Love’s Arrived
Chapter 11 part 1
“Hei! Ada yang mau lihat hasil syuting adegan 31-35 Memories of The Heart, nggak?”
Nathan masuk ke kamar Albert, yang dijadikan base perkumpulan hari ini. Albert masih duduk mengetik sesuatu di laptopnya, Alex sedang tiduran dan Michael membaca novel yang baru dibelinya. Kehadiran Nathan mengganggu konsentrasi mereka.
“Wah, mau lihat dong!” jawab Albert cepat, meninggalkan laptopnya.
“Kau dapat dari mana?” tanya Alex.
Ho… belakangan bocah ini puasa ngomong… akhirnya mau ngomong lagi, rupanya… Nathan mendengus.
“Dari Mr. Dao. Sebenarnya ini jatahmu. Udah, kita lihat barengan aja,” tukas Nathan, langsung menuju DVD Player-nya Albert.
Mereka menonton dengan seru. Michael beberapa kali memuji adegan Nathan yang berhasil jadi ‘penjahat.’ Aku ingin melihat reaksi kalian di adegan 32. dan saat itupun tiba, adegan 32. alex dan Gisela berciuman.
“Waaaah… hebat sekali kau dan Mei-Mei, Xiang Chen! Kalian seperti pacaran beneran! Dan… Mei-Mei hebat ciuman juga, ya!” puji Albert, “rupanya wajah lugunya Cuma menipu!”
“Mereka harus mengulang syuting adegan itu puluhan kali, lho.”
“Ck… ck… Mei-Mei ini… mau nggak dia jadi model MV kita… atau kapan dia bisa jadi pasanganku di serial, ya? Aku pengen ciuman juga sama dia…”
“Maunya!”
Nathan menepuk kepala Albert dan Albert langsung menggerutu. Michael tertawa.
“Sebenarnya Mei-Mei nggak bisa ciuman kok, Wen Chun,” kata Michael, masih tertawa.
“Hah? Apa maksudmu?” tanya Albert, heran.
“Dia belum pernah pacaran. Apalagi ciuman.”
“Kok kau tahu? Tapi dia hebat kok, ciumannya! Lihat, tuh! Atau Xiang Chen yang hebat membimbing?”
Alex Cuma angkat bahu.
“Sebenarnya, aku yang ngajarin dia kissing.”
Suasana menjadi sunyi senyap. Nathan mem-pause film. Mereka semua memandang Michael yang masih senyum-senyum.
“Maksudmu?” tanya Nathan.
“Maksudku jelas, kan? Aku yang ngajarin Mei-Mei ciuman. Waktu malam dia bawain kita… makanan… apa itu namanya…”
“Pempek.”
“Oh iya, pempek. Dia curhat kalau dia takut kena marah Mr. Dao karena nggak bisa di adegan itu terus. Jadi aku bilang mau ngajarin dia,” ucap Michael, “dan dia awalnya pemalu. Tapi lama-kelamaan dia jadi hebat juga.”
“Lama kelamaan?”
“Waktu percobaan kedua, sekaligus yang terakhir, dia udah oke sekali.”
“Hoo… kau ini mencuri kesempatan, ya! Kau mengambil first kiss Mei-Mei, ya!!! Aku nggak rela!!!” Albert berteriak dan memukuli Michael dengan bantal.
“Aduh… ampun! Aku udah nawarin dia untuk ke kau, kok. Cuma dianya nggak mau!”
Nathan jelas mendengar Alex mendesahkan nafas lega. Wajahnya jadi lebih cerah.
“Kalau sama aku, dia pasti jadi lebih hebat!”
“Kan kata kalian dia jatahku. Ingat? Waktu pertama kali ketemu Mei-Mei? Jadi nggak ada salahnya dong kalau aku mengambil first kiss-nya?”
“Wah… sejak kapan kau jadi setan, Xiao Wei?” tanya Nathan.
“Sejak Xiang Chen jadi pendiam. Setannya nggak betah lagi dan pindah ke aku.”
“Xiao Wei, kau ini!!!” Albert memukuli Michael lagi.
Alex tersenyum dan melemparkan bantal lainnya ke wajah Michael. Mereka Cuma latihan… syukurlah…
*******
Bel berbunyi. Alex langsung menuju pintu dan membukanya. Wajah cute Gisela muncul di balik pintu.
“Hai, Mei-Mei. Apa ka…”
“Xiao Wei ada?” tanya Gisela, tidak tersenyum.
“Ada, sih. Dia di kamarnya. Memangnya kena…”
“Oke, aku langsung ke kamarnya.”
Alex terkejut Gisela melewatinya begitu saja. Sejak Alex tahu Gisela dan Michael Cuma latihan ciuman, Alex jadi lega dan berharap bisa ngobrol santai dengan Gisela lagi. Tapi ternyata Gisela yang berubah jadi cuek, hingga hari ini. Alex hanya bisa menatap pasrah sosok Gisela yang langsung menuju kamar Michael. Gisela main terabas saja. Michael sedang berbaring.
“Xiao Wei, kau sakit lagi, ya?”
“Kok tahu? Shu ge yang bocorkan, ya?” Michael balik bertanya, masih berbaring dan wajahnya sedikit meringis menahan sakit.
“Aku udah curiga, kau nggak datang ke promo. Kita ke rumah sakit, yuk.”
“Jangan! Aku nggak mau gara-gara aku, rekaman album jadi diundur lagi!”
“Tapi nanti sakitmu jadi parah…”
“Mei-Mei, ini Cuma penyakit lama yang kambuh. Nggak akan ada masalah, oke?”
Raut wajah Michael berubah menjadi agak keras. Gisela tidak mau bertengkar dengannya.
“Oke. Tapi izinkan aku mengurutmu. Papa bawa obat yang biasa dipakainya untuk mengurut kami. Begitu tahu kau sakit, papa kasih sebotol,” tegas Gisela, menunjukkan botol obat urut yang dibawanya.
“Lebih baik begitu daripada ke rumah sakit.”
Michael mengizinkan Gisela mengurut pinggangnya, sementara Michael berbaring tengkurap.
“Sampaikan terima kasihku pada Mai Papa.”
“Papa baru pulang ke Indo tadi pagi. Dia ingin memantau pembangunan gedung one stop entertainment. Tapi nanti aku sampaikan,” janji Gisela sambil mengurut pinggang Michael.
“Wah… kau hebat sekali, Mei-Mei! Kau bisa akting, cantik, jago masak, olahraga, cerdas, sekarang kau juga bisa ilmu urut! Komplit sekali!”
“Aku kan mau jadi cewek yang multi-talented.”
“Makanya, aku bilang, beruntung sekali cowok yang bisa jadi pacarmu.”
“Tapi sekarang masih belum ada, kok.”
Pintu kamar diketuk.
“Xiao Wei? Mei-Mei? Aku boleh masuk?” ternyata Nathan yang tengah mengetuk pintu.
“Ming Jun ge! Masuk aja!”
Nathan masuk dan tersenyum pada Gisela. Tapi dia heran melihat Gisela sedang mengurut pinggang Michael.
“Lho? Kenapa ini?”
“Sakit pinggangnya Xiao Wei kambuh lagi. Aku mau mengurutnya sedikit.”
“Aduh, sorry, Xiao Wei. I don’t know you’re sick!”
“Never mind,” jawab Michael.
“Makanya, Ming Jun ge, lain kali kalian harus lebih memperhatikan Xiao Wei. Kalau dia Cuma sendirian di rumah dan sakit seperti waktu itu, gimana?” Gisela berceloteh seperti ibu-ibu, “ingat itu!”
Nathan dan Michael berpandangan dan mereka tertawa.
“Kau seperti bibiku, Mei-Mei. Dan shi… hai shi yao xie xie ni! (tapi… masih harus berterimakasih padamu)”
“Bu yong xie. Wo shi ni de peng you, wo ying gai yao zhao hu ni! (nggak perlu berterimakasih. Aku kan temanmu, sudah seharusnya aku menjagamu)”
Ketiganya tertawa lepas.
“Tadi aku mengetuk pintu dulu. Siapa tahu kalian lagi latihan ciuman atau entah apa lagi,” goda Nathan.
“Ming Jun ge! Jangan goda kami!”
“Bercanda! Oh ya, Mei-Mei, malam minggu nanti kita mau mengadakan kejutan pesta ulang tahun untuk Xiang Chen. Kau mau ikut, kan?” tanya Nathan.
“Boleh. Jam berapa?”
“Jam lima, kita buat persiapan. Syukurlah ada Gracia yang bersedia mengatur rencana. Sementara, aku akan bawa Xiang Chen sejauh mungkin dari rumah ini,” jelas Nathan, “kau telepon Gracia dan tanya barang apa yang perlu kau bawa, oke?”
*******
Alex, seperti biasa, jalan-jalan sore dengan motor besar kesayangannya. Dia mampir di sekitar pantai favoritnya, menyandarkan tangannya pada tiang pembatas jalanan dengan pantai. Dia melemparkan batu-batu kecil di sekitarnya ke laut dengan gusar. Mei-Mei, kenapa kau begitu? Katamu kau Cuma latihan ciuman dengan Xiao Wei? Tapi kenapa kalian jadi dekat sekali? Kau lupa soal Jade Princess? Aku harus bagaimana lagi, dong, untuk menyatakan perasaanku?
“Xiang Chen?”
Alex menoleh dan menemukan mobil Ferrari biru Gracia diparkir di belakangnya, Gracia masih di dalam mobil.
“Oh, Gracia jie!” sapa Alex, otomatis tersenyum.
“Lagi santai?” tanya Gracia.
“Biasa, jalan-jalan sore.”
“Aku boleh gabung, kan?”
Alex mengangguk. Gracia memarkir mobilnya di sebelah motor Alex dan ikutan bersandar di pagar seperti Alex.
“Kau nggak nyamar. Mudah sekali dikenali.”
“Lagi malas nyamar. Terserahlah kalau ada serangan fans.”
“Kau belum pernah tahu rasanya mati, rupanya.”
Gracia memperhatikan Alex yang terus melemparkan batu-batu kecil.
“Sedang gundah?”
“Entahlah.”
“Kalau diceritakan, selalu baik untuk melegakan hati.”
Alex menghela nafas panjang sekali.
“Soal Mei-Mei. Aku bingung, kenapa keakraban kami pasti nggak berlangsung lama? Oke, aku akui aku pernah sebal padanya karena aku lihat dia ciuman sama Xiao Wei,” curhat Alex, “tapi setelah aku tahu mereka Cuma latihan, aku maunya bersahabat normal lagi dengannya. Tapi kok dia malahan cuek padaku? Apa sih, salahku?”
“Mungkin Mei-Mei mau balas dendam karena kau cuekin dia sebelum ini.”
“Mungkin juga, sih. Apa aku harus minta maaf?”
“Perlu sekali.”
“Oke deh, aku akan minta maaf waktu syuting nanti.”
Alex masih juga melempari batu.
“Kau memikirkan hal lain juga.”
“Aku nggak… entahlah, jie. Aku sendiri bingung.”
“Pasti Mei-Mei lagi.”
“Jie… gimana, nih?”
Si Xiang Chen jarang sekali begini. Dia biasanya macho dan tegar. Kenapa dia sekarang merengek padaku? Alex menempel pada Gracia dan menarik salah satu tangan Gracia, seperti anak yang sedang merengek pada mamanya.
“Aku udah lama kenal Mei-Mei. Kami chatting dan masing-masing memakai nama samaran. Aku selalu curhat dengannya, tapi dengan identitas yang disamarkan,” curhat Alex, “aku senang sekali begitu tahu Mei-Mei adalah cewek itu. Aku merasa… Mei-Mei cukup manis. Aku nggak bisa menolak dia, karena itu aku sempat takut sekali kalau ketemu dengannya. Dia juga bersikap baik sekali. Dia selalu peduli padaku. Dia memberikan kado natal spesial untukku. Aku berikan Jade Princess untuknya, sebagai kado tahun baru. Tapi karena aku kesal padanya, aku nggak ajak dia candle light di malam Valentine kemarin.”
“Jadi? apa yang mau kau tanyakan?”
“Aku… aku nggak tahu, jie!”
“Oke. Biar aku menarik kesimpulan. Kau jatuh cinta pada Mei-Mei.”
Keterusterangan Gracia rupanya membuat Alex shock.
“Aku… nggak mungkin! Hidupku masih dibayang-bayangi Julia, mantanku yang lama! Aku nggak berani memulai hubungan baru,” tegas Alex.
“Nah, masalahmu di situ. Kau nggak berani jujur pada hatimu sendiri. Sebenarnya, semua yang kau lakukan itu karena kau mencintainya, Xiang Chen. Akuilah itu,” bujuk Gracia.
Alex terdiam cukup lama.
“Oke, anggaplah begitu. Tapi apa gunanya? Mei-Mei sekarang nggak peduli padaku. Dia lebih peduli pada Xiao Wei, lebih sering jalan dengan Ming-Ming,” protes Alex.
“Tuh… kan… kau cemburu.”
Alex melepaskan tangannya dari tangan Gracia.
“Oke, Xiang Chen, jie jie akan bantu kamu.”
“Gimana caranya?”
“Biar jie jie cari tahu isi hati Mei-Mei, oke?”
“Jie… tolong, ya…”
“Beres, deh. Kau juga harus berusaha, lho!”
“Iya deh, jie…”
*******
“Tuh kan, Ming-Ming ge, kita jadi belanja banyak, nih…”
David dan Gisela keluar dari mall dengan sejumlah kantong belanjaan. Tadinya Gracia menugaskan mereka membeli bahan untuk mendekorasi rumah untuk kejutan pesta ulang tahun Alex. Tapi kepergian Gisela bersama David memang gawat. David yang fashionable selalu tak tahan melihat Gisela yang punya sedikit sekali koleksi baju. Menurutnya, seorang artis cewek harus punya koleksi baju lebih banyak lagi. Akhirnya mereka jadi menghabiskan waktu empat jam, dan Gisela mendapatkan beberapa pasang sepatu dan baju baru. Mereka sedang berjalan menuju lapangan parkir.
“Tapi semuanya kan cocok untukmu, Mei-Mei. Aku nggak tahan kalau melihat sesuatu yang cocok, tapi nggak dibeli,” David memberikan pembelaan.
“Up to you, deh,” kata Gisela.
Mereka memasukkan belanjaan ke bagasi Peugeot Gisela dan segera duduk di dalamnya. Gisela menghidupkan mesin, tapi dia merasa mobilnya tidak bisa digerakkan.
“Kenapa, nih?”
“Kenapa, Mei-Mei?”
“Mobilku macet. Mungkin bannya nggak beres.”
Keduanya keluar dari mobil dan menyelidiki keadaan ban.
“Mei-Mei, ban belakang sebelah kanan kempis, nih.”
Gisela segera menghampiri David.
“Apa, nih?”
David mengambil kertas yang jatuh di dekat ban dan membacanya bersama Gisela.
Kau ini nggak tahu malu, Gisela Mai. Alex nggak cukup ya, membelikanmu Jade Princess yang segitu mahalnya? Sekarang kau menggoda David. Kali ini kau minta dibelikan barang mahal sejenis apa? Oke, aku senang kau menjauh dari Alex. Tapi, aku akan membuat kau kapok menjadi artis! Tempatmu bukan di Taiwan, anak kecil!
Gisela meremas kertas itu dan merasa hatinya pedih sekali. Apa salahku? Apa aku nggak boleh punya teman?
“Mei-Mei, kau nggak apa-apa?”
“Oh… Ming-Ming ge. Aku… baik-baik aja.”
“Aku telepon perusahaan asuransi mobilmu dulu, ya? Kita suruh mereka bawa ban baru.”
Gisela mengangguk. Dalam hatinya, dia masih merasa kesal.
******
No comments:
Post a Comment