Love’s Arrived
Chapter 5 part 3
Gisela benar-benar salah berpikir bahwa Nathan adalah pelatih kebugaran yang baik dan ganteng. Dengan izin dari HUA XIANG yang ternyata sudah dihubungi Nathan soal latihan kebugaran ini, mereka sudah memberi kunci rumah padanya, Nathan masuk ke kamar Gisela tepat jam lima pagi. Karena Gisela susah sekali bangun, Nathan berteriak kencang sekali dan seketika Gisela bangun. Nathan memaksa Gisela berlari keliling kompleks rumah HUA XIANG yang besar sekali sebanyak tiga putaran. Saat Gisela berhenti, Nathan akan mengejarnya dengan rotan panjang dan wajah Nathan kelihatan galak sekali. Setelah itu Nathan memaksa Gisela melakukan 30x sit-up dan dia memegangi kaki Gisela dan dilanjutkan dengan 30x lompat tali. Nathan berjanji akan menambah porsi latihan setiap harinya. Nathan juga memaksa Gisela mencatat apa saja yang sudah dimakannya dalam sehari. Gisela masih tidak tahu apakah Nathan sampai akan mengatur gizinya. Waktu datang ke lokasi syuting, baik Michael maupun David heran sekali melihat Gisela yang tampaknya capek sekali. Nathan tersenyum penuh kemenangan, sepertinya senang telah menyiksa Gisela. Gisela benar-benar menyesal.
Malam harinya jam enam, Gisela duduk di depan meja rias dan bingung bagaimana harus me-make-up wajahnya. Gisela tidak pernah menggunakan make-up, bahkan dia tidak punya peralatan make-up sama sekali. Pintu kamar Gisela diketuk.
“Masuk,” kata Gisela dengan suara lemah, komplikasi kelelahannya hari ini.
“Mei-Mei udah siap?” tanya Gracia sambil masuk ke kamar.
Gracia cantik sekali, make-up-nya minimalis, tapi apa yang dipakainya tampak sempurna sekali, tak bercacat, tak bernoda.
“Kenapa belum siap?”
“Jie jie cantik sekali… aku nggak bisa make-up.”
“Oh, itu masalahnya. Mana alat make-up-nya? Sini, jie jie bantu.”
“Aku nggak punya alat make-up.”
“Nggak masalah. Ayo, ke kamar jie jie.”
Gracia menggandeng Gisela ke kamarnya yang berseberangan dengan kamar Gisela. Kamar Gracia sangat bersih dan tercium segar. Aksesoris di kamar didominasi dengan warna biru lembut. Gracia mendudukkan Gisela di depan meja rias dan mengeluarkan peralatan make-up dari kotaknya, kotak make-up yang sering dibawa-bawa oleh make-up artis.
“Wah, peralatan jie jie lengkap sekali.”
“Yah, nggak kalah dengan punyanya Quiny. Nah, Mei-Mei, seperti apa kau ingin berdandan? Manis? Cute? Sporty?”
“Dengan bajuku…”
Gracia memperhatikan gaun semi-formal Gisela dan menatap wajahnya.
“Kau ini… sepertinya nggak terlalu feminin.”
“Jie jie benar. Banyak yang bilang aku ini kulitnya aja yang cewek.”
“Kalau begitu, kau harus jadi cute. Tunggu sebentar.”
Dengan sigap, Gracia me-make-up Gisela dan dalam setengah jam, penampilan Gisela benar-benar sempurna. Gisela nyaris tak bisa mengenali dirinya di depan cermin, persis seperti saat dia selesai di make over. Benar-benar terlihat cute.
“Tau nggak, Mei-Mei? Kau cuuuute sekali. Coba deh kau seperti ini tiap hari.”
“Bukannya ini terlalu tebal untuk make up sehari-hari?”
“Oh, mudah. Kita Cuma perlu sedikit meminimalis-nya. Jie jie liat kamu jarang sekali ber-make-up. Sayang lho, soalnya kamu cute.”
“Soalnya aku nggak punya alat make-up dan nggak bisa make-up.”
“Boleh pinjam alat-alat jie jie dan… jie jie mau kok ajarin kamu. Kalau kamu mau.”
“Bener, jie?” tanya Gisela dengan mata berbinar-binar, “aku mau!!! Xie xie.”
“Nanti, kalau mau pilih pacar, hati-hati ya. Sekarang kan kau artis, tentu cowok-cowok akan memandangmu lain. Jangan sampai mereka Cuma mencintaimu dari kulit luarnya atau karena kau artis aja,” nasehat Gracia, “soalnya kamu anak yang baik, Mei-Mei. Pacarmu nanti beruntung sekali kalau bisa memenangkan hatimu.”
“Jie… aku belum kepikiran punya pacar…”
Gracia tersenyum.
“Hei, udah siap?” tanya Moniq yang langsung membuka pintu kamar.
Moniq tampak cantik-sporty, sedangkan Quiny tampak cantik-manis seperti biasa.
“Wah… Mei-Mei, kau cute sekali.”
“Aku setuju denganmu, Moniq. Pasti Mei-Mei adalah maha karyamu, Gracia,” goda Quiny.
“Yap. Maha karya. Tapi itu karena Mei-Mei memang sudah cute dari aslinya.”
“Pasti bakal lebih banyak pujian nanti,” yakin Moniq.
Keempatnya menunggu LI LIANG menjemput. Tak lama kemudian, LI LIANG menjemput, Michael membawa mobil Ford yang pasti bisa memuat mereka semua. Nathan turun dari kursi di sebelah Michael dan membukakan pintu.
“Wan an, ladies,” sapa Michael, “hei, kalian cantik sekali! Mei-Mei, kau cute sekali!”
Nathan, Alex dan Albert yang duduk di belakang menggumamkan hal yang sama.
“Kalau begitu Mei-Mei di depan aja, supaya nggak diganggu cowok-cowok iseng di belakang.”
Gisela duduk di samping Michael; Quiny, Gracia dan Moniq di baris kedua, sedangkan ketiga anggota LI LIANG lainnya duduk paling belakang. Gisela merasa canggung sekali karena terus-menerus dipuji para cowok, Albert bahkan bersiul berkali-kali. Michael mengajak mereka makan di restoran seafood yang mewah. David sudah menunggu di salah satu meja.
“Mei-Mei! Cute sekali!” David memuji Gisela, yang berarti kata ‘cute’ kesepuluh yang diterimanya malam ini.
Pesta kecil-kecilan ini berlangsung meriah, Nathan membawakan kue ulang tahun super besar. Mereka menyanyikan lagu ulang tahun dan Michael make a wish dan meniup lilin kecil yang jumlahnya ada 20 batang. Alex memesan lobster yang besar sekali dan bermain drama percintaan lobster dengan lobsternya Albert. Semuanya tertawa tergelak-gelak. Moniq suap-suapan dengan David, tapi akhirnya jadi saling sodok sendok. Gisela memberikan kadonya untuk Michael.
“Aku nggak tau mau memberimu apa… jadi aku pilihkan tempat pensil dengan corak malaikat,” jelas Gisela, “soalnya di kamarmu kemarin nggak ada tempat pensilnya.”
“Kau kan Cuma pernah masuk dua kali ke kamarku. Kau teliti sekali, Mei-Mei,” puji Michael.
“Kata mama, aku Cuma teliti pada hal-hal yang nggak perlu.”
Michael mengizinkan teman-temannya memesan minuman keras. David dan Quiny ambil aman dengan Cuma minum wine. Nathan, Michael dan Gracia menenggak bir. Alex, Albert, Gisela dan Moniq minum wisky dicampur Coca-Cola.
“Wah, Mei-Mei… kau bisa minum wisky?” tanya Nathan yang duduk di sebelah kiri Gisela.
Bau bir keluar dari mulutnya.
“Aku biasa minum ini waktu ada pesta di Palembang.”
“Mei-Mei, cheers…” Alex menyodorkan gelasnya pada Gisela.
“Cheers…”
Dan sebelum tengah malam, banyak yang sudah mabuk di meja itu. Alex bangun, menggeleng-gelengkan kepalanya yang pusing. Gisela sudah berpindah tempat duduk ke sampingnya. Kepala Gisela terkulai di kursi, tapi wajahnya menyamping menghadap Alex. Wajahnya merah sekali. Sepertinya delapan gelas… Mei-Mei ini hebat juga… Alex tersenyum melihat Gisela dan menggoyang-goyangkan badannya. Gisela bergeser dan malah menjatuhkan kepalanya ke bahu Alex. Mei-Mei… tu… tunggu dulu… aku… Alex menatap Gisela dan perlahan tersenyum. Sudahlah, biarkan aja…
No comments:
Post a Comment