Welcome Here ^0^v

You can read; and then please kindly leave comment(s) so I could improve;
But don't try to STEAL a part or whole part of all post WITHOUT a proper CREDIT; you'll know the risk if you still do it;
Intro: I'm a hyper Cloudsomnia, Jung Heechul IS MINE, OFFICIAL WIFE OF KIM JONGWOON, GO is the OWNER OF MY HEART, definitely a Lively E.L.F and also a multi-fandom: ELF, ZE:A's, Triple S, A+, VIP; I'm a unique, weird and super delusional girl;
Just add my Facebook account: maymugungponks; and follow my Twitter: (hidden for some reason);
But be careful~~ I'm not as easy as you think I might be~

Saturday, 21 January 2012

No Other The Story chapter 15


No Other The Story
Chapter 15

MANSHI’S DIARY
CHAPTER 15
YOU AND ME

                “Manshi, kau dipanggil Mr. Kim ke kantornya sekarang.”

                Aku menoleh begitu rekan kerjaku menyampaikan pesan dari Mr. Kim Heechul atasanku. Aku memutar bola mataku. Mau apa dia? Aku tidak melakukan kesalahan kan? Jarang-jarang dia memanggilku kalau tidak ada kerjaan yang mendesak. Aku mengecek pelanggan kelimaku hari ini. Aku memandangi bayangannya di cermin.

                “Penny, nanti kau buat keriting lagi rambutnya di bagian belakang ini, masih kurang terlihat glamor. Jangan lupa nanti nail-art-nya, buat dominan warna ungu gelap no. 12, oke? Aku pergi dulu,” perintahku pada salah satu staff-ku.
                “Baik, Manshi,” katanya.

                Aku meninggalkan ruangan Make Over Section yang sudah menjadi sarangku selama dua bulan ini, lalu berjalan lebih masuk ke bagian dalam salon, ke kantor Mr. Kim Heechul. Aku mengetuk pintunya.

                “Masuk,” ucapnya dengan nada cool.

                Aku membuka pintu dan melihatnya duduk santai di kursinya yang besar, sedang sibuk dengan IPhone-nya. Dia menunjuk kursi di hadapannya dan aku langsung duduk disana.

                “Ada apa, oppa?” tanyaku, meninggalkan sikap atasan-bawahan dalam ucapanku.

                Ini permintaannya sendiri, katanya kalau sudah berdua dengannya, aku boleh menganggapnya teman saja. Toh memang dari awal kami kenal sebagai teman, bukan karena aku ingin bekerja disini. Dia meletakkan IPhone-nya, membuka laci mejanya dan melemparkan setumpuk kertas padaku. Aku mengernyitkan dahiku, lalu membolak-balik tumpukan kertas itu, yang rupanya brosur universitas. Untuk apa?

                “Apa ini?”
                “Masih Tanya. Apa kau tidak bisa pakai matamu? Itu brosur universitas. Asal kau tau, aku tidak mau Make Over Leader-ku hanya lulusan High School. Sudah waktunya kau kuliah. Malahan kau sudah telat ikut tes gelombang pertama,” jawabnya panjang, “tes gelombang kedua dimulai bulan depan. Kau harus berkuliah.”
                “Anio. Aku sekarang tidak memikirkan kuliah sama sekali. Kerja saja sudah cukup untukku, untuk apa lagi aku kuliah?”
                “Jangan banyak bicara. Sekarang pilih sajalah. Salon akan menanggung setengah biaya kuliahmu.”
                “Hah? Serius, oppa? Tapi aku tidak tau harus berkuliah dimana dan masuk jurusan apa. Minatku sudah menguap.”
                “Kau ini ya. Kudengar kau tertarik pada acting, kan? Inha University punya fakultas acting yang bagus, lagipula Kibummie masih kuliah semester 5 disana. Kau pilih universitas itu saja.”
                “Hah? Siapa yang bilang aku tertarik pada acting?”
                “Kau tak perlu tau siapa yang bilang. Isi saja formulirnya. Kurasa orangtuamu akan lebih lega dan tidak akan menggerecokimu lagi kalau kau kerja sambil kuliah, kan? Malahan mereka bakal bangga denganmu, lho,” katanya sambil tersenyum menang.
                “Da… darimana oppa tau sebanyak itu tentangku, sih?”
                “Tutup mulut dan isi. Itu, formulir Inha University ada di tumpukan paling atas.”

                Aku masih setengah mencibir ketika mengisi formulir itu. Tapi dia memang benar, aku suka pada acting, dan dia juga benar, kalau aku kerja sambil kuliah, aku yakin mamaku akan mulai mengirimiku uang lagi. Sekarang sih aku merasa keuanganku sudah balik normal, aku bisa makan enak dan membayar biaya apartemen, tapi tak ada salahnya kalau mama kembali mengirimkan uang. Uang itu bisa kupakai untuk membayar yang setengah lagi biaya kuliahnya, sisanya ditanggung salon. Lumayanlah. Apalagi kudengar Xili sudah diterima juga di Inha University. Kebetulan sekali, biar kami bisa satu kampus. Dan kata Heechul, si Kibum juga kuliah disini, jurusan acting. Bagus kan, semuanya pas. Setidaknya bertambah lagi orang yang kukenal. Lalu kudengar pintu ruangan kembali diketuk.

                “Masuk.”

                Aku ikut menolehkan kepalaku ketika pintu dibuka. Dan aku sedikit kaget karena melihat Aqian muncul, di wajahnya ada keringat, dia sedikit terengah, masih memakai seragam resto.

                “Lho, Meifen? Tidak bekerja? Kau kenapa? Habis berlarian?”

                Tumben si dingin Heechul ini banyak bicara. Bukannya biasanya dia dan si Aqian perang mulut? Sejak kapan dia merubah nada bicaranya jadi lebih lembut begitu?

                “Oppa… Manshi, kebetulan kau disini. Aku mau mencarimu. Yifang dan Xili… di apartemen… mereka ribut dengan Yesung oppa. Tadi Xili menghubungiku dan kedengaran panic. Aku tidak bisa pulang apartemen, resto lagi ramai,” jawab Aqian, “tapi Hangeng oppa memberiku izin kesini menjelaskannya padamu. Kau… bisa kesana dan menolong mereka?”

                Apa? Mereka ribut dengan Yesung? Pasti Yifang dalam kesulitan sekarang. Jelas dia tidak akan berani melawan Yesung, kan?

                “Kurasa gara-gara apa yang Kibummie lihat di laptop Yifang, kan? Kau pergilah, Manshi. Nanti kalau masalahnya sudah selesai baru kau kembali kesini. Kau perlu ingat kalau Yesung marah agak sedikit berbahaya,” Heechul mengingatkan, “tapi kau harus berusaha sebaik mungkin, oke? Sana, pergilah.”
                “Baik, aku pergi sekarang,” kataku tanpa banyak berpikir lagi.
                “Meifen, aku akan mengantarmu pulang ke resto.”
                “Ah, tapi tidak usah repot, oppa. Tadi aku kesini naik MRT,” tolak Aqian.
                “Tidak apa-apa. Supaya lebih cepat saja. Katamu tadi resto sedang ramai.”

                Aku mencibir. Jelas ada yang tidak beres. Yang perlu diantar itu aku, dan sebenarnya kami searah saja, kenapa dia tidak sekalian menawariku? Dan aku sudah melihat Heechul menarik Aqian pergi sebelum aku sempat protes. Sigh. Aku langsung kembali ke sarangku, menyambar tas backpack-ku sembari memberi pesan pada staff-ku, lalu keluar salon dengan nyaris setengah berlari. Aku menunggu taxi dengan cemas, taxi adalah satu-satunya transportasi tercepatku saat ini, lalu berharap taxi ini bisa ngebut atau apalah. Aku tak ingin terjadi sesuatu pada sahabatku. Yifang, Xili dan Aqian sudah menjadi sahabatku. Memang benar kami pada awalnya hanya saling menolong, saling menguntungkan, tapi jujur, bersahabat dengan mereka membuatku jauh menghargai keadaanku saat ini di Seoul. Jadi aku akan berusaha melindungi mereka, walau aku tidak ada rencana yang pasti sekarang. Ketika sampai di depan apartemen, aku melihat dua sosok yang memasuki apartemen dengan terburu-buru, dan aku mengenal salah satu sosok itu.

                “Kibum oppa?” panggilku.

                Ternyata benar. Si Kibum dan teman yang berjalan bersamanya menoleh, dan nyaris membuat jantungku melompat keluar dari mulutku.

                “Oh, Manshi. Kau tidak kerja? Kenapa kau buru-buru begitu?” Tanya Kibum heran.
                “Lho? Kau…? Si cowok pencicip makanan?”

                Harusnya aku tidak salah, itu dia, kan? Yang menolongku makan di resto mengerikan itu beberapa bulan yang lalu? Si bulat yang wajahnya lucu dan baik hati? Bagaimana dia bisa berjalan dengan Kibum?

                “Oh… kau, gadis pencicip makanan! Koq kita bisa bertemu disini, ya? Kebetulan sekali! Kau dan Kibummie saling kenal?” dia malah balik bertanya, dan ternyata dia orang yang benar.
                “Aku dan Kibum oppa berteman.”
                “Apaan sih yang kalian bilang pencicip makanan? Shindong hyung, ini Manshi; Manshi, ini Shindong hyung, salah satu sahabatku juga. Kurasa sejarah pertemuan kalian agak aneh, ya?” Tanya Kibum semakin kebingungan.
                “Aku akan menceritakannya pada oppa nanti. Sebenarnya segalanya memang aneh hingga sekarang.”
                “Tapi kami mau buru-buru ke apartemen, Manshi,” sela Shindong.
                “Aku juga mau ke apartemen kalian, Kibum oppa. Yifang dan Xili dalam kesulitan.”
                “Aku tau. Mereka ribut dengan hyungku. Ayolah, kita harus cepat,” ucap Kibum.

                Kami mempercepat langkah kami menuju lift dan langsung menuju lantai tujuh, menuju apartemen KRYSD yang sudah cukup kukenal. Begitu pintu dibuka, aku melihat Yesung dan Sungmin, keduanya berdiri menghadap Yifang yang duduk di sofa, kepalanya menunduk, Xili di samping Yifang menggandengnya, tapi juga tak berani menatap Yesung.

                “Hyung! Ada apa ini?”

                Kibum langsung berlari ke sisi satunya Yesung, dan wajah Yesung kelihatan merah. Aku berlari duduk ke sisi satunya Yifang dan mengguncangnya.

                “Yifang, kenapa?”

                Yifang diam saja dan menggelengkan kepalanya, lalu aku melihat air mata jatuh ke celana jeans panjangnya.

                “Hyung, apa perlu marah seperti itu?” Tanya Shindong, berdiri di samping sofa yang kami duduki.
                “Apa kalian tau? Gara-gara idenya berbohong untuk tinggal bersama kita, pura-pura polos dan berharap bisa dekat dengan kita, sekarang Mimi dalam kesulitan,” ujar Yesung, nada bicaranya terdengar marah.

                Aku baru sekali ini melihat Yesung begitu, dan ternyata sangat menakutkan. Tapi apa perlu semarah itu pada seorang gadis?

                “Itu ideku, bukan ide Yifang onnie,” cicit Xili dengan suaranya yang kecil dan ketakutan.
                “Aku tidak peduli. Sama saja. Aku benci dibohongi. Lebih baik kalian datang kesini dan langsung saja bilang tujuan kalian.”
                “Maksud hyung… perusahaan sudah tau?” Tanya Kibum ketakutan.
                “Ya. Mimi masih ditahan di perusahaan, entah bagaimana berusaha melindungi semuanya. Bisa saja kita kehilangan dia, atau bisa juga kita semua dihukum.”
                “Mi… mianhae… semuanya memang salahku,” kata Yifang, masih juga menunduk.
                “Bukan, onnie, itu kan ideku,” ucap Xili.
                “Tetap saja. Kalau bukan aku yang merencanakan perjalanan berikutnya dengan detail, kita tentunya tidak akan kesini.”
                “Dan juga ada campur tangan aku dan Aqian, kan? Jangan salahkan dirimu sendiri, Yifang, ini bukan salahmu sendirian,” ujarku.
                “Apa? Kau juga terlibat di dalamnya, Manshi?” Tanya Yesung, masih terdengar murka.
                Aku mendongakkan kepalaku, menghadapinya, “ya. Memangnya kenapa, oppa? Aku yang memberikan alamat yang asli pada mereka, dan kami baru saja kenal di Seoul. Jadi dari awal, aku juga berpura-pura sebagai teman yang mereka kenal di Seoul, yang membuat mereka tersesat. Jadi kenapa coba?”
                “Kau!!!”
                “Dan meski kami semua berpura-pura supaya ingin dekat dengan kalian, kami juga melakukan ini bukan supaya ingin dekat denganmu! Yifang dan Xili sama sekali bukan memikirkanmu! Jadi kenapa oppa begitu marah?”

                Di mata Yesung ada kilatan marah, sedangkan Sungmin tampak terkejut. Aku tak peduli mereka sekarang memandangiku tajam.

                “Pindah! Keluar sekarang juga! Aku tidak ingin melihat kalian semua!”
                Aku langsung berdiri, “siapa juga yang sudi tinggal disini lagi! Jangan bilang karena kami semua sekarang sedang kesulitan ekonomi, Yifang, Xili dan Aqian harus mengemis tinggal disini! Kami akan keluar sekarang!”
                “Hyung… jangan bilang begitu,” hardik Sungmin, tidak kusangka-sangka.
                “Ayo, Yifang, Xili, kita keluar!”

                Aku menarik tangan Yifang dan Xili dengan sedikit kuat, keduanya langsung berdiri. Xili memandangku cemas, sedangkan Yifang, akhirnya mendongakkan kepalanya. Aku masih melihat dia menangis.

                “Kibummie, Shindong hyung, bilang sesuatu. Ayo bujuk Yesung hyung.”

                Tapi Kibum dan Shindong hanya diam. Mereka, terutama Shindong yang kukira baik hati, membuatku kecewa. Aku salah menilainya. Mereka rupanya tidak masalah melihat gadis-gadis dalam kesulitan.

                “Oppa… mianhae…” kata Yifang, memandangi Yesung.

                Tapi Yesung tidak berkata apa-apa, dia malah berbalik ke dalam, masuk ke kamarnya dan membanting pintu kamarnya. Yifang tidak seharusnya menyukainya. Sifatnya sangat buruk. Pindah adalah jalan terbaik.

                “Ayo,” tegasku, menarik keduanya keluar.

                Ketika kami sudah sampai di ambang pintu, aku merasa ada yang menarik lenganku. Aku menoleh dan melihat wajah cemas Sungmin memandangiku.

                “Jangan pergi,” pintanya.
                “Tidak bisa, oppa. Jelas mereka tidak bisa disini sekarang. Tenang saja, aku akan melindungi mereka.”

                Sungmin melepaskan tanganku. Setidaknya, Sungmin masih lebih baik dari semua pria yang ada di ruangan tadi. Rekornya sangat bagus dalam penilaianku. Aku masih setengah menyeret Yifang dan Xili menuju lift.

                “Ke apartemenku. Meski sempit, kita tinggal disana untuk sementara waktu sampai kalian bisa dapat apartemen yang pas. Oke?”

                Xili mengangguk, sedangkan Yifang masih menangis. Aku melihatnya berusaha menghapus air matanya. Dia lemah sekali. Aku tidak suka melihat gadis yang menangis terus dan tidak bisa menghadapi kenyataan seperti ini.

                “Hei Yifang, jangan menangis terus! Apa kau pikir menangis bisa menyelesaikan masalah? Kalian sudah keluar dari sana, justru lebih baik!”
                “Tapi… tapi Yesungie oppa… aku sudah membuatnya marah dan sakit hati. Dan Zhoumimi… sekarang dia dalam kesulitan. Semuanya salahku,” ucapnya penuh sesal.
                “Asal kau tau, sekali lagi aku bilang bukan sepenuhnya salahmu. Sekarang kita Cuma bisa berdoa supaya Zhoumi oppa tidak dapat masalah, dan kau, lupakanlah si Yesung itu. Dia tak pantas untukmu. Cowok macam apa sih yang marah seperti itu pada cewek hanya karena masalah sepele begini?”
                “Mungkin dia tidak menganggap ini masalah sepele. Semuanya karena aktingku, karena ideku…”
                “Sudahlah! Kau diam saja! Kalian cari apartemen baru dan lupakan saja si Yesung itu! Pokoknya aku tak mau sekalipun dengar kau mengucapkan namanya lagi, ngerti?”

                Yifang menundukkan kepalanya. Aku jadi marah padanya, tapi melihat Xili yang menggelengkan kepalanya panic, aku tau sekarang aku sebaiknya tidak ikutan marah. Keadaannya sudah cukup kasihan tanpa aku menambah kesulitannya lagi sekarang. Aku memanggil taxi dan membawa mereka ke apartemenku. Kelihatannya Yifang sama sekali tidak peduli mau dibawa kemana sekarang. Aku membuka pintu apartemenku nomor 303.

                “Err… ini apartemenku. Silakan masuk.”

                Aku sebenarnya sedikit malu mengajak mereka masuk, soalnya apartemenku berantakan. Aku menendang minggir kain lap yang kulempar sembarangan tadi pagi dalam ketergesaanku ke salon, dan kain itu jatuh ke gagang sapu, sapu itu jatuh juga ke tong sampah, sekarang isi tong sampah itu berserakan di sekitarnya. Aduh. Aku selalu begini. Xili mendengus, kupikir dia nyaris tertawa. Aku mengajak mereka duduk di satu-satunya sofa untuk bertiga yang ada di apartemenku itu.

              “Untuk sementara, err… tinggallah disini. Agak sempit dan berantakan, sih, tapi… masih bisa jadi tempat tinggal koq.”
                “Bagaimana kita berempat bisa tidur di ranjangmu?” Tanya Xili polos.

                Pertanyaan yang bagus. Aku memandangi ranjangku yang dua tingkat. Aku biasa tidur di tingkat atas, tapi tingkat bawahnya aku letakkan banyak buku, dan kasurnya kumasukkan paksa ke dalam lemari.

                “Err… aku bisa bereskan tingkat satu, jadi dua orang bisa tidur di tingkat satu, dan satu orang tidur denganku di tingkat atas. Aku akan bereskan sekarang.”

                Aku mulai membereskan barang apa saja yang bisa kumasukkan paksa dalam lemari atau laci, yang penting kelihatan sedikit lebih rapi. Setelah 10 menit aku bekerja sendirian, Xili akhirnya membantuku merapikan baju-baju yang kulempar sembarangan ke dalam mesin cuci atau lemari baju.

                “Manshi, kau bisa mengabari Aqian alamat kita? Nanti jam tiga dia sudah pulang.”
                “Oh ya. Aku akan kirimkan SMS padanya.”

                Setelah mengirimkan SMS pada Aqian, kamipun kembali beres-beres, dan saat itu Yifang sudah berhenti meratapi nasibnya dan membantu kami dalam diam. Dia lebih cekatan dari Xili, mungkin karena dulu di Guangzhou dia juga tinggal sendirian di apartemen. Andaikan aku seperti dia, mungkin keadaan apartemenku tidak akan begini. Sigh. Setelah berusaha keras selama dua jam, akhirnya apartemenku tampak layak untuk ditinggali.

                “Manshi, kau tidak pulang ke salon?”
                “Ah… sudah jam setengah empat begini, tanggung juga kalau pulang, soalnya aku selesai kerja jam setengah lima. Aku akan menelepon Heechul oppa saja. Kurasa dia bisa memaklumi.”
                “Heechul oppa baik ya.”
                “Hangeng juga. Yang jelas mereka tidak jahat seperti Yesung.”

                Yifang yang tadinya sibuk mencuci piring jadi terdiam sejenak. Tapi yang aku bilang kan benar, kalau Yesung jahat? Aku menekan nomor hape bossku, dan pada dering kedua sudah disambutnya.

                “Yoboseyo, Heechul oppa. Ya, Yesung marah besar, dan dia mengusir Yifang. Sekarang Yifang dan Xili ada di apartemenku… aku tidak bisa kembali ke salon, aku mau mengurusiku apartemenku, oppa… ah, gomawo. Baiklah… oke… bye.”
                “Apa katanya?”
                “Dia memberiku izin. Dia bilang akan menelepon siapa yang ada di apartemen untuk tau kejadian lengkapnya. Yang jelas dia tidak marah pada kalian lho.”
                “Wow, padahal dia kelihatan dingin begitu, ternyata dia baik dan keren.”

                Aku mengangguk setuju. Tak lama kemudian bel pintuku berbunyi.

                “Itu pasti Aqian. Aku akan membukakan pintu untuknya.”

                Ketika aku membuka pintu, rupanya aku bukan hanya melihat Aqian datang sendirian, ada juga Sungmin dan Shindong. Ngapain coba si Shindong itu datang? Bukannya tadi dia sama sekali tak mau peduli?

                “Tadi mereka pulang bersamaku dari resto,” jelas Aqian tanpa perlu aku yang bertanya.
                “Manshi, apa… kau ada waktu… keluar denganku?” Tanya Shindong.
                “Kenapa aku harus keluar denganmu?” tanyaku ketus, “dan Sungmin oppa, ada apa?”
                “Aku membawakan barang-barang yang mungkin mereka perlukan. Aku boleh masuk kan, Manshi?” dia balik bertanya.
                “Tentu saja boleh, oppa. Silakan.”

                Kedua tangan Sungmin penuh kantong besar, dan dia masuk ke dalam bersama Aqian. Shindong masih memandangku ragu.

                “Sebentar saja. Ada yang mau kubicarakan denganmu,” pinta Shindong.
                Memandangnya yang dulu pernah menolongku, aku akhirnya setuju, “baiklah. Sebentar saja ya.”

                Aku berbalik dan melihat Sungmin tengah menghampiri Yifang dan menyodorkan kantong pertama padanya, sedangkan Aqian dan Xili mengobrol serius.

                “Aku keluar sebentar yah.”

                Mereka menggumamkan persetujuan dan akupun keluar apartemen bersama Shindong.

                “Mau kemana?”
                “Ikut aku.”

                Aku mengikutinya berjalan, rupanya ke sebuah restoran tak jauh dari apartemenku. Aku belum pernah ke restoran ini, soalnya tampak tidak meyakinkan, jadi aku tak berani bertaruh apa makanannya enak. Dia memesan makanan.

                “Kau mengajakku keluar bukan untuk makan, kan?”
                “Salah satu maksudku. Aku mau minta maaf. Tadi bukannya aku tidak mau membela teman-temanmu, tapi aku terlalu shock untuk bertindak.”
                “Jadi kau sama sekali tidak tau tentang masalah ini? Padahal Heechul oppa sudah tau lho, dan menurut perkiraannya, semua teman-teman pasti sudah tau. Kupikir kau juga termasuk di dalamnya, kalau kau teman baik mereka.”
                “Tapi mereka tidak mengabariku. Mungkin saja tidak semua dari kami tau. Kalau Heechul hyung dan Hangeng hyung, mereka memang hampir tau semua urusan, juga mungkin Siwonnie banyak tau. Tapi aku sama sekali tidak tau,” jelasnya, “tadi waktu kami mau menemui Meifen, Sungminnie baru cerita padaku.”

                Sikapku jadi melunak padanya. Menyesal tadi aku merasa kesal padanya.

                “Jadi menurut opinimu bagaimana?”
                “Hmm… masalah ini sulit juga. Yifang berani juga untuk membuat keputusan seperti itu. Boleh dibilang idenya cukup brilian sih, kalau bukan Kibummie yang melihat curhatannya Yifang itu. Yah, aku tidak bisa bilang Yifang salah atau Yesung hyung yang salah,” jawabnya, “pikiran fans kan memang sering di luar akal sehat.”
                “Tapi Yesung kan tidak seharusnya marah begitu!”
                “Yesung hyung paling tidak suka dibohongi. Dia punya trauma soal itu. Kami sering menjahili dan mengerjainya, dan dia tidak pernah marah, tapi dia tidak bisa memaafkan orang yang membohonginya. Mungkin saja… Yifang membohonginya kali ini membuatnya mengingat trauma itu lagi,” kata Shindong.
                “Oh ya? Aku baru tau soal itu. Tapi dia dan Yifang… selama ini cukup dekat sih.”
                “Oh, bisa jadi itu sebabnya dia marah. Dia kecewa pada Yifang.”

                Saat itu makanan pesanannya datang, dan menu itu menggugah selera makanku. Aku lupa tadi aku melewatkan makan siang saking mau buru-burunya ke apartemen KRYSD. Perutku berbunyi keras. Memalukan.

                Shindong tertawa, “melewatkan makan siang? Hahaha… makanlah. Ini salah satu resto favoritku lho.”

                Aku tidak ragu lagi menyambar menu-menu itu. Shindong juga makan dengan lahapnya, jadi aku tidak malu sama sekali makan dengan bersemangat.

                “Aku akan membujuk Wookie, dan Sungminnie bilang dia akan membujuk Hae. Wookie biasa orang yang paling gampang memaafkan, dan kalau dia sudah terbujuk, dia bisa membujuk Yesung hyung, soalnya hubungan mereka berdua sangat baik,” ujar Shindong dengan mulut penuh makanan, “Sungminnie dan Hae sepupuan, jadi Sungminnie terbiasa berbicara dengannya.”
                “Kau bermaksud… supaya Yifang dan yang lainnya kembali tinggal di apartemen itu?”
                “Kalau bisa sih. Bukannya mereka lagi dalam kesulitan ekonomi?”
                “Tapi Zhoumi oppa kan dalam masalah? Apa tidak boleh ada cewek yang tinggal di apartemen mereka?”
                “Itu salah satu peraturan perusahaan. Baiklah, kita tunggu kabar dari Mimi dulu. Tapi setidaknya, jangan sampai Yesung hyung, dan dari Sungminnie kudengar, Kyu juga marah, lebih baik mereka tidak memusuhi kalian semua, kan?” kata Shindong, “alangkah baiknya kalau semuanya berbaikan. Masalah apapun bisa diselesaikan dengan lebih gampang kalau saling tolong-menolong, kan?”
                “Ehm… gomawo, Shindong. Mudah-mudahan… Zhoumi oppa tidak kena masalah.”
                “Tenang saja, Mimi pintar dan kinerjanya selama ini bagus. Harusnya sih dia tidak akan kena masalah. Dan tidak perlu bilang terima kasih. Kita semuanya teman.”

                Aku tersenyum dan merasa hatiku lega. Rupanya dia memang baik, si Shindong ini.

                “Oh ya, bagaimana kau bisa muncul di resto untuk menolongku waktu itu?”
                “Aku sering melihatmu keluar masuk resto. Bukan Cuma sekali itu dan bukan Cuma di resto yang itu.”
                “Hah? Bagaimana mungkin? Apa kau menguntitku?”
                “Tidak, aku juga sibuk. Cuma entah mengapa sering saja melihatmu, dan tampangmu tidak pernah baik setelah keluar dari resto-resto itu. Lalu aku melihat apa yang kau lakukan disana. Sekarang kau tidak melakukan itu lagi, kan?”
                “Tidak. Keadaan ekonomiku membaik setelah bekerja di salon. Kenapa bisa kau sering melihatku, yah? Apa Seoul terlalu kecil?”
                “Entahlah. Mungkin juga sih. Buktinya ternyata kita bisa bertemu lagi. Ternyata kau kenal dengan KRYSD, sahabat-sahabatku. Atau… mungkin karena kita berjodoh?”

                Aku terdiam dan menatap wajahnya yang tengah tersenyum. Jodoh? Semudah itukah seseorang menemukan jodohnya?

爱是接力 幸福的传递 随时随地的甜蜜
Love is happy to pass relay anytime anywhere with you my sweet
一对一就我和你 you and me
One on one you and me
一面追赶你 还不忘为你打气
One side to catch up with you not forget to cheer for you
最后奖励是幸福的结局
Final reward is a happy ending

                “Ngomong-ngomong, mulai sekarang kau panggil aku oppa dong. Aku kan lebih tua darimu,” pintanya.
                “Oh ya? Berapa umurmu?” tanyaku.
                “Kau saja masih memanggil Kibummie dengan sebutan oppa, kan? Aku 22 tahun.”
                “Hahaha… baiklah, Shindong oppa.”
                “Nah… itu kan kedengarannya lebih enak.”
                “Oh ya, ngomong-ngomong aku baru ingat. Memang aku harusnya tau oppa bersahabat dengan KRYSD dan yang lainnya. Soalnya waktu panjat gunung kemarin, aku berkenalan dengan rekan siaran Yifang sekaligus cowok yang bawa motor waktu oppa menolongku waktu itu, si Eunhyuk oppa.”
                “Ah… panjat gunung! Sayang sekali aku tidak ikutan, harusnya kita bisa bertemu lebih cepat. Waktu itu aku kalah main game dengan dia, jadi aku terpaksa tinggal dan mengajar kelas menari, dan dia yang pergi. Dasar sial. Dan dia tidak cerita kalau dia bertemu denganmu!”

                Menyenangkan sekali rasanya ngobrol dengan Shindong. Walau dia tidak setampan KRYSD, tapi dia punya daya tarik lain yang tidak bisa kuungkapkan. Dia baik hati, jujur dan lucu. Kurasa aku betah mengobrol dengannya selama seminggu penuh. Berharap saja kami bisa terus berteman. Dan mungkin… kami memang berjodoh.

No comments:

Post a Comment