Brand New It’s Magic
Chapter 9 part 7
Hyunjoong tengah menyusun barang-barang di rak mini market waktu ada customer
yang datang, lagi. Tanpa menolehpun Hyunjoong tau, karena mendengar bel yang
berbunyi tiap kali pintu dibuka. Hari ini mini market sangat rame. Hyunjoong
agak menyesal dia mengizinkan Junsu istirahat lagi, kalau tidak dia bisa bantu-bantu
sekarang. May, Hyunjoong tidak
berani mengharapkannya, dia pasti sekarang bagai mayat hidup dan tidak akan mungkin muncul di mini market.
Malahan Hyunjoong agak lega setidaknya May tidak berbuat nekad untuk bunuh diri atau segala macamnya yang aneh. Stella juga, tidak
datang hari ini. Hyunjoong khawatir ada sesuatu yang dipikirkan Stella… tapi
agak khawatir juga kalau Stella memang ingin menghindarinya… apakah sebaiknya
dia memberikan Stella sesuatu yang lebih pasti?
Yesung menyapa, “Hyunjoong.”
Hyunjoong agak kaget melihat Yesung sudah berdiri di sampingnya.
“Aku sudah disini dari lima menit yang lalu loh. Kau kenapa bengong gitu?”
“Yah, aku…” gagap Hyunjoong.
“Stella kah?”
“Hyung bisa Reading Mind yah?”
Yesung menganggukkan kepalanya,
wajahnya innocent.
“Ah… hyung kesini dengan Teleport?”
Hyunjoong
yang wajahnya memerah, mengalihkan
pembicaraan.
“Tidak. Aku masuk dengan cara normal, tadi
dari depan, lewat Kim ahjussi. Sebenarnya ada sesuatu hal penting yang ingin
kusampaikan padamu. Bisa minta waktu privasi sebentar?”
Hyunjoong melirik jam dinding.
Hyunjoong berkata, “sepuluh menit lagi jam istirahat siang. Hyung mau menunggu?”
“Iya, tentu.”
Sepuluh menit kemudian mini market tutup
dan akan dibuka sejam lagi setelah jam makan siang. Hyunjoong mengajak Yesung naik ke kamarnya. Junsu tiba-tiba memunculkan wajahnya dari ambang pintu
ruangan sebelah.
“Baunya Yesung hyung!” ucap Junsu, “sangat wangi dan menenangkan.”
“Kau mirip serigala nih, Junsu,” hardik Hyunjoong.
Yesung bertanya, “kau mau gabung dengan kami, Junsu? Ada hal penting yang mau kubicarakan.
Sayangnya Ryeowook lagi
patroli, jadi nanti kita akan Telepathy-kan padanya saja.”
“Oke,” setuju Junsu.
“Mana Vani?”
Hyunjoong menjawab, “dia kembali ke dunia vampire sebentar. Dia perlu melaporkan keadaan pada
appa dan omma.”
“Kupikir kau juga perlu meluangkan waktumu
untuk menjumpai appa dan omma-mu loh. Itu akan membantu ingatanmu cepat
kembali.”
Kedua vampire tampan dan Guardian ini
duduk lesehan di lantai kamar Hyunjoong.
“Ini tentang Bella. Aku memikirkan beberapa
opsi… yang bisa membuatnya semakin kuat. Dan ada satu opsi yang sepertinya benar-benar masuk akal.”
Hyunjoong bertanya, “apa itu?”
“Mungkin dia kerjasama dengan Pangeran
Iblis. Memang Pangeran Iblis
masih disegel, tapi aku yakin anak buahnya sudah menemukan segelnya, dan sekarang sedang
menyuplai kemurnian hati yang bisa mereka dapatkan. Bella mungkin… mendapat bantuan
dari kaki tangan Pangeran Iblis yang sangat kuat.”
“Dia punya kaki tangan?” Tanya
Junsu.
“Iya. Beberapa. Tapi aku tidak tau dengan kaki tangan yang mana dia
mendapatkan bantuan. Ada tiga kaki tangan sebenarnya, yang aku kenal. Yang
pertama adalah Illusionist. Dia bisa memberikan ilusi yang bagai kenyataan.
Yang kedua adalah Dreamer… yang ini bisa menjebak jiwa-jiwa di dalam mimpi, dan
yang ketiga adalah Soul Master.”
Hyunjoong bertanya, “yang mana yang paling kuat?”
“Soul Master tentunya. Dia akan memanipulasi
jiwa yang diinginkannya, mengendalikannya sesuka hati dan membangkitkan energi
jahat dalam jiwa itu, sehingga jiwa itu akan menjadi sangat jahat. Dan aku
khawatir… kalau memang Bella bekerjasama dengan salah satu
dari mereka, itu artinya Pangeran Iblis semakin kuat, dan siap keluar dari
segelnya.”
“Oh wow… aku tak pernah berpikir sejauh
itu,” puji Junsu, “pengetahuanku masih terlalu sempit. Gimana hyung bisa tau
sebanyak itu?”
“Aku ini alam, kan sudah pernah kubilang?”
“Asap… itu berarti kan memanipulasi wujud?
Apa Bella bekerjasama dengan Illusionist?” Tanya Hyunjoong.
“Sangat mungkin, Hyunjoong, aku suka
pemikiranmu. Tapi kalau memang begini caranya… kita menghadapi
musuh yang teramat sangat kuat.”
Yesung menghela nafas panjang.
Hyunjoong bertanya, “apa yang harus kita lakukan?”
“Yunhwa membuat harapanku nyaris mustahil…
hmm… yang kita bisa lakukan adalah lebih sering berjaga dan juga menyempatkan
diri latihan. Mungkin sekali kita akan bertempur dengan pasukan iblis dan
drakula. Di sisi lain, Hyunjoong, ada baiknya Lavrenty melakukan kudeta secepat
mungkin. Dengan demikian kita bisa mengendalikan setengah pasukan drakula. Jadi
kita persiapkan diri untuk merebut kekuasaan saja dulu,” jawab Yesung panjang.
Junsu bertanya, “separah itukah? Latihan??”
“Iya. Terutama para Warriors’ Helper.
Mereka kan belum terlalu berpengalaman. Aku yang akan mengajari mereka. Well aku…
juga bisa menguasai senjata-senjata seperti Yunhwa.”
“Setelah itu kita akan ke dunia vampire?”
Tanya Hyunjoong.
“Yap. Akan sangat merepotkanmu, Prince.”
Hyunjoong membiarkan pikirannya kosong
saat menatap ke langit di luar jendelanya. Dia takut kalau berpikir, Yesung dan Junsu sekaligus akan membaca
pikirannya. Padahal dia begitu ingin memikirkan seseorang…
***
Calvin tersenyum sangat puas saat melihat
Fennie turun dari mobil Ferrari-nya. Akhirnya dia berhasil mengajak Fennie
kencan. Sekarang dia bisa mengatakan dengan jelas soal hal yang ingin
disampaikannya di mobil waktu itu, tepat sebelum dia menjadi Warriors’ Helper.
Fennie kembali ceria sekarang setelah kedua ortunya selamat dan kembali ke
rumah.
Calvin bertanya, “nah Fen, kita mau nonton film apa?”
“Hmm… aku sudah nonton Twilight dan New Moon,” jawab
Fennie, “jadi aku pengin nonton Eclipse. Kalau Calvin ge? Sudah nonton yang sebelumnya? Kalau tidak nonton nanti tidak nyambung…”
“Aku juga sudah nonton koq yang sebelumnya. Kau tunggu disini
yah, aku beli tiketnya,”
pinta Calvin.
Fennie duduk dengan manis di salah satu
sofa empuk di bioskop. Dia melihat sosok jangkung Calvin mengantri untuk
membeli tiket. Fennie memandang semua orang yang ada di dekatnya, dengan segala
aktivitas yang mereka lakukan. Fennie merasa dunianya sekarang lebih cerah,
apalagi karena ortunya telah kembali dengan selamat tanpa kurang suatu apapun.
Tapi dalam hati dia juga merasa khawatir, dia cukup paham bahwa dunia yang dihuninya
sekarang dalam keadaan tidak
aman.
“Akhirnya aku sudah membeli tiket di tempat strategis. Mau makan
malam dulu Fen?”
“Mau. Thanks yah ge.”
“Sebagai tanda terima kasih, kau saja yang pilih tempat makannya.”
“Ah baiklah. Kebetulan aku kepingin banget
makan Spaghetti.”
Keduanya berjalan turun ke lantai basement
mall, dan Fennie menunjuk restoran Italia.
“Ke
situ gimana?”
“Oke.”
Sesampainya disana, Calvin dan Fennie
langsung dilayani pelayan dan memesan makanan mereka. Restoran malam itu ramai,
dan memutar lagu Ring Ding Dong-nya SHINee. Calvin terus memandangi wajah
Fennie dan merasa lega bisa bersama-sama dengannya sekarang. Padahal dia pikir
dia tidak akan pernah sembuh
dari sakit hati. Melihat hubungan Amelz dan Kimbum yang makin tidak terpisahkan, Calvin tau dia harus mengobati
luka hatinya. Dan pada saat itu dia tersadar bahwa ada seseorang yang
perlahan-lahan memikat hatinya. Gadis itu sekarang duduk di hadapannya.
Rambutnya yang panjang tergerai lembut di kedua bahunya. Gayanya cuek, tapi dia
gadis yang sangat perhatian sebenarnya, pada teman-teman baiknya.
Fennie berujar, “barusan tadi aku berpikir ge… aku juga kepingin jadi Warriors’ Helper.”
“Oh? Kenapa?” Tanya Calvin.
“Keadaan dunia makin gawat. Bisa dilihat, mereka menyerang hampir lebih sering
dari dulu. Lagipula Yunhwa oppa sudah…”
Fennie tak sanggup melanjutkan kata-katanya. Binar sedih terpancar dari matanya.
Calvin ingin meraih tangan Fennie, tapi mengurungkan niatnya.
“Hah…
rasanya aneh sekali. Yunhwa oppa sudah berkorban untuk menyelamatkan para tawanan, itu berarti ortuku. Aku
belum sempat berkenalan dengannya… entah seperti apa tampangnya sebenarnya.”
“Well, May pernah bilang. Dia bilang Yunhwa
hyung itu sosok yang manis, hampir sama manisnya seperti Youngsaeng hyung, dan sebagai vampire dia bertempur dengan sangat baik.”
“Hahh… benar-benar disayangkan. Andaikan aku Warriors’ Helper juga…
aku yakin aku bisa memberikan tambahan bantuan.”
“Well, kau bisa berharap kan, Fen? Hampir
semua dari kita adalah Warriors’ Helper. Siapa tau waktumu belum tiba.”
“Ahh… iya juga ge.”
Pelayan datang dan membawakan dua botol
Coca-Cola, sepiring spaghetti dan Pizza ukuran Small. Sekarang lagu Give It To
Me dari U-Kiss tengah mengalun.
“Restoran
ini dilanda Korean Wave.”
Fennie menuangkan cabai banyak-banyak di Spaghettinya. Fennie melihat
Calvin memandangi spaghetti-nya.
“Ya, ge?”
Calvin menjawab, “ahh… tidak.”
“Selamat makan. Terima kasih
traktirannya.”
Calvin tersenyum gugup. Fennie mulai makan dengan lahap.
“Ehm Fen…”
“Ya?”
“Waktu itu… ehm… di mobil aku mau ngomong…”
“Ah! Aaron ge dan Thia!”
“Mana? Ah ya. Aaron, Thia! Hei!”
Calvin
yang menoleh ke belakangnya dan mendapati ada sosok Aaron dan Thia, melambai pada mereka. Di kejauhan terlihat Thia menarik-narik
lengan baju Aaron dan menunjuk Calvin dan Fennie. Aaron balas melambai dan
mereka masuk juga ke restoran Itali itu.
“Hei, kebetulan sekali. Kalian mau kemana?”
Aaron menyapa, “hai Cal, Fen. Kami mau nonton Eclipse.”
“Kami juga mau nonton itu,” kata
Fennie, “koq bisa segini kebetulannya yah? Mana lihat tiketnya? Jangan-jangan malahan kita duduk sebelahan.”
Aaron mengeluarkan dua tiket kecil dari
saku kaosnya. Dia memberikannya pada Calvin dan Calvin mencocokkannya dengan
tiket yang dia beli.
Calvin berkata, “hah? Beneran loh, kita sebelahan!”
Calvin meletakkan keempat tiket di tengah
meja, dan mereka semua tertawa keras.
“Mau makan bareng? Aku traktir deh.”
“Asyiiiik, aku laper,” sorak Thia.
Keduanya duduk di kursi yang tersisa di
meja itu. jadi Aaron dan Thia juga duduk berseberangan.
Aaron menyesal, “sorry yah mengganggu kencan kalian.”
“Bukannya kami yang mengganggu kencan
kalian?” Tanya Fennie.
Thia tertawa, “hahahaha. Tidak lah, Fen.”
Calvin menghela nafas panjang. Padahal tadi
dia barusan mau ngomong… tapi sudahlah. Dia akan mengurungkan niatnya sampai waktu pulang nanti. Waktu nonton, Calvin dan Aaron duduk
mengapit Fennie dan Thia yang duduk di tengah kedua cowok. Sebenernya Calvin agak lega karena tadinya dia
sangat gugup hanya nonton berdua dengan Fennie. Untung deh Aaron dan Thia
datang.
“Calvin ge, xie xie yah. Sampai ketemu besok
di kampus.”
Calvin kaget karena tiba-tiba mereka sudah ada di depan rumah Fennie. Calvin
menarik tangan Fennie.
“Ah
Fen, tunggu,” pinta Calvin.
“Oh? Ada apa ge?”
“Ahh…
itu… ehm…”
“Benar. Aku lupa deh tanya. Apa sih yang mau
gege sampaikan ke aku tepat sebelum kita ketemu bus penuh drakula itu?”
“Itu. aku memang mau ngomong tentang itu. eh Fen… sebenarnya…
aku…”
Fennie memandang wajah Calvin dengan wajah
berkerut. Kenapa Calvin begini gugup?
“Aaron dan Thia… apa mereka tak membuatmu patah hati?”
“Oh!”
Fennie terdiam sejenak, tapi kemudian dia
tersenyum.
“Ehm… tadinya aku sempat kaget, ini kedua
kalinya aku melihat mereka jalan berdua. Sudah tidak terlalu sakit hati lagi. Well, aku sadar Aaron ge hanya mau membayar
utang saja dengan mengajakku
makan ke restoran waktu itu. menurutku Aaron ge dan Thia… serasi.”
Calvin mendesah, “ahh, syukurlah.”
“Calvin ge sendiri berhasil mengatasi
perasaan patah hati pada Amelz onnie dan Kimbum oppa dengan cepat.”
“hahaha… iya…”
Fennie tersenyum. Lagu It Has To Be You
mengalun dari radio yang dinyalakan di Ferrari Calvin. Saat itu dia mendapat
inspirasi.
“Fen, It Has To Be You.”
“Hah? Apa?”
“It
has to be you. My heart always waiting and wanting for the best love in my
life. I’m sure it has to be you. My best love. Won’t you be my girlfriend?”
Fennie terdiam memandang senyum Calvin
yang melted, dia tak mampu
bergerak barang sesentipun. Padahal Fennie yang biasanya pede tidak gampang diintimidasi begini.
***
No comments:
Post a Comment