Welcome Here ^0^v

You can read; and then please kindly leave comment(s) so I could improve;
But don't try to STEAL a part or whole part of all post WITHOUT a proper CREDIT; you'll know the risk if you still do it;
Intro: I'm a hyper Cloudsomnia, Jung Heechul IS MINE, OFFICIAL WIFE OF KIM JONGWOON, GO is the OWNER OF MY HEART, definitely a Lively E.L.F and also a multi-fandom: ELF, ZE:A's, Triple S, A+, VIP; I'm a unique, weird and super delusional girl;
Just add my Facebook account: maymugungponks; and follow my Twitter: (hidden for some reason);
But be careful~~ I'm not as easy as you think I might be~

Tuesday, 2 October 2012

(When Our Dreams Come True) Love is Our Destiny chapter 2



When Our Dreams Come True
Love is Our Destiny
Chapter 2

FLASHBACK

Lebih dari 10 hari kemudian, tepatnya beberapa hari setelah Fahrenheit melakukan debut resminya, dan sehari sesudah Fahrenheit meluncurkan album pertama mereka dengan judul album Fahrenheit. Aaron telah menjemput Thia dan Wina untuk ke suatu cafe. Lebih tepatnya sih, Aaron menjemput Wina duluan, jadi Wina duduk di samping Aaron di mobil sport kerennya, dan Thia duduk di jok belakang. Aaron emang pendiam, tapi jika bersama Wina yang ceriwis, dia juga bisa jadi ceriwis. Berbeda kalo Aaron hanya berdua dengan Thia. Mereka cukup banyak ngobrol dan berinteraksi, tapi selalu ada ruang2 kosong dalam pembicaraan mereka. Dan Thia sedikit menyesalinya. Aaron memarkir mobilnya di depan Cafe Oriental yang terkenal mewahnya.

Aaron: ”Ketiga sahabatku udah menunggu di dalam. Ayo..”

Aaron membimbing kedua sahabat cwenya ini masuk ke Cafe Oriental, dan mereka melihat tiga cwo yang cukup mencolok duduk di meja pojokan. Mereka mencolok karena badan mereka yang atletis dan kulit putih mereka yang sangat mulus. Suara obrolan mereka juga terdengar menyenangkan, sesekali diiringi tawa. Thia menduga mereka adalah Fahrenheit. Aaron berjalan mendekati meja itu dan membenarkan dugaan Thia.

Aaron: ”Tumben kalian on time.”

Cwo dengan rambut paling tebal dan berantakan tertawa.

Cwo: “Si Chun cerewet sih. Dia meneleponku setiap sepuluh menit sekali.”

Di samping kirinya, cwo yang potongan rambutnya cepak pendek juga tertawa.

Cwo: ”Kau tau gak Dong, itu karena kau emang biang lelet di grup kita.”

Cwo yang tersisa, yang paling tampan dan bibirnya merah, mengangguk.

Chun: ”Cal benar. Makanya aku memburumu.”
Dong: ”Terserah kalianlah. Aku selalu diserang.” *menoleh ke Thia dan Wina* ”Ngomong2 Aaron, kau gak persilakan teman2 cantikmu ini duduk dan mengenalkannya pada kami? Kau pelit yah?”
Aaron: *mencibir* ”Abiz, kalian kan tadi lagi buka aib, jadi aku biarkan ajah dulu.” xp
Dong: ”Kau ini.”

Aaron memberi isyarat agar Thia dan Wina duduk. Aaron duduk di samping cwo yang namanya Chun, Thia duduk di sebelahnya, dan Wina kebagian duduk di antara Thia dan sepertinya cwo yang namanya Cal.

Aaron: ”Nah.. Thia, Wina, ini teman2 bandku di Fahrenheit.” *menunjuk yang di sampingnya* ”Wu Chun.” *sebelahnya* ”Wang Dong Cheng.” *sebelahnya* ”Calvin Chen. Guys, ini Thia dan Wina, sahabatku di kampus. Aku pernah ngomong kan kalo mereka ini jagonya biola dan harpa?”
Dong: ”Hai hai.. aku Wang Dong Cheng. Panggil aku Dong ajah.” *berjabat tangan*
Calvin: ”Aku Calvin Chen. Mereka sih memanggilku Cal.” ^^
Chun: ”Aku Wu Chun.” ^^

Seketika, meja itu menjadi lebih ramai. Tentu semua ini gak lepas dengan kehadiran Wina yang sering menjadi penghibur suasana. Ditambah lagi, sepertinya Wina sama ceriwisnya dengan Dong, jadi mereka langsung terlibat cerita2 konyol. Thia memperhatikan, Fahrenheit emang boy band yang mungkin suatu hari bakal terkenal. Bagaimana gak? Fahrenheit punya personel yang berbakat. Calvin, senyumnya sangat tulus dan membuatnya terlihat sangat tampan waktu tersenyum, punya suara yang lembut banget. Chun, bisa dibilang cwo paling cakep di Fahrenheit, terlihat selalu peduli sama teman2nya. Dong, meski ceriwis, itulah keuntungannya berada di grup ini, karena dia adalah pembawa suasana ceria yang sangat baik, meski keliatan agak ceroboh. Plus Aaron, selalu jadi yang paling pendiam, rupanya juga bisa jail kalo ketemu Dong, adalah aset Fahrenheit karena suaranya yang paling indah. Thia tersenyum sendiri. Dia benar ikut bahagia untuk debutnya Aaron. Tapi melihat keceriaan mereka, sementara Thia merasa berada di dunia yang berbeda, entah kenapa, dia merasa dirinya gak cocok disini. Dia gak bisa tertawa bersama yang lain. Seolah ada penghalang gak keliatan yang membuatnya gak bisa ikut masuk dalam pembicaraan mereka yang penuh tawa. Thia menyadari, dia bukan Wina. Dia bukan gadis menyenangkan dan cantik seperti Wina. Kini pusat perhatian adalah Wina. Bahkan, Dong terang2an bertukar nomor hape dengan Wina. Thia berusaha tersenyum. Dia tau, bersikap iri adalah sebuah dosa. Tapi semua itu manusiawi kan?

Aaron: ”Thia..” *mengguncang lengan Thia* ”Thia..”
Thia: *kaget* “Ah… eh… ya, Aaron?” ^^
Aaron: ”Kau gapapa?”
Thia: ”Aku gapapa koq.”
Aaron: ”Tapi kau diam ajah.”
Thia: ”Aku... aku beneran gapapa koq.” ^^

Thia berusaha masuk ke dalam pembicaraan, karena dia gak mau Aaron khawatir. Padahal Aaron tau, ada sesuatu yang gak beres dengan Thia.

END OF FLASHBACK

***

FLASHBACK

Aaron telah seminggu gak masuk berkuliah. Karena itu, hari ini, kebetulan gak ada jadwal dengan Fahrenheit, Aaron dengan ceria dan bersemangat berjalan menuju kelas, seperti biasa, datang lebih cepat. Tapi dia Cuma melihat Wina disana.

Aaron: ”Hai Wina.” ^^
Wina: ”Hei Aaron.”
Aaron: “Mana Thia?”
Wina: “Dia uda seminggu terakhir datangnya telat, gak kayak dulu lagi. Jadi kami juga gak barengan.”
Aaron: ”Koq bisa gitu?” *duduk*
Wina: ”Dia bilang sih ada kerjaan di apartemennya.”
Aaron: ”Kau gak bantu2 dia?”
Wina: ”Aku uda nawarin. Dia bilang sih gapapa, dia bisa sendirian.”

Aaron, meski merasa aneh, tapi masih gak terlalu memikirkan hal itu.

END OF FLASHBACK

***

FLASHBACK

Fahrenheit tengah menunggu Wina dan Thia di cafe Oriental. Wina akhirnya datang dengan mengendarai mobilnya, tapi sendirian, tanpa Thia.

Aaron: ”Loh? Mana Thia, Wina?”
Wina: “Entah. Dia bilang dia sibuk persiapan ujian minggu depan.”
Aaron: ”Bukannya dia uda latihan lama?”
Wina: *mengedikkan bahu*
Calvin: ”Padahal kan kita kangen sama Thia juga.”
Chun: ”He-eh.”

Kali ini Aaron mulai merasa ada yang aneh. Pasti ada sesuatu yang disembunyikan Thia.

END OF FLASHBACK

***

FLASHBACK

Aaron resah. Thia tampaknya jauh lebih sibuk daripada dia. Beberapa kali Aaron ke apartemen Thia, dia gak ada disana. Padahal Aaron sendiri uda sibuk, jadi dia gak bisa terus-menerus mencari Thia. Dia belakangan ini kurang berkonsentrasi, merasa tanpa kehadiran Thia, ada sesuatu yang berkurang. Meski sekarang Wina sering muncul di acara yang dihadiri Fahrenheit dan membuat ramai suasana, tapi tanpa Thia, Aaron justru kehilangan.

Dong: ”Aaron.. kau kenapa?”

Aaron baru sadar kalo dari tadi dia Cuma memandangi layar hapenya ajah. Mereka abiz performance di salah satu acara reality show.

Aaron: ”Ng.. gapapa.” ^^
Dong: ”Kalo ada apa2 jangan disimpen sendirian. Curhat.” ^^
Aaron: ”Kayak cwe ajah.”
Dong: “Emang Cuma cwe yang boleh curhatan?” ^^
Aaron: ”Hmm.. Dong, sebenarnya.. aku agak khawatir sama Thia.”
Dong: ”Thia?” *mikir, sempat lupa kalo Aaron punya satu lagi sahabat* ”Ooh.. Thia. Emangnya dia kenapa?”
Aaron: ”Dia kayaknya lagi menghindariku deh. Dia sih bilangnya dia lagi sibuk. Tapi Wina juga gak tau Thia sebenarnya sibuk ngapain.”
Dong: ”Hmm.. bisa jadi dia beneran sibuk deh Aaron, jangan dibawa pusing.”
Aaron: ”Iyah sih, tapi..”
Wina: ”Hei Aaron!” *menepuk bahu Aaron*
Aaron: ”Eh, iyah, Wina?”
Wina: ”Aku beli komik baru loh. Yang lucu2.” ^^
Aaron: ”Beneran?”

Aaron pasrah ditarik Wina ke mobilnya. Dong memperhatikan semua hal itu dengan seksama. Aaron mengambil buku2 komik yang disodorkan Wina, dan bahkan membolak-balik beberapa komik dan tertawa bersama Wina. Setelah Wina pulang, Dong menarik Aaron menjauh dari Chun dan Calvin yang sedang mempertimbangkan lokasi ”makan tengah malam” yang paling tepat.

Aaron: ”Apaan sih Dong?”
Dong: ”Bisnis apaan sama Wina?”
Aaron: *menunjukkan komik2* ”Komik koq. Wina suka baca, kebetulan kau kan tau aku demen sama komik2 lucu. Makanya dia suka pinjemin kalo dia abiz baca.”
Dong: ”Sekarang aku tau kenapa Thia jarang muncul di hadapan kalian.”
Aaron: ”Apa hubungan Thia dengan semua ini?” =.=”
Dong: ”Thia jelos tau ngeliat kalian dekat.”
Aaron: ”Mana mungkin.” =.=”
Dong: ”Ya uda kalo gak percaya. Tanya ajah pendapat Chun ato Calvin, gimana kalo mereka jadi seorang Thia.”

Aaron terdiam. Dong meliriknya. Begitu Aaron membalikkan badannya dan berjalan beberapa langkah, Dong menariknya pada bagian belakang leher kaosnya.

Aaron: *tercekik* ”Ooooi!” *berbalik*
Dong: ”Jangan sekarang.”
Aaron: ”Apanya? Kalo besok pagi keburu Thia uda gak tau kemana lagi, tau!”
Dong: ”Kau mau ke apartemen cwe jam 12 malam gini? Ingat statusmu, artis!”
Aaron: ”Apa peduliku? Daripada gak bisa ketemu Thia..”
Dong: ”Okey kau gak peduli. Apa tanggapan fansmu terhadap Thia? Mereka bisa membuntuti Thia terus, tau!”

Aaron berpikir. Dong kadang2 berpikir lebih pintar dan rasional daripada dia.

Aaron: ”Hhh.. okey. Aku akan menunggu sampai besok pagi.”
Dong: ”Sukses, xiao di di!” ^^

Aaron mendelik dipanggil xiao di di oleh Dong, meski selisih umur mereka Cuma setaon (di ff ini-author) tapi, dia merasa berterimakasih juga padanya. Benar, dia nyaris mencelakai Thia. Dan juga, dia nyaris gak tau.. bahwa ternyata ada sesuatu.. yang di luar dugaan. Thia..

END OF FLASHBACK

***

FLASHBACK

Aaron bangun jam 5 pagi. Lebih tepatnya lagi, dia nyaris gak tidur semalam setelah pulang jam 1 dini hari. Dia terus memikirkan Thia. Dia mengingatkan dirinya untuk tenang dan gak memikirkan gadis yang satu itu, tapi dia gak bisa menahan dirinya. Dia berharap matahari segera muncul di ufuk timur, tapi yang ditunggu kayaknya malu2 keluarnya. Sampe akhirnya Aaron gak bisa menahan diri lagi. Aaron bangkit dari ranjangnya tepat jam 5 pagi, segera menuju kamar mandi untuk mempersiapkan penampilannya. Hari Sabtu ini, Fahrenheit punya jadwal manggung jam 1 siang, jadi Aaron ingin menemui Thia sebelum jam 11 setidaknya. Selesai bersiap-siap, udara terasa lebih hangat menerpa kulitnya ketika Aaron membuka pintu rumahnya. Jam 6 pagi. Mamanya yang heran dengan kepergian Aaron pagi2, sempat menanyai alasannya keluar begitu pagi. Dengan mantap, Aaron naik ke mobil sport-nya dan melaju meninggalkan rumahnya, menuju apartemen Thia yang normalnya bisa dicapai setelah 45 menit perjalanan. Tapi karena pagi itu lalu lintas masih sepi, Aaron bisa sampai 10 menit lebih cepat. Langsung ajah Aaron masuk apartemen dan naik lift menuju lantai tiga, tepatnya ke apartemen nomor 35. Aaron menekan bel. Tapi gak ada sahutan. Aaron kembali menekan bel.

Aaron: ”Thia, buka pintu, ini aku, Aaron.”

Tapi masih gak ada sahutan. Aaron mulai cemas. Tapi ketika dia menundukkan kepalanya, dia melihat selembar kertas berwarna ungu muda. Aaron yang penasaran mengambil kertas polos itu, dan ketika membaliknya, dia membaca sebuah pengumuman. Pengumuman lomba biola internasional yang akan berlangsung satu setengah bulan lagi, tapi seleksi nasional akan diadakan di Taipei satu bulan lagi.

Aaron: ”Thia.. aku akan mencarimu.”

Aaron, setengah yakin, mengendarai mobilnya menuju kampus. Tentu ajah kampus sepi, gak ada perkuliahan di hari Sabtu. Tapi Aaron berjalan perlahan menuju ruang musik yang terletak di gedung tiga, disana banyak sekali ruangan yang bisa dipakai mahasiswa berlatih musik. Inilah enaknya kampus, karena ruangan itu gak ditutup dan masih bisa dipakai mahasiswa yang ingin berlatih, kapan ajah mereka mau, tentunya kecuali di atas jam 7 malam. Selain ruangan latihan, perpustakaan juga buka tiap hari. Begitu masuk ke gedung itu, Aaron langsung menemui penjaga gedung, dan menyerahkan kartu mahasiswanya.

Bapak2: ”Aaron Yan. Apa yang mau dilakukan?”
Aaron: ”Latihan piano.” *jawab ngasal*
Bapak2: ”Baiklah. Tapi tadi ada juga yang berlatih, dia datang lebih pagi darimu. Thia.”
Aaron: ”Oh, dia teman sekelompok saya. Xie xie ni xian sheng.”
Bapak2: “Bu ke qi.”

Aaron bergegas masuk ke dalam gedung dua lantai itu, mengecek lantai satu, yang berisi 5 ruangan latihan. Ruangan 1.. kosong. Ruangan 2.. kosong. Dan Aaron mendengarnya. Suara biola yang indah menyusup keluar dari pintu ruangan 3. Perlahan, Aaron membuka pintu itu dan melihat sosok Thia. Thia duduk tegak di sebuah kursi tanpa sandaran, memejamkan matanya dan memainkan biolanya dengan gesekan yang menyayat hati. Kebetulan sekali, dia duduk menghadap pintu, jadi Aaron sekarang tengah memandangi wajahnya yang cantik. Nada sedih itu menggetarkan hati Aaron. Apakah Thia juga sedang sedih, ato ini hanya latihan? Aaron perlahan melangkah masuk dan rupanya gerakan itu menyadarkan Thia.

Thia: ”Aaron?”

Aaron berjalan melewati Thia dan duduk di grand piano putih yang ada di ruangan itu. Aaron mengadakan kontak mata dengan Thia dan mengangguk pelan. Dia mulai meletakkan jari2nya di piano itu dan memainkan nada yang dikenal Thia. Secara otomatis, Thia juga memainkan biolanya. Alangkah indahnya perpaduan suara kedua alat musik melodi itu, apalagi Aaron dan Thia emang cukup kompak kalo main duet. Akhirnya lagu itu selesai. Thia meletakkan biolanya pada sarungnya, sementara Aaron memandangi sosoknya.

Aaron: ”Thia mau ikut lomba?”
Thia: “Eh? Koq Aaron tau?”
Aaron: “Aku mencarimu ke apartemen tadi pagi, dan aku melihat selebarannya di depan pintu apartemen.”
Thia: ”Dui bu qi aku gak di apartemen. Harusnya kau telepon aku dulu.”
Aaron: ”Hapemu kan belakangan jarang aktif?”
Thia: *blushing*
Aaron: ”Kau gak perlu berlatih begini keras. Kemampuanmu uda di atas rata2.”
Thia: ”Aku harus berhasil di ajang internasional, Aaron. Kau tau ini impianku.”
Aaron: ”Tapi kau juga butuh refreshing. Kenapa kau gak mau jalan denganku, Wina, dan Fahrenheit?”
Thia: ”Aku harus fokus pada latihanku, Aaron.”
Aaron: ”Bahkan kau gak ada waktu lagi memasakkanku makanan kayak dulu?”
Thia: ”Dui bu qi, Aaron. Aku akan menebusnya setelah lomba selesai.”
Aaron: ”Thia, katakan padaku. Apa benar semua yang kau lakukan ini demi persiapan lomba?”
Thia: *merasa cape* ”Aaron, koq kau kayak wartawan sih? Aku kan uda bilang, aku persiapan lomba. Dan kau uda liat selebarannya kan? Emangnya aku punya alasan apalagi sih menyibukkan diri begini?”
Aaron: ”Bukan karena kau ingin menghindariku?”

Thia menghentikan usahanya menyusun lembar2 partitur lagu.

Thia: ”Shen me?”
Aaron: ”Apa kau cemburu pada kedekatanku dan Wina?”
Thia: *sinis* ”Bu yao kai wan xiao ba. Untuk apa aku cemburu? Lagian kalo gak ada aku, gak ada masalah dengan kalian kan?”
Aaron: ”Fahrenheit kesepian. Kan selama ini Calvin cukup sering bicara denganmu, dan sekarang dia yang paling merasa kehilangan.”
Thia: ”Kan seorang Wina bisa menggantikanku 3 kali lipat dengan baik?”
Aaron: ”Thia.. koq kau ngomong gitu?”
Thia: ”Karena Wina ceria dan cantik. Kalian menyukainya. Dia pusat perhatian yang sangat baik kan? Kalo aku Cuma bisa buat muram suasana kan?”
Aaron: ”Kami suka Wina, tapi kami juga suka kau.”
Thia: ”Jangan boong. Aku liat koq Wina dan kau masih juga bertukar komik dengan senangnya. Sementara kita, kita gak punya kecocokan sama sekali.”
Aaron: ”Kau melihatnya. Semalam. Aku dan Wina bertukar komik.”

Thia melotot dan menutup mulutnya. Wajahnya memerah.

Aaron: ”Kenapa kau hanya melihat kami? Kami menunggumu.”
Thia: ”Aku gak ingin jadi penghalang di antara kau dan Wina.”
Aaron: ”Kau gak pernah jadi penghalang dan jangan pernah berpikir gitu, Thia.”
Thia: ”Tapi itu kenyataannya. Gak ada aku toh kalian tetap bahagia..”
Aaron: ”Thia! Dengarkan aku!”

Thia menarik biolanya dan bergegas menuju pintu, tapi Aaron lebih cepat darinya. Aaron menghadang jalan Thia, tepat di depan pintu.

Thia: ”Zou kai ba. Aku butuh konsentrasi untuk latihan, kalo kau mau bicara, ntar ajah tunggu aku punya waktu luang, okey?”
Aaron: ”Aku gak bahagia tanpamu. Wina hadir bukan untuk mengisi kekosonganmu.”

Thia terdiam. Dia memandangi wajah Aaron.

Aaron: “Dan siapa bilang kita gak punya kecocokan? Apakah kau lupa kalo permainan musik kita berdua adalah yang paling kompak di kampus ini?”
Thia: ”Tapi aku gak bisa membuatmu dan Fahrenheit tertawa kayak Wina. Yang kalian butuhkan adalah gadis yang ceria dan menghibur kalian, bukan yang seperti aku, gak bisa memilih topik pembicaraan yang..”

Aaron menarik Thia dalam pelukannya. Thia yang kaget jadi gak bersuara sama sekali.

Aaron: ”Thia.. Thia.. jangan bicara begitu. Aku gak butuh orang yang bisa membuatku tertawa, aku gak butuh pelawak. Yang kutau adalah.. tanpa kau, ada ruang kosong di hatiku.”
Thia: ”Aku..”
Aaron: ”Kau, iyah, kau. Kau berpengaruh besar dalam kehidupanku. Andai Dong gak mengingatkan aku semalam, mungkin aku gak pernah sadar, bahkan gak pernah merasa sebahagia sekaligus sebimbang ini. Tapi sekarang aku tau. Aku merindukanmu. Walau aku bisa menutupi perasaanku, semakin lama aku semakin sadar aku membutuhkanmu. Thia, wo ai ni.”

Thia merasa jantungnya berdebar kencang. Aaron mencintainya? Dia pikir selama ini dia bertepuk sebelah tangan. Thia uda jatuh cinta pada pandangan pertama pada Aaron, namun Thia merasa, Wina yang ceria adalah tipe yang cocok untuk Aaron. Apalagi Aaron tampaknya juga menikmati saat2 bersama Wina. Maka itu, Thia merasa menjadi penghalang di antara mereka berdua. Di satu sisi, Thia tau Wina adalah gadis yang baik. Dia gak akan menyakiti Aaron walau apapun yang terjadi. Dan kejadian semalam, ketika Thia melihat Aaron, lagi2 tertawa dengan gembiranya bersama Wina, dia makin yakin, dia harus mundur dan mendukung mereka berdua. Tapi sekarang Thia jadi bimbang. Bagaimana mungkin Aaron membutuhkan dirinya? Bukannya selama ini Thia hanyalah sosok di balik layar, yang gak akan pernah diperhatikan orang2 lain? Dan apa Aaron cukup serius mengatakan dia mencintai Thia?

Thia: ”Dan shi.. Aaron.. wo..”
Aaron: “Hao ba. Kau boleh mempertimbangkan aku. Aku akan menunggu jawabanmu setelah lomba selesai. Aku hanya minta kau berjanji beberapa hal padaku.”
Thia: ”Kenapa aku harus..”
Aaron: *cut* ”Di yi, harus latihan dengan serius.” *memunculkan jari telunjuk tangan kanannya* ”Di er, gapapa kalo kau jarang mau ngumpul dengan kami. Tapi please, sekali2 muncullah. Fahrenheit merindukanmu.” *memunculkan jari tengah* ”Di san, izinkan aku makan masakanmu lagi, setidaknya dua hari sekali. Kau tau aku akan mati kelaparan kalo aku masih gak makan masakan koki di rumah. *memunculkan jari manis* ”Di shi, jangan pernah cuek padaku. Itu akan membunuhku.” *memunculkan jari kelingking*
Thia: ”Dan shi..”
Aaron: *cut* ”Dan aku akan berjanji padamu, aku akan menjaga sikapku terhadap Wina. Kau perlu tau kalo aku Cuma menganggapnya sahabat, dan perasaanku padanya beda dengan perasaanku padamu. Ming bai ma?”
Thia: ”Wei shen me wo yao da ying ni? Wei shen me ni yao da ying wo?”

Aaron meletakkan kedua tangannya di bahu Thia, memikirkan sejenak apakah tindakannya cukup bijaksana, dan akhirnya mengecup bibir Thia. Thia mundur, wajahnya memerah dan menutup bibirnya dengan punggung tangan kirinya. Wajah Aaron juga memerah.

Aaron: ”Yin wei wo ai ni. Suo yi da ying wo ba.” ^^ “Aku akan menunggumu sampe lomba selesai, dan aku gak akan mencoba macam2 padamu sebelum waktunya, Thia.” *silent* “Aku akan menunggumu di perpustakaan sampe latihanmu selesai, aku akan mengantarmu pulang.”

Aaron bergegas keluar ruangan, meninggalkan Thia yang jantungnya berdebar keras. Dia masih mengira dia tengah bermimpi. Tapi ternyata.. semua ini kenyataan..

END OF FLASHBACK

***

No comments:

Post a Comment