No Other The Story
Chapter 22
YESUNG’S DIARY
CHAPTER 22
MY ALL IS IN YOU
SUB-DIARY: DONGHAE
Aku tak bisa tidur. Bayangan Yifang dan Wookie yang berdansa dengan malu-malu dan bahagia itu menghantui pikiranku. Sial, kenapa aku masih memikirkan Yifang? Terkadang aku benci diriku sendiri yang tidak mau mengalah. Aku membalikkan badanku yang tengah berbaring, melihat Wookie di ranjang sebelah, tertidur dengan pulasnya. Aku selalu suka melihat wajahnya, terutama waktu tidur, karena dia tampak manis. Tak pernah tampak tua, Wookie-ku, semenjak aku berkenalan dengannya tujuh tahun yang lalu. Dan dia tersenyum sekarang. Rasanya beribu jarum menusuk hatiku. Dia bahagia dengan Yifang. Apa mereka sudah jadian? Sial, aku benar-benar sial. Apa yang sebenarnya kupikirkan? Aku duduk dan menggaruk-garuk kepalaku yang tidak gatal. Mataku melihat ketiga kura-kuraku dalam aquarium, mereka tidak bergerak, pastilah sudah tidur. Tapi pikiranku sekarang sama sekali tidak disini. Yifang… senyumnya… kepolosannya… keceriaannya… aku masih ingat bagaimana aku mengajarinya main game online, dan ternyata hanya dalam waktu tiga hari dia sudah bisa mengimbangiku; aku masih ingat bagaimana merapikan rambutnya dengan alat rebondingku, dia malu-malu saat itu; aku masih ingat bagaimana dia sering membawa ketiga kura-kuraku jalan-jalan keluar meski aku mengatakan itu tak akan banyak berguna untuk mereka; aku masih ingat bagaimana… dia menangis. Sial. Aku membuatnya menangis. Wookie… apakah pernah membuatnya menangis? Kim Jongwoon, kenapa kau lakukan itu! Apa kau tau membuat gadis menangis adalah kesalahan terbesar yang dilakukan oleh seorang pria? Tidak bisa dimaafkan. Tapi aku… aku… haruskah aku bahagia jika memang Wookie-ku, dongsaeng kesayanganku, akhirnya bisa menemukan gadis yang bahkan bisa membuatnya tersenyum dalam tidurnya? Haruskah aku bahagia jika gadis yang menyentuh hatiku akhirnya menemukan pria yang diimpikannya? Pria yang membuatnya mempertaruhkan segalanya untuk datang ke Seoul? Wookie-kah? Tapi air matanya… ah, aku harus menemuinya! Kim Jongwoon, lupakan sajalah harga dirimu itu! Ini juga demi masa depanmu, kan? Aku langsung menyambar jaket musim dinginku yang paling tebal, lalu dengan langkah lebar keluar menuju toilet. Aku membasuh wajahku dan menyisiri rambutku dengan jari-jariku. Tampan, tak bercela, seperti biasa, tentu saja itu aku. Ketika akan keluar dari apartemen, aku bertemu dengan Kyu dan Leeteuk hyung, keduanya sedang menonton di ruang tamu.
“Ya~ hyung, mau kemana semalam ini? Sekarang sudah jam setengah dua belas,” Tanya Kyu heran.
“Aku… mau mencari seseorang,” jawabku.
“Tak kusangka sekarang kau hobi kencan malam-malam begini, Yesungie. Ya sudah, hati-hati di luar sana dingin. Kau tidak bawa syal atau apalah?” Tanya Leeteuk hyung.
“Gwaenchana, aku Cuma sebentar koq.”
Setelah berpamitan, aku keluar pintu dan bergegas memakai jaketku. Memang begitu keluar pintu, udara dingin mulai perlahan menusuk kulitku. Tanpa banyak berpikir, aku langsung menuju lift dan menekan angka 4. Begitu pintu terbuka, aku langsung bergegas menuju apartemen nomor 402. Aku mendesahkan nafasku. Aku keterlaluan. Aku sama sekali belum pernah mengunjungi apartemen ini. Apakah Yifang… mau memaafkanku? Kalau dia tidak mau… aigo… sudahlah, tekan saja belnya, Kim Jongwoon!
“Nuguya?”
Aku mengenalinya. Itu suara Xili. Aku tidak berani bersuara. Dasar… aku jadi pengecut begini. Dan pintu dibuka. Xili memandangiku dengan wajah bingung dan mengerjapkan matanya.
“Yesung… oppa?” sapanya, lebih kedengaran seperti bertanya.
“Xili. Yifang ada?”
Dia kelihatan semakin bingung, dan sedikit ketakutan. Aku sebenarnya merasa bersalah membuatnya begini, tapi aku yakin masalahnya akan beres kalau aku sudah berbaikan dengan yang paling tua dari antara mereka.
“Ng… Yifang onnie, dia lagi di luar. Oppa mau menunggunya? Atau aku telepon dia, Tanya apakah dia sudah mau pulang?”
“Boleh saja.”
“Oppa, masuklah dulu.”
Aku masuk ke apartemen mereka untuk pertama kalinya. Ternyata ini hasil kerja keras teman-temanku selama dua hari. Apartemen ini memang tampak sangat rapi dan bersih, dan Leeteuk hyung bilang semua peralatan disini dibelikan oleh mereka semua. Ketika aku sudah berbaikan dengan Yifang, aku harus menebus kesalahanku. Aku harus berubah. Ada Manshi yang sedang duduk di sofa, menonton televisi. Alisnya terangkat saat melihatku masuk. Dia tersenyum tipis tanpa menyapaku, lalu matanya kembali terfokus di televisi. Setidaknya Manshi lebih bersahabat dari Meifen yang kalau melihatku pasti langsung membuang muka dan menganggapku tak ada. Xili masuk ke dalam apartemen, lalu keluar lagi sekitar lima menit kemudian.
“Oppa… Yifang onnie bilang dia akan pulang sangat malam hari ini, jadi dia minta oppa untuk tidak menunggunya,” lapor Xili.
Hatiku kecewa. Kemana dia semalam ini? Kenapa dia tidak ada di saat aku mau berbaikan dengannya?
“Gwaenchana. Aku pulang saja kalau begitu. Gomawo, Xili.”
Xili terlihat lebih kaget karena aku tersenyum padanya. Dia mengantarku keluar apartemen. Sekarang aku sibuk berpikir. Kim Jongwoon ah~ apa kau mau menyerah semudah ini? Aniyo. Aku akan menunggunya pulang. Lagipula kemana dia selarut ini, di musim dingin begini? Aku keluar apartemen dan menyambut udara yang menusuk tulang. Aku baru berpikir kapan salju akan turun ketika sebutir salju menetes tepat di pipiku saat aku mendongakkan wajahku ke langit. Bagus, cocok sekali. Persiapanku untuk keluar sangat sedikit, aku kedinginan. Tapi aku tidak bisa kembali ke apartemen dan keluar lagi, Kyu dan Leeteuk hyung pasti akan heran. Yifang, kau kemana? Cepatlah pulang. Entah kenapa… sekarang aku tau aku benar-benar harus melihatnya lagi, harus melihatnya tersenyum, tapi bukan tersenyum pada orang lain ataupun pada Wookie, dia harus tersenyum padaku. Dia harus bahagia karena aku. Agak sedikit protektif sih, tapi sepertinya… aku memang mencintainya. Dia sudah merebut hatiku dengan kepolosannya, dengan air matanya… Yifang, kalau kau memaafkanku, aku tidak akan membuatmu menangis lagi. Aku berjanji. Sial, saljunya malah turun semakin deras. Kupikir ada baiknya aku jalan-jalan di sekitar sini untuk menghangatkan tubuh. Mudah-mudahan Leeteuk hyung sudah tidur waktu aku pulang, atau aku akan dalam kesulitan. Eh? Siapa itu? Yifang? Dia pulang? Tapi kenapa… ada yang aneh… kenapa pakaiannya seseksi itu? Tank top dan rok pendek di musim dingin? Apa dia gila! Jas musim dinginnya itu terbuka begitu saja, dan bahkan dia tidak memakai syal! Dia setengah menunduk ketika berjalan, dan entah kenapa naluriku membawaku menyingkir, masuk ke keremangan tak jauh di dekat jalan setapak apartemen.
“Ah… salju pertama yang kulihat secara langsung. Indahnya… tapi dingin. Aku harus cepat-cepat. Tapi… ah… tunggu,” Yifang bergumam sendiri.
Dia menuju taman kecil yang ada di seberang tempatku berdiri dan duduk di salah satu kursi panjangnya. Dia mengeluarkan beberapa alat make-up dari tas kecilnya dan mulai menghapus… make-up-nya? Aku baru sadar dia ber-make-up! Dan make-up-nya itu begitu tebal! Yifang… apa yang kau lakukan sebenarnya? Pakaian seksi… make-up tebal… malam hari… andwae. Tidak mungkin dia melakukan itu. Aku masih setengah termenung ketika dia sudah kembali memasuki jalan setapak. Aku tiba-tiba keluar dan membuatnya kaget, mundur beberapa langkah. Andwae… jangan memandangku dengan pandangan ketakutan seperti itu, Yifang, maafkan aku…
“Yifang… kau… darimana saja?”
“Kenapa kau disini? Aku kan sudah bilang jangan menungguku.”
Hatiku serasa tertusuk oleh kata-katanya. Dia tidak tampak seperti Yifang yang dulu, yang begitu polos dan ceria. Dia sekarang tampak begitu marah, begitu membenciku.
“Yifang, mianhae…”
“Tak perlu minta maaf. Aku tidak akan memaafkanmu,” katanya ketus.
“Tapi… aku benar-benar menyesal. Aku janji tidak akan membuatmu menangis lagi. Aku janji akan memperlakukanmu dengan lebih baik…”
“Aku tidak peduli. Bagiku itu tidak penting.”
Dia menghentakkan kakinya, dia memakai high heels yang sangat tinggi, lalu berjalan melewatiku. Aku mencengkeram tangan kirinya dan membalikkan badannya hingga menghadapku. Dia berontak dengan kekuatan yang tidak kusangka-sangka, tapi tanganku yang satunya juga mencengkeram tangan kanannya, dan dia semakin marah.
“Apa-apaan kau? Lepaskan aku!”
“Kau tidak boleh ke bar lagi.”
“Apa pedulimu? Itu urusan aku kalau aku mau ke bar atau apalah. Aku melakukan ini semua untuk mencari uang.”
“Tapi ada banyak cara untuk mencari uang…”
“KAU PIKIR SIAPA YANG MEMAKSAKU KESANA? KALAU KAU TIDAK MENGUSIR KAMI, APA AKU PERLU KESANA UNTUK BEKERJA?” teriaknya, menyakiti hatiku.
Cengkeramanku mengendur. Dia benar. Semuanya gara-gara aku. Andaikan aku tidak mengusirnya… hubungan kami mungkin saat ini sudah jauh lebih berkembang… dan dia tidak akan melakukan ini… tapi aku tak boleh menyerah!
“Kalau kau masih juga kesana, mulai sekarang, aku akan selalu mengikutimu.”
“Jangan bercanda! AKU TAK MAU KAU IKUT CAMPUR URUSANKU!”
“Tapi aku mau ikut campur, dengan atau tanpa izinmu. Kalau kau masih kesana, aku akan kesana juga. Kau boleh bekerja, tapi aku akan menjagamu.”
“Mianhamnida, Kim Jongwoon-sshi, tapi aku tidak butuh bodyguard. Kalau kau sudah selesai bicara, aku mau pulang. Sekarang dingin, dan aku tidak ingin sakit karena berbasa-basi denganmu.”
Aku melihatnya membalikkan badannya, tapi tanganku yang terulur tak lagi sampai menggapai tubuhnya. Tiba-tiba dia membalikkan badannya.
“Dan jangan pernah bilang pada Wookie kalau aku bekerja disana, atau aku akan membuat perhitungan denganmu,” ancamnya.
Aku hanya bisa melihat punggungnya menjauh. Ternyata… Wookie tidak tau… berarti hubungannya dengan Wookie belum sejauh yang kupikirkan… tapi dia… tidak akan memaafkanku semudah itu… baiklah, Yifang, kau pikir aku akan menyerah? Aku akan melepaskanmu? Tidak akan… akan kupastikan kau kembali dalam pelukanku. Kau, pasti akan jatuh cinta padaku.
사랑이 이렇게 끝머릴 보여도, 이별이 어느새 나에게 다가와
Eventhough love has seemed to reach the end like this,
”안녕” 인살 건네도 아직 내겐 널 내려놓는 게
”안녕” 인살 건네도 아직 내겐 널 내려놓는 게
Eventhough the farewell time is approaching to say "hello" to me
어려운걸 조금만 시간을 줘
It's still hard for me to let you go, please give me more time
I can’t live without you my all is in you
어려운걸 조금만 시간을 줘
It's still hard for me to let you go, please give me more time
I can’t live without you my all is in you
Dear Diary,
Keberangkatanku selama tiga minggu rupanya membuat banyak hal berubah. Xili… sejak saat itu menjadi dekat dengan Hangeng hyung. Aku hanya bisa menebak-nebak kenapa hal itu terjadi. Hangeng hyung nyaris mengorbankan nyawanya untuk Xili, jadi Xili membalas budinya… seperti itu? Andaikan waktu itu akulah yang menolong Xili, apakah Xili tidak akan berpaling kepada orang lain lagi? Ataukah yang paling kutakutkan sedang terjadi… kalau Xili mencintainya?
Aku… mungkin selama ini menganggap Hangeng adalah hyung yang selalu membimbingku, menyayangiku… tapi… jika ini berhubungan dengan Xili, aku tidak akan membiarkannya… aku tidak akan merelakan Xili begitu saja. Aku tidak akan merelakan cintaku pergi begitu saja. Mianhae ah~ hyung, tapi kita harus bersaing. Hingga akhirnya nanti biarkan Xili yang memilih, aku, atau hyung.
Donghae (November)
No comments:
Post a Comment