Welcome Here ^0^v

You can read; and then please kindly leave comment(s) so I could improve;
But don't try to STEAL a part or whole part of all post WITHOUT a proper CREDIT; you'll know the risk if you still do it;
Intro: I'm a hyper Cloudsomnia, Jung Heechul IS MINE, OFFICIAL WIFE OF KIM JONGWOON, GO is the OWNER OF MY HEART, definitely a Lively E.L.F and also a multi-fandom: ELF, ZE:A's, Triple S, A+, VIP; I'm a unique, weird and super delusional girl;
Just add my Facebook account: maymugungponks; and follow my Twitter: (hidden for some reason);
But be careful~~ I'm not as easy as you think I might be~

Tuesday, 13 December 2011

Love's Arrived chapter 9 part 1

Love’s Arrived
Chapter 9 part 1

Gisela sampai ke gedung kantor Famous Production tepat waktu. Dia disuruh datang jam sembilan pagi, tapi karena tadi pagi QQ membandel waktu mandi, dia jadi memboroskan banyak waktu. Waktu yang diperlukan Gisela ke kantor dari rumahnya harusnya dua puluh menit, tapi Gisela mencapainya dalam waktu lima belas menit. Ini pertama kalinya dia ngebut, tapi ternyata dia senang suasana ngebut ini. Dia jadi mengerti kenapa David dan Albert suka bawa mobil kebut-kebutan atau bahkan Alex yang ngebut kalau naik motor. Dua hari setelah pesta ultah David, seluruh koran memuat berita yang menganggap Gisela adalah kekasih impiannya. Gisela sampai kerepotan menjawab ribuan pertanyaan di situs-nya untuk mengklarifikasi masalah ini. Beberapa fans malah mengharapkan Gisela pacaran dengan Nathan. Siang ini, keempat anggota LI LIANG dan ketiga anggota HUA XIANG, ditambah David dan Gisela akan berpiknik di dekat pantai, jauh diluar Taipei. Gracia bahkan mempromosikan tempat ini sangat indah, dimana mereka harus masuk hutan dulu sebelum bisa mencapai pantai tertutup ini. Quiny dengan tegas menolak ikut rombongan (“Hutan? Nyamuk, serangga! Pantai? Sinar matahari nggak bagus untuk kulit!”), tapi Albert dan Nathan berhasil membujuknya. Gisela membawa peralatan memasak dan diletakkan di bagasi mobilnya. Rencananya mereka juga bakal nginap di pantai itu.

Gisela akhirnya sampai di depan pintu CREW ROOM, mengetuk pintunya sebelum masuk. Seperti biasa, ruangan itu ramai dengan para artis, beberapa pegawai manajemen dan manager-manager artis.

“Mei-Mei!”

Mrs. Yan menyambut Gisela. Gisela melihat Michael dan Mr. Shu duduk bersamanya. Gisela langsung duduk di sofa sebelahan dengan Michael.

“Ada apa, nih?” tanya Gisela.
“Syutingmu sudah mau selesai, kan?” tanya Mrs. Yan.
“Oh iya. Besok sore kita semua tinggal syuting dua adegan terakhir dan kita akan adakan pesta penutupan syuting setelahnya,” jawab Gisela, disambut anggukan Michael.
“Tentunya aku akan mencarikan job serial lagi untukmu, Mei-Mei.”
“Nah, hari ini kami mengajak kalian ke sini karena kami menemukan job iklan untuk kalian berdua. Hanya berdua,” tekan Mr. Shu, “handphone Original ingin mencari spokeperson untuk produk mereka.”

Mr. Shu mengeluarkan dua rangkap kontrak dan langsung dibaca Gisela dan Michael.

“Mereka akan memberi kalian penghasilan lumayan, setidaknya lumayan juga untukmu sebagai pemula, Mei-Mei, dan setiap bulannya akan menghadiahi kalian dengan produk handphone terbaru produksi mereka.”

Gisela menghitung gaji yang akan didapatnya, dan setiap bulannya dia akan mendapat sekitar tujuh digit nol, dalam Rupiah, belum termasuk bonus per promo. Michael mendapatkan lebih besar, tentu saja. Dia mendapat delapan digit nol (dengan cepat di-Rupiah-kan di otak Gisela). Tapi ini bagus untuk awal karirku.

“Aku tertarik,” kata Michael setuju, langsung membubuhkan tanda tangan.
“Mei-Mei?” tanya Mrs. Yan.
“Oh… tentu saja. Aku juga setuju,” jawab Gisela, ikutan membubuhkan tanda tangan.
“Nah Mei-Mei, setelah ini kegiatanmu akan makin padat dengan promo-promo produk handphone Original dan promo serial Moonlight At Taipei juga. Kau harus menjaga kesehatan,” nasehat Mrs. Yan, “oh ya, ini semua bayaranmu dari syuting serial Moonlight At Taipei.”

Gisela menerima bukti transfer ke rekeningnya sebesar sembilan digit nol (Rupiah) dan tampak girang sekali. Aku akan mentransfer tiga perempatnya ke rekening mama. Aku nggak butuh uang sebanyak ini. Mama pasti senang. Michael menepuk kepala Gisela dan Mr. Shu serta Mrs. Yan berjanji akan mencarikan Gisela lebih banyak job, sehingga uang-uang yang diterimanya pasti akan jauh lebih besar dari yang didapatnya hari ini.

“Eh, Mei-Mei, ayo kita pergi sekarang,” ajak Michael, “jangan-jangan yang lain udah menunggu kita di pinggir hutan.”
“Ayo…” Gisela menanggapi dengan bersemangat.
“Kalian mau kencan, ya?” tebak Mr. Shu dengan mata dipicingkan.

Gisela panik, tapi Michael tersenyum misterius.

“Kalian tidak boleh kencan di tempat terbuka, atau kami akan diserbu wartawan lagi,” nasehat Mrs. Yan, “atau kalian memang sudah pacaran?”
“Jangan khawatir, kita nggak kencan dan kita belum pacaran kok. Kita mau piknik sama Wen Chun, Xiang Chen, Ming Jun, Moniq jie, Gracia jie, Quiny jie dan Ming-Ming,” jelas Michael, “kami pergi sekarang, ya…”

Michael menggandeng Gisela, menariknya pergi. Mr. Shu dan Mrs. Yan berpandangan, saling bertukar kata lewat pandangan mata mereka.

Michael memarkir mobilnya agak jauh dari mobil Gisela. Setelah Gisela masuk mobilnya, dia menunggu Michael di gerbang depan gedung.

“Mei-Mei, tahu jalan?”
“Cuma dikasih tahu sedikit, sampai jalan keluar Taipei, abis itu nggak tahu,” jawab Gisela, membuka kaca mobilnya untuk ngobrol dengan Michael.
“Nanti kalau udah di luar Taipei, kau ikuti aku.”

Pertama-tama, Michael memimpin berjalan di depan Gisela, tapi nggak lama kemudian, mobil Gisela mendahului Michael dan setelah agak lama, Michael nggak bisa melihat mobil Gisela lagi. Mudah-mudahan dia nggak nyasar, susah kalau mau nyari dia lagi, harap Michael. Tapi ternyata Gisela menunggu Michael begitu udah keluar dari Taipei.

“Mei-Mei, kau udah berani ngebut, ya?”
“Aku nggak ngebut, Cuma agak cepat. Kan tadi ada celah di sebelah kiri mobilmu, jadi aku ambil celah itu dan jalan di depanmu. Kelewat cepat, ya?”

Michael tersenyum dan menggeleng-gelengkan kepalanya.

“Let’s go!”

Michael dan Gisela sampai di pinggir hutan sepuluh menit kemudian. Di pinggir hutan ada rumah penjaga hutannya dan di dekat rumah itu sudah diparkir mobil Honda biru Alex, mobil Mercedez-Benz hitam David dan mobil Suzuki pink Quiny. Semuanya juga berdiri di depan pintu rumah. Albert yang paling cepat menangkap kedatangan Gisela dan Michael.

“Xiao Wei dan Mei-Mei udah datang!” Albert mengumumkan girang, “kalian cepat sekali! Ngebut, ya?”
“Mei-Mei udah berani ngebut sekarang. Aku sih Cuma di depannya waktu hampir sampai ke sini aja.”
“Wah… Mei-Mei banyak kemajuan, ya,” puji David.

Gisela Cuma nyengir malu-malu.

“Bawa apa aja, sih?” Gisela bertanya pada yang lainnya, heran pada tas punggung besar yang dibawa Gracia.
“Segalanya, dong… kita kan mau nginap, jadi jie jie udah membagi bawaan. Ada yang bawa tenda, kita butuh tiga buah,” jawab Gracia, “tikar, kotak P3K, pokoknya lengkap deh…”

Gracia tampaknya memang sudah mengkoordinir yang lain dengan baik, karena mereka semua membawa tas punggung dalam berbagai ukuran. Mereka semua memakai jaket panjang dan celana panjang. Gisela segera menyambar jaket hitamnya.

“Mei-Mei bawa alat masaknya, kan?”
“Bawa sih, jie…”

Gisela dengan susah payah mengangkat peralatan memasak dari bagasinya.

“Hei… Mei-Mei ditolongin dong!” perintah Michael pada cowok-cowok lainnya, sementara dia juga sibuk menarik tas dari bagasi mobilnya.

Moniq dan Nathan dengan sigap menolong Gisela. Nathan bahkan memindahkan sebagian isi tas Gisela ke dalam tasnya sendiri. Nathan berpandangan dengan Gracia. Gracia menggeleng-gelengkan kepalanya saat melihat Alex cuek saja, malahan lagi mengobrol seru dengan Quiny.

“Oh ya, Xiao Wei, Mei-Mei, kita memutuskan ninggalin handphone dan dititipkan sama penjaga hutan, supaya kita bisa total berlibur seharian ini. Kalian juga titipkan handphone kalian ya,” pinta Moniq.
“Tapi… aman nggak?” tanya Gisela ragu-ragu, menyerahkan handphone ke tangan Nathan.
“Tenang… penjaga hutannya udah kita suap, kok,” jawab Nathan sambil mengambil handphone Michael juga.

Tak lama kemudian mereka mulai memasuki hutan. Karena masih sekitar jam sebelas siang, matahari berada di atas kepala, suasana hutan terang benderang. Meskipun begitu, beberapa dari mereka masih terlihat belum terbiasa berjalan di hutan. Quiny tersandung akar pohon berkali-kali dan Albert yang berjalan tepat di depannya jadi sasaran sambarannya. Alex juga kurang lincah menghindari daun-daun berduri di sekeliling mereka, jaketnya sudah sobek-sobek dan dia terpaksa pinjam jaket cadangan David di tengah jalan. gisela beberapa kali lupa menunduk dan dahinya menabrak dahan pohon, jadi Gracia menungguinya dan menolongnya dengan sabar.

“Nyamuk!” protes Michael akhirnya, kesal karena berusaha membunuh nyamuk yang berusaha menggigit wajahnya yang ganteng.
“Ming Jun, awas deh, di lehermu nempel kumbang yang menggigit, tuh!” tunjuk Moniq ke leher Nathan.

Nathan dengan agak panik menepuk lehernya dan kumbang yang dimaksud langsung tewas. Gisela jadi bergidik. Aku kan benci serangga… jangan deh ada yang begituan nempel di badanku. Hiii…

“Masih jauh nggak, sih?” tanya Nathan pada Gracia.

Gracia mengecek kompasnya.

“Arah kita benar kok. Kalau perkiraanku nggak salah, kita bakal sampai sepuluh menit lagi,” jawab Gracia.
“Sepuluh menit? Aku udah capek, nih. Cepetan, yuk,” ajak Quiny, berjalan mendahului Albert dan Alex.

Akhirnya mereka keluar juga dari hutan. Gracia benar, pemandangan di hadapan mereka sangat luar biasa. Pantai yang luas terhampar, air lautnya yang biru sedikit bergelombang dan pasirnya sangat putih dan bersih. Rasanya semua perasaan lelah mereka hilang dibawa desiran gelombang laut. Albert langsung melempar ranselnya, membuka jaket dan kaosnya dan berlari ke air, disusul Alex dan David. Gisela dan Gracia tersenyum melihat kelakuan mereka. Michael yang terampil mendirikan tenda langsung mencari lokasi yang pas untuk mendirikan tiga tenda. Moniq menggelar tikar dan menumpuk kayu bakar di hadapannya.

“Aku aja yang buka apinya,” kata Quiny yang langsung semangat ambil bagian dalam kesibukan ini.

Gisela meletakkan tasnya yang super berat dan duduk di tikar dengan lega, meluruskan kakinya.

“Awas, terbakar!!!” teriakan Nathan memecah keheningan.

Karena cuaca saat itu terik sekali, kayu bakar jadi sensitif dan mudah terbakar. Quiny gagal dalam usaha pertamanya menyalakan kayu bakar, tapi sedikit api rupanya langsung menjilat tumpukan kayu dan nyaris melahap tikar yang didudukinya bersama Moniq dan Gisela. Semuanya tampak panik, Quiny mencari-cari ember untuk mengambil air laut. Di saat seperti ini, kita harus tenang. Itu yang diajarkan mama. Gisela dengan tetap tenang namun sigap, mencari karung yang dimasukkan dalam tasnya dan dengan segera menepuk api sampai mati.

“Nah, beres, kan?” kata Gisela sambil mengusap wajahnya yang berkeringat.
“Wah… Mei-Mei, kau kok bisa tenang begitu?” tanya Quiny, keberatan mengangkat seember air.
“Kata mama, kita cenderung panik waktu lihat api, tapi kita harus tetap tenang supaya bisa memadamkan apinya. Makanya aku bawa karung untuk persiapan.”
“Mei-Mei keren, deh,” puji Albert sambil memberikan Gisela pelukan basah (maklum, dia baru keluar dari laut).
“Ah… Wen Chun ge, aku jadi basah, kan?”

Nathan kembali berpandangan berarti dengan Gracia.

“Lapar…” keluh David, memegangi perutnya.
“Oke, waktunya kita memasak makan siang!”

Sementara kebanyakan dari mereka berenang atau berjemur (Michael dari dulu kepingin badannya agak kecoklatan), Quiny dan Gisela sibuk memasak. Siang ini mereka bakal makan masakannya Quiny dulu, baru masakan Gisela malamnya. Semua bahan makanan rupanya dimasukkan ke tasnya Moniq dan Nathan. Meski dengan bantuan api kayu bakar, Quiny yang terampil segera menyelesaikan 7 menu makanan dalam waktu satu jam. Menjelang sore, mereka sudah makan dengan kenyang.

“Eh, sebentar lagi kita bisa lihat sunset!” Gracia mengingatkan yang lainnya.
“Oh iya ya… tapi sebelumnya, kita berenang lagi, yuk,” ajak Michael.

Semuanya berenang dengan lincah, tapi Gisela Cuma duduk di karang dekat tepi pantai, dia nggak berani masuk laut terlalu jauh.

“Mei-Mei nggak berenang?” tanya Moniq heran.
“Jadi ingat kejadian waktu itu…” kata Nathan sambil berpandangan dengan Albert.

Albert nyengir.

“Waktu itu aku nggak tahu dia nggak bisa berenang, jadi aku dorong dia ke kolam renang di rumah. Mei-Mei tenggelam deh,” jelas Albert, “katanya dari kecil udah trauma sama kolam renang.”

David berenang ke karang yang diduduki Gisela.

“Hai…” sapa Gisela.

David menyeruak duduk di pinggir Gisela.

“Wen Chun tadi cerita alasannya kau nggak mau berenang. Daripada kau bosan, aku temani deh,” kata David.
“Xie xie.”

Keduanya asyik ngobrol sebelum Quiny datang dan menyipratkan air laut ke badan mereka. Akhirnya semuanya jadi main saling ciprat air. Menjelang jam enam, mereka melihat pemandangan sunset yang indah. Matahari yang berwarna oranye seolah dimakan lautan. Suasananya romantis sekali. Sayang, aku saat ini malah nggak bisa berdekatan sama Xiang Chen ge… aku ini menyedihkan sekali. Gisela memandang Alex yang berdiri agak jauh darinya. Sinar matahari yang meredup memantul dari wajah Alex yang ganteng. Gisela segera memalingkan wajahnya, hatinya terasa sakit, teriris…

“Mei-Mei, kau nggak apa-apa?” tanya Quiny yang heran melihat mata Gisela berkaca-kaca.
“Nggak apa-apa kok, jie…”
“Ayo kita masak. Malam ini gantian kita makan masakanmu. Jie jie Cuma bantuin. Bawa buku resep jie jie?”
“Pasti, dong. Buku itu udah jadi jimatku.”

Gisela juga memasak tujuh macam masakan, tapi dia membutuhkan waktu setengah jam lebih banyak dari Quiny. Gisela berharap masakannya lumayan, dia belum memasak untuk LI LIANG lagi semenjak peristiwa keracunan kemarin.

“Ini aman, kan?” tanya Albert, menyendok nasi panggang.

Gisela melotot padanya.

“Just kidding…”
“Delicious! Hao chi! (enak!)” puji David waktu memakan steak ayam.

Gracia makan lahap sekali, Cuma sempat mengacungkan jempol kirinya sambil asyik makan. Setelah makan, mereka semua main kartu remi. Gisela, yang pada waktu senggangnya dulu di Palembang sering main kartu remi bareng Viona, memperkenalkan banyak permainan seru pada mereka. Michael, meskipun tampangnya seperti anak baik-baik, ternyata ganas waktu main black jack dan mengalahkan Moniq dan Nathan sekaligus. Pada suatu sesi, Gracia kembali berpandangan dengan Nathan dan Nathan mengangguk. Dia memegang sekujur badannya, sepertinya mencari sesuatu. Tak lama kemudian dia masuk ke tenda yang bakal didiaminya bareng Albert dan David.

“Ming Jun kenapa, tuh?” tanya Gracia.

Tak lama kemudian Nathan keluar dengan tampang agak panik.

“Ada yang lihat cincin perakku?” tanyanya pada semua anak yang duduk mengelilingi api unggun.
“Nggak tuh,” jawab Michael, “kau yakin kau pakai waktu ke sini?”
“Kau kan tahu aku nggak pernah ninggalin cincin itu.”
“Jangan-jangan lepas waktu kau berenang,” tebak Moniq.

Nathan diam cukup lama dan berpikir.

“Jangan-jangan jatuh di hutan…”
“Hah?” keluh Quiny, “mana mungkin bisa ketemu lagi deh, kalau jatuh di sana.”
“Sepertinya aku perlu cari ke sana.”
“Don’t be crazy!” seru Albert, “gelap begitu, kau mau masuk ke sana?”
“Nggak apa-apa, aku bawa senter aja. Kau kan tahu itu barang yang penting untukku.”

Nathan menghilang ke dalam tenda dan kembali dengan senter.

“Mau ditemani?” Alex menawarkan diri.
“Nggak usah. Aku akan coba cari di hutan dekat-dekat sini aja.”

Nathan menghilang ke dalam hutan dan mereka melanjutkan permainan kartu remi dengan seru. David berteriak frustasi karena tiga kali berturut-turut kalah main black jack melawan Michael. Michael mengaku sering ke club judi di Los Angeles waktu dia kuliah di sana. Rasanya sudah lama berlalu, Nathan belum juga kembali.

“Ming Jun mana, ya?” tanya David sambil mengecek arlojinya, “udah sepuluh menit dia belum balik.”

Gisela langsung berjalan ke pinggir hutan.

“Ming Jun ge… Ming Jun ge…” panggil Gisela dengan suaranya yang nggak nyaring, karena Gisela nggak bisa teriak.

Gracia ikutan Gisela meneriakkan nama Nathan, tapi tidak ada tanda-tanda gerakan Nathan.

“Jangan-jangan Ming Jun hilang,” tebak Gracia.
“Eh, jie, jangan ngomong gitu dong,” hardik Michael sambil bergidik.
“Soalnya dia nggak keluar waktu kita panggil dan nggak ada suara di sana.”
“Ayo, kita cari dia!” ajak Moniq, langsung berdiri meninggalkan tikar.
“Tunggu dulu! Kita harus bagi kelompok, supaya lebih mudah mencarinya. Dengarkan aku. Quiny dan Ming-Ming cari di pepohonan sebelah sana,” Gracia menunjuk daerah pepohonan, “Wen Chun sama aku masuk sini, nah, Moniq sama Xiao Wei masuk dari ujung sebelah sana.”
“Mei-Mei dan Xiang Chen gimana?” tanya Quiny heran.
“Mereka menunggui base, di sini, siapa tahu Ming Jun udah balik sendiri. Kalau ada yang menemukan Ming Jun, segera buat asap, ya!”
“Coba aku aja yang ditinggal di sini. Aku kan nggak suka masuk hutan malam-malam.”
“Nggak bisa, Quiny. Harus Mei-Mei yang disini. Dia kan yang paling kecil. Lagian kau ditemani Ming-Ming. Pasti aman, deh,” kata Gracia, “ayo cepat, sebelum Ming Jun entah tersesat kemana.”

Semuanya pergi menurut kelompok dan arah yang ditunjuk Gracia. Gisela dan Alex duduk dengan canggung di tikar, saling membelakangi. Gisela memandang api unggun dengan dramatis. Xiang Chen ge… sampai kapan kita harus begini? Aku kan… aku… Alex terbatuk beberapa kali. Gisela mengambil inisiatif dan menuangkan segelas air hangat.

“Minum, supaya nggak batuk lagi,” pesan Gisela sambil menyerahkan gelas pada Alex.
“Xie xie…” gumam Alex, mengambil gelas di tangan Gisela.

Saat tangan keduanya bersentuhan, keduanya segera menarik tangan mereka dengan cepat. Mereka duduk memandang api unggun yang masih berderik dengan riang. Detik-detik berlalu lambat, kecanggungan makin terasa di hati mereka.

“Dui bu qi…”

Akhirnya keduanya kompakan mengucapkan kata maaf dan saling berhadapan. Alex menggaruk-garuk kepalanya dengan canggung.

“Maksudku… aku minta maaf karena aku udah cuekin kau, Mei-Mei. Aku nggak tahu kenapa aku begini…”
“Bukannya aku yang harus minta maaf? Beberapa waktu belakangan ini, kalau Xiang Chen ge ketemu aku, Xiang Chen ge pasti cemberut…” Gisela berbicara lembut sekali, “sepertinya aku buat Xiang Chen ge sebel terus…”
“Nggak, kok! Bukan begitu, Mei-Mei! Kurasa… kurasa yang salah itu aku… pokoknya…” sendat Alex, dia tidak lagi berani memandang langsung mata Gisela, “wo yao shuo dui bu qi (aku mau minta maaf)… qing ni yen liang wo (tolong maafkan aku)…”
“Xiang Chen ge juga mau maafin aku, kan?”
“Dang ran! (tentu saja!)”

Akhirnya keduanya tersenyum. Gisela tersenyum lega sekali. Mungkin pergi piknik memang baik untukku… Gisela bergidik saat angin dingin berhembus di sekitar mereka. Alex yang menyadari itu langsung membuka jaketnya dan memakaikan jaketnya ke badan mungil Gisela.

“Xie xie…”
“Ehm… Ming-Ming bilang kau sering menitipkan QQ ke rumahnya, ya?”
“Iya, soalnya aku kan sering nggak di rumah atau baru pulang malam. Sepertinya Wang mama juga lumayan suka QQ, jadi beliau bersedia merawatnya.”
“QQ nggak cerewet kan, makannya?”
“Dia pemakan segala, ge ge! Malah kalau di rumah Ming-Ming ge, dia ikutan minum sup ginseng.”

Alex tertawa lepas, tawa yang dirindukan Gisela.

“QQ harus dimasukkan ke ‘Unique Animals Show’ deh.”
“Ming Jun, makanya lain kali hati-hati dong!”

Alex dan Gisela menoleh ke arah datangnya suara. Mereka semua sudah keluar dari hutan dan Nathan tampak berada di tengah-tengah mereka. Albert mendorong Nathan beberapa kali.

“Dui bu qi deh… siapa juga yang mau jatuhin cincinnya sendiri di hutan…” kata Nathan sambil mencibir.
“Kau sih, tadi mau kutemani nggak mau,” tuduh Alex saat Nathan duduk di sebelahnya.
“Udah deh, yang penting Ming Jun udah balik,” David menengahi, “yuk, main lagi…”

Mereka duduk mengelilingi api unggun, melanjutkan permainan black jack yang makin menegangkan. Akhirnya Gisela berhasil mengalahkan dominasi Michael.

*******

No comments:

Post a Comment