, itu langsung menuju Hangeng hyung. Aku melihat orang-orang bawahan appa mulai mengejar kami, menghalangi langkah kami.

“Oppa!!!” teriak Meifen ketakutan.

Aku mengeluarkan beberapa jurus taekwondo dasar yang diajarkan Kangin hyung, lalu secepatnya berlari keluar rumah. Sial, rumah yang luas sangat tidak menguntungkan dalam keadaan begini! Dan kami akhirnya berhasil keluar, dan ternyata di halaman sudah banyak juga bawahan appa. Aku berusaha mencari celah di tengah kepungan yang makin merapat itu…

“Siwon oppa, kami datang!” teriak Manshi.

Aku bisa melihat celah-celah yang terbuka ketika Kangin hyung, Hangeng hyung, Kibummie, Sungminnie, Yifang dan Manshi semuanya menyerbu masuk. Mereka terlibat adu jotos yang seru. Tentu saja, sahabat-sahabatku ini luar biasa. Kangin hyung, guru taekwondo yang sangat kuat, tidak perlu diragukan lagi; Sungminnie, pencinta kungfu dan alat bela diri, sekarang sudah menyerang dengan toya-nya (tidak kusangka dia membawa itu) dan badannya yang lentur memberinya reflex yang luar biasa; Hangeng hyung, tentu saja seorang jagoan kungfu; Yifang, aku baru pertama kali melihatnya mempraktekkan banyak ilmu taekwondo, tapi banyak juga yang roboh karena triknya; Kibummie, sering latihan boxing, jadi dia juga cukup lincah untuk urusan seperti ini; dan yang terakhir Manshi, yang kekuatan tubuhnya mungkin bisa dua kali lipat kekuatan Yifang, membanting orang-orang yang berusaha menghalangi kami. Tuhan, aku bahagia punya sahabat seperti mereka.

“Siwonnie, lewat sini!” seru Sungminnie, membuka jalan.

Kami berlari dengan dikawal Sungminnie. Ada yang berani menyentuh Meifen, dan Sungminnie dengan lincah menyingkirkan orang-orang itu (mereka ketakutan dengan toya Sungminnie) dan akhirnya kami masuk ke mobil Leeteuk hyung yang pintunya dibiarkan terbuka.

“Apa rencanamu selanjutnya, Siwonnie?” Tanya Leeteuk hyung mendesak, menjalankan mobil bahkan sebelum kami menutup pintu mobil mahalnya.
“Airport, hyung. Kami akan melarikan diri,” jawabku, “err… Macao?”
“Macao! Tempat yang bagus!”
“Tapi sekarang masalahnya… ada kemungkinan appa sudah menutup semua sumber keuanganku, kecuali uang tunai yang aku pegang…”

Dan Leeteuk hyung menyodorkan kartu kreditnya ke belakang, ke kami. Meifen mengambilnya dengan tampang kebingungan.

“Pakailah dulu. Hubungi kami kalau ada apa-apa.”

Aku dan Meifen saling bertukar pandang.

“Hyung, gomawo…”

Leeteuk hyung tersenyum dan membawa mobil dengan kebut-kebutan.

“Oppa, kita akan ke Macao?” Tanya Meifen.
“Ne, sampai waktu yang masih belum kita ketahui. Kau tidak keberatan, kan, Meifen?”

Meifen menggelengkan kepalanya. Ya, aku harus berani kali ini, demi cintaku, demi masa depanku.

Love U More
속에 있는
Love U More, you’re in my heart
Love U More
숨결이 맘속에 있는
You’re breathing in my heart

Dear Diary,

Banyak kejadian mengejutkan yang terjadi belakangan ini! Coba pikirkan… Yesung hyung putus dari Yifang, dan Yifang malahan pacaran dengan Wookie! Hae juga putus dari Xili. Di sisi lain, Siwonnie dan Meifen sudah kabur ke Macao, menghindari kejaran bawahan Choi ahjussi. Ya ampun, ternyata kisah-kisah cinta tidak berjalan semulus yang kita harapkan. Tasanya seperti berakting di drama atau membaca suatu novel saja.

Bisa dibilang yang paling aman adalah hubunganku dengan Manshi. Tapi tidak juga. Jujur saja, Diary, belakangan aku melihat pelanggan Manshi makin banyak pria. Bagaimana kalau mereka jatuh cinta pada Manshi, atau Manshi jatuh cinta pada mereka? Okelah mungkin aku hanya berpikiran yang bukan-bukan, tapi si Lee Junki bukan Cuma sekali dua kali kesana. Kenapa dia tidak bisa meminta stylish dia sendiri untuk mengatur penampilannya sih? Aku jadi curiga sekaligus takut… tapi apa ini karena aku terlalu pencemburu? Aku harus memastikan Manshi hanya melihatku, tidak memikirkan yang lain. Hmm… atau kuberikan dia hadiah? Tapi hadiah semacam apa ya? Aku tidak punya ide, huhu… Mudah-mudahan Manshi tidak jatuh cinta pada si Junki itu deh.

Shindong (April)