Love’s Arrived
Chapter 6
6
Akhirnya, Gisela tahu apa maksud Nathan menyuruhnya mencatat semua yang dimakannya dalam sehari. Nathan berjanji akan membakar semua makanan yang telah dimakan Gisela di hari sebelumnya. Pernah, suatu hari, Gisela makan banyak sekali saat ditraktir Mr. Dao dan ternyata Nathan menyiksanya satu setengah jam penuh besok paginya. Terkadang Gisela sengaja tidak mencatat beberapa makanan berlemak yang dimakannya, tapi ternyata orang-orang di sekitarnya seperti HUA XIANG, ketiga anggota LI LIANG lainnya, David, bahkan Mrs. Yan sudah mendapat instruksi untuk memperhatikan ‘kecolongan’ ini. Gisela tak dapat berkutik. Tapi dua minggu sudah berlalu, berat badan Gisela sudah turun empat kilo dan tingginya secara drastis naik dua senti. Sebenarnya Gisela senang juga karena perubahan ini. Perkembangan lainnya, dengan ilmu yang diajarkan Gracia dan meminjam alat-alat make up Gracia, Gisela sudah mencoba sedikit ber-make up setiap hari dan selalu tampil cute. Ditambah lagi, Gracia dan Moniq menjadi ahli stylistnya, jadi baju-baju Gisela setiap hari selalu dipilihkan mereka. Gisela makin modis, layaknya anggota HUA XIANG. Agaknya hal ini berpengaruh pada semua cowok di sekitarnya yang tiba-tiba jadi bersikap makin lembut padanya.
Akhirnya Gisela mendapatkan rumah untuk dirinya sendiri. Rumahnya sekompleks dengan rumah David, hanya selang beberapa rumah, itu artinya mereka tetanggaan. Gisela akan pindah dua hari lagi. Gisela akan pindah ke rumah baru itu lusa nanti.
Setelah beberapa kali batal bertemu dengan ‘Arthur’, akhirnya malam ini sesudah syuting, Gisela mengatur pertemuan dengannya di restoran Jepang dekat lokasi syuting. Gisela sangat menanti-nantikan pertemuan ini, sekaligus gugup, tak berani membayangkan reaksi ‘Arthur’ setelah bertemu dengannya.
Pagi ini Gisela sudah disiksa selama 45 menit oleh Nathan dan Nathan menyodorkan teh dingin kepadanya dan duduk di sampingnya.
“Kami mau buat MV lagu rekaman kemarin jam tujuh nanti,” jelas Nathan.
“MV lagu Fly With You?” tanya Gisela.
“Iya. Kita ambil setting di daerah perbukitan di luar Taipei. Mei-Mei mau ikut?”
“Wah, mau sekali!”
Tiba-tiba Gisela teringat suatu ide. Buatin bekal untuk LI LIANG, ah…
“Tapi aku menyusul aja ke sana nanti. Kasih tau aku lokasi syutingnya.”
“Kok nggak mau barengan?”
“Aku ada surprise deh untuk kalian semua.”
*******
Alex menyambar salah satu baju yang sudah disediakan tim stylist di rak-rak yang diletakkan di dekat ruang ganti lokasi syuting. Seperti biasa, dia memilih kesukaannya, kaos tanpa lengan, kali ini warnanya hitam. Dia duduk dan menunggui Michael selesai di make up. Nathan bergabung dengan mereka.
“Aku ajak Mei-Mei ke sini tadi, tapi katanya dia akan menyusul,” lapor Nathan, “katanya dia mau bawa kejutan.”
“Kejutan macam apa?” tanya Alex, heran.
“Apa dia mau bawa mobil sendiri?” Michael ikutan bertanya.
“Wah, nggak mungkin. Soalnya latihan kemarin aja dia masih gugup menginjak pedal gas. Jangan-jangan dia malah belum bisa mengerem.”
“Yah, kita tunggu aja. Aku udah kasih tahu lokasi syuting kita,” kata Nathan sambil membetulkan poninya yang panjang.
“Hei, cepat. Syuting mau dimulai,” hardik Albert dari kejauhan.
Kali ini model MV-nya adalah Michael. Michael segera berkenalan dengan model MV ceweknya yang sangat cantik, tapi malu-malu begitu didekati dan diberi senyum cute ala Michael. Bagaimanapun, Michael harus membuat suasana nyaman di hati model MV itu karena nanti banyak adegan mesra yang harus mereka jalani. Akhirnya syuting-pun dimulai. Suasana perbukitan yang hijau dan asri memberikan semangat menggelora di hati LI LIANG. Alex berdiri di setumpuk batu, merentangkan tangannya dan mulai nyanyi bait pertama lagu Fly With You. Suaranya kencang, namun begitu berirama. Angin yang bertiup membuat rambutnya beterbangan dan membuatnya makin keren. Michael duduk di sisi bukit bersama si cewek model, memerankan adegan bercanda. Si model menyandarkan badannya ke badan Michael, tapi ternyata adegan ini fatal buatnya, karena wajahnya memerah terus. Akhirnya adegan ini NG berkali-kali sampai si model sudah lebih berani. Saat ini Nathan yang sedang diambil posenya.
“Wen Chun ge!”
Albert menoleh dan melihat Gisela berlarian ceria dari kejauhan. Efek rerumputan hijau membuat Gisela terlihat cantik dengan pakaian putih yang dikenakannya. Gisela memilih pakai baju terusan dengan rok lebar sampai lutut, supaya terasa lebih bebas di perbukitan.
“Mei-Mei!” sapa Albert sambil melambai.
Albert sudah bosan memuji Gisela dengan sebutan cute. Begitu Gisela sampai di dekatnya dengan terengah-engah, Albert memandang wajahnya yang cute dan langsung mengacak-acak rambut Gisela dan memeluknya.
“Hei, hentikan!”
“Habis, kau cuuute sekali. Sayang rasanya kalau aku nggak memelukmu.”
Sudah beberapa waktu terakhir, Albert selalu bercanda dengan mengacak-acak rambut Gisela dan kemudian memeluknya. Ini tidak membuat Gisela malu dan canggung, dia merasa biasa saja dengan Albert. Kurasa sikap playboynya ini nggak sesuai dengan kelembutan musim semi seperti namanya… itu bohong!!! Gisela tahu, makin lama Albert juga tampak makin keren, meski makin lama dia juga makin kurus.
“Jangan berperilaku playboy padaku. Lihat, aku membuatkan bekal untuk kalian. Biasanya syuting MV kan lama kelarnya.”
“Wah, kau pengertian sekali. Kau benar-benar banyak berubah, Mei-Mei.”
“Tapi berubah ke arah positif, kan?’
“Jelas, dong. Boleh lihat bekal apa yang kau buatkan?”
“Untuk Wen Chun ge… yang ini.”
Gisela menyerahkan kotak makanan berwarna merah. Albert mengintip bungkusan yang dipegang Gisela. Masih ada tiga kotak makanan, masing-masing berwarna biru yang paling besar, oranye yang ukurannya sedang, satu lagi warnanya pink.
“Apa menu kami beda-beda?”
“Disesuaikan dengan kalian. Wen Chun ge kan harus punya menu yang bisa membangkitkan selera makan. Coba dilihat.”
Albert membuka kotak makanannya dan melihat ayam goreng, nasi goreng dan bistik sapi yang baunya menggugah selera, lalu menutup kotaknya kembali.
“Belum bisa makan sekarang, soalnya harus nunggu istirahat.”
“Mei-Mei! Kau udah sampai?” tanya Nathan menghampiri Gisela dan Albert, “Wen Chun, giliranmu, tuh.”
Albert menyingkir ke lokasi syuting. Gisela memberikan kotak makanan warna biru yang paling besar untuk Nathan, karena Gisela tahu Nathan yang makannya paling banyak di antara mereka. Saat sedang asyik mengobrol, handphone Gisela berbunyi. Nama Quiny Ren dan wajah manisnya muncul di layar.
“Wei,” sapa Gisela.
“Wei, Mei-Mei,” suara Quiny terdengar di seberang sana, “you shen me shi? (ada masalah apa?) Kata Gracia, jie jie disuruh meneleponmu begitu jie jie bangun.”
“Aku tadi masak bekal untuk LI LIANG dan sekarang aku lagi ada di lokasi syuting untuk nganterin bekal. Aku mau Quiny jie mencicipinya. Gimana kalau aku pulang sekarang?”
“Oke, boleh. Jie jie tunggu.”
Hubungan telepon diputus.
“Ming Jun ge, aku harus pulang sekarang. Dui bu qi nggak bisa lihat syuting kalian sampai kelar.”
“Oh, kau mau Quiny mencicipi masakanmu untuk bekal kami ini, ya?” tanya Nathan.
“Iya. Mungkin di lain kesempatan aku nonton syuting MV kalian sampai selesai. Tolong kotak makanan yang warna oranye dikasih ke Xiang Chen ge dan yang warna pink untuk Xiao Wei.”
“Iya, nanti aku yang bagikan, deh. Xie xie, ya.”
“Bu ge qi (kembali). Bye bye…”
*******
Gisela kembali ke rumah HUA XIANG satu jam kemudian. Quiny yang sudah mandi dan wangi menunggunya di meja makan.
“Apa kau mencoba kreasi baru?” tanya Quiny.
“Iya, jie. Ditambah beberapa masakan lama,” jawab Gisela, “kan, harus disesuaikan dengan keadaan perut keempat anggota LI LIANG.”
Gisela menuju lemari dan mengeluarkan tujuh macam menu makanan yang dianggapnya kreasi baru. Gisela dipinjamkan resep-resep tulisan tangannya Quiny. Quiny langsung mengambil sendok dan mencicipi masing-masing menu. Tiba-tiba senyum terhapus dari wajahnya.
“Mei-Mei… mereka udah makan ini, belum?”
“Entah, jie. Soalnya, mereka menunggu waktu istirahat dulu. Gimana rasanya?”
Quiny tidak menjawab Gisela, malah langsung meraih handphonenya sendiri dan menghubungi satu nomor telepon entah nomornya siapa.
*******
Nathan tengah makan menu pemberian Gisela dengan lahap. Alex dan Michael sedang asyik mengunyah. Albert sedang memilah-milah, menu mana yang akan dimakannya duluan, ayam goreng atau bistik sapi duluan. Handphone Alex bergetar dan dia menggerutu sebelum mengangkatnya.
“Siapa sih, ganggu jam istirahatku?” tanya Alex kepada handphonenya.
Alex melihat wajah dan nama Quiny Ren muncul di layar handphonenya dan tidak jadi menggerutu lebih lanjut. Alex langsung mengangkatnya.
“Xiang Chen! Kau udah makan bekal pemberian Mei-Mei?” tanya Quiny dengan nada suara yang tidak wajar.
“Kedengaran kan, kalau aku sedang mengunyah? Ming Jun udah makan dengan lahap, tuh. Emangnya kenapa?”
“BEKALNYA JANGAN DIMAKAN!”
“Emangnya kenapa? Enak, kok…”
“JANGAN DIMAKAN! BAHAN-BAHAN YANG DICAMPURKAN SALAH! KALIAN BISA SAKIT!”
Alex memutuskan sambungan telepon dengan Quiny.
“HEI, SEMUANYA, BERHENTI MAKAN!”
“Apa sih, teriak-teriak? Makanannya enak, kok,” kata Michael sewot.
“Quiny jie udah mencicipinya dan katanya bahan-bahannya salah, kita bisa sakit!”
Nathan dan Albert memuntahkan makanan yang tengah dikunyah mereka, Michael langsung menjauhkan kotak makanannya. Dengan segera, terjadi kehebohan di lokasi syuting.
“Aku… sakit perut!” keluh Albert, langsung berlari ke van.
Nathan tergopoh-gopoh menyusulnya. Alex sendiri berlari menjauh, perutnya terasa mual dan dia lega sekali berhasil muntah. Michael tampak pucat dan meminta bantuan tim kesehatan untuk menggosokkan minyak ke sekujur tubuhnya yang mungil.
“Ada apa ini?” tanya Mr. Shu yang menangkap keanehan pada keempat artisnya.
Albert sudah kembali dari van, wajahnya pucat sekali.
“Mei-Mei berbaik hati membuatkan bekal… tapi ternyata banyak bahan yang salah campur dan…” jawab Albert sambil duduk lemas di kursi terdekat, “Quiny jie benar, bekalnya membuat kita sakit.”
Mr. Shu tidak marah, dia malah tertawa terbahak-bahak bersama kru yang lain.
“Baru sekali ini ada kejadian seperti ini… karena Mei-Mei yang membuatkan bekalnya, kumaafkan, deh. Seperti biasa, dia pasti ceroboh.”
“Kalian malah ketawa. Jahat sekali!” kutuk Nathan, baru keluar dari van.
“Sorry. Tampaknya syuting hari ini sampai di sini dulu saja. Wajah kalian pucat begitu, jelas kita tidak bisa syuting lagi. Pulang dan istirahat saja. Tim kesehatan, langsung berikan obat-obatan untuk mereka, ya. Untung hari ini jadwal kalian agak kosong.”
“Nggak kosong buat Ming Jun dan Xiao Wei. Mereka kan ada syuting untuk ntar malam,” jelas Alex, jelas-jelas baru muntah lagi.
“Dengan obat ini, kalian akan sembuh cepat,” kata salah seorang tim kesehatan.
Michael tersenyum geli. Mei-Mei… Mei-Mei… ceroboh sekali, kau. Kau harus bertanggungjawab, nih. Michael meraih handphone-nya dan mengetik SMS untuk Gisela.
*******
Gisela dengan tampang pucat bergegas ke rumahnya LI LIANG. Mereka tak tampak di ruang tamu maupun ruang makan. Begitu naik ke lantai dua, dia mendengar erangan Nathan dari kamar Albert. Tanpa mengetuk, Gisela langsung masuk. Keempatnya menoleh. Nathan dan Michael sedang tengkurap di ranjang, Alex, yang rambutnya mencuat kemana-mana, dan Albert duduk di lantai, bersandar pada ranjang, memegang stick PS 3 dan tampaknya sedang konsentrasi main Winning Eleven. Kamar Albert tampak seperti biasa, berantakan.
“Dui bu qi… kalian gimana? Aku nggak tau udah buat kekacauan begitu…” Gisela langsung mengoceh panjang.
“Duduk sini dulu deh,” ajak Albert sambil menepuk ranjang di samping kepalanya.
Gisela segera duduk.
“Aku udah bolak-balik WC sepuluh kali, tapi tampaknya sekarang perutku udah mengeluarkan semua racunnya,” kata Nathan sambil nyengir.
“Dui bu qi…” sesal Gisela.
“Udahlah, kami nggak mati kok.”
“MATI?”
“Dui bu qi… Ming Jun Cuma bercanda. Nggak sampai separah itulah, Mei-Mei,” jawab Alex, “aku Cuma muntah tiga kali, kok.”
“Kau kan perut baja,” ejek Michael.
“Memang. Pokoknya Mei-Mei jangan merasa bersalah lagi, deh. Kita kan tahu kau baru coba-coba.”
“Lagipula kami berterimakasih sekali atas niat baikmu. Kalau lain kali mau buatkan kami bekal lagi,” timpal Albert, “hati-hati, ya.”
Akhirnya Gisela sudah tertawa lagi. Michael dan Nathan berbaring terlentang. Kamar jadi berbau minyak angin, sepertinya mereka berempat mengandalkan minyak angin untuk meredakan perut mereka yang shock. Gisela sibuk memperhatikan tim Inggris pegangan Alex berkali-kali mengalahkan tim Brazil pegangan Albert. Albert menggerutu dan Alex tertawa terbahak. Akhirnya bisa lihat Xiang Chen ge begini… selama ini dia jaim banget, sih… Tapi seketika Alex tahu Gisela ada di situ dan tertawa lebih sopan.
“Boleh pinjam?” tanya Gisela, mengulurkan tangannya pada Alex dan Albert.
“Hah? Kau mau main PS?” tanya Alex, heran.
Gisela mengangguk.
“Main Winning Eleven?”
“Of course.”
“Memangnya kau bisa main?” tanya Albert, nggak kalah herannya.
“Cerewet sekali. Ayo, lawan aku.”
Gisela merebut stick yang dipegang Alex, memilih tim Spanyol dan langsung melawan tim Brazil-nya Albert. Ternyata Albert kalah telak oleh timnya Gisela. Tapi sayangnya, sehebat apapun Gisela, dia tidak bisa mengalahkan Alex. Merekapun mengajak Gisela main game-game lainnya. Akhirnya Gisela sibuk main dengan Alex dan sepertinya ketiga cowok lain sudah tertidur. Albert yang bergabung dengan Nathan dan Michael, menimpa mereka dengan posisi tidurnya yang malang melintang. Malahan, dia sudah mulai mendengkur. Tak terasa, waktupun sudah sore.
“Hei, Mei-Mei, hari ini mau latihan mobil lagi, nggak?” tanya Alex.
“Oh ya, boleh juga,” jawab Gisela, sedikit berdeham, berharap dia terdengar cukup jaim.
Keduanya melihat tiga teman mereka masih tidur pulas.
“Perlu nggak kita bangunin mereka dulu?” tanya Gisela.
“Biarkan aja, nanti bangun sendiri.”
“Hah? Tapi kan…”
“Udah, biarin aja.”
Alex menggandeng Gisela keluar kamar. Huaaaah… aku digandeng Xiang Chen ge… asyik… asyik…
*******
Hari ini Alex menginginkan Gisela untuk mencoba menjalankan mobilnya sendiri. Gisela merasa sekujur badannya berkeringat dingin.
“Ayo,” bujuk Alex, “kalau nggak kau nggak akan pernah bisa bawa mobil, lho.”
Gisela memandangnya dengan ngeri. Kali ini Alex tidak tersenyum, tapi melotot padanya, tampak memaksa. Akhirnya Gisela mencobanya. Dia menghidupkan mesin mobil.
“Nah, ingat baik-baik apa yang udah kuajarkan.”
Gisela masuk ke gigi satu dan menginjak pedal gas dengan perlahan.
“Waaah, jalan, jalan!”
Alex tertawa melihat reaksi Gisela yang tampaknya senang sekali. Mendekati tanjakan, Gisela belum juga memperlambat laju mobil.
“Hei… hei… tanjakan, tuh…”
“Apa?”
Gisela menghantam tanjakan begitu saja, membuat Alex terlonjak di tempat duduknya.
“Hei! Sakiiiit! Tulang punggung dan tulang ekorku!”
Alex mengurut-urut tulang punggungnya dan menggerutu tak karuan.
“Dui bu qi… aku nggak liat tanjakannya.”
“Pakai kacamata, gih!”
Gisela tertawa terbahak dan tanpa sengaja menginjak pedal gas terlalu kencang. Mobilpun melaju semakin kencang.
“Mei-Mei, injak rem.”
“Rem?”
“Itu… yang di tengah.”
“Yang mana?”
“ADUH! CEPAT, MEI-MEI! TEMBOK!!!”
“XIANG CHEN GE… GIMANA NIH?”
“REM!!! REM!!!”
Akhirnya, dalam posisi serabutan, ketika mobil nyaris mencium tembok di depan mereka, Alex langsung memindahkan gigi ke posisi nol. Keduanyapun bernapas dengan lega.
“Nyaris deh, nyawa kita melayang… dan mobilmu…” Alex mendesahkan nafas panjang.
Gisela tampak sangat pucat dan tak mampu berkata apa-apa.
“Udah, kita tukaran tempat. Aku yang bawa mobilmu pulang.”
Begitu sampai di rumah HUA XIANG, Gisela masih juga belum pulih dari shock-nya. Alex memasukkan mobil ke garasi dan menyerahkan kuncinya pada Gisela. Alex mengacak-acak rambut Gisela dengan lembut.
“Wajar kok, aku juga begitu waktu pertama kali bawa mobil. Ntar aku temani lagi deh, pokoknya sampai kau bisa.”
Gisela sudah merasa lebih tenang. Setelah itu Alex pulang. Gisela bersiap-siap ke lokasi syuting jam tujuh nanti. Michael sudah menelepon, dia janji akan menjemputnya nanti. Ketiga anggota HUA XIANG masuk ke kamar Gisela.
“Karena lusa nanti kau mau pindah, kami punya hadiah untukmu,” kata Moniq.
Moniq menyerahkan satu kotak besar warna merah dengan pita besar berwarna senada diikatkan di kotak itu. Gisela dengan heran menerimanya.
“Ayo, buka,” bujuk Quiny.
Gisela membuka kotak itu dan menemukan gaun cantik di dalamnya. Gaun berwarna hijau muda itu bermotif sederhana, namun terlihat sangat menarik.
“Mudah-mudahan kau suka. Soalnya jie jie kurang bisa memilih gaun.”
“Wah, gaunnya cantik sekali. Lagipula warnanya juga warna favoritku. Xie xie, jie jie,” kata Gisela, terharu.
Moniq tersenyum puas. Berikutnya Quiny menyerahkan buku kecil kepada Gisela.
“Nah, ini salinan semua resep yang kupunya, udah jie jie buat sesederhana mungkin, supaya kau mudah ingat dan mengerti,” jelas Quiny.
“Sekarang giliran jie jie. Semuanya untukmu, Mei-Mei,” kata Gracia sambil menyerahkan sekotak peralatan make-up artis pada Gisela.
“Kalau ada yang bisa kami bantu, jangan ragu untuk telepon,” ucap Moniq sambil tersenyum.
“Sebenarnya jie jie nggak perlu repot-repot…” kata Gisela sambil tersendat.
“Kami malah kesepian nggak ada kamu disini lagi…” ucap Quiny.
Gisela terharu dan memeluk Moniq.
“Wah, maaf mengganggu adegan haru-haruan.”
Rupanya Michael sudah muncul di depan pintu kamar. Gisela tersenyum dan menghapus air matanya.
“Ayo kita pergi, Mei-Mei.”
“Tunggu sebentar. Aku perlu sedikit ber-make up,” pinta Gisela, “beri aku waktu lima menit.”
“Dan Mei-Mei akan tampil cute seperti biasanya,” tambah Moniq.
Lima menit kemudian Gisela menyusul ke mobilnya Michael. Dia tak tampak habis menangis.
“Mei-Mei, sehabis syuting, mau nggak jalan-jalan denganku?” tanya Michael.
“Oh, Xiao Wei, senang sekali kau mau mengajakku jalan. tapi aku ada janji ketemuan dengan teman chattingku,” jawab Gisela.
“Oh, nggak apa-apa. Next time aja deh.”
Seperti biasa, semua artis menjalankan kesibukan di lokasi syuting. Empat adegan sekaligus akan dirampungkan malam ini. Gisela berharap jam sepuluh nanti bagiannya sudah selesai karena dia udah janji dengan ‘Arthur’. Gisela menyelesaikan adegan pertama dan kedua tanpa NG sekalipun. Tim make-up juga sangat bersyukur karena make-up Gisela tahan lama. Kalau harus syuting di siang hari, Gisela yang tidak tahan panas akan melunturkan semua make-up dalam waktu seperempat jam. Rupanya kulit Gisela bersahabat dengan udara malam. Setelah adegan ketiga selesai, Mr. Dao mengizinkan waktu istirahat. David membawakan minuman untuk Gisela dan segera duduk di sampingnya.
“Semuanya, kurasa kita akan menyelesaikan serial ini lebih cepat daripada jadwal perkiraanku,” kata Mr. Dao, “akting kalian semua sangat memuaskan. Dan Mei-Mei, kau benar-benar tampak seperti artis profesional.”
Semua kru memandang Gisela, tersenyum dan menggumamkan pujian pada Gisela. Wajah Gisela bersemu merah.
“Itu karena aku punya guru akting seperti Ming Jun ge, Xiao Wei dan Moniq jie,” Gisela merendah.
“Tapi aku tahu bakat alamimu adalah terlahir sebagai aktris. Ekspresi dan tingkah lakumu sangat alami. Mudah-mudahan aku punya kesempatan jadi sutradara di salah satu serial yang tokoh utamanya diperankan olehmu nanti.”
“Xie xie…”
Gisela melirik jam tangannya. Jam sepuluh kurang sepuluh menit.
“Ming-Ming ge, Xiao Wei, aku mau pergi sekarang, ya.”
“Mei-Mei mau kemana?” tanya David.
“Ketemuan dengan teman chattingku, Summer Boyz. Kami udah temenan sejak aku di Palembang sampai sekarang.”
“Summer Boyz?” tanya Michael.
Summer Boyz kan… kata Michael dalam hatinya.
“Kenapa? Kau kenal?”
“Ehm… nggak.”
“Yakin nih, nggak mau kami temani?” tanya David.
“Kalian kan masih harus syuting satu adegan lagi. Lagian aku janjian ketemu jam sepuluh.”
“Oke deh, jangan pulang malam-malam ya,” pesan Michael.
“Iya deh. Zai jian…”
Gisela berpamitan dengan Mr. Dao dan kru lainnya sebelum menuju restoran Jepang yang ada di dekat lokasi syuting. Restoran itu lumayan ramai malam ini. Pelayan berkimono menggeser pintu depan yang terbuat dari kayu untuk mempersilahkan Gisela masuk. Gisela memilih meja di pojokan ruangan, tempat favoritnya setiap kali makan di restoran. Suasana restoran didekorasi seperti rumah-rumah Jepang, duduknyapun lesehan di lantai dengan meja yang rendah. Pelayan berkimono lainnya menyerahkan buku menu kepada Gisela.
“Mau makan apa, xiao jie? (nona?)” tanyanya dengan suara yang halus.
Gisela melihat daftar makanan dengan bernafsu. Waduh… enak semua nih… wah, ada sake… Tiba-tiba wajah Nathan terlintas di benaknya. Hii… kalau aku makan semua ini, aku bakal disiksa Ming Jun ge besok…
“Ehm… nanti aja. Aku menunggu temanku.”
“Bagaimana dengan minumannya?”
“Es jeruk nipis bolehlah. Yang asam, ya.”
“Boleh tahu yang mana teman Anda? Kalau beliau datang, kami akan mengantarnya,” kata si pelayan sambil mencatat pesanan Gisela.
“Namanya Arthur,” jelas Gisela.
“Baiklah. Tunggu sebentar, xiao jie.”
Lima menit kemudian es jeruk nipis Gisela diantarkan. Gisela melihat keadaan sekitarnya. Ada satu meja di dekat jendela, ada empat cewek yang sedang makan shabu-shabu dan ngobrol dengan heboh. Aku kangen sama Viona, Cat dan Lydia… kapan ya, aku bisa pulang ke Palembang? Mereka kangen nggak ya, sama aku? Dan… mereka udah dengar tentang karirku belum, ya? Tiba-tiba Gisela menoleh ke pintu yang bergeser. Gisela sesaat mengira ‘Arthur’ sudah datang, tapi yang muncul malah…
“Xiang Chen ge!?”
Alex yang Cuma mengenakan topi baseball putih untuk menyamarkan penampilannya langsung berjalan cepat ke Gisela dengan panik. Cewek-cewek itu berhenti mengoceh, berusaha melihat wajah Alex dengan jelas. Bahkan beberapa pengunjung lain juga curiga cowok bertopi ini sungguh-sungguh Alex Zhou Xiang Chen, personil LI LIANG yang beken. Alex duduk membelakangi mereka semua, berseberangan dengan Gisela.
“Mei-Mei, jangan teriak, dong!” hardik Alex, belum melepas topinya, tapi mendongak menatap Gisela.
“So… soalnya aku terkejut. Ngapain Xiang Chen ge datang ke sini?”
“Makan. Memangnya nggak boleh?”
“Lho? Kok pilih restoran yang jauh dari rumah?”
“Memangnya nggak boleh?”
Gisela merasa Alex jadi menyebalkan.
“Bukan, kok. Aku mau ketemu sama seseorang. Kau sendiri, ngapain ke sini? Mana Xiao Wei dan Ming-Ming?”
“Mereka masih syuting. Kok kebetulan? Aku juga mau ketemu sama seseorang.”
“Kau mau ketemu sama siapa?”
“Arthur, teman chattingku.”
Alex tersenyum manis sekali.
“Halo Ela, apa kabar?”
“Hah?”
“Kuulangi. Halo Ela, apa kabar? Aku Arthur Alex Zhou Xiang Chen. Senang ketemu denganmu, Snowy Flower.”
“A…APA!?”
“Stt… jangan teriak!”
Alex menutup mulut Gisela. Beberapa pengunjung kembali menoleh dengan penasaran.
“Ke… kenapa bisa Xiang Chen ge? Darimana ge ge tahu Ela itu aku?”
“Arthur itu nama yang sering kupakai waktu main game. Waktu itu aku lihat Xiao Wei chatting denganmu. Dia bilang Snowy Flower itu kamu.”
“Jadi Xiao Wei udah tahu? Ge ge juga udah tahu?”
“Yah, aku suruh Xiao Wei tutup mulut. Aku mau memberimu surprise.”
“Tapi… aku nggak percaya…”
Gisela mengingat-ingat hal-hal apa saja yang pernah dibicarakannya dengan Alex sebagai Arthur.
Snowy*Flower> Ha… ha… of course I’m lying! You know, my favorite boy band… yes… I think you know them, too…
-SummerBoyz-> Shi shei? (siapa?)
Snowy*Flower> Taiwanese boy band… LI LIANG
-SummerBoyz-> Oh, of course I know… ta men zhen me, la? (mereka kenapa?”)
Snowy*Flower> They will held concert in Jakarta, you know, capital city of Indonesia in next week… wo yi ding yao qu kan ta men de biao yan (aku pasti akan pergi menonton pertunjukan mereka)
-SummerBoyz-> Hm… I guess you really like them… gao shu wo, wei shen me ni xi huan ta men ne? (beritahu aku, kenapa kau suka mereka?)
Snowy*Flower> Coz their voices are good! Hell, I love their acting, too! They not just handsome, but they are multi talented
-SummerBoyz-> They become Taiwanese girl’s idol, you know? Wo ting ta men de xing wen mei yi tian… hen fan, le… (aku dengar berita mereka tiap hari, bosan nih) (le-adalah semacam logat mandarin orang-orang Taiwan-red)
Snowy*Flower> But I want to hear about they everyday!
-SummerBoyz-> Yeah, coz you are their fans… bu yao wang ji, wo shi nan de, le… na… ni zui xi huan de na yi ge, ne? (jangan lupa, aku kan cowok, nah, siapa yang paling kau suka?)
Snowy*Flower> Of course Alex Zhou!!!
Snowy*Flower> Arthur… wei… ni hai zai, ma? (apa kau masih disana?)
-SummerBoyz-> Oh… I was from toilet… sorry for the late reply… hm, he is good, I think…
Snowy*Flower> Only good? Wo xiang ta shi zhen de hen cool… (kupikir dia sangat cool…)
Hah? Mati aku… aku udah mengaku padanya, aku fans dia! Mati, deh… kali ini mati beneran. Dia… pasti kirain aku agresif dan persahabatan kita…
“Seperti apapun kamu, aku tahu aku akan makin akrab denganmu,” kata Alex, “mudah-mudahan kau nggak kecewa karena Arthur sebenarnya adalah aku.”
Gisela tidak percaya pada apa yang baru didengarnya.
“Aku… aku mana mungkin kecewa!” ucap Gisela cepat.
“Syukurlah… aku senang Ela ternyata kau, Mei-Mei. Aku senang ternyata tempat curhatku sebagai Arthur selama ini adalah Mei-Mei yang selalu ada di dekat Xiang Chen.”
Gisela tersenyum, begitu lega, andaipun bisa, dia ingin memeluk Alex saat itu juga. Sepertinya dia nggak ingat pembicaraan kami sampai mendetail… yang pasti, dia nggak boleh tau perasaanku…
“Lapar, nih. Pesan makanan, yuk. Kayaknya enak semua, nih.”
“Tapi… aku takut disiksa Ming Jun ge nih, besok.”
“Aku coba bujuk dia sedikit, deh. Kan kau sahabatku, Mei-Mei.”
Alex mengacak-acak rambut Gisela dan keduanya menghabiskan malam dengan memesan banyak makanan dan minum sedikit sake. Mereka juga mengobrol dengan seru dan Gisela baru sekali ini merasa bahasa Mandarinnya benar-benar lancar. Alex mengantarnya pulang dengan motor malamnya.
No comments:
Post a Comment