No Other The Story
Chapter 38
MEIFEN’S DIARY
CHAPTER 38
YOUR EYES
Semua
pekerjaan kami berantakan, kami jelas tidak berkonsentrasi pada apa saja yang
kami kerjakan. Setiap hari, bahkan tiap beberapa jam sekali, pasti ada
cowok-cowok yang keluar masuk apartemen kami untuk saling bertukar informasi.
Jejak Yifang belum ditemukan. Xili, Shindong, Heechul, mereka sudah
berkesimpulan Yifang diculik atau segala macamnya. Aku sih berharap tidak,
tapi… kalau begitu, dia bisa kemana?
“Meifen…”
Aku
merasakan Siwon membelai rambutku lembut. Aku baru tersadar sebenarnya sekarang
sedang memasak, dan bisa-bisa masakanku gosong. Siwon sering ke apartemen kami
juga, meski dia kerja, kalau dia merasa tak terlalu perlu mengerjakan sesuatu
di kantornya, dia akan kesini, terutama kalau aku tak ke resto.
“Hehe…
oppa…” kataku.
“Jangan
khawatirkan Yifang. Aku yakin polisi akan menemukan jejaknya. Aku kenal salah
satu inspektur, aku sudah minta dia sendiri untuk turun tangan. Dia sudah
mengerahkan tim detektif juga, jadi kau jangan khawatir,” ucap Siwon.
“Ne,
aku berharap dia cepat ditemukan. Rasanya aneh sekali dia bisa menghilang
begitu tiba-tiba. Ng… nih, oppa mau makan kan?”
“Ne,
gomawo.”
Siwon
menerima sepiring kimchi serbuk kari dari tanganku dan mengecup keningku
sebagai ucapan terima kasih. Jujur saja, aku merasa senang sekali bisa
berhubungan dengannya. Selama kami berpacaran, kami tak pernah sekalipun
bertengkar. Hubungan kami berbeda dengan Manshi dan Shindong yang setiap hari,
sampai sekarang, masih juga sering ribut. Tapi entah kenapa, justru karena itu
mereka sebenarnya makin saling mencintai. Aku Cuma agak prihatin pada keadaan
YeWook, Yesung dan Ryeowook. Yesung terlihat sudah nyaris gila, dia menolak
tampil di acara sebisa mungkin, kalau Ryeowook masih sering menghilang, meski
dia kembali pada malam hari. Para staff di tempat Yifang syuting juga panic
bukan kepalang, mereka kehilangan salah satu pemeran penting mereka, padahal
Yifang sudah syuting belasan adegan, dan si produser ngotot tak mau
menggantinya. Kenapa semua kerjaan bisa jadi begini? Ponsel tak bisa dihubungi,
Twitter tanpa aktivitas, YM-pun tak menyala. Seperti menghilang tiba-tiba dari
dunia ini. Aku bergidik. Tidak mungkin. Siapa yang ingin membunuhnya? Yifang
tak pernah punya musuh… kecuali… kecuali… fans Yesung yang mengamuk? Tapi mereka
tak mungkin melakukan hal yang ekstrim begitu, kan?
“Yoboseyo,
Siwon oppa. Mwo? Tidak bisa menjemput? Ah, gwaenchana, oppa, aku bisa pulang
sendiri koq. Aku akan naik taksi saja kalau begitu. Em, kalau sudah sampai
apartemen aku kabari. Bye,” ujarku pada ponselku.
Sudah
jam 12 malam sekarang, dan aku baru saja selesai bekerja di resto. Biasanya sih
Siwon akan menjemputku, tapi dia harus lembur hari ini, ada rapat penting.
Tidak apalah, aku tidak manja koq. Aku berdiri di tepian jalanan, menunggu
taksi yang lewat. Dan pada saat itu, sebuah mobil Hyundai berwarna hitam
mengkilat, berhenti di depanku. Setauku ini bukan mobil salah satu dari teman
kami kan? Kecuali ada yang membeli mobil baru? Dan kaca jendela di depan
terbuka, ada seorang pria yang memakai kacamata hitam, berpakaian jas rapi.
Heh?
“Kau,
Qian Meifen?” tanyanya, nada bicaranya aneh.
“Kalau
iya memangnya kenapa?”
Tapi
seketika dari pintu belakang keluar tiga orang pria yang berpenampilan sama
dengannya, langsung memegangi kedua tanganku.
“A…
apa-apaan kalian?”
Dan
mereka membekap mulutku, menarikku masuk ke dalam mobil. Kami berdesakan di
dalam mobil itu, berempat di kursi belakang. Aku memberontak sekuat tenaga dan
berusaha berteriak, tapi mereka cukup pintar untuk memegangi kaki, tangan dan mulutku
masih dibekap. Aku mau dibawa kemana?
“Tenanglah,
agassi, kalau kau bekerjasama dengan kami, kami tak akan menyakitimu.”
Bekerjasama?
Siapa yang ingin bekerjasama kalau aku diculik seperti ini? Air mata mulai
menetes dari mataku. Aku takut… Siwon… Siwon aku takut… tolong… tolong aku… dan
aku baru menyadari kalau mobil ini akhirnya berhenti, ke satu tempat yang
kukenal. Hotel Beyond. Apa? Kenapa kesini? Mereka membuka pintu dan mendorongku
keluar. Seketika, ada tambahan enam pria yang mengelilingiku. Mereka tak lagi
membekapku dan segala macamnya, tapi mengurungku.
“Tolong!!!”
teriakku kencang.
Tapi
kutau usahaku pasti sia-sia. Halaman hotel terlihat kosong, dan petugas hotel
tampak acuh tak acuh.
“Agassi,
di sebelah sini,” ucap si supir, mengarahkan tangannya ke depan.
“Apa
maunya kalian sih?”
“Ikutlah,
maka Anda akan tau. Kami tak akan menyakiti Anda.”
Aneh
sekali, tapi aku tak boleh menangis sekarang. Mereka tak menyakitiku, ingin aku
mengikuti mereka? Baiklah, mari kita lihat apa maunya mereka sebenarnya. Aku
digiring masuk ke hotel, masuk lift menuju lantai empat, lalu memasuki sebuah
ruangan yang sepertinya ballroom. Hotel ini terlalu besar, aku takut aku tak
lagi ingat bagaimana caranya kembali ke lantai satu. Aku berjalan di dalam
ballroom yang indah itu, dan melihat ada sosok pria yang duduk di satu-satunya
meja bundar yang ada di ballroom itu. Aku mengenalinya. Dia Mr. Choi dewasa,
appa-nya Siwon. Ada apa ini sebenarnya? Seorang pria yang berjalan bersamaku
tadi mendekatinya dan membungkukkan badannya.
“Tuan,
kami sudah membawanya.”
“Aku
sudah melihatnya. Kalian keluar saja,” ujar Mr. Choi, suaranya terdengar dingin
dan berwibawa.
Semua
pria di sampingku pergi, hanya tersisa aku, Mr. Choi dan dua pria di
belakangnya yang berdiri seperti patung. Apa dia punya organisasi hitam, si Mr.
Choi ini? Seperti mafia? Aku jadi bergidik.
“Qian
Meifen… aku tak ingin banyak berbasa-basi denganmu. Aku tau kau siapa. Kau
adalah gadis yang nyaris mengorbankan nyawamu untuk anakku. Aku berterimakasih
untuk semua itu.”
“Oh,
ani. Anda tak perlu berterimakasih. Sudah kewajibanku menolongnya, karena kami
semua bersahabat,” ucapku, berusaha meningkatkan wibawa dalam suaraku.
“Tapi
kudengar hubungan kalian sudah lebih dari sahabat. Kalau kau ingin Siwon
membalas budimu, kau tidak perlu memaksanya untuk mencintaimu begitu.”
“Mwo?
Memaksa Siwon untuk mencintaiku? Mianhamnida, tapi aku tidak memaksanya, dia
sendiri yang jatuh cinta padaku.”
“Siwon
kami jatuh cinta padamu? Kau pikir kau siapa dan Siwon siapa? Dia tidak akan jatuh
cinta pada gadis biasa sepertimu,” ucap Mr. Choi, masih dengan nada bicaranya
yang dingin.
“Tapi
itu memang kenyataan. Kenapa Anda tidak bertanya saja padanya?”
“Siwon
sudah kami jodohkan, dan kau pergilah menjauh darinya. Kalau kau menginginkan
bentuk balas budi, aku akan memberikan yang lain untukmu.”
Serasa
ada petir yang menyambarku sekarang. Siwon, sudah dijodohkan? Bagaimana mungkin
dia membohongiku? Dia bilang dia tidak punya pacar. Dia bilang dia hanya
mencintaiku. Jadi dia hanya ingin mempermainkanku?
“Disini
ada surat kepemilikan sebuah gedung apartemen, ini kunci mobil, dan uang dalam
koper ini, semuanya untukmu. Pergilah dari hidup Siwon.”
Aku
mendekati mejanya. Benar, di meja itu, ada surat kepemilikan apartemen, lengkap
dengan namaku, hanya kurang tandatanganku saja. Ada sebuah kunci mobil Hyundai,
dan koper besar, yang aku yakini berisi penuh uang Won. Aku menyunggingkan
senyumku, merasa miris. Aku membuka koper itu, dan uang Won itu, aku tak pernah
melihat jumlah sebanyak itu dalam hidupku, bahkan uang RMB sekalipun.
“Kau
menginginkan uang, kan? Jangan mengikat Siwon, tapi ambillah semua itu. Aku tau
kalian kesulitan keuangan dan segala macamnya,” ujar Mr. Choi, tepat sasaran.
Aku
mengambil uang-uang itu dengan kedua tanganku, uang itu masih baru. Aku
menggenggamnya erat.
“Mr.
Choi, Anda benar, kami kesulitan uang. Tapi aku dan ketiga temanku tidak akan
membiarkan kami selalu dalam keadaan begini. Kami semua tengah berusaha, dan
sebentar lagi kami akan lolos dari kesulitan ini. Yang perlu Anda tau, kami
bukan pengemis. Dan satu hal juga yang perlu Anda tau, aku bukan mendekati
Siwon oppa karena menginginkan uangnya, tapi karena aku mencintainya apa
adanya!”
“Kau
pikir apa yang kau miliki hingga kau merasa pantas untuk seorang Choi Siwon?
Bisakah kau membantunya mengurus perusahaan? Dia adalah harapan keluarga Choi,
dan hanya dengan pernikahan yang tepatlah, perusahaan Choi akan terus maju!”
Aku
merasa marah, sangat marah. Tapi dia benar… apa aku pantas untuk Siwon? Kenapa
aku tak pernah memikirkan ini sebelumnya?
“Ambillah
semua ini dan pergilah,” kata Mr. Choi dengan tenangnya.
“ANDA
SALAH, AKU TIDAK MEMBUTUHKAN SEMUA INI! AKU BUKAN PENGEMIS!”
Kulempar
lembaran uang Won itu ke wajahnya, lalu kujatuhkan semua barang yang ada di
meja itu. Aku berbalik pergi setelahnya.
“Tuan…
apa perlu kami kejar…” kudengar bawahannya meminta instruksi sang tuan.
“Tidak
perlu. Kalau dia pintar, dia tau apa yang harusnya dilakukan,” kata Mr. Choi.
Sial!!!
SIAL! Kenapa semuanya bisa jadi begini? Aku keluar dari hotel, mencari taksi
dan pulang ke apartemen. Aku… hanya gadis biasa, mana bisa membantu Siwon
mengurus perusahaan? Aku bahkan hanya kuliah di jurusan piano, aku tak mengerti
apa-apa. Apartemen sudah sepi, dan aku langsung berlarian ke kamarku. Harapan
keluarga Choi, seorang Choi Siwon… pernikahan yang tepat, perusahaan akan maju…
aku membanting tubuhku ke ranjang. Aku… mengikat Siwon? Pergi dari hidup Siwon?
Siwon sudah dijodohkan? Bayangannya saat berkeliaran di kamarku terbayang di
benakku. Senyumnya, perhatiannya, kelembutan sekaligus kesombongannya, tapi dia
peduli, tapi dia begitu penyayang, tapi dia begitu tampan… begitu sempurna… dan
kehangatannya, sentuhannya… ciumannya… Choi Siwon dan… Qian Meifen… apa yang
sebenarnya kupikirkan? Aku… ani… aku tidak bisa. Siwon… apa yang harus
kulakukan? Harusnya tadi kuambil saja semua yang ditawarkannya itu, sehingga
Yifang tak akan membanting tulang begitu lagi? Yifang, andai kau disini… aku
bisa bertanya padamu apa yang harus kulakukan… dan tanpa kusadari, aku tertidur.
Dan aku bermimpi buruk… semuanya meninggalkanku, Yifang, Siwon… aku sendirian.
Hanya sendirian.
Pagi
harinya. Aku, Xili dan Manshi duduk di meja makan untuk sarapan, tapi nyawa
kami sepertinya semua tidak disini. Aku masih memikirkan mimpiku, Manshi dan
Xili juga sedang termenung. Suasana memang terasa berbeda tanpa Yifang. Bel
pintu kami berbunyi, tapi tak ada di antara kami yang mau bergerak membuka
pintu itu. Tapi orang di depan tampaknya menekan bel pintu dengan tak sabar.
Manshi
akhirnya bangkit, “ya~ ya~ sabar… nugu?”
“Cepat
buka pintunya kalian! Ini Kangin dan Hae!” teriak Kangin, aku tau suaranya.
Mendengar
nama Donghae disebut, Xili sedikit tersentak, tapi dia tidak bergerak lagi
setelah itu. Aku heran… pasti terjadi sesuatu pada Xili dan Donghae. Mereka
belakangan jarang terlihat bersama. Atau karena Donghae sibuk?
“Mana
yang lain?”
“Kami
sedang sarapan di belakang.”
Dan
sosok Manshi, Donghae dan Kangin memasuki dapur.
“Jejak
Yifang sudah ditemukan,” lapor Donghae, “dia keluar dari bandara Incheon
tanggal 30 Maret jam 6 pagi.”
“MWO?”
Tanya kami kompak.
“Ne.
pesawatnya menuju Guangzhou,” ucap Kangin.
“Tunggu.
Bagaimana mungkin Yifang pulang tiba-tiba tanpa mengabari kita?” tanyaku heran.
“CCTV
di bandara menunjukkan dia pergi dengan sepasang orangtua. Data di airport juga
menunjukkan nama mereka… mereka pasti orangtua Yifang.”
“Kalau
begitu mereka tidak akan ke Guangzhou. Mereka hanya mampir. Mereka akan pulang
ke Foshan, ke kampung Yifang onnie,” ujar Xili.
Donghae
mengerutkan dahinya, “mungkin kita melupakan beberapa kemungkinan. Apakah
mungkin… kedua orangtua Yifang memaksanya untuk pulang?”
Aku
sibuk berpikir. Memaksanya untuk pulang? Tapi kenapa?
“Darimana
orangtua Yifang tau dia di Seoul, atau dimana dia berada saat itu, padahal dia
sedang di lokasi syuting?” Tanya Manshi heran.
“Tunggu!”
kata Xili.
Xili
pergi entah kemana, mungkin ke kamarnya.
“Kalau
soal Yifang berada dimana, sepertinya tidak sulit bagi orangtuanya tau, Manshi.
Yifang sekarang sudah punya segelintir fans, jadi orangtuanya bisa mencari tau
posisinya di Seoul,” jawab Kangin.
Xili
kembali sejurus kemudian sambil memegang ponselnya.
“Ternyata
begitu. Orangtua Yifang onnie rupanya datang dadakan ke Guangzhou untuk
mengunjunginya di apartemen, tapi dia tak ada. Jadi mereka mengunjungi kedua
orangtuaku, seingatku Yifang onnie pernah memberikan alamat dan nomor kontak
orangtuaku,” jelas Xili, “dan dengan lugasnya orangtuaku bercerita tentang
Yifang onnie. Mereka juga bilang Yifang onnie bekerja sebagai artis, announcer,
sampai berpacaran dengan Yesung oppa. Mungkin saja… setelah itu mereka kesini.”
“Tapi
kenapa memaksa Yifang pulang? Kesalahan apa yang dilakukan Yifang?” Tanya
Manshi, menggaruk-garuk kepalanya.
“Ada
beberapa kemungkinan. Pertama, mereka tak mau Yifang hidup di Seoul, yang
kedua, mereka tak suka profesi Yifang, atau yang ketiga, mereka tak mau Yifang
pacaran dengan Yesung hyung,” prediksi Kangin.
“Tapi
harusnya tidak masalah, kan? Apa salahnya Yifang hidup di Seoul selama dia
berkecukupan? Apa salahnya Yifang begitu terkenal? Dan Yesung oppa! Dia salah
satu menantu yang paling diinginkan oleh para orangtua di Korea!” protesku,
“itu aneh sekali!”
“Sekarang
tak ada gunanya kita memprediksi. Menurutku, satu-satunya cara adalah… Xili,
apa kau tau dimana alamat rumah Yifang yang di Foshan?” Tanya Donghae.
“Ani,
oppa, aku tidak pernah ke kampungnya, dan Yifang onnie tidak pernah
memberitauku secara detail,” jawab Xili.
“Ah,
Hae, kau benar. Hanya itu satu-satunya jalan. Kita jemput Yifang, begitu
maksudmu?” Tanya Kangin.
“Ide
brilian! Bukan menjemput, tapi menculiknya kembali!” ucap Manshi.
“Benar
juga! Kalau dipikir-pikir… pasti ada unsur yang tidak menyenangkan dari
ditariknya kembali Yifang. Kalau memang Yifang rela pulang, dia pasti
memberitau kita, atau kalau tidak, dia pasti bisa online atau segala macamnya,
tapi dia seolah menghilang. Yifang pasti tidak mau dia pulang seperti itu.”
“Ne.
kita culik kembali Yifang, baru kita tanyai dia disini.”
“Kalau
begitu hyung, pergi menjemput Yifang,” putus Donghae.
“Lho,
kenapa aku?” Tanya Kangin.
“Siapa
lagi… coba lihat, jadwal KRYSD membengkak sampai aku tidak punya waktu tidur
lebih dari 2 jam sehari belakangan ini. Hanya hyung yang cocok untuk misi ini.”
Aku
melihat Kangin tampaknya kurang setuju dengan usul ini.
“Bagaimana
kalau aku yang pergi?” aku menawarkan diri.
“Ani…
bagaimana kalau orangtua Yifang membuatmu kesulitan, Meifen? Tak bisa. Kangin
hyung sangat cocok.”
“Ara…
aku akan pergi secepatnya. Xili, beritau aku bagaimana mencapai Foshan dari
Guangzhou,” ujar Kangin setuju.
Akhirnya
kami berdiskusi tentang perjalanan Kangin, soalnya Kangin tidak pernah ke
China. Baguslah kalau memang Yifang sudah ditemukan, setidaknya… satu masalah
sudah selesai. Tinggal aku sekarang… dan Siwon…
Oppa, apa kau sibuk? Bisakah
kita bertemu saat jam makan siang nanti? Ada yang ingin kubicarakan.
Aku
menunggu balasan dari Siwon. Aku tau apa yang harus kulakukan.
Bisa. Aku akan ke resto jam
makan siang nanti. Sampai ketemu ^^
Aku
berusaha berkonsentrasi penuh pada pekerjaanku hari itu. Tapi melihat Hangeng,
otomatis aku tak bisa terlalu berkonsentrasi lagi. Hangeng masih begitu, sudah
hampir sebulan murung seperti itu. Aku sudah mendengar cerita dari Yifang,
katanya Hangeng benar-benar terlihat kecewa ketika tau Xili tak jadi menemuinya
pada White Day kemarin, apalagi setelah itu berita Xili berpacaran dengan
Donghae juga diketahuinya. Kasihan. Ketika resto agak sepi, aku menemuinya di
dapur.
“Oppa,
sudah ada kabar dari Yifang,” laporku, menepuk bahunya.
“Oh
ya? Dia dimana? Apa yang dia lakukan?” Tanya Hangeng padaku, kedengarannya dia
peduli dan khawatir.
“Bukan
kabar yang seperti itu sih. Ini hasil penyelidikan polisi. Dia dijemput pulang
ke Guangzhou pada tanggal 30 Maret, keluar dari Incheon Airport jam 6 pagi.
Lalu kata Xili, orangtua Yifang menemui orangtua Xili saat tak menemukan Yifang
di Guangzhou. Mereka menceritakan apa yang dilakukan Yifang di Seoul.”
Hangeng
tampak memikirkan segala detail cerita yang kusampaikan.
“Hmm…
benar juga kalau kita perlu mengambil Yifang kembali kesini. Sayang aku tak
mungkin meninggalkan resto sekarang, setelah mama dan baba tak disini.”
“Oppa
tidak perlu khawatir, Donghae oppa sudah menyuruh Kangin oppa yang
melakukannya. Yah, kalau dipikir-pikir Kangin oppa yang kuat tentu bisa
melakukannya, kan?”
“Benar
juga sih. Ayo kita berharap Yifang bisa kembali secepatnya.”
“Hangeng
hyung, anyong,” sapa Siwon.
Aku
melihat sosoknya di ambang pintu dapur, tinggi, tegap dan sempurna. Dia
tersenyum pada Hangeng dan padaku. Hangeng balas menyapanya dan aku tersenyum
padanya.
“Yifang
sudah ditemukan,” kata Hangeng, langsung menyebarkan berita yang baru
kusampaikan.
Kami
duduk di salah satu meja di depan dan mendiskusikan semuanya. Siwon percaya
pada teori Kangin tentang unsur penculikan oleh orangtua Yifang terhadap
Yifang.
“Semuanya
akan jelas kalau dia sudah kembali pada kita dan menceritakan segalanya.”
“Ne,
benar, oppa,” ujarku setuju, “oh ya, Hangeng oppa, aku bisa keluar sebentar?
Aku ingin bicara pada Siwon oppa.”
Hangeng
mengangguk, “boleh saja.”
Siwon
mengikutiku berjalan menuju taman tempat dia menghiburku pertama kalinya juga
tempat kami mengungkapkan perasaan cinta. Aku menghela nafas. Rasanya… waktu
itu sudah berlalu lama sekali. Aku duduk di bangku tamannya, dan Siwon duduk di
sampingku. Dia menggenggam tanganku, tersenyum padaku, lalu dengan tangan yang
lainnya dia menarik kepalaku untuk bersandar di dadanya yang bidang, lalu
merangkulku. Aku bisa merasakan kehangatannya, bisa mencium bau parfumnya dan
mendengar detak jantungnya. Siwon… Siwon-ku…
“Meifen,
waeyo? Kenapa kau diam sekali hari ini? Apa hal penting yang mau kau
bicarakan?” tanyanya tanpa henti.
Aku
menghela nafas panjang.
“Oppa…
aku ingin kita putus.”
Dan
aku merasakan dia mengejang. Dia mendorongku bangkit, tapi masih menggenggam
tanganku.
“Apa
katamu?”
“Aku
ingin kita putus.”
“Waeyo?”
“Karena…
karena aku tidak mencintai oppa. Oppa… tidak berhasil membuatku jatuh cinta
padamu. Masih ingat perjanjian kita tentang batas waktu untuk membuatku jatuh
cinta pada oppa? Dan oppa tidak berhasil,” jawabku, “sesuai perjanjian, oppa
harus pergi dari hidupku.”
“Tidak
mungkin. Kau mencintaiku, aku bisa melihat itu. Kau lembut padaku, kau
memperhatikanku, dan kau membalas ciumanku.”
Sekarang
dia melepas genggaman tangannya. Aku memejamkan mataku sejenak sebelum
menundukkan kepalaku.
“Aku
melakukan semua itu karena aku berusaha untuk mencintai oppa, tapi ternyata
hasilnya berbeda. Oppa tidak berhasil, aku juga tidak berhasil. Aku… masih
memikirkan Hangeng oppa.”
“Tidak
mungkin.”
“Mungkin
saja. Semua itu sudah terjadi, oppa.”
Siwon
menggelengkan kepalanya tak percaya. Aku ingin meraih tangannya, aku ingin
memeluknya…
“Aku
tidak mencintaimu, Choi Siwon,” kataku sambil memandang lurus ke matanya,
“kumohon jangan paksa aku lagi. Pergilah, temukan cintamu yang lain.”
Dan
aku bangkit dari kursi itu. Kepalaku pusing, jantungku berdebar keras. Hatiku
menangis, dan akupun ingin menangis. Tapi aku tak boleh menangis, atau semuanya
akan gagal…
“Meifen,
jangan… kumohon jangan tinggalkan aku. Aku tak bisa hidup tanpamu, hanya kau
yang benar-benar kucintai. Kalau memang aku berbuat kesalahan, aku akan
berubah, tapi kumohon jangan tinggalkan aku. Aku akan melakukan apapun, aku
akan memenuhi apa yang kau mau, aku akan berubah menjadi…”
“Tidak
perlu, oppa. Oppa hanya perlu menjadi diri oppa sendiri, tapi aku tidak
mencintai oppa. Tidak ada yang perlu oppa lakukan.”
Aku
berjalan meninggalkannya. Hatiku menjerit-jerit memakiku, memaki aku yang
menyakiti Siwon, menyakiti orang yang benar-benar kucintai…
“YA~
QIAN MEIFEN! KALAU KAU BERANI BERJALAN SELANGKAH LAGI, JANGAN MOHON UNTUK
KEMBALI KE SISIKU LAGI!”
Kalaupun
aku mau, Siwon, aku tak akan bisa lagi… memohon untuk kembali kepadamu. Aku tak
pantas, dan inilah akhir terbaik dari kisah cinta kita. Aku berlari menuju
restoran, setetes air mata lolos, tak bisa lagi kutahan. Mianhae, Siwon…
아직 기억하는지 너만이 전부인 날 믿는지
Do
you still remember? You're everything for me, you believe me right?
언제까지 네 곁에 날 둘 수 있는 건지
Can I stay right beside you till forever?
넓은 세상에 단 한 사람 (너만 원하는 나) 이런 나를 알고 있는지
언제까지 네 곁에 날 둘 수 있는 건지
Can I stay right beside you till forever?
넓은 세상에 단 한 사람 (너만 원하는 나) 이런 나를 알고 있는지
In
this wide world, there's only one person (I only want you), you know this
right?
Dan
kata-kata Mr. Choi terus terngiang di otakku, bagaikan rekaman yang diputar
tanpa henti, tanpa ampun, sekalipun aku ingin menghentikannya.
“Jangan mengikat Siwon, tapi ambillah
semua itu. Kau pikir apa yang kau miliki hingga kau merasa pantas untuk seorang
Choi Siwon? Bisakah kau membantunya mengurus perusahaan? Dia adalah harapan
keluarga Choi, dan hanya dengan pernikahan yang tepatlah, perusahaan Choi akan
terus maju! Ambillah semua ini dan pergilah. Tidak perlu. Kalau dia pintar, dia
tau apa yang harusnya dilakukan. Pergilah dari hidup Siwon. Pergilah dari hidup
Siwon. Pergilah dari hidup Siwon…”
AUTHOR’S SPECIAL POV
Kangin
keluar dari sarangnya (dojo taekwondo) dan mondar-mandir di depan gedung
jurusan Bahasa dan Sastra Korea. Banyak orang yang memandang dan
menunjuk-nunjuknya. Sebagian bilang dia tampan, ada yang bilang dia kekar,
macam-macam komentar. Tapi tak sedikit yang mengenalinya sebagai guru taekwondo
di kampus dan murid-murid taekwondo-nya, menyapanya dengan ramah. Kangin
membalas sapaan mereka sekadarnya, soalnya dia sedang resah. Bukannya dia tak
mau menjemput Yifang sebenarnya, tapi masalahnya adalah, kalau dia menjemput
Yifang, itu berarti dia harus bolos mengajar sekitar 5 kali, itu artinya
beberapa ribu Won melayang begitu saja. Belum lagi ongkos ke Guangzhou dan
Foshan, ongkos PP. memangnya murah?
“Oi,
hyung!”
Kangin
menoleh bersemangat ketika mendengar suaranya: suara si Henry. Dia nyaris
berlari menyongsong Henry, yang tidak tau apa-apa, tentu saja.
“Henry,
aku sudah menunggumu dari tadi,” ujar Kangin lega.
Henry
mengerutkan dahinya, “waeyo? Hyung kan bisa meneleponku, jadi aku bisa lebih
cepat datang. Aku malah sempat mampir kantin tadi.”
Henry
menggigit potongan rotinya yang panjang. Kangin menepuk dahinya, lupa kalau
ponsel zaman sekarang sangat berguna.
“Ah,
sudah deh, pokoknya aku sudah bertemu denganmu. Tentunya kau sudah tau kabar
tentang Yifang dari Xili dan Suxuan, atau Shindong?”
“Tentu!!!
Kapan hyung mau pergi menjemput Yifang noona? Aku sudah kangen padanya.”
“Itu
masalahnya. Bagaimana kalau kau yang pergi menjemputnya?”
“Waeyo?
Kenapa aku?”
“Soalnya
kau lebih kenal China kan, babamu orang Hongkong kan? Dan lagipula kalau kau
yang menjemput Yifang… Yifang pasti akan sangat berterimakasih padamu. Kau akan
dapat hadiah darinya.”
Henry
tampak terdiam dan berpikir, sedangkan Kangin sedang berharap-harap cemas.
“Eh,
benar juga yah hyung… kalau Yifang noona berterimakasih padaku, bisa-bisa aku
dikasih sesuatu,” kata Henry, tersenyum senang.
“Nah,
benar kan… jadi kau mau menjemputnya?”
“Beres,
serahkan padaku. Aku pernah lima-enam kali ke Guangzhou, dan aku tak takut ke
Foshan, tak masalah.”
“Baguslah!
Kapan kau akan pergi?”
“Hmm…
besok atau lusa paling lambat. Aku akan buat surat izin.”
“Gomawo,
Henry. Kau memang dongsaeng-ku yang paling baik!”
“Loh,
kenapa berterimakasih, hyung? Menjemput Yifang noona adalah kewajibanku juga.”
Kangin
tersenyum licik. Henry yang malang, sudah sering jadi bulan-bulanan Kangin.
Sekarang Kangin senang, tak perlu mengeluarkan uang yang banyak. Ckckck… Henry
yang malang… apa kau tau kau sekarang sedang dikerjai hyungmu yang satu itu?
Tapi Henry tak bodoh… mari kita lihat, betapa pintarnya Henry sebenarnya.