May’s Christmas Present
Chapter 2
Ke rumah kelima, May benar-benar gemetar di mulut cerobong asap. Bukan karena dia kapok melompat, tapi karena ini adalah rumah Jun Ki.
Jun Ki… Jun Ki… akhirnya aku bisa melihatmu…
GUBRAK!
“Aaaaw….”
May langsung menutup mulutnya. Dia jatuh di atas setumpuk kayu bakar, pantatnya sakit sekali. Sambil menggerutu, May meletakkan kado untuk Jun Ki di bawah pohon natal raksasa Jun Ki. May terkejut saat melihat Jun Ki tertidur di sofa ruang keluarga. Tangannya masih memegang lilitan pohon natal. Sepertinya pohon natal baru selesai dihias.
Wajah Jun Ki waktu tidur… manis sekali… Jun Ki, sukses ya… Sarangheyo…
Dear Jun Ki,
ini koin keberuntungan untukmu
Mentor menekanmu belakangan ini
Dan aku tersentuh karena kamu berlaku baik dan peduli dengan sesamamu
Jadi bawa koin ini kemanapun kamu pergi mulai sekarang
Tuhan akan melindungimu, jangan takut, kamu akan selalu beruntung
Regards, Santa Claus
***
Sudah jam setengah dua sekarang, waktu yang dimiliki May tinggal sedikit. May terengah saat sampai di rumah berikutnya, sekaligus merasakan nyeri di pinggang dan pantatnya. Rumah Yiru.
“Fahrenheit… Fahrenheit… apa ini berarti aku bisa ke rumah tiga yang lainnya juga?”
“Entah, May. Ayo cepat, kamu harus lewat cerobong lagi,” desak Rufus.
“Sial!” kutuk May.
May menarik nafas panjang dan melompat masuk cerobong asap rumah Yiru. Nyeri kembali terasa di pinggang dan pantatnya, tapi May berusaha bangkit. May masuk ke kamar Yiru. Kamar Yiru agak berantakan, wajah Yiru yang tertidur sangat damai.
Yiru, aku akan membantumu sedikit.
May melambaikan tongkat kayunya, dan kamar Yiru menjadi lebih rapi. May meletakkan kado dengan heran di kaki ranjang Yiru.
Anak anjing? Well, dia butuh udara, kan?
May melambaikan tongkat pada kado dan seketika ada lubang-lubang di kadonya. May mengintip dan melihat anak anjing Dalmatian tidur di dalam kadonya.
“Wan an, Yiru…”
Dear Yiru,
terima kasih untuk menyayangi semua fansmu
ini anak anjing yang selama ini sangat kamu inginkan
Regards, Santa Claus
***
Beralih ke rumah berikutnya, sampailah May dan rombongan ke rumah Yalun.
“Lewat cerobong asap lho…” Rufus memperingatkan.
“Nggak apa-apa. Aku pergi dulu,” kata May, menghilang masuk cerobong asap.
“Kenapa dia jadi semangat begitu?”
“Entah, Rufus. Mungkin dia mau berlama-lama dengan Yalun,” jawab Rupert.
May mendesis saat pantat dan pinggangnya merasakan sakit itu lagi. Yalun tertidur di meja makan. May mendekatkan wajahnya ke wajah imut Yalun.
Sial! Kenapa Yalun imut sekali? Oh iya, kadonya!
May meletakkan kado di meja makan dengan heran.
Katanya ini piano, mana mungkin kecil begini? Oooh… mungkin harus…
May melambaikan tongkatnya ke kado tersebut. Seketika bungkus kado terlepas, sebuah piano mini melayang ke ruang keluarga Yalun dan berubah menjadi piano elegan. May tersenyum pada hasil kerjanya sendiri.
“Piano… aku perlu membeli piano baru…” Yalun mengigau dalam tidurnya.
“Santa sudah memberikannya padamu, Yalun. Wan an…” bisik May.
May menyelimuti Yalun sebelum kembali ke kereta rusanya.
Dear Yalun,
kamu selalu tidak sempat membeli piano sesuai keinginanmu, kan?
Aku berikan ini untukmu…
Ciptakan lagu dan bagi kebahagiaan itu untuk semua orang
Regards, Santa Claus
***
Sudah jam setengah tiga malam sekarang, May dikejar waktu. Mereka sampai ke rumah Chun. May menyihir jendela kamar Chun di lantai dua dan masuk ke kamarnya. Ada sebuah kaos kaki di sana , dan May meletakkan kado di dalam kaos kaki tersebut. May menghampiri Chun yang tertidur dengan pulasnya.
Chun…
“Kaing!”
“What???”
“Huh…?”
May shock saat anjing Chun mengejarnya dengan ganasnya. Sepertinya May sudah menginjak ekor anjing Chun tadi. Chun menggerak-gerakkan badannya, sementara May menghindari si anjing sambil mengitari kamar Chun.
“Stop!!!”
May melambaikan tongkatnya, dan ada suatu tembok tak terlihat menghalangi si anjing mendekati May. May tidak bisa berlama-lama sementara Chun sepertinya akan bangun. May melompat keluar jendela, langsung ke keretanya.
“Rupert, Rufus, cepat!”
Chun bangun, membuka lampu mejanya.
“Bai-Bai… ada apa?” tanya Chun heran, melihat anjingnya langsung melompat ke pangkuan Chun.
Chun heran melihat kaos kakinya membesar dan berjalan untuk melihat isi kaos kakinya. Sebuah kado berwarna emas. Chun membaca kartunya.
Dear Chun,
ini akan membuatmu selalu dekat dengan rekan-rekanmu
kotak makanan dengan nama dan wajah teman-temanmu diukir di tutupnya
Regards, Santa Claus
Chun tersenyum saat melihat kadonya.
Santa… diakah yang baru saja datang? Padahal aku ingin melihatnya…
***
Perhentian kesembilan. May baru bisa bernafas dengan sedikit lega, setelah menenangkan hatinya sehabis dikejar anjing Chun. Dia harus mengantarkan kado Rin ke lantai satu kamarnya. May melompat kembali lewat cerobong asap, disertai umpatan May seperti biasa. May masuk ke kamar Rin, di sana ada pohon natal, jadi May meletakkan kado Rin di bawah pohon natal. Tapi karena kurang hati-hati, May menginjak hiasan natal yang terjatuh.
“Aduh…”
May merasa sesuatu menembus botnya, tapi dia tidak lama-lama bersakit-sakit, karena dia takut Rin bangun mendengar teriakannya. May pergi dengan langkah seribu.
Dear Rin,
handphone baru untukmu
aku lihat handphone-mu agak rusak belakangan ini
Regards, Santa Claus
***
“May, kakimu nggak apa-apa?” tanya Rupert begitu sampai ke rumah berikutnya.
“Nggak apa-apa. Aku masih bisa lanjut. Tinggal sedikit lagi, kan ?” tanya May.
“Yap . Kamar Danson di lantai dua. Masuk saja lewat jendela. Cari kaos kakinya,” pesan Rufus.
May menyihir jendela kamar Danson. Dengan tertatih-tatih, May meletakkan kado Danson di dalam kaos kaki yang digantungnya. May membungkuk, memandang wajah Danson yang tertidur.
“Hmm… santa…”
“Apa?” tanya May shock, langsung berdiri, padahal dia yakin Danson tertidur.
“Santa… kadoku…” igau Danson.
“Ka… kadomu ada… ya… selamat tinggal…”
Danson membalikkan badannya, melanjutkan tidurnya.
Dear Danson,
terima kasih untuk selalu bersahaja
jaga kesehatanmu, terutama dalam cuaca dingin begini
syal ini, semoga kamu suka
Regards, Santa Claus
***
Sudah jam setengah empat sekarang, May mulai panik.
“Tenang saja. Tinggal empat kado, kan ? Nggak akan memakan waktu lama,” kata Rufus menenangkan.
“Kalau saja aku nggak dapat gangguan apa-apa lagi, kurasa aku bakal oke,” ucap May, melirik kakinya yang sekarang berdarah.
Sepertinya potongan hiasan natal tadi menembus botnya. Sampailah mereka di rumah Jeje. May kembali melompat lewat cerobong asap. May meletakkan kado Jeje di samping ranjangnya. Jeje juga sudah tertidur.
Nggak ada komputer mini. Aku harus menyihirnya.
Kado Jeje terbang ke meja belajar Jeje, dan berubah ukurannya menjadi besar. May bisa menebak di dalam sana ada monitor dan CPU. May masih tersenyum pada hasil sihirnya saat dia mendengar bunyi di belakangnya.
“Siapa kamu? Bukan Santa!”
May menoleh dengan tegang. Sesuatu itu berbicara. Melayang beberapa sentimeter dari tanah, sesosok iblis, berwarna hijau, ukurannya kurang lebih satu meter. Telinganya panjang, matanya tiga, perutnya buncit, ekornya tajam dan membawa trisula di tangan kirinya.
Sepertinya aku tahu fungsi sesungguhnya dari tongkat ini.
“Aku asisten Santa malam ini.”
“Sepertinya mudah saja melawanmu, eh?” ejek si iblis.
“Coba kalau berani!” tantang May.
Si iblis maju dan menyabetkan trisulanya ke arah May, May menghindar dengan lincah.
“Holy Ball!”
Bola api keluar dari tongkat May, mengenai iblis telak pada tubuhnya, si iblis mengerang dan menghilang.
“Iblis… gila… aku nggak kepikiran beneran ketemu sama mereka… Jeje, aku sudah membersihkan si pengganggu ini dari rumahmu. Istirahatlah dengan tenang,” kata May, melompat naik lewat cerobong asap.
Dear Jeje,
komputer yang kemarin rusak
kamu nggak perlu sedih, ini komputer yang baru untukmu
Regards, Santa Claus
***
“Rupert, Rufus… aku ketemu sesuatu seperti iblis tadi. Apa itu sebenarnya?”
“Well, itu memang prajurit iblis. Sebenarnya Santa menyuruhmu mengantar kado ini sebelum jam lima supaya nggak ketemu iblis-iblis itu. Biasanya mereka berkeliaran sekitar jam segini hingga jam lima ,” jelas Rufus.
“Tapi dia nggak membuatmu kesulitan, kan , May?” tanya Rupert.
“Aku menyerang perutnya. Dia menghilang.”
“Nggak sepenuhnya berhasil. Serang matanya yang di dahi, itu akan memusnahkannya,” pesan Rupert.
“Aku akan membunuhnya,” kata May, “mereka nggak boleh masuk ke rumah siapapun!”
Perhentian ke duabelas, rupanya mereka sampai ke rumah Fenny. May memeluk kado yang besar namun ringan, masuk lewat cerobong asap kembali. May terkejut saat melihat sesosok iblis muncul di ruang keluarga.
“Ketemu lagi, May. Aku akan menghancurkan kado itu.”
“Langkahi mayatku, iblis busuk!” ancam May, mengeluarkan tongkatnya.
Si iblis menyerang dengan kecepatan tinggi, May kewalahan menghindarinya.
“Holy Tornado!” seru May.
Angin ribut muncul dari ujung tongkat May, tapi si iblis menghindar dan maju menyerang May…
“Holy Wave!”
Kali ini semburan air dari tongkat May menghantam tubuh si iblis, dan si iblis menghilang lagi.
“Aku harus memusnahkannya. Dasar makhluk kotor!” umpat May.
May masuk ke kamar Fenny dan meletakkan kado ke meja belajarnya.
“Tenang saja Fen, dia sudah pergi. Tidurlah dalam damai…”
Dear Fenny,
kamu sudah lama menginginkan boneka panda ini kan?
Sepasang panda kuberikan untuk kamu jaga…
Regards, Santa Claus
May terengah saat duduk di kereta rusanya.
“Aku belum berhasil menyerangnya.”
“Kamu harus berhasil, May. Kalau nggak, dia akan terus menggerecokimu. Di perhentian berikutnya, kamu pasti akan bertemu dengannya lagi,” pesan Rufus.
No comments:
Post a Comment