Welcome Here ^0^v

You can read; and then please kindly leave comment(s) so I could improve;
But don't try to STEAL a part or whole part of all post WITHOUT a proper CREDIT; you'll know the risk if you still do it;
Intro: I'm a hyper Cloudsomnia, Jung Heechul IS MINE, OFFICIAL WIFE OF KIM JONGWOON, GO is the OWNER OF MY HEART, definitely a Lively E.L.F and also a multi-fandom: ELF, ZE:A's, Triple S, A+, VIP; I'm a unique, weird and super delusional girl;
Just add my Facebook account: maymugungponks; and follow my Twitter: (hidden for some reason);
But be careful~~ I'm not as easy as you think I might be~

Friday, 2 September 2011

Love's Arrived chapter 2


Love’s Arrived
Chapter 2

“Nah, kita udah sampai di rumahnya Cat,” Lydia turun duluan dari taxi.

Gisela menyusul dengan menyeret kopernya yang paling besar dan Viona membayar ongkos kepada abang supir (secara, Viona jadi kondektur di kursi belakang tadi). Rumah Chaterine ini tentu saja sebenarnya rumah orangtuanya. Tapi orangtuanya sekarang menetap di Palembang, mereka Cuma singgah di rumah ini waktu ada bisnis di Jakarta. Secara, keluarga besar Chaterine punya bisnis besar. (melengkapi informasi, mamanya Lydia adalah adik mamanya Chaterine) Rumah Chaterine terlihat lumayan luas dan lingkungannya pun nyaman, mereka memang pintar memilih rumah di kompleks perumahan terbaik di kawasan Jakarta Barat.

“Cat!!!” Lydia berteriak dengan suaranya yang nyaring-cempreng.
“Halo!!!”

Chaterine yang cantik dan tinggi semampai keluar dari rumahnya. Yap, seperti biasa Chaterine selalu terlihat fresh. Katanya sih, ini karena dia selalu senam dari kecil. Chaterine selalu membuat Gisela iri. Kulitnya putih bersih (Lydia juga, sih), pembawaannya dewasa, perutnya rata, badannya sangat tegap dan tinggi badannya 165 cm! Gisela? Cuma 155 cm tuh. Itu pertanda dia yang paling pendek di rombongan ini. (soalnya Lydia 159 cm dan Viona 161 cm dan mereka kelihatan lebih tinggi lagi karena kurus, nggak segendut Gisela) Tapi Gisela sayang Chaterine, seperti menyayangi dua sahabat lainnya.

“Masuk, yuk!” ajak Chaterine, membuka pagar tinggi rumahnya.

Gisela suka konsep tamannya, terlebih lagi interior rumahnya yang kebanyakan temboknya dicat putih.

“Nah, ada tiga kamar kosong di bawah dan dua di lantai atas. Pilih aja sesuka kalian,” jelas Chaterine, membantu menyeret koper Viona, “semuanya udah kubersihkan demi kalian, lho!”
“Wah, Cat… thanks ya, atas sambutannya,” kata Gisela, senang sekali.
“Namanya juga ada teman yang datang nginap, ya jelas aku juga senang.”
“Kayaknya lebih bagus kalau kita semua penuhin kamar bawah aja, jadi mudah nih kalo mau berkunjung ke kamar-kamar tetangga,” usul Viona.
“Setuju sekali!” sambut Lydia sambil menuju salah satu kamar.

Viona memilih kamar paling ujung dekat dapur, sementara Gisela mengisi kamar di antara kamar Lydia dan Viona.

“Oh ya, kau udah ambil tiketnya, kan, Cat?” tanya Lydia, muncul lagi dari dalam kamar menuju ruang tamu.

Chaterine duduk dengan nyaman di sofanya yang berwarna coklat.

“Ya udah, dong. Dari kemarin juga udah kuambil.”
“Wah, nggak sabar lagi deh pengen ke konsernya!” kata Gisela yang langsung duduk di antara Chaterine dan Lydia.
“Sabar, kan konsernya besok jam tujuh malem.”
“Eh, gimana ya kalo aku bisa berdekatan dengan Alex…”

Gisela mengatupkan kedua tangannya di depan dadanya seperti posisi berdoa, badannya duduk tegap dan matanya berbinar-binar. Ini tandanya… tebak Viona yang baru bergabung dengan ketiga cewek lainnya.

“Dunia khayalan…” kata Viona.
“Ah… Alex jangan dekat-dekat! Aku bisa pingsan!” teriak Gisela histeris, tangannya mendorong udara di depannya, seolah-olah di situ baru saja ada Alex yang tak kelihatan berusaha memeluknya.
“Jangan gila dong…” sergah Chaterine.

Lydia dengan seksama memperhatikan Gisela. Dia senang melihatnya berbinar-binar, soalnya Gisela kelihatan lucu sekali.

“Daripada gila kayak gini, ntar kita makan malam sekalian jalan-jalan di mall aja, ya?” usul Chaterine, “kalian lewat kan mall-nya sebelum masuk ke kompleks sini?”
“Wah, ide bagus, tuh…” kata Viona.
“Mandi dulu, yok…” Lydia menyeret Gisela yang masih belum kembali sepenuhnya dari dunia khayalannya.
*******
Chaterine-lah yang terlihat paling modis di rombongan. Jadi wajar aja banyak orang menoleh memandang keempat cewek ini, tapi lebih melihat ke Chaterine. Mereka sedang menjelajahi lantai satu mall. Hari ini mall luar biasa ramai, seperti biasanya setiap malam minggu.

“Pengen makan apa, nih?” tanya Gisela, mendengar cacing-cacing di perutnya udah mulai konser.
“Ada pizza… bebek panggang…” sebut Chaterine dan Gisela langsung merentangkan telapak tangan kanannya di depan wajah Chaterine.
“Kenapa?” tanya Viona.
“Aku lagi diet, ingat?” Gisela menggeleng-gelengkan kepalanya, “nggak boleh makan banyak makanan berlemak dan berminyak…”
“Bakso aja yuk…” ajak Lydia, menunjuk ke kios bakso nggak jauh di depan.
“Yuk…”
“Loh? Katanya kau diet… bakso itu kan berlemak…” sindir Chaterine, heran melihat Gisela semangat begitu mendengar kata bakso.
“Tapi untuk bakso, selalu ada posisi khusus…”
“Dasar…” cibir Viona.

Keempatnya berjalan maju, tapi toko aksesoris di sebelah kanan mereka tampaknya sudah menarik perhatian Lydia.

“Tunggu bentar… kita liat yang ini…” Lydia menarik lengan Chaterine.

Gisela tidak tertarik pada aksesoris di toko itu. Dia berjalan maju dan… dia menemukan toko favoritnya!!! Toko yang menjual banyak sekali boneka yang imut… kawaii… imut… sorak Gisela dalam hatinya, memandang penuh minat pada boneka panda raksasa yang dipajang di etalase toko. Ah… yang di toko depan sana juga imut… Gisela berjalan menuju toko depannya dan mengincar boneka anjing dari produk ‘The Dog’ Ah… di sana ada juga… ah… banyak sekali yang lucu… aku pengen beli satu… Gisela berhenti di salah satu toko, memeluk boneka penyu berwarna coklat. Hik… sayang aku nggak punya banyak uang lagi… gara-gara berangkat dan beliin Viona tiket VIP juga sih… hik… beli nggak ya…

“Hey, you, wait!”

Harusnya kan, nggak apa-apa membelikan hadiah untuk diri sendiri sekali-sekali…

“Hey, can’t you hear me? Stop right there!”

Siapa seh teriak-teriak? Nggak ada kerjaan banget… ini di mall tau, bukan di rumah kamu…

“Long hair girl… wears red shirt!”

What? He means me…? Gisela menoleh dengan enggan, masih memeluk boneka penyu tadi. Si cowok tinggi dan tegap, posturnya kayak model. Dia memakai kacamata, kemeja panjang dan celana dasar panjang serba hitam. Rambutnya yang hitam disisir jabrix dengan gaya, pasti udah ngabisin banyak botol gel. Di belakangnya, ada lima cowok yang juga tegap-tegap, pada pakai kacamata hitam juga. Mungkin dia artis… ada perlu apa sama aku… pake bahasa Inggris segala… gaya amat, seh…

“What do you want from me?” tanya Gisela, ikutan pakai bahasa Inggris.
“Good, you are able to speak in English,” katanya dengan aksen Inggris yang aneh, “hm… beautiful hair…”

Gisela otomatis membelai rambut panjangnya.

“Face… not so bad… but not so bright…”

Gisela memandang cowok di depannya ini dengan aneh. Si cowok memandangnya dari atas sampai bawah.

“How old are you?”
“Eighteen!”
“What? Eighteen? Hm… you look younger than your age… no make-up… oh, no… a little bit fat… bad skin… can we use her?”

Gisela tersinggung. Apaan seh neh cowok? Udah liat orang dari atas sampai bawah, nggak jelas maunya apa, masih menghina orang pula… nyebelin!!!

“I guess… we can do something…”
“Who are you, eh? Don’t talk like you have known all about me…”
“Of course I know! Guys, dai ta! (bawa dia)”

Dia orang Chinesse!!! Hei… tunggu… aku mau dibawa kemana? Kelima cowok yang tampaknya bodyguard-nya menyergap Gisela, dua di antaranya memegang Gisela pada kedua lengannya dengan erat.

“Hei!!! Fang kai wo!!!” (lepaskan aku)
“Oh… ni neng jiang hua yu… na jiu hao… (oh… kau bisa ngomong bahasa mandarin… baguslah…) shut up!”
“Hei, bayar dulu dong bonekanya!” teriak salah satu karyawan di toko boneka, mengejar mereka.

Si cowok melihat boneka yang dipegang Gisela dan tampaknya paham. Dia melemparkan seratus ribu (wew, kelebihan banyak banget, tuh!) dan dia berjalan mendahului para bodyguard yang masih menyeret Gisela. Aku diculik!!!
*******
(Keterangan: setelah ini banyak pembicaraan menggunakan bahasa mandarin dan bahasa Inggris, pembicaraan dengan bahasa Indonesia akan ditandai dengan font yang lain-red)
Gisela didesak masuk ke van hitam. Si cowok yang duduk di sebelah supir langsung ngomong cepat pakai bahasa mandarin untuk menuju salon.

“Bisa kasih tahu alasan kenapa membawaku pergi?” tanya Gisela dengan bahasa mandarin yang dipilihnya dengan hati-hati (secara, Gisela nggak semahir Viona ngomong bahasa mandarin)
“Aku akan menjelaskannya nanti. Tenang saja, kau tidak kuculik. Sekarang aku minta kerjasamanya, ya. Please.”

Si cowok membuka kacamata hitamnya dan dia lebih terlihat cool daripada killer. Matanya sipit, jelas dia bukan orang Indonesia.

“Anda bukan orang Indonesia?”
“Dan ran bu shi… wo shi cong Tai Wan lai de (tentu saja bukan, aku dari Taiwan)”
“Tunggu! Apakah Anda…”

Kata-kata Gisela terhenti saat van berhenti di depan salon paling beken di kawasan Jakarta pusat. Gisela tidak perlu diseret lagi, dia masih memeluk si penyu dan turun setelah dua bodyguard mendahuluinya. Wah… salonnya keren sekali… seumur-umur aku belum pernah deh masuk ke salon kayak gini…

“Give me full service for this girl. Cut her hair in the newest style, make-up her face… pink colour will match her, I guess… also a casual gown… pink, too… make her skin brighter… and do some nail arts… don’t forget the shoes… all are the best one…” kata si cowok Taiwan pada si pemilik salon.

Si pemilik salon, seorang cowok lembut (yah, lemah gemulai sekali) meneliti Gisela dari atas sampai bawah dan langsung berbinar menatapnya.

“Good object, Sir. We will finished her in three hour,” jelas pemilik salon, rupanya bahasa Inggris-nya lumayan,  “please wait.”

Gisela dengan pasrah ditarik empat cewek cantik pegawai salon. Penyu-nya diserahkan ke cowok Taiwan. Gisela diajak masuk ke ruangan spa, kulitnya dipijat dengan obat-obatan wangi… lalu mandi dengan air yang wangi jeruk… berikutnya dia diberikan gaun terusan seksi berwarna pink, roknya yang lebar mencapai atas lututnya. Hei, gaunnya cantik… aku jadi cantik! Setelah itu dia didudukkan di kursi salon. Si pemilik salon mengambil gunting.

“Jangan potong pendek rambutku!” larang Gisela histeris.
“Siapa yang mau potong pendek rambutmu? Kau udah terlihat chubby dengan rambut panjang, apalagi rambut pendek,” sergah si pemilik salon ketus, “diam dan nikmati hasil kerjaku.”

Setidaknya Gisela merasa aman rambutnya tidak akan dipotong pendek. Belum sempat Gisela melihat hasil potongan rambutnya dengan baik (ia merasa rambutnya sekarang tinggal sepunggung, sepertinya dia sudah kehilangan 25% panjang rambutnya), dia disuruh memejamkan matanya dan wajahnya mulai di make-up. Ada juga yang menyerang keduapuluh kukunya, tangan dan kaki. Gisela pegal-pegal sekali, tapi dia merasa tak ada gunanya memprotes. Si cowok Taiwan ada di ruang tunggu di depan sana. Gisela merasa ada yang memakaikannya sepatu high heels dan menyemprotkan parfum yang baunya tajam tapi enak sekali. Perasaan ini… aku merasa lebih pede… bolehkah aku melihat diriku setelah di make over?

“Nah, berdirilah dan buka matamu, gadis cantik. Jadilah percaya diri!” perintah si pemilik salon, menyadarkan Gisela dari pikirannya sendiri.

Gisela berdiri dan membuka matanya. Dia melihat bayangan dirinya di cermin besar. Aku… ini aku? Aku cantik sekali… Rambutnya dipotong indah sepunggung dengan potongan segi yang sangat gaya, wajahnya bersinar, bukan karena make-up yang tebal, tapi dia bersinar dengan warna pink yang lembut. Bibirnya juga berwarna pink… seperti gaunnya… nail art di kuku tangan dan kuku kakinya dan… sepatu high heels-nya! Berapa? Tujuh senti? Tuhan… aku cantik sekali! Apa aku nggak sedang mimpi?

“Kukumu cantik, sayang,” puji si pemilik salon, “tunjukkan dirimu pada bos besarmu di depan.”

Gisela baru ingat dia dibawa oleh si cowok Taiwan. Tapi parfum yang disemprotkan padanya telah menambah rasa percaya dirinya. Dia melangkah menuju ruang tunggu, di situ si cowok Taiwan duduk di sofa dengan nyaman.

“Hai, zhe shi wo… (ini aku)” panggil Gisela.

Si cowok Taiwan menggosok-gosokkan matanya nggak percaya. Terlihat jelas dia sangat bahagia melihat Gisela begitu cantik.

“Aku udah bilang kau akan sempurna dengan sedikit sentuhan. Ok, how much I must pay for this?”
“One million… for beautiful girl like her… I give this perfume as bonus… pesan padaku kalau butuh lagi, sayang…” si pemilik salon menyerahkan sebotol kecil parfum pada Gisela.

Gisela masih nggak henti-hentinya memandang bayangan dirinya di cermin. Dia gendut, kenyataan itu nggak bisa ditutupi, tapi dia menjadi sangat cantik.

“Wait! You haven’t tell me the reason, why you done these all for me?” tanya Gisela pada si cowok Taiwan.

Si cowok Taiwan berhenti di samping van, menoleh pada Gisela.
Aku pasti akan menjelaskannya. Ayo, ikut aku ke hotel,” bujuknya, “di sana segalanya akan jelas.”

Hotel? Jangan-jangan aku mau dijadikan hostes? Dia gila, ya?

“Aku bukan gadis murahan!” teriak Gisela, lupa dia sudah dibuat cantik oleh cowok itu.
“Siapa yang bilang kau gadis murahan? Kau gadis berharga. Bahkan akan menjadi jauh lebih berharga dari sekarang,” kata si cowok tenang, tersenyum memikat.

Aku… bisa saja aku benar-benar diculik… takutkah aku? Kenapa? Kenapa aku nggak takut? Dia… nggak seperti orang jahat…

“Panggil aku Mr. Shu dan ikut aku,” bujuk cowok itu, “please…”

Mr. Shu menyodorkan si penyu pada Gisela. Setelah mempertimbangkan selama beberapa detik, Gisela menyambut si penyu dan masuk ke van. I feel… there’s something good will happened… bless me, God…

2 comments:

  1. wew tambah tegang aj ini crita...

    apakah cowok yg dr taiwan t org suruhan alex or tmn chat dy y hahaha....

    ReplyDelete
  2. haha... itu bakal terjawab
    tapi lupa di chapter berapa...
    silakan menebak-nebak...

    ReplyDelete