Brand New It’s Magic
Chapter 5 part 1
Chapter 5
Forbidden Place
MAY’S POV
Semester genap sudah dimulai. Beberapa hari sebelum masuk kuliah, kami menerima hasil studi kami. Junki, seperti biasa, menjadi yang pertama di seantero anak semester tiga. Sementara Amelz, aku dan Stella mengekor di belakangnya. Clara mendapat juara satu di kelasnya, sementara Rin harus cukup puas dengan berada di peringkat lima. Rin malah mensyukuri itu, soalnya Rin sempat khawatir hasil ujiannya tidak memuaskan. Kyujong oppa mendapat nilai tertinggi di semester tujuh, disusul Hyunjoong oppa dan Youngsaeng oppa. Ini agak beda, karena biasanya Hyunjoong oppa-lah yang menjadi juara di tingkatnya. Di semester tiga vocal, tanpa kesulitan, Calvin mendapat nilai tertinggi, Ryeowook, temannya, menempel di bawahnya. Sementara Annie menjadi juara di semester satu, Fennie ada di posisi enam, Thia di posisi delapan dan Chun di bawahnya. Aaron ge, memang sering error, tapi berhasil masuk peringkat sebelas di semester lima vocal. Julie juga jadi juara di kelas 2 SMA, sementara Kimbum juga jadi juara di universitasnya.
Naiknya tingkat kami ke semester genap juga membawa perubahan yang berarti. Misalnya saja, Kyujong oppa jadi jarang latihan band karena persiapan pembuatan laporan akhir. Begitu juga dengan Hyunjoong oppa yang mulai jarang berjaga di mini market kecuali jam sembilan malam ke atas. Dan Youngsaeng oppa… juga semakin jarang ke rumahku. Yang itu mungkin punya alasan yang lain. Tentu oppa tidak mau bertemu denganku setelah kejadian yang kami alami Tahun Baru kemarin. Tahun Baru yang kuharapkan indah, malah berakhir jadi bencana.
Youngsaeng oppa tidak pernah muncul di rumahku, setidaknya menurut Jiro ge, dia hanya datang di saat aku bekerja di mini market, tapi hanya datang tiga kali saja semenjak Tahun Baru. Perubahan sikap terjadi pada Amelz. Mengingat pertengkaran kami, Amelz tidak pernah menghubungiku lagi, sementara menurut Stella yang menjadi jembatan kami, hubungannya dengan Kimbum berjalan lancar tanpa hambatan. Junki, yang aku tau pasti punya niat menyusul kejadian beruntun ini, semakin dekat denganku, bahkan sekarang ikut mengantarku pulang kampus hingga di terminal bus. Ini juga karena Junki menyadari kekuatannya yang baru, Propechy. meskipun sudah kuingatkan tentang bahaya keselamatannya, dia tetap saja menganggap kemampuan itu sebagai anugrah. Stella benar-benar bingung karena keributan aku dan Amelz yang notabene adalah leader dan wakilnya dalam Element Warriors, memilih untuk tidak berpihak dan jadi jembatan, memberi ceramah agar kami baikan. Jiro ge juga menjadi jembatan, tapi dalam kasusku dan Youngsaeng oppa, Jiro ge lebih banyak membujuk Youngsaeng oppa untuk berbaikan denganku. Annie, herannya, keliatan berubah sikap. Bukannya membenciku, tapi Annie jarang mengobrol denganku lagi seperti dulu, meski kami berjalan bersama. Yang bisa Rin lakukan saat ini hanya menghiburku, yang menurutnya tampak murung akhir-akhir ini. Julie tetap dekat denganku, dan dialah yang paling mengerti kondisiku saat ini, jadi dia tidak menggerecokiku untuk berbaikan dengan Amelz, ataupun menyebut-nyebut Youngsaeng oppa. Chun, sebagai dongsaeng Youngsaeng oppa dan Amelz, memilih untuk bersikap netral, dan aku sangat menghargai ini. Setidaknya dia tidak seperti Amelz yang menyalahkanku. Yang paling aneh adalah sikap Calvin. Belakangan dia tidak sering bercanda seperti hyungnya lagi, tapi jadi lebih serius. Sekarang dia tampak seperti Aaron ge, tapi dalam versi yang lebih banyak ngomong. Dia murung, dan kami semua heran kenapa dia begitu.
Namun ada satu hal yang aku ketahui dengan pasti: Youngsaeng oppa tidak membocorkan kepada siapapun, tentang siapa kami ini sebenarnya. Semua orang di sekitarku tidak menganggap kami alien. Setidaknya masih ada hal baik, jadi kami bisa tetap bekerja secara rahasia. Meskipun kami belum pernah bekerja lagi semenjak Tahun Baru, dan aku sangsi Amelz masih mau membantu kami yang berperang ini.
Hyunjoong oppa menyapaku, “anyong May…”
“Ah… Hyunjoong oppa… sudah pulang dari tempat praktek kuliah?” tanyaku.
Aku saat ini sedang menjaga mini market, dan senang rasanya menyambutnya pulang ke mini market sekitar jam sembilan malam, sudah kira-kira selama tiga hari ini.
“Yap. Aku dan Kyujong satu kelompok. Kami baru saja dari tempat itu. agak di luar kota, bahkan Kyujong saja tidak pernah tau ada desa di daerah sana.”
“Oppa dengan Kyujong oppa. Lalu Youngsaeng oppa…?”
“Kau khawatir dengannya ya, May?”
Aku menundukkan kepalaku. Aku… jelas saja masih terus memikirkannya.
“Tenang saja. Dia sekelompok dengan teman dekat kami juga koq. Cowok. Aku yakin dia tidak bakal kenapa-kenapa…”
Aku mengangguk. Syukurlah kalau begitu… aku juga tidak bisa berbuat banyak, kan?
“Kau murung, sama seperti Youngsaeng deh. Gini saja… bagaimana kalau hari Sabtu ini, kau dan teman-temanmu ikut kami ke desa tempat kami praktek?”
“Memangnya apa sih tugas prakteknya, oppa? Apa masih sama dengan Jiro ge, di tahun sebelumnya?”
“Yap, masih sama. Kami disuruh jadi staff pengajar di sekolah musik kecil di desa yang dimaksud.”
“Aku mau, sih. Tapi Sabtu ini aku mau menemani D’Sky yang akan rekaman di studio.”
“Oh ya? Bagaimana kalau hari minggu? Suasananya asyik disana… aku yakin itu akan membantumu refreshing.”
“Oke. Aku akan ajak yang lainnya kalau begitu, oppa.”
***
AUTHOR’S POV
Jiro mengeluh, “kita tidak bisa latihan full kalau tidak ada Kyujong disini.”
“Ya, kita harus pahami dia,” saran Aaron sambil membereskan alat-alat band, “dia kan mulai kerja praktek.”
“Tapi bagaimanapun dia harus datang hari Jumat malam. Itu latihan akhir sebelum rekaman kita besoknya. Aaron, kau bisa kan datang hari Jumat?”
“Tidak masalah.”
“Dan kau, Calvin?”
Tapi tidak ada jawaban dari Calvin.
“Halo… Calvin???”
“Oi kau!!!”
Aaron menepuk bahu Calvin. Calvin yang sedari tadi bengong, tersadar juga dari lamunannya.
Calvin geragapan, “oh… eh… apa?”
“Please deh,” keluh Jiro lagi, “aku sudah cukup pusing lihat Youngsaeng dan May yang murung belakangan ini, sekarang nambah kau juga. Kau bisa kan datang hari Jumat malam?”
“Untuk latihan akhir menjelang rekaman? Oh… oke.”
“Dasar. Semua orang jadi aneh belakangan ini. Oke aku pulang dulu ya. Mau bareng, Cal?” tawar Aaron.
“Aku mau beres-beres dulu nih.”
Jiro menyindir, “gara-gara kau melamun sih dari tadi.”
“Ya sudah, aku duluan deh,” putus Aaron, “c ya…”
Aaron-pun turun ke bawah dan keluar dari rumah Jiro yang saat itu kosong. Maklum, Rin masih sekolah dan May belum pulang dari kampus. Aaron naik ke mobil Honda merahnya yang diparkir di luar rumah Jiro. Dia meletakkan tas ranselnya, memakai sabuk pengaman dan siap menjalankan mobilnya sebelum melihat kejadian yang mengusik hatinya. Tak jauh di depannya, seorang cowok menabrak cewek yang sedang makan hamburger di tangan kanan dan memegang minuman di tangan kirinya sambil berjalan. Hamburger dan minuman itu jatuh, dan si cowok yang merasa bersalah mencoba membantu cewek itu. aaron membelalakkan matanya, kejadian ini mengingatkannya pada suatu kejadian yang nyaris dilupakannya.
Saat itu, dua tahun yang lalu, di kantin Saint. Hari Jumat, merupakan hari dimana anak high school dan anak kuliah mempunyai jadwal istirahat yang sama, jadi kantin dipastikan sangat ramai. Itu baru kedua kalinya Aaron ke kantin semenjak dia jadi mahasiswa. Kantin bukan tempat tongkrongan favoritnya sebenarnya, tapi berhubung perutnya tidak bisa diajak kompromi, makanya dia, Hyunjoong dan Jiro yang merupakan kakak tingkatnya, pergi ke kantin yang penuh sesak. Hyunjoong menempati meja untuk berempat dan menitipkan pesanan nasi gorengnya pada Jiro. Jiro-pun mengantri di stand nasi. Tapi saat itu Aaron kepingin makan hamburger dan mengantri di stand hamburger. Selain membeli dua hamburger, dia juga membawa Coca Cola di nampan makannya. Ketika berbalik, Aaron yang sedang memandang nampannya dan berhati-hati supaya nampannya tidak jatuh, malah tanpa sengaja menabrak seorang cewek yang tengah membawa makanan juga.
Aaron meminta maaf, “oh… dui bu qi. Kau tidak apa-apa?”
“Ah… tidak apa-apa koq…” si cewek mendongakkan kepalanya.
“Aku benar-benar minta maaf. Pesananmu apa? Aku beliin ya.”
“Ah ge… tidak usah… tidak apa-apa, sungguh.”
Hyunjoong mengeluh, “waduh… bel sudah bunyi. Belum selesai makan…”
Hyunjoong dengan terburu-buru memenuhi mulutnya dengan beberapa sendok nasi goreng.
“Ah, sudah waktunya masuk kelas. Sorry sekali lagi ya… kalau lain kali kita ketemu, aku traktir deh.”
Aaron tersenyum pada si cewek sebelum meninggalkan kantin.
Tapi Aaron sudah sepenuhnya melupakan kejadian itu, soalnya perutnya begitu kelaparan dan dia menjalani sisa hari itu dengan kesal sampai Kyujong mentraktirnya makan sepulang kuliah. Dan Aaron juga sudah melupakan siapa cewek yang ditabraknya dan janjinya ke cewek itu. Baginya hal itu kalah penting dibanding not-not nada lagu-lagu D’Sky yang harus selalu diingatnya. Tapi setelah melihat kejadian saat ini, diapun ingat…
“Hamburger… dan cewek itu…” gumam Aaron.
Aaron mengingat rambut panjangnya dan suaranya… dan Aaron sudah bertemu dengan cewek itu.
“Ah… Fennie? Cewek yang pernah kutabrak itu Fennie? Dunia ini sempit. Padahal itu kejadian dua tahun yang lalu. Dan sekarang aku ketemu dengan Fennie lewat perantaraan May. Memang aneh deh.”
Aaron mendengar seorang cewek berteriak, “aaaaaaaaah!!!”
Aaron terkejut saat melihat sebuah mobil nyaris menyerempet seorang cewek di seberang jalan. Kalau si cewek tidak lincah dan menjatuhkan dirinya ke trotoar tepat pada waktunya, pasti si cewek sudah tertabrak.
“Hei! Dasar tidak bertanggungjawab! Malah kabur! Lho? Clara?”
Aaron cepat-cepat memarkir mobilnya di seberang jalan, tepat di depan Clara yang terjatuh di trotoar. Aaron keluar dari mobilnya dan menghampiri Clara.
“Clara… kau tidak apa-apa?”
Clara bertanya, “Aaron ge?”
“Kau bukannya naik bus ya? Koq ada disini? Tidak bareng Rin?”
“Aku mau mampir ke restoran dulu tadi, ge. Lalu Rin belum pulang, ada tugas kelompok. Tapi…”
Clara memandangi kedua kakinya yang lecet dan berdarah. Luka-luka itu tampak banyak.
“Supir itu memang kurang ajar! Ayo Clara, ikut aku. Aku akan mengobatimu. Yuk, aku bantu.”
Aaron mengulurkan tangannya.
“Ah gege… aku bisa sendiri koq… Ah… aduh…”
“Tuh kan… keras kepala. Ayo sini…”
Aaron berjongkok di depan Clara.
“Hah?”
Clara malah heran, tidak tau apa maunya Aaron.
“Apanya yang hah? Naik ke punggungku, cepat…”
“Aduh ge… malu kali dilihat orang…”
“Lebih malu lagi kalau aku jongkok begini lama-lama dan dilihat orang.”
Clara mempertimbangkan sebentar sebelum naik ke punggung Aaron dengan senang hati. Aaron berhati-hati meletakkan Clara di kursi penumpang depan, sementara dia segera balik ke kursi supir.
“Ke rumahku ya, aku punya kotak P3K yang lengkap.”
Di dalam hati, Clara merasa luar biasa senang. Ini pertama kalinya Aaron mengajak temannya pulang, karena Aaron orang yang agak tertutup. Dia Cuma tinggal berdua dengan mamanya. Rumah Aaron sangat mewah, mubazir rasanya hanya dua orang yang tinggal disini. Aaron kembali menggendong Clara memasuki rumahnya, dan perlahan meletakkan Clara di sofa ruang tamu. Di ruang tamu, sebuah grand piano diletakkan di tengah ruangan.
“Tunggu bentar, ya.”
Aaron pergi ke ruangan lain dan segera kembali dengan kotak P3K.
“Tahan ya… ini bakal perih sedikit.”
Aaron sangat khawatir melihat luka di kaki Clara yang banyak. Aaron mulai memilih obat yang tepat, lalu mengoleskan obat itu ke luka Clara.
“Aduh… aduh…”
“Dui bu qi… aku kurang lembut ya?”
Aaron terlihat panik. Dalam hati, Clara bersyukur bisa ada disini sekarang.
“Tidak koq, ge…”
Clara memperhatikan Aaron yang masih sibuk mengobati luka-lukanya. Clara sudah lama mendambakan hal ini. Aaron adalah cinta pertamanya. Setahun yang lalu, dia bertemu Aaron saat D’Sky latihan band di rumahnya Rin. Dia merasa ini hari keberuntungannya.
“Nah… beres. Bagaimana, Clara? Kau mau pulang atau di sini dulu?”
“Kalau disini…”
“Kita bisa nonton. Aku baru beli DVD-DVD baru nih…”
“Boleh?”
“Tentu boleh. Kau biasanya naik bus bareng Rin ya waktu ke sekolah?”
“Iya, ge.”
“Bagaimana kalau mulai besok… aku akan menjemput kalian? Setidaknya sampai lukamu sembuh.”
“Tapi ge… itu kan merepotkan.”
“TIdaklah, Clara. Kalau waktunya pas, May dan Thia juga bisa ikutan. Ayo kita pilih filmnya…”
***
Hari Sabtu, hari yang menegangkan buat D’Sky. Soalnya hari ini mereka bakal rekaman di studio kenalannya Alend. Thia sudah datang pagi-pagi buat pergi bareng May dan D’Sky. Bel berbunyi, dan May menebak-nebak, siapa yang datang.
May menyapa, “halo Aaron ge… Lho? Sama Clara?”
May merasa aneh melihat Aaron yang datang bersama Clara. May tidak tau kalau mereka dekat.
“Iya… aku ajak Clara,” jawab Aaron, “tidak apa-apa kan, May?”
“Oh, jelas tidak apa-apa. Ayo masuk, Clara. Ada Thia juga di dalam.”
Yang lebih membuat May heran, Aaron menggandeng Clara. May jadi sangsi apakah dia cukup perhatian pada keadaan di sekitarnya sekarang ini. Tapi… jalannya Clara pincang.
Thia menyapa ceria, “hai Aaron ge dan Clara… lho? Kakimu kenapa, Clara?”
“Waktu itu hampir diserempet mobil nih,” jawab Clara, “untung ada Aaron ge yang ada di dekat TKP, jadi aku langsung diobati. Sekarang sudah agak mendingan deh.”
“Apa ini salah satu alasannya jadi Aaron ge menjemput Rin juga pagi-pagi ke sekolah?” Tanya May.
Aaron menjawab,“iya. Bisa bantu sedikit kan tidak apa-apa… Jalannya kan searah sama rumah Clara.”
Sambil menjawab itu, Aaron tersenyum.
“Ayo duduk, Clara,” ajak Thia, “nanti sakit lagi deh.”
“Nah… itu dia Calvin dan Kyujong oppa,” lapor May, melihat Mitsubishi Kyujong yang sampai di depan rumah keluarga Wang.
Begitu Kyujong dan Calvin datang, May merasa heran melihat mereka bersama seorang cewek yang tidak dikenalnya. Dia tinggi seperti Calvin dan rambut hitamnya panjang.
Calvin menyapa, “halo semua… kenalkan, ini Metti, teman penaku yang datang dari Seoul. Dia aslinya orang Taiwan koq, Cuma sudah sepuluh tahun belakangan tinggal di Seoul.”
“Yap Metti, ini May, Thia, Aaron dan Clara,” Kyujong mengenalkan, “Aaron setingkat di atasmu.”
“Hai May, Thia, Clara dan Aaron ge. Aku Metti,” Metti menyalami semuanya.
Calvin berucap, “aku sudah cerita soal band kita. Metti tertarik untuk liat proses rekaman kita. Jadi aku ajak deh.”
“Hei… kalian sudah lengkap toh,” ujar Jiro yang baru saja turun dari lantai dua.
Kyujong kembali mengenalkan, “nah Metti, ini Jiro, leader kami. Jiro, ini Metti, sahabat penanya Calvin dari Seoul.”
“Hai… Metti. Ayo, kita pergi.”
“Youngsaeng hyung tidak datang?” Tanya Aaron, “bukannya dia pengen lihat proses rekaman juga?”
“Ng… dia… Sibuk katanya. Iya… sibuk.”
Sambil berkata begitu, Jiro melirik May, dan dalam hati merasa bersalah. Sedangkan May merasa sedih, karena dia tau… Youngsaeng sebenarnya tidak sibuk. Youngsaeng sedang menghindarinya.
“Padahal harusnya dia ikut. Dia kan banyak membantu kita. Oh ya… Aku bawa Mitsubishi, bisa muat banyak,” ujar Kyujong, mengganti topic pembicaraan dengan kecepatan yang aneh.
Calvin mengatur, “yang cewek ikut mobilmu saja, Aaron.”
Akhirnya May, Thia, Clara dan Metti naik mobil Aaron, dengan Clara yang duduk di samping Aaron. Sepanjang perjalanan, mereka banyak ngobrol dengan Metti yang menceritakan pengalamannya tinggal di Seoul. Mendengar Metti ngomong hangul dalam beberapa kata, mau tidak mau May ingat Youngsaeng. May makin lama makin merindukannya. Dan Clara, meskipun dia sakit, jelas terlihat dia senang dengan keadaan sekarang. Matanya tampak berbinar dan dia banyak mengobrol. May berpikir… mungkin… Clara suka pada Aaron.
“Sssst… May jie,” panggil Thia, berbisik pada May yang duduk di antaranya dan Metti di jok belakang.
May ikutan berbisik, “hmm? Thia?”
“Clara dan Aaron ge pacaran ya?”
“Entahlah… tapi Clara sepertinya lagi senang tuh. Kamu tidak cemburu kan? Hatimu masih untuk Jiro ge kan?”
May berkata begitu dengan nada menggoda Thia.
“Tidak… aku tidak cemburu. Cuma… perkembangan mereka cepat sekali.”
“He-eh. Kalau memang mereka jadian, mudah-mudahan tahan lama deh…”
Aaron bertanya, “koq Metti bisa jadi teman penanya Calvin sih?”
“Ketemu waktu chatting YM… jadi akrab deh,” jawab Metti, “tidak nyangka ternyata Calvin lahir di Seoul dan tinggal di Taipei. Kebalikan sama aku. Aku lahir di Taipei tapi tinggal di Seoul.”
“Apa Seoul punya banyak tempat wisata?” Tanya Thia penasaran.
“Banyak. Kalau kalian bisa berlibur ke Seoul, aku servis deh. Kalian bisa tinggal di apartemenku. Aku tinggalnya pisah dari mama-papa yang tinggal di kota lain.”
May kagum, “wah… asyiknya tinggal sendirian di apartemen…”
“Ada asyiknya, ada seramnya juga…”
“Iiiih, koq seram jie?” Tanya Clara.
“Aku tinggalnya di lantai tujuh. Seram kan? Tinggi soalnya…”
Mereka semua tertawa. Akhirnya sampailah semuanya di studio rekaman rekomendasi Alend yang ternyata adalah perusahaan entertainment, termasuk usaha agensi artis juga. Honda Aaron diparkir tepat di sebelah Mitsubishi Kyujong. Mereka masuk ke gedung yang besar dan tampak modern. Ini adalah Star Post Entertainment.
Aaron menemui resepsionis, “permisi… kami mau menemui Miss Pink.”
“Oh… apa Anda sudah buat janji sebelumnya?” Tanya si resepsionis, “miss Pink sangat sibuk. Kalau saya boleh tau, siapa nama Anda?”
“Kami band D’Sky. Dan janji ketemuan kami sudah dibuat Alend,” jawab Calvin.
“Miss Alend… band D’Sky… ah, iya. Benar, janji sudah dibuat untuk jam sebelas. Baik, saya antarkan Anda semua menemuinya.”
Mereka semua mengikuti si resepsionis cantik menuju lift. Gedung ini sangat ramai, baik itu berisi para pegawai maupun wajah-wajah yang mereka kenal lewat TV. Yap, mereka artis. Dibandingkan D’Sky, gaya mereka memang lebih keren. Akhirnya mereka sampai di lantai lima dan masuk ke salah satu studio rekaman. Di salah satu kursi, duduklah cewek cantik yang mungkin umurnya 20-an juga, seperti namanya, memakai baju pink dan aksesoris serba pink.
“Miss Pink, D’Sky datang menemui Anda.”
Pink berkata sebelum si resepsionis pergi, “thanks. Oh… akhirnya kalian datang. On time. Aku Pink. Alend merekomendasikan kalian padaku. Ayo… kenalan dulu.”
“Aku Jiro, leader D’Sky,” Jiro mengenalkan, “ini Aaron, Calvin dan Kyujong, anggota band. May, meimeiku sekaligus manager kami, dan Clara, Metti, Thia, teman-teman kami.”
“Alend sudah cerita tentang kalian. Well, aku sebenarnya baru 20 tahun koq, rata-rata seumuran kalian kan? Panggil aku pakai nama saja.”
May kagum pada Pink. Ternyata, Pink masih seumurannya, tetapi sudah punya jabatan tinggi di perusahaan besar.
“Dengar-dengar, Jay Chou menciptakan lagu untuk kalian ya?”
“Iya Pink.”
“Baik. Aku ingin mendengar kalian rekaman tiga lagu sekarang. Hari ini kita akan merampungkan sebaik-baiknya ketiga lagu ini. Biar bisa kubawa ke pemimpin perusahaan, papaku.”
May, Clara, Thia dan Metti duduk di kursi menghadap tempat rekaman. Pink dan para kru rekaman duduk di depan alat-alat operator, mereka memakai headset. Jiro, Aaron, Calvin dan Kyujong masuk tempat rekaman dan menghampiri alat-alat band yang mereka kuasai. Mereka terlihat tegang, apalagi Kyujong yang dari tadi jadi diam saja.
Clara berucap, “aku jadi tegang nih…”
“Aku juga tegang,” May mengiyakan, “apalagi lihat muka Kyujong oppa yang kaku… aku takut nyanyinya jadi fals.”
“Kita kan Cuma bisa percaya sama mereka. Aku belum pernah dengar mereka nyanyi. Apa bagus?” Tanya Metti.
Thia membela, “tentu bagus, jie. Percaya deh. Aku yakin koq mereka nyanyinya bakal bagus.”
Yang menonton makin tegang saat intro lagu dimainkan. Ini lagu The Last Time yang diciptakan Jay Chou buat band D’Sky. Nadanya yang oriental langsung mengarahkan pikiran semuanya pada lagu-lagu hits Jay. Jiro, Aaron dan Calvin menyanyikan bait pertama; bait kedua diisi Kyujong, Jiro dan Calvin; sedangkan bait ketiga dinyanyikan Aaron. Mereka latihan lagu ini berulang-ulang sampai minggu kemarin baru berhasil menyanyikannya dengan baik. May salah mengira Kyujong yang paling tegang dan bakal nyanyi fals. Tapi rupanya yang tegang itu Jiro. Dia menyanyikan lagu di bawah kemampuan biasanya. Lagupun selesai.
“Ehm… Jiro, kau tidak perlu tegang,” saran Pink, “kalian pernah perform di depan penonton, kan? Anggap saja kami Cuma penonton biasa. Begini saja… ganti dengan lagu-lagu andalan kalian dulu. Yang tadi itu tingkat kesulitannya cukup tinggi.”
“Bodohnya aku…” kutuk Jiro.
Aaron menepuk bahu Jiro, “ayo Jiro… kita pasti bisa…”
“Kita mainkan Daylight saja dulu,” saran Calvin, “siapa tau itu bisa membuat kita high.”
D’Sky beralih menyanyikan lagu Daylight. Calvin benar, D’Sky kelihatan lebih bersemangat menyanyikannya. Lagu ketiga yang direkam adalah Fallen Sky, spesialisnya Kyujong yang bersuara lembut. Jam empat sore, mereka semua beristirahat dan dijamu dengan makan dulu, sebelum D’Sky lanjut rekaman perbaikan sampai jam enam sore.
“Yuk duduk sini. Ada yang mau aku sampaikan,” ajak Pink.
Pink duduk di sofa untuk duduk sendirian, tepat berseberangan dengan May, sementara Jiro dan Aaron duduk di sebelah Clara di ujung kanan sofa; Calvin dan Kyujong duduk di ujung kiri sofa, bersebelahan dengan Metti.
“Aku mau bilang kalau kalian cukup profesional dan sudah berusaha sebaik yang kalian bisa. Untuk band amatir, waktu yang kalian butuhkan untuk merekam tiga lagu ini termasuk cukup cepat.”
May bertanya, “jadi…?”
“Tidak perlu khawatir begitu, May,” hardik Pink sambil tertawa, “hasil rekamannya sangat bagus, menurut pendapatku, tapi tetap hasil ini bakal dibawa ke papa dan kalau papa setuju, nanti akan dibawa ke rapat perusahaan sebelum kami memutuskan apakah kalian bisa diorbitkan. Tapi aku tadi sudah bilang, aku optimis dengan kalian. Alend rupanya benar soal kalian. Jay Chou juga benar.”
“Aaaah, benarkah??? Thanks Pink…” ujar Jiro.
“You’re welcome. Hasilnya bakal keluar dalam dua minggu ini, bisa lebih cepat. Pokoknya kalian nikmati dulu saat-saat ini. Perform sebanyak dan sesering mungkin. Oh ya Jiro, kau harus lebih pede lagi. Kau leader yang luar biasa koq.”
“Iya…”
Jiro jadi tersipu malu dipuji Pink.
***
semoga aja mereka jd di orbitkan menjadi band terkenal....
ReplyDeleteadooh...adoooh...kapan ini hub may n Youngsaeng oppa membaik...ga cpek apa mghindar trz dr msalah ini ckckckck >.<
tetap ikuti perkembangan ceritanya aja dek, nanti juga tau...
ReplyDelete