Welcome Here ^0^v

You can read; and then please kindly leave comment(s) so I could improve;
But don't try to STEAL a part or whole part of all post WITHOUT a proper CREDIT; you'll know the risk if you still do it;
Intro: I'm a hyper Cloudsomnia, Jung Heechul IS MINE, OFFICIAL WIFE OF KIM JONGWOON, GO is the OWNER OF MY HEART, definitely a Lively E.L.F and also a multi-fandom: ELF, ZE:A's, Triple S, A+, VIP; I'm a unique, weird and super delusional girl;
Just add my Facebook account: maymugungponks; and follow my Twitter: (hidden for some reason);
But be careful~~ I'm not as easy as you think I might be~

Tuesday, 31 January 2012

My Death Angel chapter 1

Special Story for Kyuhyun's Birthday


My Death Angel
Chapter 1

Hwang Minra baru saja pulang dari kampusnya. Dia menggerutu sambil berjalan kaki pulang. Tadinya dia tidak pernah berniat untuk mengambil mata kuliah di malam hari, tapi berhubung ada perubahan jam kerjanya di café Handel & Gretel yang tadinya Jumat-Sabtu-Minggu malam menjadi pagi, sedangkan di pagi hari Jumat, Minra harus mengikuti mata kuliah yang penting, dia terpaksa mengambilnya di malam hari. Jujur saja, baginya bekerja di café itu dan kuliah sama pentingnya. Wajar saja, Minra hidup sendirian di Seoul setelah memperoleh beasiswa di jurusan arsitektur Seoul University. Tadinya Minra dan keluarganya hidup di pulau Jeju, tapi setelah mendapatkan beasiswa ini, Minra tidak ragu lagi berkelana di ibukota Negara Korea ini. Segalanya terasa lancar pada awalnya, tak lama setelah Minra hidup di Seoul, dia bekerja di café Handel & Gretel (yang memberinya pendapatan lumayan), juga memperoleh nilai kuliah yang baik pada tahun pertama dan keduanya di Seoul. Tapi segala kelancaran itu terhenti di awal tahun ketiganya berkuliah… atau tepatnya, sejak empat bulan yang lalu. Ya… sejak empat bulan yang lalu, hingga sekarang.

Minra merapatkan jaketnya, menggerutu karena cuaca yang masih juga dingin di Seoul. Seketika pandangannya terhenti pada sosok hitam yang duduk di atas atap sebuah bus station. Sosok hitam bersayap. Sudah tidak ada lagi perasaan merinding saat Minra melihat sosok itu, yang tersisa hanyalah rasa benci luar biasa. Tidak pernah ada kejadian baik setiap Minra bertemu dengannya. Dan pastilah juga begitu sekarang. Sosok itu membaca sesuatu di buku hitamnya dan ketika dia tidak lagi membacanya, buku itu menghilang dengan sendirinya. Sebagai ganti buku itu, muncul sebuah tombak panjang bermatakan bulan sabit perak di tangannya. Minra gemetar dan mundur selangkah saat melihatnya terbang ke tengah jalan, berdiri tegak di atas sebuah bus yang melaju kencang… seakan sosoknya tidak tergoyahkan oleh desiran angin dan kecepatan bus itu… Minra ingin berteriak, tapi tak ada teriakan yang keluar dari kerongkongannya… ketika sosok itu mengayunkan tombaknya, bus itu seakan kehilangan keseimbangan dan melaju menuju bus station yang penuh orang. Seakan melihat sebuah film diputar, Minra melihat orang-orang berlari dari bus station itu… yang ternyata sedetik kemudian… bus itu menabrak bus station. Minra mendengar teriakan memilukan menusuk telinganya, dia terjatuh lemas di tempatnya berdiri sekarang, kini jatuh berlutut… melihat sosok hitam itu melambaikan tangannya dan membiarkan roh-roh putih transparan memasuki sebuah lubang hitam di langit. Tapi tidak ada yang memperhatikan apa yang Minra lihat, atau kenapa Minra menangis, karena mereka sibuk mengerumuni tempat terjadinya kecelakaan… sosok-sosok berdarah yang sudah tidak bernyawa lagi itu… tangisan… teriakan… Minra memandang sosok hitam itu dengan kebencian yang bahkan tidak pernah dia rasakan terhadap apapun yang ada di dunia ini… Seakan sosok itu tau dia sedang diperhatikan Minra, dia terbang dan berhenti di depan Minra.

“Kau… kenapa… kau… melakukan itu?” tanya Minra, suaranya bergetar penuh kebencian dan ketakutan.
“Ini tugasku,” jawabnya singkat.
“KENAPA AKU HARUS BISA MELIHATMU MELAKUKAN PERBUATAN SEPERTI ITU? KENAPA KEMANAPUN AKU PERGI, AKU HARUS BERTEMU DENGANMU?”
“Aku tidak tau.”
“Pergilah… PERGILAH!”

Dan sosok hitam itu menghilang dalam sekejap dari pandangan Minra yang masih tidak sanggup berdiri dari keterpurukannya… dia menyesali nasibnya… mempertanyakan KENAPA dia harus melihat sosok itu… kurang lebih empat bulan yang lalu adalah pertemuan pertama mereka…

***

Minra baru saja menyelesaikan shift malamnya di Handel & Gretel dan berjalan kelelahan menuju stasiun MRT terdekat. Minra berpapasan dengan banyak orang yang berjalan searah maupun berlawanan arah dengannya. Yang menarik perhatian Minra adalah keluarga kecil yang terdiri dari empat orang; sepasang suami istri dengan sepasang anak mereka yang usia mereka tidak lebih dari 10 tahun, yang berjalan berlawanan arah dengannya. Suara tawa ceria mereka terdengar jelas di tengah kasak-kusuk orang-orang. Otomatis, senyum terukir di wajah Minra, tertular keceriaan mereka. Tapi Minra seketika tersentak. Mata Minra terpaku pada sesosok pria yang berjalan di belakang rombongan mereka. Pria itu memiliki rambut hitam yang tebal, bola mata yang juga hitam kelam, kontras dengan kulit wajahnya yang putih cemerlang, memakai kemeja lengan panjang berwarna hitam, membawa tombak bulan sabit perak dan… bersayap hitam. Minra mengedipkan matanya, berharap dia salah lihat, ataupun berharap pria itu adalah peserta pesta kostum. Minra berusaha memperhatikan sekitarnya, tapi rasanya tidak ada seorangpun yang peduli pada sosok aneh pria itu, bahkan keluarga itu tidak merasa risih pria itu berjalan begitu dekat di belakang mereka. Pandangan Minra bertemu dengan bola mata hitam kelam pria itu, dan untuk pertama kalinya di dunia ini, Minra merasa pandangan pria itu begitu dingin, misterius dan… membunuh. Minra mulai menghentikan langkahnya, tubuhnya gemetar dari atas sampai ke bawah… keluarga bahagia itu berjalan semakin dekat… pria itu melambaikan tongkatnya seakan menusuk si kepala keluarga…

“Aaaaaaah!” teriak Minra.

Tidak ada darah… hanya saja… kepala keluarga itu tiba-tiba terjatuh berlutut sambil mencengkeram kepalanya, seolah kepalanya menderita sakit yang teramat sangat. Banyak orang menghampiri keluarga itu untuk menolong sang kepala keluarga, tapi tidak lama setelah itu sang kepala keluarga terbujur di pangkuan istrinya dengan wajah sepucat kertas. Mata Minra terbelalak melihat sosok putih transparan yang jelas adalah sang kepala keluarga berdiri di sebelah si pria berpakaian hitam. Ketika untuk kedua kalinya si pria melambaikan tombaknya, muncul lubang hitam di langit dan sosok si kepala keluarga melayang menuju lubang itu yang segera menutup. Melihat si pria misterius berjalan menjauh, Minra berusaha mengumpulkan keberaniannya, berdiri dan mengejar sosoknya. Rasanya sosok itu berjalan cepat sekali, Minra melalui banyak lorong kecil dan mengira sudah kehilangan sosoknya ketika akhirnya dia melihat punggungnya di ujung lorong buntu yang gelap.

“Kau… siapa? Kenapa kau membunuh?” tanya Minra, suaranya bergetar.
“Aku tidak membunuh. Aku hanya menjemput jiwanya yang sudah seharusnya pergi saat itu,” jawabnya dengan suara yang dingin dan tenang.

Pria itu berbalik menghadap Minra dan maju selangkah mendekati Minra. Kini Minra bisa melihat dengan jelas wajah pria itu… terlalu tampan… sekaligus terlalu dingin… makhluk apakah dia ini?

“Apa maksudmu dengan menjemput?”
“Aku sedikit penasaran… hanya satu dari seratus manusia yang bisa melihat sosok seperti kami ini. Apakah kau adalah manusia special itu?”
“Aku tidak special.”
“Dari sosokmu, memang terlihat tidak special,” tukas si pria.

Minra merasa panas. Apa makhluk aneh di depannya ini sedang mengajaknya bertengkar?

“Siapa kau ini?” tanya Minra sekali lagi.
“Menjemput jiwa yang seharusnya menuju tempat peristirahatan terakhirnya. Itulah tugasku,” jawabnya lagi, masih setenang sebelumnya.
“Kau… malaikat… pencabut nyawa?”
“Death Angel… kami-kami ini.”
“Kami-kami… kalian… ada banyak?”
“Tentu saja. Tidak mungkin kan aku sendirian saja bekerja menjemput jiwa-jiwa di dunia ini. Aku hanya bertugas di daerah tertentu.”
“Kenapa… aku harus melihatmu? Kau bilang… tidak semua manusia bisa melihat… yang sejenis kalian?”
“Aku tidak tau soal itu. Tapi kurasa kau akan sering melihatku setelah ini,” ujar si Death Angel, “aku cukup sibuk dan sering berkeliaran.”
“Tidak… aku tidak ingin melihatmu! Kau makhluk hina yang menghancurkan kebahagiaan orang!” jerit Minra.

Death Angel itu memicingkan matanya.

“Kau tidak mengerti. Tidak ada sesosok makhlukpun yang bisa menghindari kematiannya…” wanti Death Angel, “tidak ada… dan aku hanya melaksanakan apa yang sudah tertulis.”
“Aku membencimu, Death Angel,” jerit Minra.
“Dan aku tidak berharap kau mencintaiku, Hwang Minra.”

***

“Apa kau yakin kau bisa menggantikan kami menjaganya?” tanya Jongjin.

Minra mengangguk mantap, “hanya kalau kalian cukup mempercayaiku, oppa.”

“Hmm… baiklah, merepotkanmu, Minra. Kami hanya akan merepotkanmu malam ini saja,” ujar Jongwoon, “kau bisa tutup cafenya jam 11 nanti.”
“Siap, oppa.”
“Kalau begitu kami pergi dulu. Gomawo, Minra.”
“Sampai bertemu besok, oppa.”

Minra melambai pada sosok Jongwoon dan Jongjin yang keluar dari café. Biasanya café ini dijaga mereka berdua bersama orangtua mereka, tapi hari ini, Minra menggantikan mereka berempat. Ayah dan ibu kedua bersaudara itu sekarang sedang berlibur di kampung halaman mereka, sedangkan Jongjin dan Jongwoon harus pergi menonton drama musical sahabat terdekat mereka, Kim Ryeowook, malam ini. Tentu saja Minra tidak keberatan menjaga café ini karena toh dia tidak sendirian. Sepuluh pelayan yang berkeliaran cukup bisa membantu kesibukannya mengatasi ledakan pengunjung. Café ini tidak pernah sepi karena selain factor pemilik (baca: Jongwoon dan Jongjin) yang tampan dan bisa menarik perhatian para gadis, juga harga murah dan menu yang lezat yang bisa dipilih para konsumen. Tiba-tiba saja, ketika Minra sedang memperhatikan kondisi café dari balik mesin kasirnya, sekelebat bayangan si Death Angel muncul di pikirannya.

“Kenapa aku jadi memikirkannya?” gerutu Minra.

Sudah seminggu lebih Minra tidak melihatnya, padahal dulunya setiap setidaknya dua hari sekali, Minra bisa melihatnya, atau kalau dia sedang benar-benar sial, sehari bahkan bisa bertemu dua-tiga kali.

“Padahal katanya dia sibuk… ah, biarkan saja. Itu tandanya tidak ada yang mati di sekitarku dan aku bersyukur karenanya.”

Lamunan Minra terpecah ketika sesosok gadis berdiri di hadapannya. Sosoknya menjulang tinggi di hadapan Minra, dan dia cantik.

“Aku ingin bertemu dengan Jongwoon,” ucapnya, suaranya tidak terdengar ramah.
“Permisi, dengan siapakah aku bicara? Jongwoon oppa saat ini tidak di café.”
“Kemana dia pergi?”
“Maaf, oppa memintaku untuk tidak memberitau siapapun dimana dia sekarang. Tapi jika Anda meninggalkan pesan, akan kusampaikan padanya besok.”
“Kau memanggilnya oppa? Kau… apa hubunganmu dengannya?” tanya si gadis cantik.
“Oh Agassi, jangan salah paham. Aku hanya bekerja cukup lama disini, kami tidak memiliki hubungan apa-apa.”
“Kau… Hwang Minra, kan?” tanyanya lagi.
“Ah… eh? Ya…” jawab Minra gagap, “itu… benar, aku.”

Minra memperhatikan, kini tidak hanya suara si gadis yang tidak ramah, ekspresinya juga… Minra heran, apa salahnya sebenarnya?

“Aku benci kau, Minra,” ujarnya dingin.

Minra kaget, tapi lebih kaget lagi ketika tiba-tiba sosok Death Angel muncul di balik punggung gadis itu, mengayunkan tombaknya dengan wajahnya yang datar dan dingin. Minra belum sempat terpekik ketika seorang gadis lain tiba-tiba menerobos masuk café dan menabrak punggung gadis di hadapan Minra…

“Aaaaaaah!” teriak si gadis jangkung.

Gadis di hadapan Minra langsung ambruk ke meja kasir, sedangkan Minra bisa melihat gadis yang menabrak gadis jangkung tadi kini memegang pisau yang berlumuran darah…

“Akhirnya kau mati juga, Kim Naseul… aku… sudah lama ingin melakukan ini padamu… dan akhirnya aku melihat kau bersimbah darah juga… pasti rasanya menyenangkan, iya kan? Hahaha…” tawa si gadis, histeris.

Melihat darah yang menetes dan bau anyir yang menyeruak di indra penciuman Minra, sosok tertawa si gadis pembunuh menjadi kabur di hadapan Minra, dia merasa badannya lemas dan dia pasti akan jatuh ke lantai café yang keras… tapi wajah terakhir yang dilihatnya adalah wajah si Death Angel yang begitu dekat dengannya, dan Minra tidak merasakan kerasnya lantai café…

***

Sunday, 29 January 2012

Teaser Cover The X Life Story 2 (1)


Title: The X Life Story 2
Cast: Lee Donghae, Yesung, Kim Kibum, Kim Ryeowook, Jung Heechul, Cho Kyuhyun, Key, Lee Taemin
From: Super Junior, ZE:A, SHINee
Genre: NC 21

Please looking forward to it :)

Saturday, 28 January 2012

Just In The Right Time chapter 1


Just In The Right Time
Chapter 1

Warning: Genre of this story is NC 21 & THREESOME. Don’t read if you’re not interested in such genre. Thank you.

Just In The Right Time

Prolog
Jang Subin tidak akan sanggup bercinta dengan Eunhyuk. Dia terlalu polos, dia masih perawan, dia sangat percaya bahwa berhubungan seks harus dilakukan dengan orang yang dicintainya. Lalu, kalau dia punya kesempatan untuk bercinta dengan Yesung dan Ryeowook… apakah dia akan melewatkan kesempatan ini? Hei, bayangkan, dengan YeWook, dua pria paling menakjubkan yang bisa ditemuinya!

***

“Apa kau yakin kau ingin masuk sini?” tanya Kim eonni.

Seorang yeoja yang berumur sekitar 31 tahun memandangi Jang Subin dari atas sampai ke bawah. Subin terlihat seperti yeoja yang lugu, matanya bulat dengan bibir dan hidung yang imut, juga pipinya yang agak chubby. Dengan tinggi badan yang hanya 157 cm dan usianya yang baru 19 tahun membuat yeoja yang bermarga Kim, yang tengah memandanginya, menjadi makin yakin Subin masih sangat lugu dan tidak akan cocok dengan pekerjaan ini.

“Aku yakin,” jawab Subin mantap.
“Kenapa kau ingin melakukan ini?” tanya Kim eonni lagi.
“Bukankah aku memiliki hak untuk merahasiakannya?”

Bahkan suara Subin terdengar imut. Kim menghela nafas panjang.

“Jadi, kau masih perawan?” Kim eonni masih terus bertanya.
“Ne.”
“Baiklah kalau begitu, aku akan menemukan klien yang pantas untukmu secepatnya dan kau jangan khawatir, tentu bayarannya akan sesuai.”
“Aku percaya pada eonni.”

Subin meninggalkan nomor ponselnya dan bergerak keluar ruangan kecil yang berpenerangan sedikit itu. Tapi sesungguhnya sama saja, seluruh gedung yang dia masuki ini memang berpenerangan sedikit, mulai dari depan sampai ke ruangan-ruangan kecilnya. Sesungguhnya gedung ini adalah apartemen enam lantai yang tiap lantainya ada tiga kamar yang ukurannya kecil. Tentu saja ini bukan apartemen biasa… ini adalah rumah bordir. Sepanjang Subin berjalan di lorongnya, terdengar desahan dan erangan yang membuat bulu kuduk Subin berdiri. Tapi kenapa dia memilih jalan ini?

“Hai, anak baru ya?” sapa seorang yeoja manis yang tengah menyeruput sesuatu yang mengepul dari cangkir kertas.

Subin sudah keluar apartemen, merapatkan topi dan syalnya menghadapi musim dingin kota Seoul yang meskipun hingga hari ini belum ada salju yang menetes, udaranya sudah dingin menusuk. Subin menolehkan wajah imutnya untuk memandangi yeoja yang baru saja mengajaknya bicara. Ditanya seperti itu, Subin yakin yeoja ini adalah sunbae-nya.

“Ehm… ya…”
“Kenalkan, kalau begitu. Aku Sena. Lee Sena.”

Subin menyambut uluran tangan Sena. Dalam hati, Subin berpikir… Sena… rupanya juga memilih jalan yang seperti pilihannya.

“Mau mengobrol sekalian menemaniku makan ramen? Aku lapar sekali dan teman-temanku semua sedang di-booking.”

Merasa perlu menyesuaikan diri dengan lingkungan barunya, Subin tidak menolak ajakan Sena. Keduanya berjalan cukup santai menuju kedai ramen tidak jauh dari sebuah stasiun MRT. Tidak lama kemudian, ramen pesanan mereka datang dan Subin menemukan dirinya menikmati obrolannya bersama Sena. Entah kenapa Subin merasa cepat akrab dengan Sena, apakah karena Sena mempunyai magnet atau Subin merasa senasib dengan Sena?

“Boleh aku tau, kenapa kau pilih jalan ini?” tanya Sena setelah menelan ramennya.
“Kalau tidak keberatan, kau duluan yang memberitau aku?” Subin balik bertanya.
“Hmm… tentu saja. Aku memilih jalan ini karena aku sudah terbiasa. Eomma-ku sudah bercerai dengan appa dari umurku 8 tahun, dan untuk menghidupiku, eomma memilih jalan yang seperti kita ini. Aku terbiasa melihat eomma membawa pulang ahjussi-ahjussi yang kaya raya, dan aku melihat eomma menikmati itu. Lagipula, apa kau tau? Eomma hanya memberiku uang seperlunya, sisa uangnya dia pakai sendiri untuk membuat dirinya senang, dia sangat materialistis. Dan aku akhirnya memilih seperti ini karena aku butuh uang lebih banyak. Itu saja.”

Tidak sama… Subin tau motif Sena memilih menjadi pelacur tidak sama dengannya.

“Sudah berapa lama kau begini, Sena?” tanya Subin penasaran.
“Empat tahun. Aku mengawalinya dari umur 16. Nah, sekarang kau yang cerita.”
“Yah… aku… eomma dan appa-ku setiap hari bertengkar. Mereka sama sekali tidak peduli padaku. Aku benci berada di rumah dan mendengar pertengakaran mereka. Aku ingin mereka menyesal karena tidak pernah memperhatikanku,” ucap Subin, terdengar nada marah dalam ucapannya.
“Tapi bukan kau yang akan menyesal nantinya, kan?”
“Tentu saja tidak. Aku sudah yakin.”
“Kau masih perawan?”
“Ne.”
“Kau tau… aku memulainya juga saat aku masih perawan. Dan Kim eonnie membayarku sangat tinggi untuk kali pertama itu,” ujar Sena, “kurasa kau juga nantinya.”

Subin terdiam. Sesungguhnya dia cukup takut memulai jalan ini, tapi… dia membenci orangtuanya. Hanya inilah motifnya sebenarnya.

“Kau perlu belajar banyak. Aku akan mengajarimu.”
“Mengajariku?” tanya Subin dengan dahi berkerut.

***

Subin pulang ke apartemennya yang ternyata kosong malam itu. Setidaknya Subin jauh lebih merasa lega tidak perlu mendengar pertengkaran orangtuanya ketimbang khawatir kemana perginya mereka sebenarnya. Tanpa melakukan apapun lagi, Subin langsung masuk ke kamarnya. Dia melemparkan tas selempangnya setelah mengambil sebuah flashdisk berwarna cokelat dari dalamnya, lalu menyalakan laptopnya untuk melihat isi flashdisk yang sebenarnya kepunyaan Sena itu. Pikirannya melayang ke kejadian satu jam yang lalu saat dia menemani Sena shopping.

“Ini dia. Seperti yang aku janjikan, aku akan mengajarimu, benar kan?”
“Flash… disk? Memangnya apa hubungannya dengan mengajariku? Kau akan membiarkanku menonton film blue?”
“Hahaha… tentu bukan film blue murahan. Nanti saja, pokoknya kau nonton saja baik-baik.”

Subin dibuat penasaran oleh Sena. Sudah seminggu keduanya bersahabat dan sampai saat ini juga, Subin belum mendapatkan klien. Subin sedikit lega sebenarnya, karena sekali lagi, dia belum punya persiapan mental dan pengalaman yang cukup. Subin mem-play salah satu video yang bernama 044. Yang pertama terlihat oleh Subin adalah pemandangan sebuah kamar… kamar hotel sepertinya, tepatnya pemandangan ranjang king size. Sesuatu yang digunakan untuk membuat rekaman ini diletakkan di meja di samping ranjang. Subin sempat termenung beberapa saat sebelum lamunannya dibuyarkan oleh suara pintu yang dibuka dan menutup yang berasal dari rekaman itu. Terdengar percakapan yang tidak cukup jelas karena sepertinya keduanya berbisik. Subin mendekati wajahnya memandangi rekaman video itu. Tidak lama kemudian Subin bisa melihat siapa yang tadinya berbicara, ternyata adalah seorang namja dan yeoja, dan mereka sekarang tidak sedang mengobrol, tapi sedang berciuman sambil berpelukan mesra.

“Astaga, itu Sena!” jerit tertahan Subin keluar dari mulutnya.

Subin masih penasaran dan mengikuti alur rekaman video itu. Si namja pirang mendorong tubuh Sena hingga jatuh ke ranjang tanpa melepas ciuman mereka. Subin bahkan bisa melihat saliva yang menetes di sekitar bibir mereka, dan Sena mengalungkan tangannya ke leher si namja, menekan sang namja agar semakin menempel padanya. Sekarang Subin bisa mendengar suara kecupan keduanya juga. Si namja menghentikan ciuman panas mereka, lalu menjilati tulang rahang Sena yang tirus, turun terus hingga ke leher Sena. Disana si namja menggigit dan menghisap kulit Sena sehingga nampaklah bercak kemerahan di leher Sena. Sena menjenjangkan lehernya sambil menekan kepala si namja, matanya terpejam sepertinya menikmati perlakuan si namja. Sambil terus membuat kissmark di leher Sena, si namja melucuti tank top Sena dan melempar tank top itu ke seberang ruangan, diikuti oleh kaosnya sendiri yang melayang. Subin merasa jantungnya mulai berdebar sekarang. Tubuh namja itu putih mulus, namun terlihat jelas otot-otot tangannya yang kekar. Si namja kini menyerang payudara Sena yang terbungkus bra, menjilati daging payudara Sena yang sintal. Sena bergerak kesana-kemari, baik tubuh dan kepalanya merespon setiap sentuhan si namja. Setelah sekian lama menjilati daging payudara itu, si namja akhirnya melepaskan bra oranye Sena. Subin yang menonton merasa wajahnya sendiri panas melihat Sena half naked, tubuh Sena seksi juga rupanya. Si namja kini menyerang payudara kanan Sena dengan wajahnya, sementara dengan jari telunjuk tangannya, si namja mengusap nipple Sena.

“Ehm… ahhh… Hyukie ah…” desah Sena, membuat bulu kuduk Subin berdiri.

Ketika namja yang dipanggil Sena dengan sebutan Hyukie itu berpindah untuk memanjakan payudara Sena yang terlihat lebih dekat dengan kamera, Subin baru tau bahwa Hyukie dari tadi menggigiti nipple Sena. Perlahan tapi pasti, kecupan basah dari bibir Hyukie turun ke perut datar Sena, dia menggoda pusar Sena dengan menjilatinya sementara tangannya membuka rok pendek Sena. Berhasil membuka rok Sena, Hyukie juga membuka underwear cokelat Sena dan membuangnya sembarangan saja. Ada sedikit bulu halus yang tumbuh di sekitar vagina Sena, dan kini Subin merasa suhu kamarnya naik begitu saja menyaksikan adegan ini. Hyukie kini mengarahkan wajahnya ke vagina Sena dan Subin yakin Hyukie menjilati dan menghisap vagina Sena itu. Desahan yang keluar dari mulut Sena makin intens, dia meremas payudaranya sendiri sambil terus memejamkan matanya. Semakin Sena menjepit selangkangannya, semakin Hyukie mendorong wajahnya menempel ke vagina Sena seolah ingin melahapnya. Sena berteriak panjang setelah beberapa saat dan Hyukie menarik wajahnya dari sana akhirnya. Hyukie menggunakan jari-jarinya untuk membuka celana panjangnya sendiri beserta underwear-nya, dan Subin kaget, untuk pertama kalinya, melihat junior seorang namja. Subin terlebih kaget melihat ukuran junior namja yang ternyata sangat besar dan panjang. Junior Hyukie mengacung keras, seolah siap bertempur. Hyukie menggunakan jarinya untuk mengusap vagina Sena, lalu Subin melihat jari itu penuh dengan cairan yang sepertinya lengket dan berwarna bening. Hyukie mengusap juniornya sendiri dengan cairan itu hingga mengkilap, lalu meratakan sisanya di vagina Sena.

“Sena, biarkan aku menikmatimu dulu. Kau bisa menikmatiku setelah ini, oke?” kata Hyukie, dan suaranya membuat Subin merasa familiar dengannya.
“Terserah oppa…” desah Sena pasrah.

Hyukie meletakkan juniornya di hadapan vagina Sena yang membuka selangkangannya, lalu Hyukie menggesekkannya perlahan. Sena mendesah tidak karuan dan Hyukie berlutut di sekitar kaki Sena. Subin bisa melihat abs dan dada Hyukie yang lebar dan bentuknya menggoda, yang kini membuatnya sadar siapa Hyukie ini.

“Omona! Dia Eunhyuk? Eunhyuk Super Junior? Bagaimana Sena bisa melakukan ini dengannya?”

Eunhyuk mendorong juniornya memasuki vagina Sena dengan sempurna disusul dengan desahan lega keduanya. Eunhyuk menimpa Sena dan mereka berciuman panas lagi sebelum Eunhyuk mulai menggoyangkan pinggulnya. Goyangan itu dimulai dengan lambat, namun lama kelamaan semakin cepat dan disusul dengan teriakan dan racauan yang semakin tidak jelas dari bibir keduanya. Subin melihat junior raksasa Eunhyuk yang keluar-masuk vagina Sena dan dia yakin dia mendengar suara spring bed yang berderit karena permainan mereka yang panas itu. Tak lama sesudahnya, keduanya melenguh bersama, dan Subin juga bisa melihat cairan mengalir dari vagina Sena. Peluh membasahi tubuh keduanya dan mereka bertukar senyum.

“Oppa, sekarang sesuai janjimu… sekarang aku boleh menikmatimu, ya?” tanya Sena.
“Tentu saja, jagiya.”

Sena mendorong Eunhyuk hingga berguling, dan membuat junior Eunhyuk lepas dari vagina Sena. Kini Sena menggerayangi tubuh naked Eunhyuk yang kekar. Diawali dengan ciuman, Sena juga menyerang dan membuat kissmark di leher dan dada Eunhyuk. Dengan ujung lidah, Sena menjilati nipple Eunhyuk yang membuat si namja mendesah tak berhenti. Sena menghadapi junior Eunhyuk yang basah. Sena langsung menggigiti juniornya perlahan, Sena menggigitnya dari arah bawah berkali-kali hingga entah sejak kapan junior itu berdiri mengacung lagi. Eunhyuk mengarahkan bibir Sena mendekati kepala juniornya dan Sena memasukkan junior itu ke mulutnya. Eunhyuk terus mendorong kepala Sena hingga juniornya keluar-masuk mulut Sena dan dia meracau bergairah. Sena juga tampaknya menikmati junior Eunhyuk dan tidak lama kemudian cairan sperma Eunhyuk mengalir keluar dari mulut Sena. Sena menelan cairan itu dan menjilati bibirnya dengan wajah seduktif memandangi Eunhyuk. Eunhyuk mendorong Sena hingga menimpanya, dengan payudara Sena di wajahnya. Tanpa menunggu, Eunhyuk langsung menggigiti payudara dan nipple Sena, membuat Sena mendesah tidak karuan. Mata Subin membulat melihat junior Eunhyuk sudah berdiri lagi sekarang.

“Jagiyaaaa… lakukanlah…” pinta Eunhyuk, suaranya terdengar seksi.

Sena memposisikan vaginanya berada di atas junior Eunhyuk, dia duduk dan mendorong junior Eunhyuk masuk ke tubuhnya. Sena menggerakkan tubuhnya ke atas-ke bawah, Eunhyuk meremas payudara Sena yang bergoyang-goyang di hadapannya. Racauan mereka masih sama tidak jelasnya dan makin keras seiring dengan kecepatan Sena yang naik-turun di atas Eunhyuk. Tak perlu menunggu terlalu lama untuk Subin melihat banjir cairan yang keluar dari tubuh bagian bawah mereka lagi. Sena langsung ambruk di atas tubuh Eunhyuk. Mereka berciuman lagi, bergulat kesana-kemari tanpa melepaskan kontak tubuh mereka dan melanjutkan malam panas mereka…

***

Subin menggerutu mendengar jam wekernya berbunyi. Hari ini dia ada kuliah jam 2 siang, jadi dia bangun jam 10. Biasanya dia akan merasa puas dengan jam tidur yang panjang, tapi hari ini tidak. Gara-gara menonton video Sena, Subin jadi tidak bisa tidur. Adegan percintaan antara Sena dan Eunhyuk menghantuinya setiap dia menutup matanya dan membuatnya kepanasan.

“Apakah… senikmat itu? Kurasa aku perlu tanya Sena nanti,” putus Subin.

Subin juga sama sekali tidak berkonsentrasi terhadap kuliahnya hari itu. Dia tidak habis pikir betapa beruntungnya Sena bisa berhubungan seks dengan seorang idola seperti Eunhyuk. Mau tidak mau, pikiran Subin mengarah ke Super Junior dan… namjanya. Ah bukan, namja-namjanya. Subin menggelengkan kepalanya, merasa dia sudah setengah gila karena pikirannya dipenuhi adegan seperti yang Sena lakukan dengan Eunhyuk, hanya saja pemerannya kini Subin dan namja-namjanya itu.

“Apa aku tanya saja Sena apa aku bisa dikenalkan dengan namjaku… tapi… tapi… aaah, itu mana mungkin…” jerit Subin sambil mengacak-acak rambutnya.

Ponsel Subin berdering dan membawa Subin kembali ke kenyataan. Dia melihat wajah dan nama Lee Sena di layar ponselnya.

“Yoboseyo… MWOYA? Jangan bercanda, Sena! Andwaeeeee… ta… tapi… oh, Sena… aku… baiklah kalau begitu. Aku… akan berusaha… ne…”

Subin menghela nafas panjang dan seketika menyesal menyetujui permintaan Sena tadi. Tapi Subin berusaha tegar… yang dia inginkan hanya balas dendam terhadap orangtuanya dan akhirnya saat itu tiba juga. Subin memutuskan untuk pulang ke apartemennya dan menonton sisa tiga video yang masih ada di flashdisk Sena sebelum jam 9 malam nanti…

***

Subin gugup saat berdiri di depan pintu apartemen Super Junior. Dia yakin dirinya sudah gila untuk menyetujui usul Sena. Di kepalanya terngiang ucapan Sena di telepon tadi.

“Yoboseyo, Subin… aku mau minta tolong. Eunhyuk mem-booking-ku malam ini, tapi berhubung aku sudah berjanji pada tamu lain yang sama pentingnya malam ini, aku tidak bisa membatalkannya. Maukah kau menggantikanku malam ini? Dengar, jangan kaget begitu! Kau akan dibayar mahal! Aku akan mengatakannya pada Eunhyuk oppa dan melaporkannya pada Kim eonni. Tidak… Eunhyuk tidak akan keberatan kurasa, dan aku jamin kau akan mengalami malam paling menakjubkan sepanjang hidupmu. Ya? Mau ya? Jebal, Subin… sebenarnya aku sangat mencintai Eunhyuk, jadi aku hanya rela jika dia menyentuhmu, bukan menyentuh yang lain, karena kau sahabatku… jebal, Subin… ya? Kau mau? Jinjja? Baiklah, gomawo, Subin… aku akan menghubungimu lagi besok… Oh ya, aku akan mengirimkan SMS ke ponselmu yang berisi alamat apartemen mereka dan password yang aku ucapkan supaya mereka tau itu aku, oke?”

Inilah yang membuat Subin gugup. Pertama, dia akan bertamu ke apartemen Super Junior, boyband favoritnya. Kedua, dia akan melakukan itu dengan Eunhyuk. Memang Eunhyuk bukan idola utamanya di Super Junior, tapi tetap saja dia gugup… Dari video yang Subin tonton, permainan Eunhyuk dan Sena selalu hot, dan dia takut dia tidak bisa mengimbangi permainan Sena. Bagaimana kalau Eunhyuk kecewa padanya? Atau… sanggupkah dia melakukan ini tanpa rasa cinta? Tapi terlambat untuk mundur, Subin sudah terlanjur berjanji, dan dia tidak ingin membuat Sena kecewa. Subin menekan bel dan tidak lama dia mendengar ada yang menjawab.

“Nuguseyo?”

Jantung Subin tersentak. Dia tau jelas itu suara siapa… itu suara Yesung, si suara emas Super Junior, sekaligus idolanya di Super Junior, namja yang selama ini ada di pikirannya. Sekarang Subin yakin dia gemetaran walau lorong apartemen sudah cukup hangat.

“For Hyukjae,” jawab Subin singkat.

Tidak lama kemudian Subin mendengar pintu terbuka dan sosok Yesung tampak di hadapannya. Yesung tersenyum bingung.

“Kau bukan Sena-sshi?” tanya Yesung.
“Err… ehm… aku… sahabat Sena. Dia ingin… err…”
“Menggantikannya bertemu dengan Eunhyuk? Tidak biasanya dia begitu. Selama ini selalu dia yang datang sendiri.”
“Err… kalau… Yesung-sshi tidak percaya, bisa menelepon…”
“Oh, ani, aku percaya padamu. Toh kau sudah menyebutkan password-nya,” ujar Yesung ramah, “siapa namamu?”
“Jang Subin.”
“Silakan masuk dan duduk. Eunhyuk belum pulang.”

Subin mengikuti Yesung masuk ke apartemen Super Junior yang hangat.

“Gantungkan saja jaketmu disini,” ujar Yesung sambil menunjuk gantungan jaket yang kosong.
“Ehm… nanti saja, kalau aku sudah merasa hangat.”
“Silakan duduk. Aku tinggal ya.”
“Ne…”

Subin memilih untuk duduk di sofa panjang dan melihat sosok Yesung masuk ke suatu ruangan kecil. Ternyata itu adalah kamar Yesung. Ryeowook sedang bermain-main dengan Kkoming waktu Yesung sudah kembali ke kamar.

“Siapa, hyung?”
“Ooooh… itu. pesanan Eunhyuk. Tapi bukan Sena-sshi yang datang, katanya ini sahabatnya. Dia imut lho.”
“Oh ya? Aku ingin melihatnya.”
“Sekalian saja kau buatkan minuman, Wookie,” pinta Yesung.

Ryeowook keluar kamar dan melihat Subin yang gelisah memandangi apartemen mereka kesana-kemari. Ketika tau Ryeowook memperhatikannya, Subin tersentak kaget dan nafasnya memburu. Ryeowook adalah namja kedua yang wajahnya berkeliaran di pikirannya. Dia sudah cukup lama menyukai Ryeowook.

“Anyeong. Naneun Kim Ryeowook imnida.”
“Naneun… Jang Subin imnida.”
“Subin-sshi boleh membaca majalah yang kami simpan di lemari sana, anggap saja rumah sendiri sambil menunggu Hyukie hyung pulang. Subin-sshi ingin minum apa?”
“Err… apa saja boleh.”

Ryeowook ke dapur dan membuatkan secangkir teh manis hangat untuk Subin. Dia sempat melirik Subin yang sibuk membaca majalah sejenak sebelum masuk ke kamar Yesung lagi. Hampir satu jam sudah Subin menunggu Eunhyuk yang tidak kunjung pulang, jam sudah menunjukkan hampir setengah sepuluh malam. Apartemen Super Junior tampak sepi, YeWook couple tidak keluar lagi dari kamar selama itu. Lama-lama Subin merasa gerah. Sebenarnya dari tadi dia tidak mau melepas jaketnya karena pakaiannya yang agak seksi. Tapi… karena dia yakin YeWook tidak akan keluar kamar, akhirnya Subin melepas jaketnya dan menggantungnya di tempat yang ditunjuk Yesung tadi. Subin merapikan cara duduknya dan kembali membaca majalah yang baru separuh dibacanya tadi. Setengah jam lagi berlalu, belum ada kabar Eunhyuk pulang. Subin mengirimkan SMS pada Sena tapi tidak ada balasan, mungkin Sena sedang sibuk. Subin menguap sekali. Biasanya dia tidak akan gampang mengantuk, tapi suasana apartemen yang sepi ditambah suhunya yang hangat membuat Subin perlahan lupa sebenarnya apa tujuannya kesini. Subin menguap lagi… lagi dan lagi…

“Wah, sudah hampir jam setengah sebelas rupanya,” ucap Ryeowook yang kaget saat melihat jam dinding.
“Wookie, kau tidak usah pulang, kau tidur disini saja ya,” pinta Yesung manja.
“Boleh juga hyung, sekalian menemani hyung.”
“Wookie aku lapar… masakkan sesuatu ya.”
“Ne, hyung.”

Ryeowook beranjak keluar kamar dan Yesung mengikutinya.

“Oooh… saranghae nae dongsaeng Kim Ryeowook!!!”
“Ya, hyung, jangan peluk aku tiba-tiba begitu!” protes Ryeowook.
“Eh? Subin-sshi masih disana?”

Mata YeWook terpancang pada sosok Subin yang terbaring tidur di sofa. Kedua kaki Subin terangkat, lututnya agak terlipat untuk menyamankan dirinya dengan ukuran panjang sofa. Wajah Subin terlihat damai saat menutup matanya, kedua tangannya dia letakkan untuk menyangga kepalanya, pakaian Subin yang hanya berupa kaos tanpa lengan berleher V kini agak menurun dan memperlihatkan sedikit belahan dadanya, rok pendeknya agak sedikit naik dan memperlihatkan paha mulusnya. YeWook masih terpana pada apa yang mereka lihat.

“Kenapa Hyukie hyung belum pulang sih?” tanya Ryeowook.
“Apa… kita… pindahkan Subin ke kamarnya?”
“Atau kita bangunkan saja, hyung?” usul Ryeowook.
“Usul yang bagus. Kajja.”

YeWook mendekati sosok Subin. Ryeowook duduk di lantai sedangkan Yesung berdiri di belakang Ryeowook. Dengan ragu, Ryeowook menyentuh lengan Subin untuk membangunkannya.

“Subin-sshi… bangunlah…”

Tapi Subin bergeming. Ryeowook kini menggunakan lebih banyak kekuatan untuk mengguncang tubuhnya.

“Subin-sshi… bangunlah…”

Yesung menghela nafas melihat usaha Ryeowook yang sia-sia. Subin bergerak sedikit hanya untuk menggeser tubuhnya dan akibatnya roknya tersingkap semakin tinggi. Yesung menunduk dan menggendong tubuh Subin ala bridal style karena tidak sabar memindahkan Subin ke kamar Eunhyuk. Jujur saja Yesung merasa tidak nyaman melihat Subin yang menggoda imannya. Jadi dia ingin menyingkirkan Subin, itu saja.

“Oppa… Yesung oppa…” gumam Subin.

Yesung membatu di tempatnya berdiri. Subin membuka matanya, menatap wajah Yesung lekat-lekat.

“Yesung oppa… senang sekali bisa bertemu denganmu… oppa… saranghae… andaikan aku bisa selalu dekat dengan oppa…”

Yesung masih membatu. Mendengar ucapan Subin, Ryeowook berdiri berhadapan dengan Yesung, bertukar pandangan bingung. Tiba-tiba Subin menoleh dan melihat sosok Ryeowook, lalu sedikit bangkit dan merangkul leher Ryeowook.

“Saranghae… Ryeowook oppa…”

Jantung Ryeowook berdebar tidak karuan. Dia merasakan tubuh seksi Subin menyentuh tubuhnya.

“Kau mencintai kami, Subin? Mencintaiku dan mencintai Yesung hyung?” tanya Ryeowook seakan ingin memastikan.
“Ne…” jawab Subin.
“Kalau kau ingin selalu berada di dekatku, tentu bisa, Subin…” kata Yesung, membuat Subin mengalihkan pandangannya dari Ryeowook menuju Yesung.
“Jinjja?”

Yesung tiba-tiba langsung berbalik berjalan menuju kamarnya masih sambil menggendong Subin. Ryeowook bingung dengan keputusan Yesung yang begitu tiba-tiba.

“Wookie, ikut,” pinta Yesung singkat.

Tanpa berpikir dua kali, Ryeowook ikut masuk ke kamar Yesung.

***

Brand New It's Magic chapter 8 part 5


Brand New It’s Magic
Chapter 8 part 5

Rin berjalan (nyaris melompat) menuju mini market. Setiap kali dia bertemu Hyunjoong, pasti ada Stella disana. Rin bukannya benci Stella, Cuma saja dia rada cemburu Stella dekat dengan Hyunjoong. Memang sudah jelas Rin tak punya kesempatan, tapi tetap saja Rin ingin bertemu Hyunjoong, sekali-sekali, tanpa ada Stella-nya. Makanya dia pikir ini kesempatan yang bagus. Baru saja mau masuk mini market, dia melihat Junsu mau masuk juga.

”Loh? Junsu oppa?” Tanya Rin.
Junsu memanggil, ”Rin. Ada apa?”
”Tadi Julie jie telepon. Katanya Yunhwa oppa sudah sadar dan mau bertemu klannya.”
”Yunhwa? Maksudmu Patrick? Oh syukurlah. Aku akan Telepathy ke Ryeowook deh, putus Junsu.

Junsu diam sejenak. Rin memperhatikan Junsu yang tengah melakukan Telepathy.

”Kau mau ikut aku, Rin? Pakai Teleport?”
Rin bertanya, loh... Hyunjoong oppa tak diajak?”
Tidak usah. Soalnya hyung lagi...”
”Mana bisa dia tidak pergi. Kan Yunhwa oppa sepupunya. Biar aku yang ngajak...”

Rin mendorong pintu mini market yang saat itu sedang jam istirahat. Dan betapa kagetnya dia waktu melihat Hyunjoong yang tengah menunduk, wajahnya kurang dari 30 cm dari wajah Stella! Apa yang mereka lakukan? Keduanya shock waktu melihat Rin membuka pintu.

”Rin?” Tanya Hyunjoong,
”Ah... mianhae... aku mengganggu.”

Rin segera menutup pintu dan mencengkeram dadanya sendiri. Hyunjoong dan Stella... mereka... Junsu memandang Rin dengan tatapan simpati. Junsu memegang kedua lengan Rin...

Junsu mengajak, ”Rin ah~ kita pergi yuk...”
Tidak... oppa saja yang pergi. Aku... mau menjernihkan pikiranku.”
”Tapi Rin...”

Rin segera berlari menjauh. Stella dan Hyunjoong keluar tergopoh-gopoh.

”Mana Rin, Junsu?” Tanya Hyunjoong.
”Dia pergi.”
Stella memutuskan,aku akan mengejarnya. Dia salah paham.”

Junsu menarik tangan Stella.

”Apa, Junsu? Dia itu salah paham. Hyunjoong oppa sedang mengecek soft lens-ku karena mataku sakit tadi.”
”Jangan. Biarkan saja Rin menenangkan dirinya. Kau pikir dengan melihatmu, dia bukannya tambah shock?”
”Aku...”
”Junsu benar, Stella,Hyunjoong berpaling pada Junsu, ”Rin kesini tadi... kenapa?”
”Dia bilang Patrick... ahh Yunhwa, mau bertemu kita semua, lapor Junsu.
Stella cepat tanggap,aku akan menjaga mini market menggantikan oppa. Oppa pergilah bersama Junsu.”
”Baiklah, Stella,” setuju Hyunjoong, “gomawo yo.”

Dalam sekejap mata, Hyunjoong dan Junsu menghilang dari hadapan Stella. Stella menoleh ke kanan dan kiri jalanan, berharap melihat Rin dan menjelaskan kesalahpahaman ini. Tapi dia tidak menemukan sosok Rin.

”Rin... rupanya Rin suka pada Hyunjoong oppa... aku... apakah aku begitu jahat?”

Stella menggelengkan kepalanya dengan sedih dan akhirnya memutuskan masuk kembali ke dalam mini market. Sementara itu Rin berjalan tanpa arah di jalanan kompleks yang sepi.

Rin bertanya,mencintai... apakah begitu menyakitkan? Aku sudah berjanji untuk merelakan Hyunjoong oppa dan Stella jie... tapi kenapa aku tadi berlari? Aku... pasti udah membuat mereka panik. Aku... harus minta maaf.”

Rin berbalik namun dia kaget bukan kepalang. TIdak jauh di belakangnya, Chun terbaring, didesak oleh... hantu!

”Chun ge!!”
”Ri... Rin...” desah Chun.

Tapi setelah itu Chun dicekik oleh hantu hingga pingsan.

Rin berseru, ”Luna Bow!”

Namun seketika muncul 3 zombie dari berbagai arah. Rin terdesak.

”Asyiiiik... satu Helper akan disingkirkan hari ini,” sorak si hantu, “benar-benar gampang menjebakmu ini... plus aku dapat satu kemurnian hati.”

Hantu itu meletakkan tangan transparannya di dada Chun dan menariknya. Hantu itu membuat Death Line sepanjang tangannya dengan dada Chun, Death Line itu berwarna pink.

”Oooh... kemurnian hati yang bagus dan kuat. Luar biasa...”

Death Line itu dihubungkan dengan jendela rumah terdekat. Jendela itu langsung berwarna hitam. Wajah Chun yang pingsan memucat.

Rin berseru,tidak!!! Chun ge!!!”

Saat Rin mau maju, ketiga zombie itu mendekat.

”Mati semua kalian!!!”

***

Clara dan Kyujong sedang kencan bersama. Mereka tak ada tujuan sebenarnya, makanya Cuma jalan-jalan saja, tidak naik mobil. Keduanya berjalan di tepian jalan.

Clara tertawa,hahah... pengetahuan budaya? Jenis lomba macam apa itu oppa?”
”Makanya aku sebel,” keluh Kyujong, “aku kan parah soal budaya. Mana Stella juga tidak bisa diandalkan. Dia bukannya belajar malah jaga di mini market Hyunjoong.”
”Kalau Stella jie sih jangan pernah dianggap mau serius.”
”Kau benar juga Clara. Duh... padahal lombanya tinggal seminggu lagi. Dasar tidak ada kepedulian. Masih mendingan Annie... katanya dia lagi di toko buku nyari buku yang bersangkutan.”
Memangnya oppa berniat menang nih?”
”Ya... tidak juga sih. Cuma at least kan tidak malu-maluin... masa kalah telak gitu.”
”Aku ada beberapa buku tentang budaya... tak tau bisa membantu oppa atau tidak. Tapi kalau oppa mau baca, aku pinjamkan deh...”
Kyujong bertanya,bener, Clara? Aku pinjam ya...”

Kyujong berdebar-debar melihat Clara tersenyum. Dia benar-benar tak menyangka bisa memenangkan hati Clara, membuatnya berpaling sepenuhnya dari Aaron.

”Kita kunjungi Stella jie dan Hyunjoong oppa saja yuk oppa. Mumpung kita sudah dekat ke kompleks. Sekalian ke rumah May jie gimana?” ajak Clara.
Kyujong menjawab,nanti.”

Merasa sepi, Kyujong tiba-tiba menghadap Clara. Clara kebingungan waktu Kyujong berjalan mendekatinya, dan mundur perlahan. Sekarang Clara udah terdesak ke tembok.

”Oppa...?”

Kyujong tidak menjawab apa-apa. dia hanya mendekatkan wajahnya ke wajah Clara, sementara Clara yang belum siap begitu panik, menoleh ke kiri, dan pada saat itu melihat Rin tengah berjuang menembakkan anak panah kemana-mana, tubuhnya berdarah... bukan asal menembakkan anak panah. Clara melihat musuh-musuh Rin... satu hantu dan tiga zombie!

”Aaargh! Rin!”

Kyujong kaget dan ikut menoleh mengikuti arah pandang Clara. Diapun melihat Rin dengan busur panah yang aneh, dan Rin berdarah.

Kyujong bertanya, ”Rin kenapa? Apa ini perbuatan... hantu-hantu?”
”Ya, benar oppa. Tapi kupikir... kita harus menolongnya.”

Clara dan Kyujong berlari ke arah Rin. Seketika mereka juga melihat Chun yang makin memucat, wajahnya udah seputih mayat.

”Rin, di belakangmu!”

Rin menoleh kaget dan menembakkan Luna Arrow ke zombie yang akan menyerangnya dari belakang, zombie itu jatuh. Clara dan Kyujong menghampiri Rin.

Kyujong bertanya, ”Rin, apa yang terjadi? Kau terluka!”
”Jangan pedulikan aku... tapi Chun ge...” keluh Rin.

Luna Bow terjatuh dari tangan Rin. Darah terus mengucur dari lukanya. Sementara Clara menoleh panik, masih ada dua zombie, satu hantu, Chun  dan Rin terluka...

Clara berteriak,aku... aku... Horizon Spear!!!”

Clara kaget waktu sebuah tombak muncul di tangannya.

”Aku juga... seperti Rin kah? Aku...”
”Clara, kau rupanya bagian dari May dan teman-temannya, ucap Kyujong.
”Oppa, cari Stella jie dan Hyunjoong oppa, cepat, sekarang!”

Kyujong yang tau Clara panik, langsung berlari ke arah mini market. Hantu itu mengejar Kyujong dan mencegatnya.

Hantu itu berujar,manusia lemah... kemurnian hati...”

Clara melompat dan berdiri di depan Kyujong.

”Pergi, oppa!”

Kyujong mematung waktu melihat Clara menyabetkan Horizon Spear ke si hantu, yang tidak bisa Kyujong lihat. Si hantu berteriak kesakitan. Itu cukup membuat Kyujong yakin tidak apa-apa meninggalkan Clara sebentar. Kyujong kembali berlari. Clara berlari kesana-kemari melindungi Rin.

Rin mengambil Luna Bow kembali, ”Clara...”

Rin menembak, tapi akurasinya udah sangat berkurang. Clara berdoa dalam hati supaya Kyujong segera kembali dengan membawa salah satu Warrior... atau kelima-limanya kalau perlu.

***

Pintu mini market menjeblak terbuka dan membuat Stella kaget setengah mati.

”My God!!!” keluh Stella.

Stella menjatuhkan barang-barang yang lagi disusunnya.

”Kyujong oppa?”
Kyujong terengah-engah, ”Stella... cepat... Rin dan Clara... dan Chun... dalam bahaya!”
”Apa?”

Stella melesat keluar, mengunci mini market cepat-cepat dan berlari cepat bersama Kyujong...

***

”Clara... kita tak akan menang...” keluh Rin.
Clara berseru,aku akan berjuang sampai aku mati!!!”

Clara kalang kabut menghadapi musuh-musuhnya. Maklum, Clara belum berpengalaman sama sekali memainkan tombak. Tiba-tiba tong sampah melayang ke punggung hantu dan membuat si hantu berteriak-teriak.

Stella berseru,hei, kesini bodoh!”
”Stella jie!” seru Rin dan Clara.
Hantu berkata, ”Water Warrior tanpa senjata adalah santapan empuk...”
”Chun...?” Tanya Stella, melihat keadaan Chun.

Stella melihat Chun yang terbaring lemah... nafasnya terputus-putus...

”Kau bilang apa? Aku santapan empuk?”

Bahkan Kyujong ikut merasakan... ada sesuatu yang berbeda pada Stella. Tubuhnya memancarkan cahaya kebiruan, dan Stella marah. Baru sekali itu mereka melihat Stella benar-benar marah dan serius. Tanpa perlu melihat lagi, Stella merentangkan kedua tangannya, dan seketika benda-benda sejenis tong sampah, kotak pos, dsb terbang dari tempat mereka seharusnya berada, diliputi cahaya biru.

Stella menoleh pada Kyujong, dkk,kalau aku tak menghabisi kalian di tempat, jangan sebut aku Water Warrior! Kita butuh Annie dan Julie. Cepat hubungi mereka! Hape, kalian punya kan?”

”Ahh benar...” setuju Clara, mengeluarkan hape.

Sementara itu Stella melambaikan tangannya dan benda-benda itu melesat ke hantu dan kedua zombie. Mereka kesakitan, dan Stella kembali menyerang mereka. Terus-menerus, tanpa ampun.

***