Disclaimer: I don't own Suju member, they're belong to their family and SME company, I don't own Amelz, Julie, Rini, Yenny and Ivana, they're my friends; but I do own Audrey and May, they're my imaginary character... thanks for reading and leave comments in it... I don't care if you like this or not, this is just my new story and I don't earn money from this story, so please don't sue me... you still have a lot of stories you can read, except this NO CHILDREN STORY, skip this... read the others!!!
Indonesian: DILARANG KERAS MEMBACA CERITA INI UNTUK PENGUNJUNG BLOG DI BAWAH USIA 21 TAHUN ATAU SAYA TIDAK TANGGUNG RESIKONYA... Saya hanya menulis apa yang ingin saya tulis dan ini blog saya, jadi jika Anda ingin membaca cerita yang lainnya, silakan saja, banyak pilihan untuk Anda, tapi tolong, LEWATKAN CERITA YANG SATU INI, ok??
The X Life Story
Chapter 1
“I’m in Korea…” Begitu jeritan benakku ketika pertama kali aku menjejakkan kaki di Incheon Airport di Korea. Akhirnya, impianku selama empat tahun terakhir terwujud juga. Aku berhasil sampai di Korea. Hei, ini Korea!!! Aku masih terlalu senang. Aku meminta tolong pada seorang yeoja manis yang kebetulan tidak membawa barang bawaan yang banyak untuk membantu mengambil foto pertamaku di Korea dengan ponsel Samsung-ku. Dia dengan senang hati membantuku dan aku tulus mengucapkan terima kasih untuknya. Langsung saja aku meng-upload foto itu ke situs jejaring social Facebook, sementara di Twitter, aku cukup meng-update status “I’m in Korea…” Aku tersenyum sejenak sebelum menutup jaringan internet lewat ponselku dan memikirkan… akan ada comment seperti apa nantinya… atau… akankah banyak yang iri atau malah bangga juga dengan kehadiranku di Korea? Itu nanti saja kulihat, karena ada yang lebih penting lagi dari itu. Aku perlu menemukan “pemanduku” di Korea ini, soalnya aku benar-benar buta arah. Dan akhirnya aku menemukan seorang yeoja yang mengangkat kertas ukuran A-4 bertuliskan tinta hitam “MAY” dan aku tau, dia pasti menungguku. Kudekati yeoja itu, dan dia langsung menyadari kehadiranku.
“Ah… hai, May ya?” tanyanya dengan senyum manis yang terpampang di wajahnya.
Yeoja itu cantik, dan aku melihat ada sedikit dari garis wajahnya yang mirip dengan sahabatku Mefi disana. Yah, wajar, mereka sepupuan. Aku mengulurkan tanganku untuk lalu disambutnya.
“Hai, aku May,” sapaku.
“May, aku Audrey. Senang bertemu denganmu langsung.”
Dia benar. Selama ini aku dan Audrey hanya berhubungan lewat YM semenjak diperkenalkan (juga secara online) oleh Mefi. Mefi tau keinginan terbesarku di hidupku adalah untuk pergi ke Korea, jadi dia mengenalkan sepupunya yang sudah setahun bekerja di Seoul. Si Audrey ini sudah mencekokiku dengan banyak asupan informasi tentang Seoul hingga aku siap berada disini sekarang. Audrey membantuku membawa bagasiku yang tidak sedikit, menuju taksi.
“Audrey, terima kasih sudah menjemputku.”
“Tidak, tak perlu sungkan begitu, May. Aku sangat mengerti perasaanmu jika kau harus buta arah di Korea, yah seperti dulu waktu aku baru disini. Jadi, aku tidak akan membiarkanmu begitu.”
“Kau benar-benar baik, Audrey.”
“Hahaha… ayo May, sambil jalan aku sambil menjelaskan Seoul padamu.”
Aku tidak henti-hentinya menoleh keluar taksi selama Audrey terus menjelaskan tentang tempat ini dan itu yang taksi kami lalui. Mataku terpana pada keindahan Seoul di pagi hari. Jalanannya tidak terlalu ramai, mungkin juga karena sekarang adalah hari sibuk dan tepat jam kerja. Seoul pasti akan tampak lebih indah di malam hari. Taksi yang membawa kami langsung berhenti di salah satu apartemen yang entah di bagian mana Seoul sekarang. Si supir yang baik membantu kami menurunkan bagasi dan kami berdiri di depan apartemennya.
“Nah, May, sesuai yang kau pilih lewat internet, aku sudah memesankan kamar yang kau inginkan. Tapi… kau benar-benar tidak keberatan dengan biaya sewanya yang mahal, May?” Tanya Audrey terdengar khawatir.
“Tidak apa-apa, Audrey. Ketiga temanku akan datang selambat-lambatnya enam bulan dari sekarang, bisa jadi mereka bulan depan sudah datang. Lagipula aku tidak tahan repot memindahkan barang-barangku kalau harus pindah apartemen,” jawabku menenangkannya, “aku benci beres-beres.”
“Okelah kalau begitu May. Ayo, kutemani kau beres-beres.”
“Apakah aku tidak merepotkanmu, Audrey? Kau tidak bekerja hari ini?”
“Ah, kebetulan, sejak hari ini sampai dua hari ke depan aku mengambil jadwal cuti, jadi aku bisa memberikan waktuku untukmu.”
“Tapi kan seharusnya kau pakai waktumu sendiri untuk bersantai, Audrey.”
“Jangan permasalahkan itu, May. Aku ingin membantu sejauh yang aku bisa.”
Dan begitulah hari pertama yang kuhabiskan di Seoul. Apartemenku di lantai delapan dengan nomor 811. Apartemennya kelihatan lumayan mewah (biaya sewanya lumayan mahal), dengan empat kamar di dalamnya. Aku memilih kamar yang agak di dalam dan melewatkan dua kamar yang di depan. Entah kenapa aku suka kamar ketiga ini, ukurannya memang tidak seluas kamar pertama dan kamar yang di paling belakang, tapi aku hanya merasa kamar ini sepertinya menarik perhatianku. Hidup di apartemen adalah salah satu impianku, dan aku berhasil mewujudkannya. Selain membantuku menata apartemen, Audrey juga mencatat barang-barang apa saja yang aku butuhkan untuk melengkapi apartemenku dan dia berjanji akan menemaniku berbelanja.
Hari keduaku di Seoul juga diwarnai dengan kehadiran Audrey. Dia mengajakku mengenal lingkunganku (apartemenku sangat dekat dengan food court yang menjual makanan murah-murah dan lengkap, dekat mini market dan stasiun MRT juga berada tidak jauh), lalu kami berbelanja barang-barang kebutuhan apartemen. Di hari ketiga, Audrey membawaku berjalan lebih jauh lagi, juga mengajakku “mencicipi” MRT di Seoul sekalian membiasakan mata, telinga dan mulutku terhadap Hangeul. Yang satu itu, aku masih perlu banyak beradaptasi. Sebenarnya kedatanganku di Seoul masih kurang jelas untuk apa, yang aku tau dalam jangka waktu dekat aku ingin mengambil kursus Hangeul sebagai persiapan menghadapi TOPIK (aku ingin mendapatkan grade advance setidaknya) tapi aku datang kesini bukan dengan kemampuan nol dalam Hangeul. Aku belajar setahun dengan bimbingan sonsaengnim asli Korea, lalu tiga tahun dengan otodidak. Aku hanya perlu meyakinkan diriku kalau aku tidak akan gagal ketika tes TOPIK nanti, jadi aku perlu menemukan tempat kursus, segera. Dan, aku berharap Yenny, Julie dan Ivana datang secepatnya, karena aku bosan sendirian di apartemen, berharap mereka meramaikan hariku.
Aku tersenyum sendiri di dalam MRT saat aku membaca berbagai mention ke akun Twitter-ku. Tidak salah lagi, terlalu banyak orang yang iri karena aku berhasil sampai ke Seoul. Aku membalas mention-mention itu dengan sabar, image-ku selama ini cukup baik di Twitter sehingga aku punya banyak followers. Dan sekarang, setelah aku meng-update status, beberapa mention masuk lagi ke daftar mention yang bahkan belum sempat kubalas sebelumnya, jadi aku memutuskan membalas yang sudah mention duluan saja. Aku baru saja bilang aku akan ke Handel & Gretel. Aku sudah menyelidiki alamatnya (Audrey membantuku sebenarnya) dan aku berniat kesana hari ini. Tentunya, tidak lain dan tidak bukan adalah ingin bertemu dengan si pemilik coffee shop yaitu Yesung!! Hei, aku kan seorang Indonesian E.L.F yang berburu Suju!! Setelah H&G aku baru akan berburu ke dorm mereka. Tapi itu nanti saja. Aku masih punya waktu yang panjang untuk melakukan itu setelah aku selesai menyelesaikan urusan awalku di Seoul dulu. bukannya aku tidak mau segera melihat oppadeul itu, tapi aku tidak yakin apakah aku juga bisa menembus hingga ke pintu depan dorm mereka untuk bertemu mereka. Yang bisa kulakukan hanya mempertaruhkan nasib ke H&G.
Setelah dua puluh menit menaiki MRT (harus melewati tujuh stasiun), akhirnya aku sampai di pintu depan Handel & Gretel. Desain kafe itu memang uniq, aku tidak sabar ingin masuk ke dalamnya. Untungnya keadaan café cukup sepi saat aku masuk, dan mataku langsung jelalatan ingin mencari sosok yang ingin kulihat, yang mungkin satu-satunya yang paling mudah ditemui disini, yaitu Yesung. Tapi hasilnya nihil. Tidak ada Yesung, tidak Nampak juga batang hidung Yongjin dongsaengnya yang ganteng itu. aku kecewa,. Tapi aku tetap memesan secangkir kopi yang nama Hangeul-nya paling menarik perhatianku dari daftar menu dan meminumnya dengan perasaan lega. Tidak apa-apa, aku bisa kesini lagi lain kali. Lagipula aku cukup mengambil foto tentang seputaran café ini dan mempostingnya lagi, untuk membuat orang-orang iri lagi.
Dua minggu kemudian aku sudah berhasil menemukan tempat kursus bahasa Korea untukku, jadi kesibukanku mulai bertambah sekarang, dan aku jadi tidak terlalu mengkhawatirkan kapan ketiga temanku akan menyusulku. Hangeul memang susah-susah gampang. Aku harus mempelajarinya mati-matian supaya kedatanganku kesini tidak sia-sia.
Aku menggumam tidak jelas tentang perubahan berbagai verb di Handel & Gretel hari ini. Tanpa terasa aku hampir sebulan sudah di Seoul dan aku suka sekali mampir ke café ini (mungkin sudah untuk yang kedelapan kalinya) tapi tidak sekalipun aku bertemu dengan Yesung dan Yongjin. Mungkin aku belum berjodoh dengan mereka. Tak apalah, aku hanya merasa terbiasa meminum kopi di café ini dan menikmati dekorasinya. Mataku sedikit berkunang ketika membaca kembali aksara Hangeul di bukuku, jadi aku memutuskan untuk menyegarkan mataku dengan melihat keadaan di sekitarku. Tapi mataku mendapat kesegaran yang berlebih. Aku kaget setengah mati dan jantungku berdetak kencang saat aku melihat Yesung baru saja memasuki café. God, itu Yesung!! Bahkan dari jarak sejauh lebih dari sepuluh meter, aku bisa dibuat sesak nafas olehnya. Aku memang seorang cloud E.L.F, jadi aku selalu nyaris tidak bisa berpikir jernih kalau ada sesuatu yang berhubungan dengannya. Yesung, rambutnya masih pendek semenjak kembali dari wajib militer bulan Juni kemarin, tapi ketampanannya tetap menggoda. Aku masih mempertimbangkan untuk mengajaknya foto bersama, tapi tidak tau bagaimana cara memohon padanya. Tapi tiba-tiba saja (aku aneh setengah mati), Yesung mendekatiku sambil membawa sebuah nampan dan secangkir kopi berasap di atasnya. Dia mendekatiku dan tersenyum!!
“Agassi, ini kopi yang Anda pesan,” ujarnya sambil tersenyum ramah.
Aku menggelengkan kepalaku untuk mengembalikan kesadaranku sepenuhnya, dan rupanya hal itu membuat Yesung kebingungan dan mengerutkan keningnya.
“Ini bukan pesanan Anda?”
“Ah iiiiiituuu pesanan saya.”
“Selamat menikmati.”
Masih sambil tersenyum, Yesung meletakkan kopi itu di hadapanku. Saat dia berbalik, aku tau aku mungkin tidak akan mempunyai kesempatan yang lain lagi, jadi aku nyaris menjerit waktu tiba-tiba bicara lagi.
“Yesung-sshi, bisakah aku minta tolong?”
Aku tidak yakin dia tidak akan menoleh, tapi rupanya dia menoleh dan tetap tersenyum, memandangku.
“Ya? Ada yang bisa saya bantu?” Tanya Yesung sopan.
“Bi… sakah… aku meminta foto bareng? Sekali saja?”
“Tentu saja. Tidak masalah.”
Dan aku kaget lagi ketika Yesung duduk di sampingku, sedikit menghempas sofa yang aku duduki. Aku merasa sisi tubuhku panas saat dia menempel begitu dekat denganku. Aku memandangi wajahnya yang tampan saat dia juga menghadapku. Yesung memang semakin lama semakin tampan, aku sering tergoda untuk menanyakan apakah dia ada mengkonsumsi obat tertentu. Garis matanya yang sipit namun tajam, alis matanya yang hitam, hidungnya yang kecil, bibirnya yang imut dan menggoda, kulitnya yang putih dan rambut pendeknya… aku merasa semua itu memabukkanku. Belum lagi kemeja hitam berkerah lengan panjang di balik celemek putihnya, dia… bagiku dia sangat sempurna. Yesung tersenyum, dan seketika wajahku merona merah. Aku tau, aku sedang melakukan hal yang sangat bodoh. Dengan geragapan aku meraih ponselku yang tergeletak begitu saja di dekat tembok (bahkan aku nyaris menjatuhkannya karena terburu-buru dan tanganku licin karena berkeringat), lalu segera mempersiapkan kameranya. Yesung semakin menempel dan jantungku sudah berdetak tiga kali kecepatan normal dan tiba-tiba aku merasa sangat panas di dalam ruangan ber-AC sejuk ini.
“Hana… dul… set…” hitungku, lalu menjepret dengan ponselku.
“Sekali lagi. Daripada yang tadi kurang memuaskan.”
Aku kaget mendengar permintaannya, jadi aku mengganti poseku sekali lagi, lalu menghitung dan menjepret lagi.
“Mana? Aku mau lihat hasilnya.”
Aku masih setengah kaget, membuka preview foto yang sudah diambil. Di foto pertama (hasilnya bersih, kukira tanganku gemetar tapi aku bersyukur pada kemampuan capture ponsel canggihku ini yang pasti mengurangi ketidakjelasan foto yang seharusnya) aku dan Yesung memasang pose yang nyaris sama, tangan kananku tidak kelihatan (ini yang memegang ponsel) sementara itu tangan kiriku kuletakkan di daguku, tersenyum tipis; Yesung meletakkan kedua tangannya untuk menopang dagunya, wajahnya bersinar saat tersenyum.
“Yang ini cukup bagus.”
Aku tertawa gugup mendengar ucapannya. Lalu aku menggeser layar ponsel touch screen-ku untuk melihat foto terakhir. Aku memasang pose V ala Ryeowook, tersenyum lebar dan memperlihatkan lesung pipiku yang persis dengan punya Leeteuk, dan Yesung di sampingku mengangkat cangkir kopiku seolah menawarkan minuman. Yang ini juga bagus, pikirku.
“Nah, ada lagi yang bisa saya bantu?” Tanya Yesung lagi, sudah kembali ke sikap formalnya.
“Ti… dak ada. Kamsahamnida, Yesung-sshi.”
Dia tersenyum sejenak sebelum meninggalkanku. Aku sedikit kecewa hanya sampai disitu interaksi kami. Tapi apa yang sebenarnya otakku pikirkan? Mana mungkin akan terjadi sesuatu yang lebih dari ini kan? Dia Yesung Super Junior, dan aku hanya seorang yeoja yang tidak jelas, yang bahkan tidak terlalu bisa ber-Hangeul-ria. Aku memandang punggungnya yang kekar. Sudahlah May, lupakanlah. Fokuslah pada Hangeul-mu, nasehatku pada diriku sendiri. Dan sekarang aku berharap Julie ada di sampingku. Dia pasti bisa menolongku sekarang.
Tiga hari kemudian, rupa-rupanya sahabat sekotaku Yenny sudah tiba di Seoul. Aku senang dan kami berpelukan lebay ketika aku menjemputnya di Incheon Airport. Kami berbicara nyaris tanpa bernafas, aku jadi kasihan pada supir taksi kami yang pasti tidak mengerti bahasa Indonesia kami.
“Jadi bagaimana? Yesung itu…” desak Yenny tidak sabaran.
“Lha, kan fotonya sudah kuposting lewat Twitter.”
“Dan pasti heboh ya? Aku jadi kena imbasnya. Kau tau, teman-teman kita banyak yang main Twitter juga sekarang. Mereka jadi mengintrogasiku.”
“Yah, tidak ada cerita lain sih. Dia Cuma kebetulan mengantarkan kopiku jadi aku bisa minta dia foto bareng. Cuma itu saja koq.”
“Yaaaah~ ayo kita kesana lagi.”
“Nanti. Tempatnya lumayan jauh. Kurasa kau juga mau mendaftar les Hangeul kan?”
“Aish, kau benar.”
Kubawa Yenny ke apartemen yang akan kami share bersama, Yenny memilih kamar kedua yang agak berseberangan dengan pintu kamarku. Kami menata apartemen sehingga tampak lebih baik lagi dari sebelumnya, dan kami menghabiskan dua minggu berikutnya dengan kesibukan belajar Hangeul dan sedikit melupakan Handel & Gretel.
Bulan September tiba dan aku akhirnya membawa Yenny ke Handel & Gretel. Dia sudah protes aku tidak juga membawanya kesana dan aku sudah kesal dengan segala ocehannya.
“Whoa, keren sekali cafenya,” puji Yenny.
“Kau baru lihat depannya. Kau akan suka kalau sudah di dalam.”
Aku mendengus mendengar pujian Yenny sepanjang aku membawanya menuju meja favoritku. Mata Yenny tidak berhenti melihat kesana-kemari seperti pertama kali aku mampir ke café ini. Aku cukup tersenyum menanggapi ucapannya. Yah, terasa kangen juga tidak kesini dua minggu. Sepertinya aku benar-benar perlu regular kesini, suasananya bisa membuatku rileks.
***
YESUNG’S POV
“Hei hyung, itu yeoja yang waktu itu kan? Yang fotonya bersamamu membuat heboh Twitter itu,” senggol Yongjin pada lenganku.
Aku menghentikan kesibukanku membuat kopi untuk melihat siapa yang Yongjin maksud. Maksudku, yeoja yang mana yang dia maksud. Maklum, setauku E.L.F manapun yang berfoto denganku pasti akan heboh, jadi aku tidak ada bayangan siapa yang dia maksud. Tapi mataku menangkap sosok yang duduk di meja bersofa panjang untuk berempat itu, dan kebetulan wajahnya menghadap dapur, jadi aku menyadari dia siapa. Itu yeoja yang minta foto bersama denganku bulan kemarin, dan aku tidak sengaja membaca beberapa mention tentang foto itu karena mereka me-mention akunku juga. Beberapa dari mereka menggunakan bahasa Indonesia (aku tidak mengerti, tapi Yongjin ngotot itu tampak seperti bahasa Indonesia di matanya), tapi ada juga yang menggunakan bahasa Inggris jadi aku sedikit banyak mengerti. Yeoja itu cukup terkenal sebelum mengambil foto bersamaku, tapi dia jadi semakin terkenal setelah foto itu. menurut beberapa comment, kami terlihat cocok. Aku mendengus. Cepat sekali mereka mengambil kesimpulan. Dari profil singkatnya, kulihat dia admin beberapa fanbase E.L.F sekaligus, dia seorang Cloudsomnia E.L.F (yang ini berarti jelas, dia fans berat aku dan Wookie) dan namanya May. Dia sering meng-update status menggunakan bahasa Inggris jadi entah kenapa aku sering mengintip profile-nya untuk membaca timeline-nya tanpa perlu menjadi follower-nya. Aku takut dia akan “diserang” atau bagaimana kalau aku berani menjadi follower-nya. Atau, kemungkinan lainnya, dia akan mati bahagia kalau aku lakukan itu. tapi… aku tersenyum iseng. Aku bisa menggodanya sampai aku puas sekarang. Aku melihatnya membuka dan membaca sebuah buku, hanya sesekali menanggapi yeoja di depannya. Aku tidak pernah melihatnya datang berdua kesini, jadi tidak tau siapa yang bersamanya. Sedangkan untuk buku yang dibacanya, aku nyaris yakin itu buku Hangeul yang dipelajarinya, dia bilang dia belajar Hangeul di Seoul ini (statusnya bilang begitu).
“Aku mau menggodanya,” putusku sambil merebut buku menu dari pelukan Yongjin.
“Ya~~~ hyung, jangan iseng.”
Aku mengabaikan Yongjin dan berjalan mendekati meja itu. si May itu langsung melotot kaget, tubuhnya langsung tegang. Yeoja di depannya (yang wajahnya masih belum terlihat olehku) tampaknya tidak menyadari perubahan sikap May. Aku tersenyum geli, wajah May yang kaget menurutku manis sekali, matanya bulat dan besar, ekspresinya tegang.
“Selamat datang. Silakan memilih pesanan Anda.”
Dan yeoja di hadapan May menoleh untuk memandangku, lalu menjerit kecil. May menyenggol tangan temannya itu, mendesaknya untuk membaca menu lewat lirikan matanya. May tidak sedikitpun mengalihkan matanya dari daftar menu, membuatku semakin geli. Yeoja temannya itu melirikku beberapa kali sebelum May mengajukan nama dua cangkir kopi dengan tergesa-gesa. Aku masih ingin menggoda May, tapi dia tersenyum sejenak lalu tidak berani memandangiku lagi. Ah, aku gagal sepertinya. Aku meninggalkan mereka berdua yang langsung berceloteh dengan bahasa asing yang tidak kumengerti itu. aku melirik wajah May yang sedikit merona merah itu. sudahlah, aku akan punya banyak kesempatan untuk menggodanya lagi.
Ternyata kesempatan untuk menggoda yeoja itu datang lagi minggu berikutnya. Kali ini targetku datang sendirian. Dia masih juga duduk di meja favoritnya. Aku terlambat beberapa menit dari Yongjin yang sudah menghampiri si May itu. ketika Yongjin kembali ke dapur, aku menyenggol lengannya.
“Aish, kau ini, kenapa mendahuluiku?” protesku.
“Lho, kenapa hyung? kukira hyung tidak melihatnya,” jawab Yongjin dengan wajah innocent.
“Aku kan ingin menggodanya.”
“Hyung suka padanya ya?”
“Apa kau kira aku jatuh cinta semudah itu?”
“Yah~ siapa tau kan?”
Aku mendelik kesal padanya, lalu membuatkan pesanan May. Ketika aku mendekati mejanya, kali ini dia tidak mendongakkan kepalanya, tidak tau aku membawakan pesanannya. Bahkan dia masih serius membaca buku dan menggumam ketika aku sudah duduk di hadapannya. Aku meletakkan secangkir kopi itu dan barulah May tampak kaget seperti biasa dan mata kami saling bertatapan. Aku tersenyum dan yakin sudah membuatnya sakit jantung. Entah kenapa aku menikmati mengerjai E.L.F yang satu ini.
“Ah… kamsahamnida, Yesung-sshi,” katanya bahkan sebelum aku mengucapkan apa-apa.
Dia minum kopi cepat-cepat tanpa memandangku, lalu menjauhkan kopi itu dengan cepat juga. Aku tertawa ketika dia mengipas-ngipaskan tangan kanannya di depan bibirnya. Kopi itu panas, pasti bibirnya melepuh. Bibirnya jadi tampak lebih merah dari biasanya dan entah kenapa, aku baru menyadari bentuk bibirnya yang tidak tipis itu cukup menggoda. Aku lalu meraih bukunya dan menggesernya menghadapku. Aku membaca covernya: Hangeul level 2.
“Kau belajar Hangeul?”
“Ya. Aku… begitulah.”
“Jadi kau seorang pelajar?”
“Ehm, tidak juga sih, Yesung-sshi. Aku mengikuti les untuk persiapan TOPIK.”
“Ah, begitu. Jadi bagaimana? Hangeul menarik untukmu?”
“Menarik sih, tapi sulit,” cibirnya, membuatku tertawa.
Aku sedikit terkejut. Entah kenapa, berbicara dengannya terasa sangat gampang. Apakah ini karena niatanku untuk menggodanya ya?
“Kalau ada yang tidak kau mengerti, kau bisa Tanya aku.”
“Hah? Ap… aniyo, Yesung-sshi, aku tidak bisa merepotkanmu.”
“Kau tidak akan merepotkanku koq.”
Aku membalik-balik buku itu dan menemukan May mengisi soal-soal disana. Dia mengerjakannya dengan cukup baik, tapi aku menemukan kesalahan di soal nomor lima.
“Sudahkah kau mengecek jawaban yang benar? Yang nomor lima salah.”
“Hah? Oh ya? Aigo, aku tidak mengerti yang itu.”
“Sini, aku ajarkan pemakaian kalimat yang benar.”
Sebenarnya Hangeul yang diucapkan May cukup baik, buktinya aku mengerti apa yang dia bicarakan. Namun dia berbicara dengan lambat, lalu ada aksen tidak-seperti-orang-Korea di Hangeul-nya itu. aku juga menyadari bahwa suaranya yang berat namun juga lembut itu terdengar unik. Aku mengajarinya Hangeul seolah menjadi tutor-nya, selain menemukan sedikit kesulitan ketika harus menjelaskan menggunakan bahasa Inggris padanya, aku menemukan mengajari seseorang terasa menyenangkan. Dia bisa tersenyum dan bersorak sesekali ketika aku memuji kecerdasannya.
“Apa itu?” tanyaku sambil menunjuk aksara mandarin di catatannya, “kau juga bisa mandarin?”
“Oh, ini? Ah ya… aku pernah belajar di China selama setahun.”
“Dan kau orang…?”
“Aku orang Indonesia. Hahaha… aku Indonesian E.L.F.”
“Hebat sekali. Kau bisa beberapa bahasa sekaligus. Apa tujuanmu datang ke Seoul? Belajar Hangeul? Kurasa itu bisa kau lakukan di negaramu sendiri?”
“Hmm… begitulah. Kupikir di Seoul akan lebih mempercepat aku mempelajarinya.”
“Kau mau kuliah? Berapa usiamu?”
Dia memandang mataku tajam. Apa aku terlalu banyak bertanya ya? Aish, aku heran sekali bisa begini penasaran tiba-tiba.
“Masih belum tau ingin kerja atau kuliah. Lihat saja nanti setelah aku lulus TOPIK grade berapa. Dan aku… sudah tua,” tukasnya.
Mana mungkin. Dia pasti bercanda. Dia kelihatannya tidak lebih tua dari 22 tahun. Aku mengulurkan tanganku dan membuatnya kaget.
“Aku Yesung, kau mungkin sudah tau. Siapa namamu?”
“Oh, aku… May. Senang berkenalan langsung dengan Yesung-sshi.”
“Bisa berhenti memanggilku Yesung-sshi?”
“Hah? Kenapa? Apakah aku salah?”
“Tidak, tapi kau boleh coba memanggilku dengan sebutan oppa.”
Dan rona pink kembali muncul di wajahnya, aku jadi tergoda untuk menyentuh pipinya itu.
“Ne, Yesung oppa.”
“Kalau kau butuh penjelasan tentang Hangeul, aku bisa membantumu. Kau bisa menemukanku disini, yah, kalau aku tidak cukup sibuk dengan persiapan comeback Suju,” jelasku, “tapi kalau aku tidak ada, kurasa Yongjin juga dengan senang hati membantumu.”
“Comeback Suju? Kapan, oppa? bulan depankah, seperti yang digosipkan?”
Ah, matanya berbinar. Dia benar-benar E.L.F rupanya.
“Ne, benar sekali. Sudah rindu pada kami?”
“Sudah pasti, oppa. kalau begitu aku akan menantikannya dengan tidak sabar.”
“Hahaha… kami juga tidak sabar untuk comeback. Ngomong-ngomong, kenapa kau sendirian? Mana chingu-mu?”
Dan dengan lugas (May sedikit terbata sih), dia bercerita tentang kehidupannya di Seoul. Dia bilang dia tinggal di apartemen bersama sahabatnya itu, dan yang lainnya lagi. Sikapnya yang santai dan terbuka itu entah kenapa membuatku tertarik. Jelas sekali masih ada sebab lain yang membuat dia makin menarik di mataku, tapi aku belum menemukannya. Setidaknya untuk sekarang.
Begitulah awal hubunganku dengan si Indonesian E.L.F itu. minggu depannya dia datang sendirian lagi, jadi kami kembali mengobrol dan aku menjadi tutornya lagi. Aku juga sudah mengenal chingu-nya si Yenny yang kebanyakan diam karena menurut May, hangeul Yenny belum terlalu baik, tapi May bersedia menjadi penerjemah juga, sejauh yang bisa ia terjemahkan untuk memperlancar komunikasiku dengan Yenny.
“Eoddeohke, oppa?” Tanya May dengan pandangan harap-harap cemas.
Aku memandanginya dan memasang wajah serius, jadi May malah tampak makin khawatir. Dan ekspresi itu juga membuatku gemas, rasanya aku ingin memeluknya, tapi aku tidak mungkin melakukannya di café yang sekarang sedang ramai ini. Tiba-tiba saja, aku tersenyum.
“Semuanya benar.”
Aku menyerahkan buku itu kembali ke hadapannya, May memandanginya tak percaya. Tapi bagaimanapun, tidak ada sedikitpun coretanku disana.
“Oppa, jinjja? Aku sudah mengerjakan 25 soal ini tanpa ada sedikitpun kesalahan?”
“Ne. kau sudah melakukannya dengan baik sekali. Coba kubilang… kau pasti bisa melewati tes advance dengan mudah, dan kalau cukup sukses lagi, kau bisa mencapai tingkat expert.”
“Whoa… gomawo, oppa. ini semua berkat oppa!!”
“Aniyo. Kau yang cukup cerdas koq sebenarnya.”
Wajahnya kembali merona, dan dia menenggelamkan diri dalam buku itu lagi.
“May, ayo kita ambil foto bareng lagi,” ajakku.
“Mwoya?”
Aku menyodorkan ponselku ke hadapannya, lalu merangkulnya. Tanpa tunggu lama, aku langsung menjepret ponselku begitu wajahnya sudah mendongak.
“Oppa… aku belum siap!”
“Itulah seninya.”
Aku melihat hasil jepretan itu, dan ternyata aku sangat menyukainya. Wajah May saat mendongak ke atas sangat manis, dengan sedikit ekspresi kaget dan rona pink di wajahnya, tanpa kusadari, dia sudah menarik perhatianku secara penuh. Bukan, aku harus mengganti kata-kataku. Dia sudah menarik hatiku. Aku tersenyum puas melihat posisi tanganku di bahunya.
“Sudah kubilang hasilnya baik.”
“Tapi oppa… oppa tidak akan meng-upload foto itu dimanapun kan?”
“Tentu akan ku-upload sekarang juga di Twitter, menuliskan bahwa aku berfoto dengan seorang Indonesian E.L.F,” jawabku lugas.
“Andwae! Oppa, jebal… andwae… aku tidak tahan diserang cloud E.L.F kalau oppa melakukannya.”
“Loh, kenapa? Ini kan hanya sebuah foto?”
“Oppa…”
“Hahaha… baiklah, aku tidak akan melakukannya kalau begitu.”
Kami sempat berbalas senyum sebelum May kembali menundukkan wajahnya. May, aku akan memastikan hatimu hanya untukku. Tidak boleh ada Cloudsomnia. Hanya Cloud. Hahaha… aku koq jadi egois begini ya?
***
May Eonni!!!!
ReplyDeleteceritanya kereeeeen 8(>w<)8
ak jd ikut berdebar2 juga XDD
lanjutkan eon. lanjutkan!
ya ampiun jie kereeeeeeeeennnnnn......
ReplyDeleteseandainya itu cerita beneran...hahahaha...
lanjut ya jie....^^
Rin: hahaha, saya jadi malu...
ReplyDeletemudah2an tidak mengecewakan ya ^^
Tita: hahaha, saya malah tidak terlalu berharap cerita ini adalah kenyataan...
kalau tidak percaya, baca saja sendiri...
hahahhahahhaha.. hope it will comes true.. ^^
ReplyDeleteno... it will makes me shy ><
ReplyDeleteWah, asiknyaaa, may ke Korea lagiii, kyaaa ><
ReplyDeleteAda Handel Gratel lagi ><
Aish bikin sirik ktemu Yesung bisa foto2 pulaaa ><
itu si Yenny ngerengek2 pengen ke Handel Gretel
Knapa ngak pegi ndiri aja deh? LOL
May ktauan banget ma Yesung klo dy suka ma Yesung XDDD
Tapi Yesungnya jg iseng gitu XDDD
Cerita May Yesung ini ngingetin aku sama cerita yg wat ultah Yesung ntuh say XD
Omona!!
Perkembangan hub.May & Yesung cepat sekali ><
OK, lanjut ke chappie 2 XD
huahahaha~ ceritaku mirip2 say
ReplyDeletejadi kayak ada ciri khasnya XDD
Yenny buta arah di Seoul...
gyahahaha... terlalu cepat ya hubungannya XD
lanjut dong say commentnya~
annyeong eonni sayang :*
ReplyDeleteaku datang mau bawa comment yg kyaknya agak panjang nih :p
hm.. awalnya jujur aku bosen karena gatau kenapa yah aku udah lama ga baca main castnya pake nama indo, udah keseringan baca ff yg langsung namkor aja..
tapi tapi pas kesananya aihh apalagi pas udah ketemu yesung oppa yah.. haduhh envy parah aku sama eonni, beruntung banget yah =='
aku sampe jejeritan dkit tadi pas adegan tertentu apalagi klo bacanya yg Yesung POV ahh mau nangis *ditendan may eon :p
biar gmana kn yeye jg TTMaku sayang :p tapi masih untung dh bukan hyuk..kkk~
ceritanya ga ngebosenin eon, udah gtu bahasanya eonni bagus banget.. cocok banget buat nulis novel dh.. hehehe :)
dan jujur ini kyaknya ffnya unik, jarang aku nemu yg crita awalnya kyak gni..
hm udah dh segitu aja dlu.. nanti aku nyampah lg klo udah baca lanjutannya yah eon..kkk~
catatan : jangan ambil TTManku sayang yah eonni sayang *dijewer hyukk..
dadaaah eonni *lambai lambai :p
Cena~
ReplyDeletesyukurlah kalau FF ini bisa menimbulkan bermacam gejolak dalam hatimu...
TTMan-mu kan suamiku? aku kan kakak iparmu?
kkk~~~~
kkk~ iya eon, bergejolak parah diriku..hihihi
ReplyDeleteahaha iya deh iya.. kakak iparku aja tapi yg aku jadiin TTMan yah eon *tetep aja*plakk :p
daebakkk...:D
ReplyDeletewlaupun category NC21,umurku baru 19.. :D
skippp..
annyeong, mau baca part selanjutnya dulu yaaa..
skali lagi salam kenal :D