The X Life Story 2
Chapter 14
Ryeowook pulang ke apartemen Suju malam itu. Apartemen itu kosong, malam ini personel Suju yang lainnya mengadakan konser di Manila. Setelah bebas dari wamil, Ryeowook langsung pulang untuk menemui orangtuanya sebelum memutuskan untuk tidur sendirian di apartemen malam ini. Tadinya dia ingin tidur di rumahnya, tapi dengan pikirannya yang kacau, dia ingin menyendiri. Apartemen yang kosong adalah pilihan terbaik untuknya, lagipula dia merindukan apartemen ini. Ryeowook menyalakan lampu sejenak untuk memperhatikan apa saja yang berubah di apartemen ini, tapi nyaris tidak ada, yang ada hanyalah tambahan rak berisi penghargaan mereka yang baru, dan rak itu sudah nyaris penuh juga. Ryeowook menyentuh piano kesayangannya di ruang tamu dan piano itu tidak berdebu, ada yang merawatnya dengan baik. Ryeowook mematikan sakelar dan berjalan menuju kamarnya. Ketika dia membuka pintu kamar dan sakelarnya, matanya melebar. Dia melihat seseorang duduk di ranjangnya. Orang yang tidak ingin ditemuinya, orang yang melukai hatinya.
Rini menolehkan kepalanya ketika dia merasakan kehadiran Ryeowook. Ryeowook terkejut melihatnya, dan desakan dalam diri Rini untuk berlarian ke pelukannya hilang seketika ketika melihat mata Ryeowook yang berkilat benci. Tidak… dia dibenci. Tubuh Rini bergetar ketakutan… dan nyalinya hilang saat itu juga.
“Untuk apa kau disini?” tanya Ryeowook dengan nada acuh.
Air mata Rini mengalir begitu saja mendengar nada bicara Ryeowook yang dingin. Dia tidak pernah membayangkan Ryeowook akan bersikap begini terhadapnya, dia tidak pernah membayangkan Ryeowook akan membencinya, tapi inilah yang terjadi. Ryeowook memang membencinya. Satu isakan lolos dari bibir Rini.
“Wookie oppa… mi… mianhae…” isak Rini.
“Kau tau aku tidak akan memaafkanmu lagi, ataupun memaafkan Key. Jadi sebaiknya kau pergi sekarang.”
Ryeowook melangkah menuju lemari untuk mengambil gantungan baju, melepas jaketnya dan tidak memandangi Rini. Dia bahkan tidak peduli mendengar Rini yang terisak makin keras.
“Oppa… aku dan Key oppa memang salah. Tapi kami menyadarinya… hari itu… hari oppa melihat kami… ber… bersama… adalah hari dimana kami memutuskan…”
“Aku tidak ingin mendengar apapun! Keluarlah!”
Untuk pertama kali dalam hidupnya, Rini mendengar Ryeowook membentaknya, dan bentakan itu menghancurkan dinding kekuatan yang dibangun Rini dengan susah payah. Ryeowook masih memunggunginya. Rini bangkit dengan kaki gemetar, dia yakin dirinya akan jatuh lemas ke lantai kalau dia berani melangkah, tapi dia harus melangkah. Tidak ada lagi yang bisa dilakukan. Ryeowook membencinya, dan kenyataan itu menghantam hati Rini hingga hancur berkeping-keping. Jika memang harus hancur, dia pantas menerimanya. Dia sendiri mengerti kenapa Ryeowook begitu membencinya. Rini mengedarkan pandangannya… memandang kamar yang nyaris menjadi kamarnya sendiri… Rini menempelkan berbagai bentuk sticker binatang glow in the dark di kamar Ryeowook: di langit-langit maupun di dindingnya, ketika Ryeowook berulangtahun tahun kemarin… dan bahkan Ryeowook tidak memperhatikan perubahan itu pada kamarnya sekarang. Rini memandangi pigura bermotif jerapah yang berisikan fotonya dan Ryeowook saat mereka piknik bersama yang letaknya di meja belajar Ryeowook… saat itu mereka tersenyum lebar, Ryeowook merangkul Rini dengan erat… dan Rini tersentak ketika Ryeowook menutup pigura itu dengan keras, sehingga bayangan senyum mereka tak terlihat lagi. Air mata kembali merebak dari mata Rini.
“KUBILANG KELUAR!” jerit Ryeowook.
Rini memejamkan matanya sejenak, berusaha menelan isakannya sendiri. Dia melangkah perlahan, meyakinkan dirinya dia tidak akan jatuh, berjalan mendekati meja belajar Ryeowook dan punggung Ryeowook. Betapa besar keinginan Rini untuk menyentuh punggung pria yang paling dicintainya itu, tapi ketika tangannya terjulur ke punggung itu… Rini mengurungkan niatnya dan membiarkan tangannya terkulai lemas. Nafas Ryeowook memburu, bahkan Rini bisa mendengarnya. Tangan kanan Rini mengarah ke jari manis tangan kirinya, dan dia yakin dia telah mengoyak hatinya sendiri ketika melepas sebentuk cincin berlian yang sudah lebih dari dua tahun melingkar manis disana. Cincin cinta dari Ryeowook. Rini menggenggamnya sejenak sebelum meletakkannya di meja belajar Ryeowook.
“Kukembalikan pada oppa… saranghae, Wookie oppa…”
Rini menghembuskan nafas perlahan, lalu membalikkan tubuhnya. Kakinya melangkah menuju pintu kamar yang terbuka. Dia menoleh dan melihat Ryeowook masih bergeming di tempatnya berdiri. Kamar ini… Rini tidak akan kesini lagi. Melalui pandangan matanya, Rini mengucapkan selamat tinggal pada Kiki, jerapah kesayangan Ryeowook yang berdiri manis di sudut ranjang Ryeowook. Jika Kiki bisa bicara, apakah dia akan membela Rini, atau malah mengusirnya seperti yang Ryeowook lakukan? Rini menggelengkan kepalanya, merasa gila karena menganggap boneka bisa bicara. Dia yakin ini efek karena bersahabat erat dengan May, dimana May menganggap semua boneka binatang bisa bicara. Rini menatap punggung Ryeowook.
“Gomawo oppa… terima kasih atas segalanya. Selamanya, oppa tetap akan menjadi segalanya untukku. Anyeong…” kata Rini, suaranya serak dan rendah.
Rini membalikkan badannya, mulai melangkah kembali. Namun tubuhnya melayang begitu saja ketika Ryeowook menarik lengannya, tubuh Rini terantuk ke tubuh tegap Ryeowook. Rini bisa mencium bau tubuh Ryeowook yang dirindukannya lagi, tapi dada Ryeowook naik-turun menandakan emosinya masih tidak stabil. Ryeowook meraih wajah Rini dengan kasar, lalu mendaratkan ciumannya di bibir Rini. Dia tidak seperti Ryeowook yang biasanya. Ryeowook akan memperlakukan Rini dengan lembut, tapi kali ini berbeda. Ciumannya menyakiti bibir Rini… dia tidak memberi kesempatan Rini untuk bernafas… bibirnya turun ke leher Rini… memberi kissmark dengan kasar disana, dimana-mana... Rini memejamkan matanya menahan sakit… Ryeowook merobek kaos Rini, menarik lepas bra Rini dengan kasar… sementara bibirnya memberi bercak kekuasaan di payudara Rini, kedua tangannya meremas payudara Rini dengan kasar dan kuat, membuat Rini ingin menjerit… jerit kesakitan, bukan jerit gairah… namun Rini sadar, ini Ryeowook. Meskipun Ryeowook akan menyakitinya, dia tidak akan menjerit… dia akan menerima apapun yang Ryeowook lakukan padanya, karena dia tau dia bersalah. Jika Ryeowook bisa melampiaskan rasa marahnya melalui setiap perlakuan kasarnya pada tubuh Rini, jika ini untuk yang terakhir kalinya mereka bercinta… Rini rela. Dia menggigit bibirnya sendiri untuk menahan dirinya yang akan menjerit ketika Ryeowook menggigit dan menghisap nipple-nya kuat-kuat. Sebutir air mata menetes dari mata Rini… sakit… tidak tertahankan… Ryeowook melepaskan jeans mini Rini dengan kasar, berikut merobek underwear Rini… bibirnya berpindah ke vagina Rini, lidahnya mengeksplorasi vagina Rini tanpa ampun, diselingi gigitannya di klitoris dan dinding vagina Rini… Walaupun perlakuan Ryeowook kasar, Rini yakin vaginanya sudah mengeluarkan cairan cintanya… karena itu Ryeowook, bagaimanapun dia adalah orang yang dicintai Rini. Apapun yang terjadi… Nafas Rini memburu ketika dia banjir cairan. Ryeowook bangkit dan mendorong tubuh Rini dengan kasar jatuh ke ranjangnya. Rini merasa pusing ketika kepalanya jatuh ke ranjang dengan keras. Ryeowook kembali menyerang leher Rini sementara jari-jarinya menusuk vagina Rini… namun Rini mendesah, bukan menjerit kesakitan, namun mendesah nikmat… dan seketika, semuanya itu berhenti. Seakan terbangun dari mimpi, semua perlakuan kasar itu berhenti. Rini membuka matanya dan melihat Ryeowook duduk memunggunginya. Berusaha bangkit dari rasa sakitnya, Rini-pun duduk. Dia baru saja ingin bertanya kenapa Ryeowook tiba-tiba berhenti ketika Ryeowook akhirnya buka suara.
“Wae?” tanya Ryeowook.
Rini bisa merasakan kelembutan dalam suara Ryeowook, seakan Ryeowook yang dikenalnya kini telah kembali.
“Kenapa kau tidak menjerit, Rini? Kenapa kau tidak menampar atau balas menyakitiku? Kenapa kau pasrah?”
“Apakah oppa masih perlu menanyakannya? Aku mencintai oppa. Walaupun aku kesakitan, aku tidak akan menjerit.”
“Tapi aku bisa saja membunuhmu! Yang kuinginkan tadi adalah menyakitimu dan membuatmu trauma bercinta! Apa kau tidak mengerti itu?”
“Oppa tidak akan melakukannya. Oppa tidak akan menyakitiku. Aku yakin, oppa hanya marah sesaat. Dan aku bersedia oppa memperlakukan aku seperti apapun… karena aku mencintai oppa. Itu tidak akan berubah,” tegas Rini.
Rini mengengar Ryeowook terisak. Cukup lama ia terisak tanpa mengatakan apapun dan Rini memberanikan dirinya untuk memeluk tubuh Ryeowook dari belakang. Rini menyandarkan kepalanya ke punggung Ryeowook, berharap kehadirannya bisa menenangkannya. Ryeowook membalikkan tubuhnya dan menatap Rini. Melihat air mata mengalir dari mata Ryeowook, Rini ikut menangis. Menangisi kebodohannya… menangisi kelemahannya… menangisi dirinya yang menyakiti Ryeowook… Ryeowook mengulurkan tangan untuk mengusap air mata Rini dan itu malah membuat Rini menangis semakin keras.
“Rini… mianhae…”
“Oppa! Yang seharusnya minta maaf adalah aku!”
“Tapi kau sudah cukup sering meminta maaf. Maafkan keegoisanku. Maafkan emosiku. Rini… aku hanya terlalu mencintaimu.”
Rini terisak mendengar pernyataan Ryeowook. Dia menggelengkan kepalanya, merasa tidak pantas menerima cinta Ryeowook lagi.
“Aku tidak akan menyakitimu lagi, Rini… tapi kumohon… jangan tinggalkan aku,” pinta Ryeowook, tersenyum tipis.
“Oppa… oh, Wookie oppa…”
Rini menjatuhkan dirinya ke dalam pelukan Ryeowook. Rini tidak tau yang manakah yang harus disyukurinya duluan. Karena Ryeowook berjanji tidak akan menyakiti dirinya-kah? Karena Ryeowook memohon dirinya untuk terus berada di sisi Ryeowook-kah? Atau karena Ryeowook mengatakan dia mencintai Rini-kah? Ryeowook mengelus rambut panjang Rini dengan penuh rasa sayang, tidak lagi kasar. Didorongnya tubuh Rini, dihapusnya air mata Rini. Sekarang Ryeowook tersenyum, senyum yang dirindukan Rini.
“Aku sudah benar-benar bertingkah bodoh ya tadi?”
“Gwaenchana, oppa…”
“Terima kasih untuk memaafkanku. Rini… syukurlah aku tidak benar-benar menyakitimu.”
Rini membalas senyum Ryeowook.
“Jadi… kau sungguh sudah menghentikannya, kan? Dengan Key?” tanya Ryeowook untuk memastikan segalanya.
“Sudah, oppa. Dan aku tidak akan melakukan itu lagi. Sungguh.”
“Aku percaya padamu. Sudahlah, lupakan soal itu, Rini. Dan… apakah tadi kau begitu takut sehingga tidak berani menjemputku?”
“Aku langsung menunggu oppa disini untuk minta maaf.”
“Omona… Rin, kau sudah menunggu selama 9 jam, sendirian, disini?”
Rini menganggukkan kepalanya, mempertahankan senyumnya. Dalam hati, Ryeowook makin merasa bersalah. Ryeowook mengelus wajah Rini dengan satu jarinya. Pandangannya menelusuri bibir Rini yang agak bengkak, lalu sekujur tubuh Rini. Hatinya mencelos.
“Omona, Rini… kau pasti kesakitan tadi. Ini semua… perbuatanku…”
Rini menggelengkan kepalanya dan tersenyum.
“Asal oppa bisa kembali padaku, aku rela kesakitan.”
Ryeowook masih mengutuki dirinya sembari membaringkan tubuh Rini.
“Rini, biarkan aku menebus kesalahanku padamu…” pinta Ryeowook lembut.
Rini tidak mengharapkan apa-apa dari Ryeowook. Ryeowook memaafkannya dan mau kembali ke sisinya, baginya itu sudah lebih dari cukup. Menggunakan lidahnya, Ryeowook menjilati luka-luka di tubuh Rini. Rini merinding. Lembut sekali jilatan Ryeowook itu… membuatnya langsung bergairah… jilatan lidah Ryeowook di tubuhnya yang sensitive… ah, dia terlalu merindukan Ryeowook. Ryeowook menghisap nipple Rini dengan lembut dan hatinya melonjak senang mendengar desahan seksi keluar dari bibir Rini… dengan jarinya, Ryeowook menekan lembut vagina dan klitoris Rini.
“Apakah disini sakit?”
Rini tersenyum dan menggelengkan kepalanya. Ryeowook mencium bibir Rini, kali ini dengan lembut, tanpa paksaan, dan membuat Rini makin ingin jatuh ke dalam perasaan cinta mereka yang membara. Jari Ryeowook tetap menekan klitoris Rini dengan lembut, sesekali mengusapnya, membuat jantung Rini berdebar keras. Rini suka disentuh dengan lembut… dan jika dia adalah Ryeowook… dia merasa segalanya telah kembali ke tempat yang seharusnya. Vagina Rini membanjiri jari Ryeowook dengan cairan cintanya. Ryeowook masih sibuk mengecup leher Rini…
“Oppa, jangan seperti ini… oppa… jebal… aku ingin merasakan oppa lagi…” pinta Rini.
Ryeowook berlutut, disusul Rini di hadapannya. Rini membuka kaos Ryeowook dan mata Rini terpaku pada tubuh atletis Ryeowook… bentuk abs-nya yang semakin indah… Rini menurunkan jeans Ryeowook dengan perlahan… underwear-nya… dan junior Ryeowook yang besar itu sudah berdiri tegak. Rini mengulurkan tangannya untuk menyentuh junior Ryeowook dan menyebabkan Ryeowook langsung mengerang lembut. Rini menundukkan kepalanya, memasukkan junior Ryeowook sedalam mungkin ke dalam mulutnya, mengulumnya, melakukan gerakan naik-turun, terkadang dengan lidahnya dia menggelitiki batang junior itu, atau terkadang digigit perlahan, atau dihisap…
“Rini… oooh…”
Suara merdu Ryeowook bagaikan nada indah yang terdengar di telinga Rini. Rini masih memperlakukan junior Ryeowook dengan lembut hingga juniornya menyemburkan cairan sperma dalam jumlah yang banyak. Rini berusaha menelannya, dan Ryeowook berciuman dengan Rini agar dia bisa membantu Rini menelan sendiri cairannya. Ryeowook membaringkan tubuh Rini, menghujani wajah Rini dengan ciumannya yang basah, lalu perlahan mendorong juniornya memasuki tubuh Rini. Rini mendesah setiap junior Ryeowook bergerak masuk… dan desahannya makin menjadi ketika Ryeowook menggerakkan pinggulnya perlahan, membuat junior Ryeowook yang besar dan panjang itu bermain lembut di vagina Rini.
“Wookie oppa… nggg… sss… aaah… hmm…” desah Rini sambil menggosok-gosok punggung Ryeowook.
Tadinya Ryeowook cukup sabar melakukannya dengan perlahan dan menikmati erangan lembut Rini, sampai ketika ia merasakan juniornya semakin membesar, dia tau dia sendiri tidak akan tahan terus bermain lembut. Tapi karena takut menyakiti Rini, dia masih mempertahankan tempo lambatnya.
“Oppa… jangan… tahan lagi… oppa… faster…”
Yakin dia sudah mendengar persetujuan Rini, Ryeowook mulai bergerak cepat dan liar menggenjot vagina Rini. Keduanya menjerit nikmat merasakan gesekan organ intim mereka, yang membawa kesadaran mereka menjauh dari dunia ini, membuat konsentrasi mereka sepenuhnya berpusat pada gesekan menggairahkan itu…
“Wookie oppa!!!!!!!!!!!! Sa… saranghae…”
Rini menekan tengkuk Ryeowook dan menciumi bibir prianya itu ketika dia sudah mencapai klimaks dan Ryeowook-pun akhirnya melepas cairan spermanya. Ciuman mereka sekarang kembali melembut. Ryeowook berhenti mencium Rini, tapi masih mengecup bibir Rini sesekali sambil tersenyum. Mata Ryeowook memandang dinding tempat ranjangnya menempel dan melihat sesuatu yang berwarna hijau menempel disana.
“Jerapah? Apa ini?” tanya Ryeowook, suaranya selembut bisikan.
“Glow in the dark. Aku menempelkannya pada hari ultah oppa yang barusan dan berharap ketika oppa sudah kembali dari wamil, oppa bisa menikmatinya.”
Ryeowook menolehkan kepalanya lagi dan memandangi kamarnya, yang ternyata memang banyak sticker glow in the dark tertempel disana. Dari kilatan di mata Ryeowook, Rini tau Ryeowook senang.
“Sebenarnya aku ingin mematikan lampu sekarang dan menikmatinya bersamamu.”
“Lakukan saja, oppa. Bentuknya benar-benar indah lho. Tidak mudah menemukan yang bentuk jerapah, apalagi yang sebesar ini. Yang cumi-cumi itu juga termasuk langka.”
“Tapi aku tidak ingin melepaskan diri darimu.”
“Oh, oppa…”
Rini mengelus pipi tirus Ryeowook dengan penuh rasa sayang.
“Nanti kan… oppa boleh masuk lagi,” ucap Rini lembut, wajahnya memerah.
“Boleh masuk lagi? Benarkah?”
Rini menganggukkan kepalanya. Ryeowook mengecup bibir Rini sejenak sebelum bangkit dan mematikan sakelar lampu. Ketika mata Rini masih berusaha menyesuaikan diri dengan cahaya, Ryeowook sudah kembali ke sisinya. Dia menarik wajah Rini dan berbaring miring. Cukup lama keduanya menikmati berbagai bentuk sticker glow in the dark yang seakan memenuhi kamar Ryeowook itu. Tiba-tiba Rini merasakan nafas Ryeowook menyapu daun telinganya.
“Bolehkah aku masuk lagi sekarang?”
Rini menoleh dan mengangguk malu-malu pada Ryeowook. Ryeowook mulai mendaratkan ciuman lagi di bibir Rini ketika Rini mendorongnya sedikit.
“Oppa, kita lupa. Setiap kali kita melakukan ini disini, kita harus membalik badan Kiki. Apa oppa lupa, dia mengintip kita sekarang?”
Ryeowook menolehkan kepalanya. Meski gelap dan bentuk Kiki yang duduk di sudut ranjang nyaris tidak terlihat, mereka tau jelas Kiki disana. Ryeowook kembali memandangi Rini.
“Gwaenchana, dia sudah dewasa. Umurnya sudah bertambah dua tahun semenjak dia melihat kita terakhir melakukannya disini,” ucap Ryeowook, terdengar agak geli.
“Tapi, oppa…”
Ryeowook mengunci bibir Rini dengan bibirnya, lalu menguasai tubuh Rini sepenuhnya lagi…
***
eh, buset!
ReplyDeleteWookie seramm :O
syok berat itu si wookie jadi kasar banget maennya...
Otakkku ngak dapet feel mpe ke sana .____.
Hbz wookie gituu xDDDD
*Digampar*
wookie baek banget mo maapin rini...
jadi sweet lagi suasananya
eits, ada kiki ngintip xDD
tinggal kisah may nih :D