Brand New It’s Magic
Chapter 5 part 3
Aaron menyapa, “hai Fennie…”
“Ah… Aaron ge…” Fennie shock Aaron tiba-tiba menyapanya.
“Sosis?”
Fennie mengangguk, menerima sosis dari Aaron.
“Sorry ya sekarang bisanya sosis. Bukan hamburger.”
Fennie bertambah shock, memandang Aaron tak percaya.
“Kenapa? Kau pikir aku lupa sama kejadian itu ya?”
“Kenapa gege baru sekarang ngomongnya?”
“Sebenarnya aku agak lupa juga sih. Cuma beberapa hari yang lalu melihat kejadian yang mengingatkan aku tentang ini. Kapan mau makan hamburger bareng?”
Wajah Fennie jadi memerah karena tawaran Aaron. Fennie dan Aaron yang duduk di tikar paling ujung, tidak menyadari kalau mereka sedang diperhatikan Clara yang duduk agak di tengah tikar bersama Rin. Clara mematahkan lidi sosis yang dipegangnya.
Rin melihat Clara yang memandangi Fennie dan Aaron, “kenapa, Clara? Hmm… kau suka Aaron ge?”
Clara mengangguk.
“Kenapa kau tidak pernah curhat padaku?”
“Ng…” ragu Clara.
“Yang pasti kau harus berjuang, Clara. Aaron ge baik koq padamu. Buktinya dia mau ngantar kita ke sekolah.”
“Mungkin Cuma karena aku sakit saja Rin…”
“Tapi sikapnya juga baik padamu.”
“Kalau kau Rin? Kau suka seseorang?”
“Hmm… ya… ada. Orangnya disini.”
“Disini? Hyunjoong oppa?”
“Koq kau langsung tau?”
“Hahah… Cuma nebak koq. Ternyata benar… Ooooh… pantas kau mau menemani dia di mini market pada malam taun baru. Terjadi sesuatukah?”
“Tidak koq… dia Cuma mengantar aku pulang ke rumah dan tutup toko lebih cepat dari waktunya. Buru-buru lagi. Tapi dia nunggu aku masuk rumah baru pergi.”
“Kita harus sama-sama berjuang.”
Keduanyapun tersenyum.
Miko meminta, “Jiro ge… ayo nyanyi lagi…”
“Wah Miko… gege capeeek…” protes Jiro.
Rainy merengek, “yah… gege…”
“Nah begini saja… bagaimana kalau kita minta Thia jie yang nyanyi?”
“Thia jie bisa nyanyi? Rainy mau dengar…”
“Thia jie murid les vocalnya gege lho. Thia…”
“Ya, ge?” Thia merasa senang karena dipanggil Jiro.
“Anak-anak ini pengen dengar kau nyanyi. Nyanyiin lagu ya buat mereka.”
Lucas meminta, “nyanyi dong jie…”
“Hmm… oke,” setuju Thia, “kalian mau lagu apa?”
Akhirnya Thia menyanyikan lagu-lagu untuk anak-anak itu… Jiro tersenyum senang.
***
Jam empat sore. Semuanya pamit dari Song laoshi dan anak-anak.
“Song laoshi… thanks untuk sambutannya yang hangat ya. Lain kali kami akan kesini lagi,” janji May.
Song laoshi berucap, “malahan kami yang dijamu oleh kalian.”
“May jie… datang lagi kesini ya,” pinta Rainy sambil tersenyum.
May berjanji, “iya… pasti.”
“May jie kalau nikah sama Hyunjoong hyung, pasti bakal punya anak yang cantik dan tampan,” ucap Oliver.
Semuanya berteriak, “APA???”
“A… apa… Oliver salah?” Song laoshi terkejut.
May memandang wajah Hyunjoong dan mereka berdua tertawa.
Hyunjoong menghardik, “Oliver… May jie bukan pacar hyung.”
“Katanya kalau orang berjodoh itu wajahnya mirip,” bela Lucas, “May jie dan Hyunjoong hyung mukanya mirip lho.”
May memandang wajah Hyunjoong sekali lagi dan mencari… May mencari kemiripan antara mereka berdua.
Oliver mengeluh, “oh… sayang sekali. Apa May jie punya pacar?”
“Aaaa… aku…” gagap May.
Hyunjoong berucap, “punya. Nanti hyung ajak kesini ya.”
“Apa pacar May jie cakep?” Tanya Pricil.
“Oh ya. Dia sangat tampan…”
Lucas setuju, “baik. Ajak lebih banyak orang lagi ya, hyung.”
“Siap, bos. Sampai ketemu besok. Besok hyung dan Kyujong hyung akan menemui kalian lagi.”
“Zai jian…” pamit kelima anak didik Hyunjoong dan Kyujong kompak.
“Yang dimaksud pacarku oleh oppa siapa sih?” Tanya May.
Hyunjoong menjawab sambil tertawa, “ya tentu saja Youngsaeng.”
“Tapi dia bukan…”
Hyunjoong merangkul May, menenangkan hatinya.
“Kita pulang sama seperti rombongan tadi ya,” ujar Kimbum.
Aaron setuju, “oke…”
Semuanya masuk ke Mitsubishi Kyujong dan Jiro, Clara dan Thia masuk ke Peugeot Kimbum. Kyujong memimpin berjalan di depan.
“Aduuuh… anak siapa yang nangis tuh?” keluh Fennie.
Mereka menoleh ke semak-semak di sebelah kanan mobil. Ada anak kecil yang lagi menangis.
Hyunjoong meminta, “ah, Kyujong, berhenti sebentar. Aku tau dia.”
Pikiran Hyunjoong beralih ke dua hari yang lalu.
Saat itu Hyunjoong dan Pricil sedang berjalan-jalan. Mereka melihat anak cowok yang menangis terisak-isak.
“Pricil, dia siapa?” Tanya Hyunjoong, “kalian tidak mengajaknya bermain?”
“Namanya Steve. Mama dan papa tidak boleh Pricil main sama dia, oppa,” jawab Pricil.
“Kenapa? Kasihan kan dia sendirian?”
“Iya sih. Tapi dia pernah main sama teman-temannya, anak desa ini juga. Cuma akhirnya teman-temannya hilang. Dia bilang tidak tau apa-apa soal itu. Pricil kan takut juga, oppa.”
Kali ini Hyunjoong berniat menyelidikinya. Dia turun dari mobil.
Hyunjoong bertanya, “Steve… kenapa kau menangis?”
“Hyung… aku mencari mama dan papa,” jawab Steve di tengah isak tangisnya.
“Mama dan papamu dimana?”
Steve menunjuk ke arah hutan.
“Semuanya… anak ini kehilangan ortunya. Kurasa kita harus bantu mencarinya.”
“Oke hyung,” setuju Chun.
Semuanya akhirnya turun dari mobil yang diparkir, begitu juga rombongan yang di mobil Kimbum.
Jiro mengajak, “Steve… ayo. Tunjukkan dimana orangtuamu.”
Steve berjalan di depan dengan Jiro menggandengnya. May berjalan berdampingan dengan Thia.
“Jie… rasanya sudah jauh kita jalan,” ucap Thia, “tapi ini kan hutan… Masa orangtuanya ada di hutan?”
“Iya juga Thia. Tapi kita harus menolongnya kan?” Tanya May.
Betapa terkejutnya mereka, ternyata di tengah hutan ini ada sebuah mall. Steve menunjuk mall itu.
Chun heran, “mall? Steve… mama dan papamu ada di dalam mall?”
Steve mengangguk.
“Tidak mungkin kan… ada mall di dalam hutan ini?” Tanya Kimbum.
Jiro memutuskan, “kita cek ke dalam.”
May dibuat terkejut sekali lagi begitu masuk ke mallnya. Mallnya sangat modern dan ramai. Beberapa jelas-jelas adalah orang-orang desa yang berbaju sederhana… namun beberapa tampak seperti orang kota. Segala counter yang adapun lengkap di dalamnya, termasuk restoran-restoran dan arena bermain.
“Mall…” ujar Kyujong.
Kimbum lupa daratan, “ayo kita jalan-jalan…”
May dengan mudahnya ditarik oleh Thia dan akhirnya menikmati bermain-main di mall juga. May merasa sangat aneh… tapi May jadi lupa akan keanehan itu setelah merasakan kesenangan bermain. Ketika rasa lelah menghinggapi semuanya, mereka sedang duduk di atrium mall.
“Jam berapa sekarang?” Tanya Hyunjoong.
Chun melihat arloji, “sembilan.”
“APA???” seru semuanya.
Hyunjoong berkomentar, “sudah malam. Ayo kita pulang.”
“Eh? Steve mana?” Tanya May, “apa dia sudah menemukan ortunya?”
“Aaaah… aku malah lupa.”
“Itu dia… Steve… sudah ketemu mama dan papa?” Tanya Chun, mencolek punggung Steve.
Semuanya berteriak ketakutan saat Steve berbalik dan memperlihatkan wajah dan tubuhnya yang berlumuran darah.
Steve berkata, “terjebak… kalian manusia bodoh…”
“Lari!!!” seru Fennie.
Annie memimpin berlari paling depan. May kebingungan. Orang-orang berlari serabutan di dekat semuanya setelah melihat sosok Steve juga. May terengah dan berlari mengejar Annie.
May bertanya, “Annie… kita harus bagaimana?”
“Ajak semuanya masuk ke tempat aman… lalu kita melarikan diri dan bertindak,” jawab Annie, “pasti ini semua ada hubungannya dengan hantu.”
“Tapi kita tidak bisa melawan hantu-hantu itu, Annie…”
“Aku bisa. Aku punya Silver Chain.”
“Aku tidak bisa melihat hantu-hantunya.”
“Aku akan melindungimu dan semuanya… sekalipun nyawaku taruhannya.”
May sangat terharu mendengar kata-kata Annie. Jelas bagi May, Annie tidak membencinya. Persahabatan mereka masih baik-baik saja.
“Kalian tidak akan bisa lari… setelah petang… kalian tidak akan bisa membedakan yang mana hantu dan yang mana manusia… kalian akan terjebak… kalian akan dibunuh sebelum kemurnian hati kalian direbut… indahnya… rasakan kesakitan itu!” ujar suara seorang cowok yang bergema di seantero mall.
Metti berteriak kalut, “ADA APA INI SEBENARNYA?”
“Annie…” panggil May.
Annie bertanya, “tidak ada yang bisa melihat inikah?”
“Beberapa manusia palsu… mereka berwujud manusia, tapi sebenarnya hantu…” jawab Rin.
Clara bertanya, “Rin? Kau bilang apa?”
“Hantu-hantu itu kalau tidak kena cahaya akan berubah transparan. Lihat itu!”
Rin menunjuk serombongan manusia yang berdiri diam. Rupanya mereka transparan.
“Rin bisa melihatnya?” Tanya Annie dan May kompak.
May frustasi, “aku… tidak bisa membedakannya!”
“Ini berarti sesuatu… Rin adalah penolong warriors!” Annie menyuarakan pikirannya.
“Aku tidak mau melibatkan Rin…”
Chun berseru, “aaaaaaaaaah!”
“Chuuun!!!” teriak May dan Annie kompak, sekali lagi.
Chun melayang… ditarik oleh… kelelawar. May bingung dibuatnya, dia tidak tau siapa musuhnya yang sebenarnya. Kelelawar, atau hantu?
May berteriak, “Kyujong oppa! Fennie!!!”
Mereka mulai ditarik satu-persatu. May tidak punya ide sama sekali, tidak tau kemana teman-temannya dibawa oleh hantu-hantu itu.
“AAAAAAAAAh!!!” teriak Metti.
May dan Annie berteriak, “Metti (jie)!!!”
“Demon Magic Stick!!!” Julie menyerang jatuh seekor kelelawar.
“Julie (jie)??? Stella (jie) dan Junki (oppa)????”
May bertanya, “bagaimana kalian bisa sampai kesini?”
“Propechy Junki,” jawab Stella, “dia datang petang tadi ke rumahku dan Julie dengan tergesa-gesa. Cerita kami sampai kesini sangat seru. Tapi sebelum itu, cepat kita lihat kemana mereka membawa manusianya pergi!”
“Ada berapa banyak manusia? Dan musuh kita kelelawar atau hantu?”
“Dua-duanya kurasa. Mereka membawanya kesana!” Junki menunjuk lantai tiga.
Annie memukul salah satu hantu yang kesakitan, “Silver Chain!”
“Sebenarnya kenapa bisa begini????” Tanya Clara dan Rin bingung.
May meminta, “tunggu! Begini lebih cepat!”
May menyambar Julie dan Annie duluan, terbang ke lantai tiga. Pertimbangan May mereka bisa menyerang dan melawan duluan. Tapi waktu May mau terbang turun, sesuatu menarik May ke atas dan mencengkeram pinggangnya.
“Apa ini????”
“Hantu di belakangmu May!” seru Stella.
Junki mengumpat, “sial! Lepaskan May!!!”
Julie dan Annie sudah masuk ke ruangan sana… May hanya meronta-ronta, tidak bisa melawan hantu itu. pinggang May terasa sakit.
“Lu… Luna Bow!!” teriak Rin.
Rin mengeluarkan busur dan anak panah dari udara dan menembak sesuatu ke belakang May. Kalau May tidak lincah mengepakkan sayap tak keliatannya, bisa-bisa dia jatuh.
Clara bertanya, “Rin???”
“May… cepat!” desak Stella.
May tersentak dan kembali melanjutkan tugasnya. May mengangkat Rin dan Stella, dan berikutnya Junki dan Clara. Mereka semua bergegas masuk ke ruangan besar di lantai tiga yang seperti aula.
“Aaron ge!!! Metti jie!”
Mendengar teriakan memilukan Clara, hati May mencelos. Aaron dan Metti tergeletak di dekat semuanya, bersimbah darah.
May berlutut, “tidak… tidak mungkin…”
“Tenang, May, Clara… mereka masih hidup,” ujar Stella, memeriksa Aaron dan Metti, “cuma terluka.”
“Aku… apakah aku harus nembak hantu-hantu dan kelelawar itu?” Tanya Rin.
Junki menjawab, “ya. Tolong cepat, Rin.”
Rin, tanpa banyak bertanya lagi langsung turun ke medan pertempuran bersama Julie dan Annie.
“Double Sword!” seru seorang cowok.
Stella menunjuk, “cowok kelelawar!!!”
“Kenapa namaku jadi begitu ya?” Tanya si cowok, memicingkan matanya, “uh… darah… sial mereka!”
Dengan bantuan si cowok di medan pertempuran dan Stella disamping May yang menjadi komentator, membantu May membaca situasi.
Stella berteriak, “kita akan menang! Tapi… tapi… curang!!! Mereka melukai para manusia! Mereka pasti pikir… kalau tidak dapat kemurnian hati mereka… setidaknya mereka bisa melukai manusia! Atau membunuh mereka!”
“Kelelawarnya menghisap darah!!!” teriak Clara.
Clara benar. Beberapa kelelawar tampak mengerumuni manusia-manusia yang terluka.
Julie menyerang seekor kelelawar, “jangan sentuh Jiro ge!!! Jiro ge… Jiro ge…”
“Julie…” Stella mendekati Julie.
Julie meletakkan tangannya di luka-luka di lengan Jiro, tampak nyaris menangis.
Junki setuju, “ya Julie, benar. Begitu. Kau bisa menyembuhkannya?”
“Apa? Aku?” Tanya Julie.
“Ya. Barusan aku melihatnya di Propechy. kau bisa Healing.”
“Benarkah?”
Propechy Junki sangat tepat. Dari tangan Julie yang diletakkan di luka-luka Jiro, keluar cahaya putih yang lembut dan perlahan, luka Jiro tertutup. Darah tak lagi mengucur dari luka-luka itu.
“Aku… aku…”
Stella gembira, “apa lagi yang kau tunggu, Julie? Sembuhkan yang lain!!”
“Dan aku akan bantu menyelesaikan ini semua,” ujar seorang cowok yang lain, “Elder Sword.”
“Aku sudah menduga kau akan datang,” ujar cowok kelelawar pertama.
“Kau lagi!”
Stella kesal, “tolong hentikan pertengkaran kalian dan bantu Annie dan Rin membereskan musuh-musuh ini!!!”
“Baik!!!” seru kedua cowok kelelawar, kaget diteriaki Stella.
May menebak… Cowok-cowok kelelawar… siapakah mereka ini?
Hantu berkata, “selesai… kita dapat kemurnian hati!”
“Siiiial!!!!” seru Annie frustasi.
Di depan mata, May melihat… beberapa orang desa… menjadi sekurus tulang-belulang dan pucat… kemurnian hati mereka… sudah hilang…
Rin menembak anak panak dengan jitu, “kaliiiiiiiiiiaaaaaaaan!!!”
“Meski kami mati… kami sudah mendapatkan beberapa kemurnian hati… untuk… raja kami…” si hantu sekarat.
Annie berteriak, “Heaven’s Mirror!! Clear up!!!”
“Kalian kelelawar!” seru cowok kelelawar kedua, “apa urusan kalian disini? Keluar pemimpin kalian! Dasar pengecut! Kalian sekarang berkolaborasi dengan penjahat kelas rendahan macam hantu dan tengkorak-tengkorak ya???”
“Sia-sia saja. Mereka tidak membawa pemimpin mereka. Mereka tidak bisa ditanya,” kata cowok kelelawar pertama.
“Kau sendiri siapa sih?”
“Kau tidak tau aku, tapi jelas… aku tau kau.”
“Kau…”
“Stella awaaaaaaas!”
Cowok yang pertama menyambar Stella… dan membunuh kelelawar yang nyaris akan menyergap Stella. Kini Stella digendong si cowok yang melompat ke sudut yang jauh.
“Stella… kau tidak apa-apa?”
Stella tiba-tiba tersadar, “aku… baik-baik saja… Oppa?”
“Hah?”
Stella mengambil pecahan kaca di lantai dan melukai tangan si kelelawar.
“Ap… kenapa????”
“Supaya aku bisa mengenalimu saat kau kembali ke wujudmu yang manusia.”
“Aku… bukan siapa-siapa!!!”
Cowok kelelawar itu tiba-tiba berputar dan menghilang.
“Hiiii… dia bisa hilang!!!”
“Sebenarnya aku juga ingin tau dia siapa,” cowok kelelawar kedua menoleh pada Stella, lalu memandang May, “kurasa yang dia lakukan tadi adalah Teleport, kalau tidak ya Shadow. Tugasku sudah selesai. Aku pergi. Aku akan datang kalau kalian butuh bantuan. Aku akan selalu tau waktu yang tepat. May… tetap semangat ya.”
May terduduk lemas memandangi orang-orang desa yang nyawanya hilang… May menyalahkan dirinya. May menyalahkan dirinya yang tidak bisa melihat dan tidak bersenjata.
“May… sabar ya???”
“Tidak ada yang sempurna di dunia ini. Begitupun tugas kita. Mungkin saja kita gagal,” Annie merangkul May.
May berkata, “aku… bukan pemimpin yang baik.”
“Tapi ada sisi baiknya May,” bela Julie, “lihat, sekarang aku punya ilmu baru. Healing.”
Julie tak tau… hal itu malah menjadikan iri hati dalam diri May…
“Ada yang mau menjelaskan sesuatu padaku dan Clara?” Tanya Rin.
Junki menjawab, “baiklah. Aku yang akan menjelaskan pada kalian.”
Tanpa sadar, May sudah mengeluarkan satu-persatu orang yang masih hidup dari dalam mall. Mereka masih pingsan dan May baringkan mereka di rerumputan. Saat May menarik Kyujong dan Fennie, manusia terakhir yang masih hidup keluar dari mall, mall tersebut menghilang perlahan-lahan.
“Mereka yang mati…” ujar May.
Stella mendesahkan nafas, “kita harus merelakan mereka, May. Mereka sudah mati.”
“May… Junki oppa petang tadi berlarian ke rumahku dan bilang kalau dia mendapat Propechy dan melihat kalian dalam kesulitan,” lapor Julie, “aku mengajaknya ke rumah Stella jie. Kami berangkat bareng dengan menumpang bus.”
“Bus… lama kan sampainya kesini?”
“Harusnya lebih lama. Tapi aku menakutinya dengan Shadow. Aku menghilang dan membisiki sopir bus. Dia ketakutan, mengira Julie dan Junki memelihara hantu. Jadi dia menurut dan jalan kebut-kebutan,” Stella tertawa keras.
Junki berujar, “syukurlah Propechy-ku tepat hingga jalan ke mall ini.”
“Kalian tidak mengajak Amelz onnie?” Tanya Annie.
Stella melirik Julie dan Junki, “ehm… ada… tapi dia…”
“Menolak ikut?” tebak May.
Mereka bertiga mengangguk, dan May merasakan kekecewaan yang luar biasa. Kali ini May sudah menyebabkan jatuhnya korban, dan berarti tambahan kekuatan untuk pangeran iblis. May makin membenci dirinya sendiri. Dia tidak ingin memaafkan dirinya.
***
No comments:
Post a Comment