Welcome Here ^0^v

You can read; and then please kindly leave comment(s) so I could improve;
But don't try to STEAL a part or whole part of all post WITHOUT a proper CREDIT; you'll know the risk if you still do it;
Intro: I'm a hyper Cloudsomnia, Jung Heechul IS MINE, OFFICIAL WIFE OF KIM JONGWOON, GO is the OWNER OF MY HEART, definitely a Lively E.L.F and also a multi-fandom: ELF, ZE:A's, Triple S, A+, VIP; I'm a unique, weird and super delusional girl;
Just add my Facebook account: maymugungponks; and follow my Twitter: (hidden for some reason);
But be careful~~ I'm not as easy as you think I might be~

Tuesday, 2 October 2012

No Other The Story chapter 41



No Other The Story
Chapter 41

YIFANG’S DIARY
CHAPTER 41
WAY FOR LOVE

Jujur saja sekarang aku hidup di Seoul dalam keadaan yang tak tenang. Aku masih memikirkan alasan orangtuaku tak mengizinkan aku hidup disini. Aku selalu khawatir suatu saat mereka akan datang lagi dan menculikku pulang. Tapi seharusnya aku tak perlu takut diculik, karena aku hampir selalu dijemput, oleh siapapun yang punya waktu luang. Aku benar-benar terharu pada perhatian mereka: Iteuk oppa, Ichul oppa, Geng oppa, Kanginnie oppa, Ndong oppa, Mimi, Kibummie, dan… Wookie-ku. Untuk kasus terakhir, biasanya kami memilih kendaraan umum, karena Wookie belum berencana membeli mobil pribadi. Ah, apa yang kutakutkan? Selama aku memiliki Wookie, aku bahagia.

“Yifang…”

Aku melihat Wookie yang menyamar (memakai baju serba hitam dan topi), melambai dan tersenyum padaku. Aku balik melambai padanya.

“Mr. Lee, aku sudah bisa pulang, kan?” tanyaku pada si sutradara.
“Ne. sampai ketemu besok, Yifang,” jawab si sutradara, tersenyum padaku.

Mr. Lee sangat baik. Aku berterimakasih pada keteguhannya untuk tidak mengganti peranku, padahal waktu itu aku sempat menghilang lama dan menghambat proses syuting. Kalau dia mengganti peranku, habislah kesempatanku untuk mendongkrak karirku dan popularitasku. Aku langsung menghampiri Wookie dan bergelanyut manja di lengannya. Wookie membalas perlakuanku itu dengan tersenyum.

“Yifang, tadi Siwon hyung menelepon. Mereka melaporkan keadaan disana. Mereka dalam keadaan yang baik,” lapor Wookie.
“Oh ya? Wah… aku senang. Syukurlah kalau begitu,” ucapku.
“Ini, mereka ada mengirimkan beberapa foto.”

Wookie menyodorkan Samsung-nya padaku. Aku sudah familiar dengan ponsel itu (baca: sering mengotak-atiknya) dan langsung mengambilnya. Aku melihat beberapa foto Aqian dan dan Wonnie oppa, mereka berfoto di berbagai objek wisata di Macao. Aku tersenyum. Mereka seperti menjalani bulan madu saja.

“Wookie, apa Choi ahjussi belum tau Wonnie oppa disini ya? Aneh kan? Soalnya kan bawahannya sampai dimana-mana tuh.”
“Yang pasti, dia benar-benar sudah memblokir semua kartu kredit Siwon hyung. Untunglah Siwon hyung punya kartu debit dan uang tunai. Selain itu juga, kartu kredit Leeteuk hyung juga dipegangnya.”

Kami berjalan menuju stasiun MRT terdekat yang ramai. Baguslah sih kalau ramai, itu berarti kemungkinan kami dikenali semakin tipis.

“Kasihan tuh Iteuk oppa. Sudah waktu itu kartunya dipakai Henry untuk menjemputku, sekarang dipakai Wonnie oppa. Bayarannya bisa membengkak itu,” ucapku sambil tertawa.
“Tenang saja, kalau Siwon hyung pasti langsung bisa membayarnya. Kalau Henry… err… entahlah.”
“Aku juga takut, Wookie… kalau suatu hari baba dan mama akan kesini. Jujur aku merasa bersalah melarikan diri seperti ini.”
“Kalau mereka datang, tanyakan saja alasan mereka yang sebenarnya. Atau tidak begini… bagaimana kalau bulan depan, setelah masa promo sesi pertamaku selesai, kita temui mereka di Foshan?”
“Wookie mau menemaniku kesana?”

Kami memasuki kereta yang sudah menunggu kami, bersama dengan penumpang yang lainnya.

“Tentu saja, kalau itu satu-satunya cara supaya mereka bisa rela melepasmu disini, dan Yifang juga tidak merasa bersalah.”

Aku tersenyum senang. Tapi ngomong-ngomong merasa bersalah… mataku menerawang. Yesungie oppa… sejak hari aku pulang, dia tidak muncul lagi di apartemen. Malam harinya, ketika semuanya sudah tertidur, dia mengepak beberapa barangnya (termasuk Ddangko bersaudara) dan meninggalkan pesan di mejanya, supaya mereka tidak perlu mengkhawatirkannya, minta izin pada Mimi untuk tidak menghadiri promo sampai dia kembali nanti, dan bahwa dia akan pulang ke tempat ommanya. Aku tidak tau apakah dia sudah tau tentang hubunganku dengan Wookie, tapi gelagat anehnya ini menunjukkan kemungkinan ada sesuatu yang diketahuinya. Aku takut dia melihat aku dan Wookie di depan gereja. Jujur aku juga merindukannya, berarti aku belum bertemu dengannya dari sejak aku menghilang, sampai hari ini. Aku menghela nafas panjang, hatiku sakit sekali. Membayangkan betapa indahnya hari-hari kebersamaan kami… aku saja sakit hati, apalagi dia? Sekarang aku memiliki Wookie sebagai tempat bersandar, tapi dia? Wookie menggenggam tanganku lembut.

“Memikirkan Yesungie hyung?” tanyanya lembut.
“Ne. aku ingin sekali dimarahinya atau apalah, asal dia jangan pergi seperti ini. Aku jadi benci pada diriku sendiri.”
“Dia akan memaafkan kita.”
“Kenapa Wookie begitu yakin?”

Kami akhirnya sampai di stasiun tujuan kami dan berjalan keluar.

“Karena…. Yifang tau sudah berapa lama kami bersahabat, dan sedekat apa hubungan kami? Aku yakin koq. Dia hanya butuh waktu untuk menenangkan diri. Percayalah padaku, dia akan kembali.”

Aku hanya perlu percaya pada kata-kata Wookie, gampang kan? Dan kami berpisah di depan apartemenku. Begitu masuk, aku melihat Xili, tampak lesu duduk di karpet depan tivi. Aku lupa untuk mengurus hubungannya dengan Hae, aku egois terlalu sibuk dengan urusanku sendiri.

“Jie,” sapanya, tersenyum.
“Xili, hari ini tidak ada kerjaan?” tanyaku.
“Tadi Henry dan Suxuan ada datang kesini untuk belajar bersama. Err… jie, aku mau minta izin sama jie.”

Aku duduk bersamanya di karpet.

“Apa?”
“Apakah jie akan memberi izin kalau aku… bekerja di tempat Hangeng oppa? Err… kudengar mereka mencari pengganti Aqian untuk sementara, sedangkan aku sering tidak ada kerjaan seperti ini, membosankan sekali.”

Aku memandangnya lurus-lurus. Benar juga, aku tidak boleh lagi seprotektif ini. Xili memang terlihat jauh lebih dewasa karena aku tidak melihatnya menangis lagi karena masalah Hae.

“Xili, kau mencintai Geng oppa?”
“Kenapa jie tanyakan itu?”
“Karena kalau Xili tidak mencintainya, jangan datang ke kehidupannya lagi. Jie tau hatinya sangat perih ketika tau hubungan Xili dan Hae,” jawabku, “tidak adil baginya untuk menerimamu di kehidupannya lagi, kalau kelak Xili berbaikan dengan Hae atau apalah. Jie juga tidak ingin Geng oppa disakiti.”
“Aku dan Donghae oppa tidak akan berbaikan lagi, kami hanya akan menjadi teman. Aku tidak sesabar jie atau Leeteuk oppa. Aku tidak bisa berpacaran dengan artis.”
“Baiklah, kalau begitu. Jalan kehidupanmu semuanya berada di tanganmu. Xili, jie percaya padamu.”
“Gomawo, jie.”

Aku dan Xili berpelukan sejenak. Mudah-mudahan… Xili dan Hangeng oppa… yah, siapa tau, cinta lama bersemi kembali dan berakhir bahagia? Malam harinya, aku main ke apartemen 707. Langsung saja aku melihat ada perubahan di ruang tamu yang luas itu. Di pojokan dekat peralatan fitness sederhana, ada sebuah grand piano berwarna hitam. Naluriku membawaku mendekati si hitam itu, mengagumi bentuknya, lalu menekan tuts hitam putihnya. Omona… grand piano yang keren sekali!

“Hai, Yifang. Suka dengan sahabat baru kami?” Tanya Hae yang muncul dari kamarnya.
“Aih, Hae, kau membuatku kaget saja. Aku suka piano,” jawabku, “darimana sih ini?”
“Oh, itu. Itu hadiah bersama dari Siwonnie, Hangeng hyung, Leeteuk hyung dan Heechul hyung untuk Wookie. Wookie sudah lama kepingin punya grand piano, jadi mereka belikan saja.”
“Whoa… keren. Tapi aku tidak mengerti seni bermain piano.”
“Kau ini aneh sekali. Kau bisa minta diajari banyak orang. Meifen bisa, Leeteuk hyung, Sungminnie, Henry, dan tentu saja Wookie. Kalau memang kau mau main, kurasa kau bisa koq nantinya.”
“Jadi kepingin belajar.”
“Eh, Yifang, sudah datang…” sapa Wookie yang muncul dari dalam.

Wookie menghampiriku di dekat piano. Hae meninggalkan kami, masuk kembali ke kamarnya.

“Wookie, bisakah kapan-kapan mengajariku main piano? Aku sepertinya menyukai piano nih,” pintaku, menunjuk piano.
“Yifang benar-benar mau belajar? Keren… aku pasti akan mengajarimu.”

Aku memeluknya sebagai ucapan terima kasih.

“Apa yang ingin Yifang lakukan sekarang?”
“Ingin mengotak-atik laptop Wookie.”
“Hahaha… dasar. Ayo.”

Aku mendahului Wookie masuk ke kamarnya, atau untuk lebih tepatnya, kamar bersama antara dia dan Yesungie oppa. Meski ranjang disini masih ada dua, tapi rasanya aneh sekali. Beberapa barang tidak ada di tempat yang seharusnya, misalnya barang-barang kesayangan Yesungie oppa, laptop merahnya, juga aquarium Ddangko bersaudara. Aku merasa kerongkonganku tercekat, aku merindukan mereka juga. Aku menggelengkan kepalaku, lalu bergegas menghampiri laptop ungu Wookie, tidak ingin membuatnya curiga dengan tingkah lakuku. Wookie-pun menarik salah satu kursi dan duduk di sampingku. Aku baru tau ternyata isi laptop Wookie berbeda jauh dengan isi laptop Yesungie oppa. Kalau laptop Yesungie oppa penuh game, laptop Wookie isinya not-not lagu karangannya (ada yang sudah selesai, ada yang masih separuh), puisi yang digunakan untuk menciptakan lagu, juga berbagai dokumen pelajaran bahasa Mandarin. Aku harus mengerti, mereka tak sama. Aku masih terbiasa bermain game bersama Yesungie oppa, tapi aku harus cepat bisa menyesuaikan diri.

“Wookie, aku juga bisa menulis puisi. Kau mau melihat karanganku kapan-kapan?” tanyaku sambil tersenyum.
“Benarkah? Kalau begitu aku mau lihat dong.”

Dan kami membahas tentang proses penciptaan lagu. Wookie memang luar biasa, dia punya bakat yang memang cocok di dunia music. Ini membuatku makin mencintainya. Akhirnya aku main game di laptopnya, dan dia berbaring di ranjangnya. Aku menoleh sesaat, dan melihatnya menerawang ke ranjang sebelah yang kosong. Dia juga merindukan Yesungie oppa, itu sudah pasti. Aku berhenti bermain dan melompat untuk berbaring di sampingnya.

“Eh, Yifang…”

Aku menarik tangannya dan kubaringkan kepalaku disana. Bau tubuhnya melingkupi indra penciumanku, aku suka sekali.

“Wookie, kita merindukannya.”
“Hah?” tanyanya bingung.

Tapi sepertinya akhirnya dia mengerti apa yang kumaksud. Dia kini memelukku erat. Inilah pilihanku, berada di pelukannya. Aku harus percaya pada pilihanku ini. Wookie mengelus rambutku penuh rasa sayang, dan aku bahagia sekali. Tapi… ada yang sedikit aneh sepertinya. Kami Cuma berdua saja kan? Tapi kenapa dia tidak… pikiran “berharap”ku berhenti karena kaget mendengar bel pintu berbunyi. Terdengar langkah-langkah, Hae pasti membukakan pintu.

“Yesung hyung! Ya~ akhirnya hyung pulang juga!” teriak Hae lega.

Yesungie oppa? Indraku langsung bereaksi. Dan baik aku dan Wookie, bangkit pada saat yang bersamaan. Cuma bedanya, aku berlari lebih cepat dari Wookie. Aku melihatnya: Yesungie oppa yang kurindukan, membawa tasnya dan menggendong aquarium Ddangko bersaudara, berdiri di ambang pintu. Dia balas memandangku, tapi sorot matanya kosong. Mataku terasa panas, dan aku sesaat bingung perasaan apa yang sebenarnya melingkupiku.

Aku menarik nafas dalam-dalam, “Yesungie oppa…”

Dan seketika itu aku kaget bukan kepalang. Dia bukan pulang sendirian. Omma… mengikutinya. Eh maksudku, yah, omma-nya, ikut kesini. Aku kini mematung. Aku akan habis. Aku sudah mengecewakannya, aku sudah menelantarkan anaknya, padahal dia sangat percaya padaku. Kali ini air mata benar-benar lolos dari mataku, tapi aku berusaha menahan lebih banyak air mata yang akan jatuh. Hatiku perih sekali. Dan ketika ommanya mendekatiku… aku… merasa… takut? Huaaaaa… Hae, Wookie, tolong aku… bagaimana kalau ommanya menyiksaku? Tapi bukannya aku memang pantas disiksa? Huaaaa… tapi aku takut… T.T

“Omma… ehh… Kim ahjumma… ehh… ahjumma…”

Mati aku, kali ini aku memang pantas mati… omma mengangkat tangannya, dan aku memejamkan mataku… aku akan mati!!! Tapi ternyata… tangannya menepuk bahuku.
“Yifang ya~ kau kenapa ketakutan begitu? Aku tidak akan memakanmu,” ucapnya lembut.

Mworago? Aku membuka mataku, dan melihatnya tersenyum. Tersenyum! T.T

“Lho, babo yeoja! Kenapa menangis? Bukannya aku bilang aku tidak akan menyakitimu?”
“Omma… ehh… Kim ahjumma… mianhamnida… Yifang bukan yeoja yang baik. Yifang hanya membuat ahjumma kecewa…”
“Ani. Aku merasa kau sangat punya pendirian, sangat berani, Yifang. Dan kau tetap bisa memanggilku omma. Aku ingin punya anak perempuan.”
“O… omma… omma tidak memarahiku? Aku mengecewakan Yesungie oppa, malah memilih Wookie…”
“Gwaenchana. Omma memaafkanmu, omma menyayangimu, Yifang ya~”

Dan bendunganku pecah. Aku menangis sekencang-kencangnya, menumpahkan semua perasaanku. Aku terisak tidak terkendali, memalukan sekali. Omma memelukku, memberiku kehangatan seorang ibu yang kurindukan. Bagaimana aku bisa dimaafkan semudah ini? Terima kasih Tuhan… dan omma melepaskan pelukanku. Kini, aku tau jelas aku berada di pelukan siapa: Yesungie oppa. Dia memelukku erat, dan aku merasakan kerinduan yang meluap-luap dalam diriku, juga jantungku yang berdetak kencang. Aku tidak bisa memungkiri bahwa aku masih mencintainya. Dia mengelus kepalaku.

“Yifang, aku menyayangimu. Selamanya akan selalu begitu. Berbahagialah, maka kau akan membuatku tersenyum,” pinta Yesungie oppa.

지치지 마요 힘들 내어요
Don't be weary, be strong
조금 오면 나를 느낄 있죠
If you come a little closer you'll be able to feel me
안아줘요 깊은 맘으로
Hold me with deep feelings
가슴 가득히 나를 사랑해 주세요
Please love with all of your heart

Aku kembali menangis keras, tidak mempedulikan apapun lagi, entah berapa lama aku baru berhenti menangis. Yesungie oppa berpelukan dengan Wookie, yang juga menangis, tapi berhasil mengendalikan dirinya untuk tidak menangis separah aku.

“Aigo… bagaimana ini… pasangan aneh yang suka menangis,” cela Hae, tapi aku melihatnya tersenyum.
“Sudah… sudah… hentikan semua ini, nanti omma jadi menangis juga. Omma lapar… Wookie, omma mau makan masakanmu, sekarang,” ucap omma.
Wookie terlihat kebingungan, “mwo… mworago? Ahh… ne.”

Wookie langsung berlarian ke dapur. Omma menggandengku erat. Kami akhirnya membantu Yesungie oppa kembali ke habitatnya, dan aku senang sekali melihat Ddangko bersaudara saling bertumpuk, seperti biasanya. Hae juga ikut membantu kami di dalam kamar.

“Jadi kalian pasti kerepotan tidak ada aku di sisa masa promo sesi pertama,” tebak Yesungie oppa.
“Ne. tapi Mimi pintar. Dia meminta Leeteuk hyung membuat surat sakit palsu. Katanya hyung mengidap penyakit kangen rumah yang parah, jadi hyung perlu pulang, begitu. Selama masa promo, kami bergantian menyanyikan bagian nyanyian hyung, kebanyakan sih Kyu dan Wookie, dan formasi tarian juga agak berubah,” kata Hae.
“Mianhae Hae, aku membuat kalian susah.”
“Aih, jangan bilang begitu hyung. Kami mengerti koq. Dan kami senang hyung sudah kembali.”
“Aku ketinggalan berita apa tidak?”
“Banyak!” seruku tiba-tiba, membuat mereka kaget.

Dan malam itu, bagiku malam yang cukup sempurna, ketika kami semua duduk untuk makan masakan Wookie, dan Yesungie oppa memaafkan kami. Aku masih melihat sorot matanya yang sedikit sedih, tapi setidaknya dia tidak membenci kami. Aku benar-benar berterimakasih soal itu.

“Sampai jumpa lagi!” pamitku dan Hyuk kompak.

Aku baru saja menyelesaikan siaran bersama Hyuk, jam tiga sore sekarang. Aku bersyukur kabarku pacaran dengan Wookie belum menyebar, soalnya aku tidak tau apa tanggapan fans KRYSD kalau tau aku bermain-main dengan idola mereka, setelah Yesungie oppa, sekarang ke Wookie. Aku takut mereka menolakku. Ponselku berbunyi, SMS masuk. Dari Wookie, wajahnya yang manis muncul di layar ponselku.

Yifang, besok ada jadwal? Aku kosong nih. Bagaimana kalau kita menemui ommaku? Dari jam Sembilan pagi kita berangkat?

Aku kaget. Secepat ini? Tapi memang ada gunanya sih menemui orangtuanya Wookie dulu, supaya tidak terulang kasus seperti Aqian dan Siwonnie oppa.

“Yifang, mau pulang?” Tanya Hyuk, menyodorkan helm padaku.
“Ne,” jawabku, “Hyuk, kau pernah bertemu omma-nya Wookie?”
“Kenapa? Dia mengajakmu bertemu ommanya ya? Aku pernah bertemu dengannya sih, cukup sering, meski tidak sesering omma kami yang satu itu, kau taulah, si ommanya Yesung hyung.”
“Ng… bagaimana ommanya Wookie?”
“Masih oke, dia baik koq, Cuma tidak seramai omma bersama itu. Tenang saja, dia akan menyukaimu.”

Kami menuruni gedung siaran. Baiklah, kalau begitu cukup aman untuk bertemu omma-nya.

Aku kosong seharian. Baiklah, Wookie. Besok jam Sembilan aku menunggumu.

Dan begitulah yang terjadi keesokan harinya. Aku bangun jam enam pagi seperti biasanya dan sibuk bersiap-siap. Aku membongkar isi lemariku dengan tegang. Baju apa yang akan kupilih? Terusan berwarna biru? Kaos panjang berwarna oranye? Kemeja warna hitam? Dan bawahannya? Celana jins putih? Celana training? Rok pendek kuning? Aigo… kenapa sih aku jadi tegang begini? Andaikan waktu itu aku tau omma… aih sudahlah, sekarang kalau aku sebut omma itu ya ommanya Yesungie oppa, andai aku tau dia mau datang, waktu itu mungkin aku juga bisa setegang ini.

“Ya~ jie, jie kenapa sih?” Tanya Xili.

Aku menoleh dan melihatnya berdiri di ambang pintu, sudah berpakaian rapi dan tampak segar.

“Lho, kenapa bangun pagi?” aku balik bertanya.
“Aku mau ke resto Hangeng oppa hari ini. Jie kenapa tuh?”
“Jie diajak bertemu ommanya Wookie jam Sembilan ini, bingung mau pakai kostum apa. Sayang Manshi tidur di lokasi syuting ya, kalau tidak jie bisa minta bantuan dia.”
“Yah, sayang juga aku tidak bisa membantu. Selamat berjuang dan semoga sukses yah jie. Aku percaya ommanya Ryeowook oppa akan menyukai jie.”
“Mudah-mudahan deh ya. Oke, mei, hati-hati di jalan.”

Xili melambai sekali padaku sebelum akhirnya pergi. Aku memandang pasrah pada tumpukan baju di lantai kamarku dan akhirnya memilih baju terusan yang dilengkapi rok pendek berwarna oranye gelap. Sudahlah, aku benar-benar pasrah… aih, siapa sih itu yang datang? Aku sudah mau pergi nih dua jam lagi, tidak tau apa orang lagi sibuk bersiap-siap?

“Oi, Yifang.”

Jantungku nyaris copot, rupanya Ichul oppa muncul di pintu depan apartemenku. Dia tersenyum, namun hanya sejenak, karena senyum itu dengan cepat menguap.

“Apa itu yang kau pakai?” Tanya Ichul oppa menunjukku.
“Apa? Ya jelas bajulah, memangnya handuk?”
“Kau mau memakai itu untuk menemui Kim ahjumma? Babo! Memangnya kau tidak punya baju lain apa? Ayo cepat, aku bantu kau pilihkan!”

Ichul oppa mendorongku masuk dan menutup pintu di belakangnya. Dasar si oppa semena-mena yang satu ini.

“Eh, bagaimana oppa bisa muncul di saat kubutuhkan? Darimana oppa tau aku mau menemui calon mertuaku?”
“Xili meneleponku dan minta tolong padaku. Untunglah aku belum sampai salon tadi, jadi bisa mampir kesini dulu. Kau memang butuh bantuan, dasar gadis yang tidak modis.”
“Berhenti memakiku kenapa sih?”

Ichul oppa sudah masuk ke kamarku. Dia makin membuat tumpukan bajuku berantakan =.=”

Aku mengeluh, “oppa…”
“Nah, yang ini cukup oke.”

Dia mengambil sebuah kemeja pendek berwarna kuning, dengan dalaman tank top hitam, lalu membongkar tumpukan bajuku kembali untuk mengambil rok pendek bermotif kotak-kotak abu-abu-putih.

“Dan aku akan memberimu make-up. Ayo, lepas baju itu.”

Ichul oppa tidak sabar dan menarik bajuku.

“Oppa!!! Aku bisa melepas bajuku sendiri!”
“Sudahlah, aku bantu biar lebih cepat. Aku harus pergi setengah jam lagi. Cepatlah.”

Dia sama sekali tidak mengindahkanku, menarik baju yang melekat di tubuhku. Apa dia gila? Dia mau menelanjangiku?

“Oppa, aku ini cewek!” kataku histeris.
“Aku tau. Kau tidak usah takut aku apa-apakan. Aku sudah menganggapmu dongsaeng-ku sendiri, dan aku tau kau sudah milik Wookie. Cepatlah, jangan banyak cerewet.”

Aku masih enggan melepas bajuku, masih saling tarik-menarik dengannya, dengan dia di punggungku, menarik bajuku dari belakang. Dan tiba-tiba usahanya berhenti, nyaris mendadak. Aku heran dan menoleh memandangnya.

“Oppa? Ada yang tidak beres? Jangan marah! Aku akan membukanya sekarang!”
“Tunggu!”

Dia menahan tanganku. Apa lagi sekarang?

“Di punggungmu ini… apa ini?”

Aku merasakan jarinya yang menyentuh punggungku, tidak jauh di bawah leher. Ah, aku tau apa yang ditunjuknya. Dia baru pertama kali melihatnya, bahkan dia yang pertama melihatnya selain Xili. Tanda lahirku yang berupa garis sepanjang jari jempol, yang lumayan lebar, berwarna pink.

“Itu tanda lahir,” jawabku.
“Tanda lahir? Bukan tato?”
“Yaaaah, oppa, ngapain aku buat tato di tempat yang tak terlihat begitu? Lagian itu tak berbentuk.”

Aku sekarang memandangnya dengan wajah keheranan. Tiba-tiba saja wajahnya terlihat pucat. Apalagi sekarang? Ichul oppa memang aneh, sering tak bisa ditebak. Dan dia menarikku, cukup kencang, nyaris menyeretku keluar.

“Oppa? Ada apa?”

Tapi dia tidak menjawabku. Aku merasa heran sekali. Dia membawaku memasuki mobilnya.

“Oppa, aku akan pergi dengan Wookie tak lama lagi.”
“Nanti. Ada sesuatu yang perlu diselesaikan. Itu nanti saja.”

Aku benar-benar bingung. Kenapa sih? Dia mau membawaku kemana? Tapi sekitar 10 menit kemudian, ketika mobil akhirnya berhenti, aku tau kami tiba di rumah sakit tempat Iteuk oppa praktek.

Aku langsung shock, “oppa, aku tidak sakit! Aku sudah bilang itu tanda lahir, kenapa oppa membawaku kesini?”
“Justru karena itu tanda lahir, kita harus temui Leeteuk.”

Dan aku masih diseretnya menyusuri rumah sakit, tepatnya ke ruang praktek Iteuk oppa. Dia tidak mengetuk pintu, langsung saja masuk. Iteuk oppa yang berpakaian serba putih (tampan sekali, pakaian dokter) kaget melihat kami masuk tiba-tiba. Apalagi mungkin dia melihat aku yang salah kostum.

“Lho, Heechul, Yifang, ada apa ini?” tanyanya, berhasil menyunggingkan senyum.
“Leeteuk, kami membutuhkan tes darah dan DNA, kami berdua, sekarang juga. Berapa lama laporan itu akan keluar?”
“Kalian? Memangnya kenapa? Kalau kau benar-benar membutuhkannya, hasil itu bisa selesai dalam empat jam. Tapi ada apa ini?”
“Nanti aku jelaskan. Yang penting tes saja dulu kami.”
“Ne…”

Iteuk oppa mengambil peralatannya: jarum suntik.

“Andwae!!! Jangan suntik aku! Aku benci jarum!” teriakku heboh.

Tapi Ichul oppa hanya memegangiku, tidak mengucapkan kata apapun. Huaaaaaa… kalian jahat! Wookie, tolong aku!

1 comment:

  1. eonn lanjutannnya eoh...

    jebal... aku sdh nunggu lama banget nih ...

    ReplyDelete