Welcome Here ^0^v

You can read; and then please kindly leave comment(s) so I could improve;
But don't try to STEAL a part or whole part of all post WITHOUT a proper CREDIT; you'll know the risk if you still do it;
Intro: I'm a hyper Cloudsomnia, Jung Heechul IS MINE, OFFICIAL WIFE OF KIM JONGWOON, GO is the OWNER OF MY HEART, definitely a Lively E.L.F and also a multi-fandom: ELF, ZE:A's, Triple S, A+, VIP; I'm a unique, weird and super delusional girl;
Just add my Facebook account: maymugungponks; and follow my Twitter: (hidden for some reason);
But be careful~~ I'm not as easy as you think I might be~

Friday, 17 August 2012

(When Our Dreams Come True) Love is Our Destiny chapter 1


When Our Dreams Come True
Love is Our Destiny
Chapter 1

FIFTH STORY
LOVE IS OUR DESTINY

Cast: Thia (tokoh utama wanita), Aaron Yan (tokoh utama pria, the one who appear in my dream), Da Dong
Location: Taipei + Seoul
Special cast: Lee Teuk and Julie (from first story: I’m Young But I Know What True Love Is) as friends

Present:

Thia (20 tahun): kuliah semester 3 jurusan musik
Aaron Yan (of Fahrenheit, played as himself) (20 tahun): kuliah semester 3 jurusan musik
Da Dong (21 tahun)
Julie (15 tahun): SMP tingkat ketiga
Lee Teuk (36 tahun): manager artis

Guest Star:
Calvin Chen (of Fahrenheit, played as himself) (22 tahun)
Wu Chun (of Fahrenheit, played as himself) (23 tahun)
Wang Dong Cheng (of Fahrenheit, played as himself) (21 tahun)

NB: masih ingat cerita I’m Young But I Know What True Love Is? Disitu salah satu tokoh utamanya bernama Jiro Wang. Untuk menghindari kesamaan nama, author mengganti 2 peran Jiro disini dengan nama Da Dong dan Wang Dong Cheng, tapi kalian bisa bayangkan mereka dengan wajah Jiro, dengan kemiripan yang gak ada hubungannya sama sekali, okey?
*pemaksaan*

PROLOG

Aku Aaron Yan, 21 tahun. Aku adalah cwo yang paling diinginkan oleh seluruh cwe di seluruh dunia, karena aku adalah Aaron Yan. Pemilik suara malaikat di boyband Fahrenheit. Aku dengan sikap dingin dan ketusku, uda menjadi ciri khasku, dan semua fansku menyukai itu. Tapi sebenarnya aku gak seketus ini dulu, waktu dia ada di sampingku. Iyah, dia, cwe yang paling kucintai. Dia pergi meninggalkan aku, dengan segudang tanda tanya yang belum terjawab. Namun, benar juga.. asal dia bahagia, uda sepantasnya dia meraih kebahagiaan itu, walau bukan denganku.. Ada pepatah mengatakan, cinta gak harus saling memiliki kan? Yang jelas, aku.. mungkin gak pernah lagi akan mencintai seorang cwe selama sisa hidupku.. karena hatiku.. seluruhnya hanya miliknya, walau uda setaon berlalu dari kejadian itu...

***

Thia, seorang gadis biasa yang hidup sendirian di Taipei. Kedua orangtuanya tinggal di kota kecil, jadi Thia cukup mandiri ditinggal sendirian di Taipei yang metropolis. Gapapa, dia kan gak sendirian.. ada seseorang yang menemaninya.. walau gak selalu bisa menemaninya..
Thia masuk ke kelasnya di ruangan 104. Hari Selasa, mata kuliah dimulai jam 10 pagi. Thia duduk dengan tenang di kursinya setelah meletakkan biolanya di rak belakang kelas dengan aman.

Wina: ”Thiaaa..”
Thia: ”Hai Wina.” ^^

Wina adalah sahabat pertama Thia ketika Thia pindah untuk kuliah ke Taipei. Wina anak yang ceria dan tulus, terobsesi dengan M-Pop. Tapi bagaimanapun, Wina adalah satu2nya sahabat cwe Thia yang bisa dipercaya dan sangat mengerti dirinya 100%.

Wina: “Thiaaa.. cwomu pilih syuting drama baru yah?”
Thia: ”Ssst! Win..” ><
Wina: ”Ahh dui bu qi..” *mendekat* “Maksudku, Aaron pilih syuting drama baru lagi yah?”
Thia: ”He-eh. Dia bilang di telepon semalem sih gitu. Tapi kami blom sempat ketemu langsung dan ngobrol tentang itu.”
Wina: ”Bener2 kangen Aaron bisa balik kuliah lagi sama kita kayak dulu..”
Thia: ^^

Thia mengerti perasaan Wina, karena toh dia juga menginginkan hal yang sama. Dulu Aaron gak begini. Aaron yang dikenalnya dulu selalu berkuliah bersamanya. Aaron yang dulu dicintainya.. yah.. sampai sekarang juga masih.. tapi..

FLASHBACK
Thia merasakan jantungnya berdebar kencang. Dia gugup. Iyah. Soalnya ini adalah pertama kalinya dia yang anak tunggal tinggal jauh dari kedua ortunya. Tapi Thia menegaskan dia udah dewasa dan dialah yang memilih jalan ini. Di kota kecil tempat kelahirannya, gak ada universitas yang bisa memenuhi keinginan berkembang otak Thia yang cerdas, dan tentu ajah, bakatnya bermain biola. Dan saat itu tiba, yaitu saat dia menerima beasiswa dari University of Taipei, universitas ter-elit di Taiwan, yang hanya menerima mahasiswa yang cerdas ataopun para artis. Bisa dibilang malah, ini adalah universitasnya para artis. Dan impian Thia jadi kenyataan. Disini, dia bisa mengembangkan kemampuannya bermain biola, dimana sejak umur 8 tahun, Thia telah mengikuti berbagai kompetisi nasional. Sayangnya, setelah pencapaian tertingginya waktu umur 16 tahun yaitu juara nasional, dia gagal di ajang internasional. Menurut SMA-nya, Thia akan berhasil kalo kuliah di tempat dimana dia bisa mengembangkan otak maupun bakatnya. Dan inilah. Thia memperoleh beasiswanya. Tapi.. Thia ragu. Akankah dia mendapat teman di kota metropolis ini? Thia makin ragu saat dia datang untuk mengikuti masa orientasi pertama kalinya, kira2 satu tahun yang lalu, pada musim semi di Taipei. Thia telah menemukan namanya di papan pengumuman, dia ditempatkan di ruang 310, di lantai tiga. Suasana kampus mewah hari itu masih sepi, karena Thia terlalu tegang jadi datang kepagian. Namun, ketika Thia melongokkan kepalanya yang cantik melalui ambang pintu yang sedikit terbuka, saat itu udara dingin AC ruangan menerpa wajahnya, dia melihatnya. Seorang cwo yang sangat cute. Thia mengedipkan mata dan menggelengkan kepalanya berulang kali. Gak mungkin dia manusia. Dia terlalu cute untuk jadi cwo biasa. Rambutnya yang hitam, poninya yang panjang, wajahnya yang cool dan cute, juga badannya yang terkesan mungil. Si cwo duduk di kursi barisan tengah, di deretan terjauh dari pintu masuk. Matanya terpancang pada sebuah buku tebal yang dipegangnya. Thia bisa melihat not2 balok yang tercetak di lembaran buku2 itu. Dan hal ini membuat Thia makin ragu untuk masuk ke ruangan ini, padahal udara segar di dalamnya menggodanya untuk masuk dan menikmati kesejukannya. Rupanya si cwo menoleh dan matanya berkontak langsung dengan mata Thia. Tatapannya dingin, wajahnya datar. Thia terpaku di tempatnya, lalu, tanpa ragu, Thia membalikkan badannya.

Cwo: ”Hei.. kau juga datang kepagian?”

Thia tau dia sedang diajak bicara. Akhirnya dia membalikkan badannya kembali. Masih berdiri di ambang pintu, Thia menjawab pertanyaan si cwo.

Thia: ”Ehh.. iyah. Kau juga?”
Cwo: ”He-eh. Aku selalu datang pagi juga waktu sekolah. Kenapa kau berdiri disana? Kalo kau juga ditempatkan di kelompok 10, masuk ajah.”

Thia memberanikan dirinya untuk melangkah masuk dan duduk di kursi samping si cwo. Cwo itu mengulurkan tangannya. Kulitnya sangat putih, menyaingi kulit putih Thia.

Cwo: ”Kenalkan. Aku Aaron Yan.”
Thia: ”Thia.”

Saat Thia menjabat tangan Aaron, tangannya terasa sangat lembut, gak seperti tangan cwo. Thia pikir, pastilah cwo ini artis, ato mungkin anak orang kaya, bukan kayak dirinya yang anak keluarga biasa2 ajah.

Aaron: ”Dulu SMA mana?”
Thia: ”Aku dari Tainan.”
Aaron: ”Oooh jadi kau bukan orang Taipei? Pantas.. wajahmu keliatan beda.” ^^

Aaron tersenyum dan membuat Thia merasa gugup. Suasana hening, dan Aaron kembali sibuk dengan bukunya.

Thia: ”Er.. kau belajar apa, Aaron?”
Aaron: ”Aku piano. Kalo Thia?”
Thia: ”Biola.”
Aaron: “Biola keren. Kita bisa main berpasangan, Thia. Biola dan piano akan menghasilkan melodi yang bagus.”
Thia: ”Aku akan senang main bersama denganmu.” ^^

Thia masih memandangi wajah Aaron, yang sekarang memasukkan bukunya ke dalam tas backpack-nya.

Thia: ”Aaron.. kau artis yah?”
Aaron: “Hah? Apa?”
Thia: “Kupikir kau artis.”
Aaron: “Hahah.. gak, aku bukan artis. Well, gak sepenuhnya gitu sih. Aku lagi masa training di perusahaan HIM. Gimana kau bisa tau aku artis?”
Thia: ”Kau punya aura yang bagus. Mempesona.”
Aaron: ”Doakan ajah yah. Mungkin musim gugur ini aku akan debut dengan ketiga temanku. Kami akan membentuk boy band.”
Thia: ”Oh wow~~ keren banget.” ^^

Dan saat itu terdengar langkah tergesa-gesa memasuki ruangan kelas. Itulah untuk pertama kalinya, Thia bertemu dengan Wina. Wina, dengan rambut keriting hitam sebahu, tampil modis ala gadis2 Taipei, tinggi badannya sepertinya gak mencapai bahu Thia yang jangkung. Dia melirik Thia, lalu Aaron, dan masuk kelas dengan pedenya, mengulurkan tangannya pada Thia.

Wina: ”Halo.. halo.. kalian juga di kelompok 10 kan? Kenalkan aku Wina Zhang. Kalian?” ^^
Thia: ”Eh.. aku.. Thia.” ^^ *bersalaman*
Aaron: ”Aaron Yan.” ^^ *bersalaman*
Wina: ”Nah.. aku senang punya teman pertama disini. Aku agak khawatir waktu mendaftar disini. Orangtuaku kepingin aku ngampus di universitas elite. Entah apa yang ada di otak mereka.” =.=”

Wina duduk di belakang Thia. Sekarang Aaron dan Thia agak menoleh supaya bisa ngobrol dengan Wina. Thia merasa Wina punya aura yang bisa membuat cair suasana. Dia mulai menyukai Wina, walau ini pertemuan pertama mereka.

Wina: ”Kalo kalian darimana?”
Thia: ”Aku dari Tainan. Kalo Aaron..”
Aaron: ”Aku dari SMA North Side.”
Wina: ”Heeeeh? North Side itu SMA yang elite. Aaron hebat. Thia.. jauh banget dari Tainan? Koq bisa kesini?”
Thia: ”Aku dapat beasiswa.” *blushing*
Wina: ”Jangan malu gitu. Menurutku, beasiswa itu sesuatu yang membanggakan. Iyah kan Aaron?”
Aaron: ”He-eh. Itu tandanya Thia cerdas. Kau kan bilang tadi kau main biola. Jangan2 kau dapat beasiswa karena bakatmu di permainan biola?”
Thia: ”Aku.. yah.. juara nasional tingkat remaja dua taon yang lalu. Tapi aku gagal di ajang internasional.” *blushing*
Wina: ”KAU HEBAT TAU, THIA!! Aku belom pernah punya prestasi membanggakan selain juara harpa tingkat SMA.” =.=”
Thia: ”Wina main harpa? Wow~~ keren.” ^^
Aaron: ”Dan aku main piano. Aku pikir kita akan keren kalo jadi satu tim.”
Wina: ”Pastinya.” ^^

Inilah awal persahabatan mereka bertiga. Aaron yang pendiam, Thia yang cerdas dan Wina yang easy-going menjadi salah satu kelompok dari kelas melodi yang cukup mendapat perhatian dari mahasiswa2 dan dosen2. Apalagi, tentu ajah, Aaron adalah juara dunia piano tingkat remaja taon kemarin, yang gak pernah dipublikasikannya ke Thia dan Wina, dan mereka baru tau setelah dosen mengungkapkan prestasi paling membanggakan yang dimiliki kelas melodi mungkin adalah prestasi Aaron. Dan sejak itu juga, Thia mengagumi Aaron. Entah sejak kapan perasaan mengagumi itu berubah.. menjadi perasaan yang berbeda..

END OF FLASHBACK

***

FLASHBACK

Musim gugur di tahun pertama Thia berkuliah, yang juga berarti semester dua masa kuliahnya. Thia memperoleh nilai terbaik di seantero mahasiswa semester satu dan menjadikannya mahasiswi yang dikenal paling cerdas. Thia gak akan kesulitan memainkan lagu apapun dengan biolanya, sekalipun partitur lagu itu baru diberikan padanya dua jam sebelum suatu pertunjukan. Bahkan Thia hampir selesai menciptakan lagu pertamanya, dibantu salah satu dosen pengajarnya di kampus. Thia dan Wina, juga Aaron sebenarnya, selalu jadi mahasiswa-mahasiswi pertama yang sampai di kampus sebelum pelajaran dimulai. Wina rupanya tinggal gak jauh dari apartemen yang ditempati Thia, jadi mereka sering pergi bersama. Kebetulan juga, Wina biasanya mengendarai mobilnya sendiri, jadi dia gak masalah sekalian menjemput Thia. Gaya hidup Wina sangat mewah, tapi sekaligus dia gak pelit dengan segala yang dimilikinya. Dia sering mentraktir Thia, dan Thia yang dulunya gak terbiasa, lama-kelamaan mulai terbiasa juga dengan gaya Wina ini. Hari ini Wina dan Thia datang duluan dan mengobrol asik tentang film yang mereka tonton kemarin di bioskop.

Wina: ”Cuma si Aaron yang gak datang kemarin. Sebal.”
Thia: ”Win.. kau tau kan Aaron kadang gak boleh keluar dari apartemen karena dia ada jadwal latihan?”
Wina: ”Iyah sih. Rupanya jadi artis itu gak gampang yah.”
Thia: ”Prosesnya ajah susah, sama ajah waktu mereka jadi artisnya.”
Wina: ”Apa kau kebayang kalo Aaron uda jadi penyanyi, dia bakal jarang ke kampus lagi?”
Thia: ”Hmm.. aku gak suka memikirkan prospek itu.” =.=”
Wina: ”Kita akan kehilangan satu kaki.” *mendesahkan nafas* ”Aku setengah berharap Aaron gak akan debut musim ini.”
Thia: ”Jangan dong, Win..”

Dan mereka mendengarkan langkah2 yang khas. Langkah yang terdengar ringan, yang sering Thia dengarkan di kampus, maupun kadang, di apartemennya. Iyah, itu Aaron datang, dengan senyum menghiasi wajahnya. Aaron cukup sering main ke apartemen Thia, dengan atau tanpa Wina. Aaron sering datang untuk minta makan dari Thia. Bukannya Aaron gak punya uang untuk makan, atopun gak ada yang memberikan dia makanan. Tapi Aaron mengaku bosan makan di rumahnya. Koki di rumahnya uda diganti taon kemarin, dan dia merasa gak cocok dengan masakan koki yang baru ini. Setelah sekali mencicipi masakan Thia saat dia main ke apartemen Thia bersama Wina, Aaron jadi ketagihan. Aaron sering datang dengan membawakan bahan2 masakan yang banyak dan menuntut Thia untuk memasakkan sesuatu untuknya. Untunglah Thia juga cerdas soal masak-memasak, sehingga baginya menyenangkan bisa memasakkan sesuatu untuk membuat orang bahagia.

Wina: ”Kayaknya lagi senang, Aaron?” *menyinggung*
Aaron: ”Ahh, dui bu qi, Wina, Thia. Kemarin aku ada latihan penting. Pulang kuliah sampe tengah malam kemarin, aku di HIM.” *menunduk* ”Tapi aku punya berita baik untuk kalian.”

Wina dan Thia otomatis meneliti wajah Aaron yang masih dihiasi senyum.

Wina: ”Jangan2 kau..”
Thia: ”Aaron.. apa Fahrenheit..?”
Aaron: ”Iyah, kalian benar. Minggu depan, kami akan debut. Kami akan merilis single pertama kami, langsung lengkap dengan MV-nya. Mulai hari ini juga aku akan sibuk dalam rekaman MV.”
Thia: ”Wahh itu berita yang bagus banget. Gong xi ni, Aaron.” ^^
Wina: ”Itu artinya kau akan jarang bersama kami lagi kan, Aaron?”

Aaron tertawa dan mengacak-acak rambut Wina. Maklum, Aaron suka begini karena badan Wina yang imut, jadi Aaron suka mempermainkannya.

Aaron: ”Kau kan harusnya senang untuk sahabatmu ini.”
Wina: ”Whatever. Aku akan senang kalo Fahrenheit kelak beken.”
Aaron: ”Oh, kami akan melakukannya. Kau gak tau betapa keren Fahrenheit, sekarang atopun ntar.”
Wina: ”Oh yah? Siapa sih teman2mu? Kau belum mengenalkannya pada kami.”
Aaron: ”Aku sekalian akan mentraktir kalian makan dan bertemu mereka.”
Wina: ”Janji yah?”
Aaron: ”Janji!” *mengacak-acak rambut Wina lagi*

Thia hanya menyunggingkan senyum tipisnya. Entah mengapa, saat ini dia merasa risih melihat kedekatan kedua sahabatnya ini. Seakan-akan dia adalah pengganggu sekarang.

END OF FLASHBACK

***

No comments:

Post a Comment