The X Life Story
Chapter 4
MAY’S POV
Sebagian dari diriku ingin meneriakkan pada setiap orang yang berada di sekitarku bahwa yang sedang menggandengku saat ini adalah seorang Yesung, tapi aku tidak mungkin melakukannya. Jika aku melakukannya, aku pasti akan mati, disini, sekarang juga. Aku mendesahkan nafasku. Sampai kapan aku harus menjalani hubungan backstreet seperti ini? Tapi seandainya Yesungie oppa mengambil resiko untuk mengungkapkannya… apakah aku akan siap mental?
“May… ayo, kita mampir ke game center. Mau main?”
Aku cepat-cepat menganggukkan kepalaku. Aku bodoh kalau harus banyak membiarkan pikiranku melanglang buana sementara ini adalah Valentine pertama yang kulalui bersama seorang namja chingu setelah empat tahun melewatkannya sendirian. Plus lagi, namja chingu-ku ini seorang Yesung. Bodohnya aku untuk mengabaikan semua ini. Sebaiknya aku mengabadikan setiap moment dengan ingatanku yang mungkin terbatas ini. Yesung oppa menarikku ke counter untuk mengisi kartu membernya dengan jumlah Won yang tidak sedikit, lalu dengan cepat menarikku untuk main basket.
“Mau main bareng?” Tanya Yesungie oppa.
“Ani, aku mau menantang oppa.”
“Ah, jinjja? Oke, ayo kita lomba!”
Aku cukup tangguh kalau bermain basket, buktinya aku bisa menyarangkan 179 points, tapi Yesung oppa rupanya lebih hebat. Dia menghasilkan 198 points, dan aku menyerah. Selanjutnya kami main di mesin dance, dan dengan innocent-nya menarikan Mr. Simple dan Bonamana seolah kami ini hanya E.L.F yang gila Suju. Banyak yang menonton aksi kami dan aku sedikit khawatir ada yang mengetahui sosok Yesungie oppa, tapi sepertinya aku hanya terlalu khawatir. Tidak ada reaksi berlebihan yang ditunjukkan penonton. Kami lalu menangkap boneka (Yesung oppa menangkap seekor babi yang lumayan besar dan dia menghadiahkannya untukku), lalu mengambil foto-foto di photobox. Untuk foto-foto ini, Yesung oppa melepas samarannya sepenuhnya. Aku jadi sangat menyukai foto-foto ini dan akan menyimpannya sebaik-baiknya.
“Ayo, sekarang aku akan mentraktirmu makan malam.”
Kami keluar di stasiun MRT yang aku tidak pernah jelajahi sebelumnya, dan ketika keluar, aku melihat pemandangan sungai yang indah di hadapanku, lengkap dengan café-café di tepian sungainya. Suasana yang mulai menjelang malam memantulkan keindahan warna matahari senja di permukaan sungai yang beriak. Yesung oppa menggandengku untuk menghampiri salah satu café.
“Saya sudah memesan sebelumnya, atas nama Mr. Kim,” ucap Yesungie oppa mantap kepada salah satu pelayan.
“Oh, Mr. Kim? Saya akan mengantarkan Anda ke meja Anda,” putus si pelayan.
Kami diantar menuju sebuah meja yang jauh dari keramaian, tepat di tepian sungai. Yesungie oppa mengajukan pesanan dan aku menyetujuinya saja.
“May suka ini?”
Aku mengangguk senang.
“Sudah kuduga. May suka sesuatu yang romantic.”
Pipiku panas karena mendengar perkataan Yesung oppa dan senyumnya itu. aku melahap pemandangan indah di tepian sungai itu.
“May, ayo kita bersulang.”
Tiba-tiba Yesung oppa sudah menuangkan wine di gelasku dan dia mengangkat gelasnya yang berisi cairan pink itu tinggi. Aku tersenyum padanya sambil mengangkat gelas di hadapanku.
“Semoga kita bisa selalu bahagia seperti ini, selamanya,” ujar Yesungie oppa, tersenyum lagi.
Aku baru akan menjawab ketika tiba-tiba angin kencang berhembus dan aku merasakan tetesan air hujan jatuh mengenai kulit tanganku.
“Aish, kenapa malah hujan?”
“Op… oppa… wig-nya…”
Dan aku menunjuk dengan ngeri saat wig itu terbang terbawa angin. Kami berusaha bersikap tenang, tapi rasanya terlambat ketika…
“Yesung?”
Satu pertanyaan, atau panggilan, atau entah apa yang terdengar keras di telingaku itu membuat tubuhku kaku. Seketika, semakin banyak yang menyebutkan nama oppa-ku itu, sementara hujan turun lebih deras.
“May, ikuti aku berlari, oke?”
Dan sebelum aku sempat menjawab, Yesungie oppa sudah ambil langkah seribu. Aku mengikuti larinya yang kencang. Karena merasa sepatu high heels-ku mengganggu, aku langsung mencopot sepatu itu dan berlari sekencang mungkin mengikuti namja chingu-ku itu ke stasiun MRT. Kami masih setengah panic saat di dalam MRT, Yesung oppa menundukkan kepalanya dan gelisah sepanjang jalan. Akhirnya kami berhenti di stasiun yang entah dimana, aku juga tidak cukup berkonsentrasi, tapi aku mengikuti larinya Yesung oppa. ketika kesadaran merayapi benakku, aku baru sadar aku pernah melihat tempat ini sebelumnya, aku pernah melihat dorm ini. Ini adalah dorm Suju. Aku kaku di depan pintu dorm, bukan hanya kaget diajak kesini, tapi juga karena aku sedikit kedinginan gara-gara ketetesan air hujan. Yesung oppa menekan password pintu dan pintu terbuka.
“May, ayo masuk,” ajak Yesungie oppa.
Dengan buasnya, mataku melahap pemandangan di sekitarku. Dorm ini benar-benar persis seperti yang pernah kulihat di beberapa reality show dan aku merasa beruntung bisa masuk kesini sekarang.
“May, mian aku membawamu kesini. Kalau harus ke apartemenmu, terlalu jauh. Aku takut mengambil resiko itu.”
“Gwaenchana, oppa.”
“Aku akan mengantarmu pulang setelah… May, kau ingin mandi? Kau basah sekali.”
Aku melirik badanku. Yesungie oppa benar, rupanya aku terlalu basah gara-gara kehujanan dan tubuhku sedikit menggigil. Maklum, musim dingin masih sedikit merajalela. Untung saja tadi bukan hujan salju.
“Aku akan meminjamkan kaosku. Tunggu sebentar ya. Duduklah dulu.”
Aku duduk lesehan di ruang tamu dorm mereka, sibuk menoleh kesana-kemari untuk menikmati segala yang bisa kulihat. Tiba-tiba saja perutku mendengkur. Aish, aku lupa aku melewatkan jam makan malamku begitu saja. Sekarang sudah jam 7 malam dan aku belum makan apapun semenjak jam 10 pagi tadi. Aku memegangi perutku. Sabar ya, perut… aku akan makan begitu pulang nanti. Tolong jangan berbunyi di depan Yesung oppa atau aku akan malu.
“May, mandilah dulu,” pinta Yesungie oppa yang menyodorkan handuk putih dan kaos berwarna sama untukku.
Aku mengikutinya yang menunjukkan jalan menuju kamar mandi mereka. Begitu pintu kamar mandi ditutup, aku langsung saja tidak bisa lagi menyembunyikan rasa antusiasku. Kulihat enam sikat gigi yang warnanya berbeda tergantung di dalam sana, lalu ada banyak botol shampoo, sabun cair, aftershave, cukuran, dan masih banyak lagi yang mengundang perhatianku disana. Aku jadi berpikir, yang manakah yang milik Yesung oppa, atau yang mana yang milik siapa. Seingatku, Yesung oppa tinggal di lantai 11. Yang pasti, barang-barang Ryeowook tidak ada disini, dia di lantai 12. Aduh, kenapa tiba-tiba aku mengingat Ryeowook? Aku yang merasa merinding langsung mulai acara mandi di bawah shower-ku. Aku memilih shampoo dan sabun mandi yang baunya paling wangi (sepertinya punya member yang berbeda, soalnya aku mengambilnya dari dua ember kecil yang berbeda), menikmati mandiku yang menyenangkan. Ketika memakai kaos yang diberikan Yesung oppa, aku mencium bau parfum Yesung oppa di kaos bertuliskan Super Junior itu. aku tersenyum sembari keluar dari kamar mandi. Aku berusaha mencari sosok Yesung oppa tapi dia tidak ada, jadi aku berusaha mencari tau letak kamarnya. Untungnya aku cukup ingat (dari reality show) dimana letak kamarnya dan aku mengetuk pintunya. Pintu dibuka oleh Yesungie oppa sendiri.
“May, kau sudah mandi?” Tanya Yesungie oppa.
Aku mencium bau wangi mengoar dari kamar itu. yesung oppa mempersilakan aku masuk. Kulihat ada dua cup ramen di meja di samping laptopnya.
“May, kau lapar? Makanlah dulu. aku akan mandi. Dan kau boleh pakai laptopku kalau kau bosan. Tunggu aku ya.”
“Ne, oppa.”
Yesung oppa sekalian membawa cup ramen yang kosong keluar, dan dengan kelaparan aku menyantap ramen yang masih mengepul itu. aish, dari mana Yesungie oppa tau aku lapar ya? Atau sebenarnya dia juga lapar? Aku senang mendapat kesempatan untuk menggerayangi laptopnya. Tapi laptop itu hanya dalam kondisi ready. Aku meng-explore seenaknya isi laptop itu dan menemukan banyak file game dan selca Yesungie oppa disana. Kurasa lain kali aku akan datang dengan membawa flash disk dan menguras selca-nya. Dan ada satu folder yang menarik perhatianku. Itu satu-satunya folder dengan nama bahasa Inggris: Love. Aku men-double-click folder itu dan kaget ketika melihat fotoku dan beberapa foto kami berdua di dalam sana. Bahkan, yang lebih membuatku kaget, beberapa fotoku itu kelihatannya diambil saat aku tidak menyadarinya: di Handel & Gretel, di dalam mobil, pokoknya di saat aku tidak tau ada kamera yang mengarah kepadaku. Pipiku terasa panas. Yesungie oppa memberi folder ini nama: Love. Love. Love. Aku sudah nyaris menangis kalau saja pintu kamar tidak dibuka dan membuatku terlonjak kaget. Aku langsung mengerjapkan mataku, lalu tersenyum pada sosok Yesung oppa yang rambutnya basah.
“May, mian… sepertinya kita harus menunggu seseorang kembali baru aku bisa mengantarmu pulang,” sesal Yesung oppa, “mobilku kutinggalkan di café tadi.”
“Memangnya kemana yang lain, oppa? heran sekali apartemen begini sepi.”
“Mungkin mereka juga menikmati Valentine dengan yeoja chingu mereka.”
“Hah? Apa? Oppadeul yang lain juga sudah punya yeoja chingu?”
Yesung oppa menepuk kepalaku.
“Dasar kau ini seorang E.L.F, langsung saja bereaksi kalau ada berita seperti itu. tidak semua, hanya Leeteuk hyung yang punya. Yang lain kurasa menikmati pesta jomblo mereka.”
Aku tertawa mendengar candaan Yesung oppa, tapi menjadi gugup seketika. Itu berarti… aku dan Yesungie oppa hanya berdua saja disini. Yesung oppa menarik kursi dan duduk di sampingku.
“Jadi kau sudah tau semua isi laptopku?”
“Aaaaah, mianhae, oppa, aku hanya penasaran.”
“Hahaha… gwaenchana,” tawa Yesung oppa, melegakan hatiku.
“Oppa suka main game? Kalau begitu aku akan mengajari oppa main game-game lainnya. Aku juga gamers lho.”
“Kyu akan senang kalau dia tau kau begitu.”
Yesungie oppa tiba-tiba memandangku tajam.
“May, mianhae, acara Valentine kita jadi berantakan. Akhirnya kita Cuma makan ramen di apartemenku.”
“Gwaenchana, oppa. kita masih punya kesempatan lain kali. Lagipula yang tadi itu kan kecelakaan.”
Kami sama-sama tertawa, lalu keheningan menyelimuti kami. Yesung oppa mengulurkan tangannya untuk merapikan rambut basahku. Bahkan aku lupa bersisir. Omona… aku berdeham untuk menghilangkan kegugupanku karena sentuhan Yesung oppa itu.
“Oh ya, oppa, tidakkah oppa akan mengajakku tur keliling? Aku ingin tau yang mana kamar siapa. Juga ke lantai 12, melihat kamar Ryeowook,” usulku.
“Ani.”
Aku kaget mendengar sedikit nada dingin yang tersimpan dari ucapan Yesung oppa itu. ah, apakah aku salah bicara? Yesung oppa kini meletakkan salah satu tangannya di bahuku dan tangan lainnya di daguku. Jantungku sudah mulai berdetak tidak normal.
“Kenapa kau masih menginginkan yang lain ketika ada aku disini?”
Aku tidak tau harus menjawab apa, tapi kusadari sesuatu. Mungkin dia cemburu. Dia cemburu aku baru saja menyebut-nyebut Ryeowook. Dan tanpa kusangka-sangka, wajahnya sudah maju untuk mengunci bibirku. Rasa gugup tetap menyelimutiku, tapi gelenyar kebahagiaan juga membuncah begitu saja. Dia benar, aku bodoh sekali memikirkan yang lain. Aku sudah ada Yesung, dan aku tidak seharusnya menginginkan yang lain lagi. Ciuman Yesung oppa berasa mint, dan ketika dia mendekap tubuhku aku mencium bau-bau wangi yang lainnya, dari rambut dan tubuhnya, yang sukses membuatku pusing. Aku menemukan diriku membalas ciuman Yesung oppa, dan tanpa kusadari aku merangkul lehernya, membuatnya menekan wajahku untuk memperdalam ciuman kami. Ketika ciuman kami sudah berubah menjadi French kiss yang hot, tiba-tiba dia mengangkat tubuhku dan mendudukkanku di tepian ranjangnya. Aku sudah mulai terengah dan bersyukur dia melepas ciumannya.
“May, kau mandi dengan shampoo-ku dan sabun mandi yang ditinggalkan Wookie. Aku sangat menyukai baunya. Kau membuatku menginginkanmu,” ucap Yesung oppa, suaranya serak.
“Op… oppa…”
Dan Yesungie oppa kembali menciumku, kali ini semakin cepat, semakin dalam. Perang lidah kami juga semakin intens ketika dia membaringkanku begitu saja di ranjangnya. Aku sedikit malu ketika menyadari kedua Ddangko pasti sedang menonton ulah kami ini. Tapi aku tidak bisa menolaknya. Ciuman Yesung oppa sudah beralih ke pipiku, dan tangannya meraba dadaku dari luar kaosku. Aku yang sudah lama tidak merasakan sentuhan seorang namja jadi begitu sensitive, aku menggigit bibirku untuk menahan desahan yang akan keluar dari sana.
***
YESUNG’S POV
Kulihat May memejamkan matanya, menggigit bibirnya sendiri dan menikmati sentuhanku. Pipinya merona pink, aku yakin dia sangat menikmati semuanya ini. Aku tidak peduli lagi, aku menginginkkannya malam ini. Aku menuju daun telinganya untuk menggigitnya dan menjilatinya. May bergidik.
“May, chagya… mendesahlah… itu akan membuatmu lega,” bujukku, berbisik di telinganya.
May masih menahan suaranya, jadi kuputuskan untuk menarik lepas kaosnya. May terkesiap ketika aku melakukannya, jadi aku menyambar lehernya untuk membuatnya terbuai lagi. Kali ini aku memberikan kiss mark kemerahan di lehernya yang mungil itu, tidak hanya sekali, tapi berkali-kali. Akhirnya, desahan lolos juga dari mulutnya.
“Em… oppa…”
Desahan yang berhasil membuat nafsuku semakin membuncah. Aku merasakan juniorku yang telah bangun dari tidurnya, mengeras dengan cepat. Tanganku mulai meraba untuk membuka pengait bra-nya dan aku benar-benar ingin segera menyingkirkan penghalang itu. may terkesiap lagi ketika bra-nya berhasil kulepas. Aku meraup bibirnya, kami berciuman dengan hot lagi, sementara tanganku bergerilya di dadanya. Dadanya montok dan runcing, kuraih nipple-nya dan kuberikan cubitan ringan disana. May menghisap lidahku, aku menikmati hisapan itu. lalu ciumanku turun ke dada kanannya, aku mulai menciumi dadanya, lalu menggigitnya perlahan. May mendesah dan nafasnya terengah-engah. Dia menjulurkan tangannya di punggungku, lalu menarik kaosku lepas. Aku tersenyum sejenak padanya sebelum turun ke bagian bawah tubuhnya. Karena tadi memakai kaosku yang besar, dia tidak memakai celana lagi, dan satu-satunya penghalangku sekarang hanyalah underwearnya yang berwarna biru ini.
“Op… oppa… tunggu, aku tidak bisa,” pinta May.
Aku memandang wajahnya keheranan sekaligus tidak puas.
“Kenapa?”
“Karena aku… aku…”
“May tidak mencintaiku?”
“Ani, oppa, bukan itu! hanya saja aku… aku…”
Aku menunggunya bicara dengan sabar. Kami berdua kini duduk berhadapan. Tiba-tiba saja aku melihat air mata merebak di kedua matanya yang hitam kelam. Aku kaget bukan kepalang. Ini pertama kalinya aku menghadapi yeoja yang menangis. Ya Tuhan, apa salahku?
“May… May, mianhae… aku tidak akan melakukannya… baik, aku berjanji padamu…”
“Oppa… bukan itu sebenarnya… tapi aku ingin oppa tau… kalau aku… aku…”
May berusaha mengendalikan tangisannya, dia terisak sekali, tapi seterusnya hanya air mata yang mengalir tanpa henti.
“Aku sudah tidak perawan lagi,” ujar May nyaris membuatku mati di tempat.
“Apa, May?”
“Aku sudah tidak perawan lagi, oppa. aku… aku sudah mengecewakan oppa, kan?”
“Bagaimana bisa…?”
“Namja chingu-ku merebutnya. Dulu… sebelum kupikir dia tidak akan meninggalkanku… aku merelakannya… aku… aku… sebenarnya, kami tidak benar-benar bercinta, kami hanya… melakukan foreplay… lalu… keperawananku…”
Aku tidak tahan melihatnya menangis tanpa suara seperti itu, jadi aku memeluknya saja. May menumpahkan tangisnya di dadaku, dan dia akhirnya terisak juga. Aku mendekapnya erat, apapun akan kulakukan asal dia bisa berhenti menangis. Kenyataan menghantam otakku begitu saja, memikirkan ucapannya.
“Oppa… aku… sudah tidak pantas lagi… untuk oppa…”
“Apa sih yang kau bicarakan, May? Aku tidak peduli tentang itu,” sergahku panas.
“Mak… maksud oppa?”
“Aku menginginkanmu apa adanya. Dan sial sekali namja yang berani meninggalkanmu itu. aku tidak akan memaafkannya yang membiarkanmu begini terluka.”
“Aku… aku memaafkannya, oppa, hanya saja… aku jadi merasa… tidak pernah pantas punya namja chingu lagi…”
“Kau pantas untukku. Kau hanya selalu untukku.”
“Oppa… jinjja?”
Aku menarik May dan memandang lurus ke matanya yang kini memerah. Aku menggunakan jempolku untuk menghapus air matanya dengan lembut.
“May, saranghaeyo. Arasso?”
May terdiam, lalu air mata kembali merebak, dia tersenyum sambil menangis.
“Oppa… oppa gomawo yo… nan… nan…” gagapnya.
“Sttt… May, aku menerimamu apa adanya. Aku mencintaimu apa adanya. Jangan pikirkan apa-apa lagi, arasso?”
Ya, itu benar. Aku tidak mempermasalahkan ini. Aku bukan hidup di zaman primitive lagi. Lagipula, kenyataan seperti apa yang bisa membuatku melupakan May? Melupakan betapa aku mencintainya? Melupakan bagaimana mudahnya dia merebut perhatian dan hatiku? Atau melupakan… betapa dia bisa membuatku begini tergoda? Jawabannya: tidak ada. May tertawa lagi, lalu mengecup pipiku sekali.
“Oppa, jika memang seperti itu… aku ingin oppa menunjukkannya padaku… seperti apa cinta oppa yang tulus itu.”
Ini dia, lampu hijau yang kutunggu. Kusambar bibirnya, lalu kutahan berat tubuhnya dengan tangan kiriku. Kami mulai berciuman lagi, sementara tangan kananku bergerilya di dadanya lagi. Kuremas-remas dadanya yang tegang itu, dan seketika juniorku bangkit dengan semangat lagi. May menurunkan tangannya menuju boxer-ku, yang memang dari tadi aku sengaja hanya memakai boxer, lalu berusaha menurunkannya. Aku menghentikan ciumanku dan sedikit berdiri agar May bisa menurunkannya. Setelah itu aku duduk lagi dan melanjutkan foreplay kami. Juniorku terasa sesak di dalam underwear-ku, dan aku bergidik ketika May menyentuh juniorku di luar underwear-ku. Kulihat matanya berbinar dan dia tersenyum menggodaku. Aku melumat bibirnya lagi, lalu mengarahkan jari jemariku ke selangkangannya, dan tanpa ragu menyentuh vaginanya yang masih terbalut underwear.
“Ng… oppa…” desahnya tiba-tiba.
Underwear itu sudah basah. Aku menyentuh vaginanya di luar underwear May, tapi itu saja sudah membuat May mengejang. Aku meneruskan ciumanku di bibirnya yang terus mendesah, sementara jari-jariku masih menyentuh vaginanya lembut.
“Oppa… jangan permainkan aku begini…”
Aku tersenyum, lalu melepas underwear-nya. Merasa sudah ditelanjangi, dia juga melepas underwear-ku. Jujur saja, dia adalah yeoja pertama yang melihatku naked, dan aku sebenarnya sedikit gugup saat dia merangkum juniorku dalam genggamannya. Merasakan sentuhan sensitive itu, aku langsung duduk di sampingnya. May mengocok juniorku dengan tangannya, lalu menunduk untuk mengecupnya.
“May… ah… chagya…”
Tangan May yang satunya dia gerakkan untuk mempermainkan twins ball-ku, dan aku merasa nikmat luar biasa. Aku ingin tau apa yang ada di pikiran May… apakah dia merasa ukuran juniorku cukup besar atau bagaimana… tapi aku tidak bisa menanyakannya sekarang. Aku terlalu nikmat untuk berkata-kata. Kurasakan gesekan juniorku di dalam rongga mulut May. Selain menghisap, menggigit, May juga menjilati batang juniorku hingga juniorku benar-benar tegang. May memasukkan juniorku sedalam mungkin ke mulutnya, lalu mengocoknya dengan cepat. Aku merasa seluruh tubuhku tegang dan otakku menyampaikan respons kebahagiaan dan kepuasan.
“May… faster… faster, jebal…” aku memohon.
May melakukannya semakin cepat. Dan seketika, aku menyemprotkan cairan spermaku di dalam mulutnya. May langsung melepas juniorku, aku bisa melihat cairan spermaku menetes dari mulutnya. Kupikir dia tidak sanggup menelannya. Aku menyambar bibirnya dan membantunya menelan spermaku. Aku merasakan rasa sayang yang bergelora di dalam diriku terhadapnya, dia sudah menerimaku apa adanya dengan bermain dengan juniorku tadi. Aku membaringkannya dan tanpa menunggu lagi aku langsung menunduk menuju vaginanya. Bulu-bulu halus tumbuh di sekitar vaginanya, dan aku menyingkirkannya ketika aku mulai menciumnya dengan bibirku. Tubuh May langsung bereaksi. Dia langsung menegang sekali. Aku mengarahkan salah satu tanganku untuk meremas dadanya, sementara lidahku bermain di vaginanya. Kuhisap klitorisnya dengan kuat.
“Oppa… ah… oppa… Yesung oppa…”
Kujilati klitorisnya itu, lalu kutekan-tekan dengan lidahku. May berusaha menutup selangkangannya dan dia makin sering mengejang. Aku terus mengeksplorasi vaginanya dengan lidahku dan akhirnya, kurasakan cairan panas di lidahku. May mendesah panjang dan lega. Aku maju ke hadapannya.
“May, chagya… apakah kau sekarang juga menginginkanku?” tanyaku, ada nada iseng dalam suaraku.
“Oppa… oppa jebal… palli… aku sudah tidak tahan lagi…”
Aku mengecup bibirnya dan membiarkan dia melumat habis bibirku. Tanpa dia ketahui, tanganku sudah mengarah ke vaginanya lagi, lalu kumasukkan jari telunjukku ke dalam vaginanya. Dia mengerang sekali, lalu kutusuk jariku semakin dalam, untuk mempersiapkan vaginanya. Aku bergerilya di dalam vaginanya, menekan daerah G-spot-nya (kutau itu dimana, karena aku mendengarnya mendesah hebat sekali ketika kusentuh daerah itu) dengan intens, dan May mencapai klimaks untuk kedua kalinya. Aku melepas bibirnya dan memandangi wajahnya.
“Bersiaplah, chagya…”
Kukocok sebentar juniorku, lalu kuarahkan ke vaginanya yang terbuka lebar. Baru kepala juniorku yang masuk, tapi May sudah berteriak kesakitan.
“Oppa… apha… apha…”
“Sabar, May, beri aku waktu,” pintaku.
Dengan segenap kekuatanku, kudorong lagi juniorku, dan itu membuat May semakin meringis kesakitan. Aku juga sakit sebenarnya, aku merasakan ukuran vaginanya yang tidak sesuai dengan juniorku. Memikirkan ini, aku yakin sebelumnya May memang tidak pernah bercinta, dan memang ada kemungkinan dia kehilangan keperawanan karena foreplay, tapi tidak lebih dari itu. well, aku akan tau nantinya. aku mengambil ancang-ancang lagi dan kudorong juniorku sekali lagi, tapi aku masih tidak berhasil.
“Oppa… sakit sekali…”
“May, bertahanlah. Sedikit lagi. Aku janji akan membahagiakanmu. Tolong, bertahanlah.”
Aku menggerakkan pinggulku sedikit dan kudengar May mendesah sekali, lalu tiba-tiba kudorong sekali lagi juniorku dengan segala kekuatanku. Kurasakan juniorku menembus sesuatu, dan perasaan hangat mengaliri juniorku. Ada cairan. Aku menundukkan kepalaku dan melihat darah keluar dari sana.
“May, kau masih perawan.”
“Mwoya?” Tanya May kaget.
“Kubilang kau masih perawan. Lihat, ini darahnya.”
“Hah? Aneh sekali… kupikir dulu… aku sudah pernah…”
“Tapi kau tidak bercinta, kan, May? Mungkin yang dulu itu hanya melukaimu, tapi keperawananmu masih ada di dalamnya. Lihatlah, ini buktinya.”
Mata May mulai berkaca-kaca lagi.
“May, berarti kau telah memberikan yang pertama untukku. Gomawo…”
May tersenyum manis, keringat menetes dari wajahnya, kutau dia pasti lega. Tanpa melewatkan kesempatan ini, aku merasa energiku terkumpul kembali, dan aku mulai menggerakkan pinggulku perlahan-lahan. May menikmatinya. Dia merangkul erat punggungku.
“Oppa… Jongwoon oppa…”
Dan ketika dia memanggilku Jongwoon, aku semakin bersemangat melakukannya. Kurasakan juniorku memberiku kenikmatan luar biasa sekarang, tidak bisa kulukiskan dengan kata-kata. Vagina May seolah menjepit sempurna juniorku itu, dan semakin aku menggerakkannya, semakin May mendesah nikmat. Keringatku menetes, May menggosok-gosokkan tangannya di dadaku, dan kadang dia meremasnya, menahan kenikmatannya sendiri. Kurasakan aliran yang tidak asing mendekati juniorku.
“May… bolehkah… aku melepaskannya… di dalammu?” tanyaku, terengah.
“Lakukan saja, oppa… palli… aku sudah hampir… lagi…”
Aku mengerti. May sudah beberapa kali mencapai klimaks-nya oleh genjotan juniorku ini. Lalu tanpa menunggu lama, spermaku keluar dari juniorku membasahi rahimnya, dan rahimnya juga mengeluarkan cairan vagina-nya untuk yang kesekian kalinya malam ini. Kami mendesah panjang dan lega. Vaginanya berkedut dan menghisap juniorku.
“May… May, gomawo… aku… benar-benar bahagia malam ini…”
“Oppa, aku rela melakukan apa saja asal oppa bahagia…”
Kukecup bibir May yang membentuk senyum itu. aku menjatuhkan tubuhku di atas tubuhnya, dan tidak berniat mencabut juniorku yang tertanam nikmat di vaginanya.
“May, lain kali… kau akan membiarkanku melakukannya lagi, kan?”
“Tentu saja, oppa. oppa sangat hot. Aku mencintai oppa.”
Aku tersenyum dan mengelus pipinya.
“Tapi seprai oppa kotor sekali sekarang,” ujar May.
“Ah, ini gampang koq.”
Seketika aku mendengar bunyi pintu dorm kami terbuka. Aish, baru saja aku merencanakan ronde kedua kalau tidak ada yang pulang malam ini.
“May, padahal aku sama sekali tidak mau melepasmu…”
“Oppa… kita masih punya banyak kesempatan kan?”
Aku membalas senyumnya dan dengan perasaan kurang puas, mencabut juniorku dari vaginanya…
***
NB: saya tidak tanggung resikonya kalau Anda sudah baca ceritanya -_________-" dan jadi mual... saya sudah peringatkan sebelumnya...