No Other The Story
Chapter 26
YIFANG’S DIARY
CHAPTER 26
IN MY DREAM
Aku terbangun dengan kepala sedikit pusing. Aku tau apa sebabnya, aku kurang istirahat. Tiga hari yang lalu aku berkumpul di apartemen KRYSD dan baru tidur pada jam lima pagi, bahkan aku tak kuat untuk berjalan pulang. Aku tidur di ranjang Yesungie oppa, tak peduli yang lain masih begitu ributnya main game. Aku bangun jam Sembilan paginya, terseok berjalan pulang. Sementara itu, aku masih harus siaran dan ke bar pada tanggal satu itu. Aku tidak mendapat off dan harus bekerja hingga tanggal empat, sementara di radio aku mendapat jadwal siaran lima hari berturut-turut. Jujur aku harusnya bahagia diinginkan lebih sering di bar dan mendapat jadwal siaran lebih banyak di radio. Gajiku di dua tempat itu kalau digabungkan sekarang 156000, lebih tinggi 50000 dari gaji Manshi. Itu artinya tak lama lagi aku bisa mulai mencicil pembayaran ke Geng oppa dan Iteuk oppa, walaupun itu sangat sedikit dari jumlah yang mereka pinjamkan untukku. Bagaimanapun, aku tidak ingin berhutang lama pada orang lain, sekalipun mereka sudah kuanggap oppa sendiri. Tapi masalahnya, aku tidak bisa menghitung dan mengurus dengan baik keuanganku, meski semua uang Xili, Manshi dan Aqian aku yang pegang. Makanya aku mengundang Hae ke apartemenku. Ah, bel berbunyi.
“Anyeong, Yifang,” sapa Hae, tersenyum lebar.
“Hae, masuklah,” aku mempersilakan.
Kebetulan sekali apartemen sedang kosong, jadi aku bisa bebas bicara dengan Hae. Hae duduk di sofa dengan santai, sementara aku mengeluarkan sebuah buku dari kamarku.
“Ada apa, Yifang? Ada hal penting apa yang mau kau diskusikan denganku? Ngomong-ngomong kau kurus sekali sekarang. Apa kau sedang diet?”
“Ani. Tapi berat badanku memang turun enam kilo.”
“Mwo? Tapi kau tidak sakit, kan?”
“Ani. Gomawo perhatianmu, Hae.”
“Chonmaneyo. Buku apa itu?”
“Ini dia yang mau aku diskusikan denganmu. Dengar-dengar kau biasa mengatur pengeluaran apartemen kalian, kan?”
“Ng… ne. perusahaan memberi jatah uang bulanan pada kami di luar bonus-bonus kami, itu untuk membayar biaya apartemen, soalnya kami sharing apartemen dengan Leeteuk hyung dan Kibummie. Biasa aku yang menghitung semua pengeluaran, lalu dikurangi biaya perusahaan dan jatahnya Leeteuk hyung, dan kalau masih tidak cukup, aku akan membagi kekurangan itu dengan yang lainnya untuk mereka bayar. Demikian juga kebalikannya, kalau kami lagi sangat hemat, uang yang diberikan perusahaan malah kelebihan, aku membaginya juga,” terang Hae.
“Ne. jadi aku mau kau membantuku menghitung pengeluaran kami. Ini daftar pemasukan kami dan pengeluaran kami tiap bulan, jadi ada tiga bulan.”
Hae menerima buku itu tanpa banyak bertanya, lalu menelusuri tulisanku.
“Manshi, gaji salon 100500, kiriman 115000; Meifen, gaji resto 69000, kiriman 120000; Xili, kiriman 130000; Yifang, gaji radio 64000, gaji bar 92000… tunggu, apa ini? Gaji bar? Apa maksudnya?”
Aku menelan ludah, tau Hae pasti akan bertanya tentang ini, lagipula aku tak bisa lagi menutupi darinya kalau aku ingin dia membantuku dari krisis ini.
“Aku bekerja di bar sebagai bartender. Sudah sebulan.”
“Kenapa kau bisa bekerja disana? Apa yang kau pikirkan, Yifang? Apa kau pikir itu tempat yang aman untuk bekerja? Kau tidak bisa mencari tempat lain untuk menghasilkan uang?”
“Hae, aku lihat tawaran gajinya besar. Pertama kali saja aku bisa mendapat gaji 80000, bayangkan saja. Aku butuh uang itu, Hae, makanya aku bekerja disana. Kalau kau lihat pengeluaran kami, kau bisa memahami maksudku. Tolonglah kau urus yang itu dulu, nanti kita bicara lagi,” pintaku, “oke?”
Hae menghela nafas, tapi kembali menelusuri buku itu.
“Sekarang kita masuk ke pengeluaran. Sewa apartemen 600000, makan 15000, air-listrik 13000, biaya kuliah Manshi 210000 untuk semester depan, Meifen 320000, Xili 350000, Yifang 320000, kiriman pulang 48000. Hutang Iteuk oppa dan Geng oppa total 1650000.”
Hae mulai menghitung dengan kalkulator di ponselnya. Dia menulis TOTAL PEMASUKAN 690500, lalu PENGELUARAN JANUARI 1467800. Hae menggelengkan kepalanya.
“Ani. Tidak bisa. Kurasa pengeluaran kalian besar bulan ini karena harus membayar uang satu semester kan? Biasanya tidak sebesar ini? Kalau ada sisa uang kau kemanakan, Yifang?”
“Aku bagi empat, itupun aku pegang sedikit saja, aku tidak terlalu pakai uang.”
“Kalian akan minus bulan ini, itu sudah pasti. Yifang, tolong jangan pikir untuk membayar hutang dulu. Bulan ini kalian malah harus meminjam. Kurasa kalian bisa menekan pengeluaran dari air-listrik ini. Matikan semua listrik kalau tidak dipakai, termasuk lemari es kalau isinya sedikit, mesin cuci juga pakai untuk cuci sebanyak mungkin pakaian, dan tidurlah tanpa lampu,” saran Hae.
“Kami… harus meminjam… pada siapa? Aku memalukan sekali. Kutunjukkan pada orangtua Xili kalau dia hidup bahagia disini, padahal lihatlah… aku sama sekali tidak bisa meng-handle semua ini. Aku gagal. Semuanya salahku.”
Hae menepuk bahuku.
“Apa katamu, Yifang? Kau sudah sangat hebat, sudah berjuang maksimal. Kita temui Siwonnie saja nanti. Jangan malu, kami semua temanmu, bahkan boleh dibilang oppa-mu, kan? Terbukalah pada kami. Lagipula, Siwonnie tidak akan banyak Tanya, dia pasti akan langsung meminjamkan berapa nominal yang kita mau. Jangan pernah bilang mau kembalikan uangnya, terima saja dulu, nanti kalau sudah ada uangnya baru kembalikan.”
“Hae… berapa lama aku harus berhutang pada mereka? Aku merasa bersalah sekali, padahal aku sudah bekerja di dua tempat seperti itu.”
“Sabarlah, Yifang, toh nanti juga pasti ada kenaikan gaji, kan? Lagipula Hangeng hyung dan Leeteuk hyung tidak mendesakmu untuk mengembalikan uang mereka.”
Aku mengangguk, berpikir ucapan Hae ada benarnya. Tapi tetap saja, jauh di dalam hati, aku merasa bersalah.
“Kalau aku bisa temukan pekerjaan yang lebih baik dari di bar, maukah kau pindah?” Tanya Hae.
“Ng… tergantung… gajinya…”
“Tapi itu artinya kau setuju. Aku akan bantu kau carikan kerja yang lain. Jangan kerja disana lagi, bahaya.”
“Yesungie oppa juga bilang begitu padaku.”
“Yesung hyung sudah tau?”
“Hanya kalian berdua dan orang-orang di apartemen ini. Tolong jangan kasih tau Wookie. Dia tak akan suka.”
Hae tersenyum tipis sambil menggelengkan kepalanya.
“Sekarang aku tau kenapa Yesung hyung suka keluar malam. Apa dia… menemuimu di bar?”
“Dia tidak hanya menemuiku, tapi dia menjagaku di bar.”
“Ani. Dia tidak boleh menampakkan diri terus-terusan di bar seperti itu. Dia bisa dimarahi perusahaan kami. Omona, apa yang dipirkannya?” Hae geleng-geleng kepala.
“Makanya Hae, aku takut kalau dia dimarahi atau bagaimana, tapi dia keras kepala, kau tau. Dia tidak membiarkan aku sendirian.”
“Aku akan membujuknya nanti.”
“Gomawo, Hae.”
“Ngomong-ngomong… kau harus bisa memilih, Yifang. Kau tidak bisa berada di tengah mereka seperti itu terus.”
“Maksudmu?”
“Jangan bilang kau tak tau, Yifang. Yesung hyung dan Wookie, mereka menyukaimu. Dua orang yang hubungannya begitu akrab, tulang vocal KRYSD dan rekan sekamar.”
Aku menjatuhkan buku yang kupegang. Mereka berdua… benar-benar… menyukaiku? Tunggu, kupikir kami semua selama ini hanya bersahabat, kupikir semua yang mereka lakukan karena mereka baik…
“Andwae,” kataku, menggelengkan kepalaku.
Hae mengerutkan dahinya, “kenapa? Kau tidak suka mereka? Atau…”
“Aku menyukai mereka berdua, itulah masalahnya. Aku… aku tidak tau kalau masalahnya jadi begini…”
Aku menutup wajahku dengan kedua tanganku. Kupikir semua ini hanya khayalanku. Meski aku memang ingin mereka berdua mencintaiku, tapi…
“Tenang, Yifang, kau pasti akan menemukan jawabannya. Bersabarlah, oke? Kalau kau punya masalah, kau bisa cerita padaku. Kau tau, aku cukup bisa dipercaya koq…”
Aku tersenyum tipis pada Hae, tapi pikiranku tetap tidak focus disini. Hae menggumamkan sesuatu tentang mengecek apartemen kami dan dia masuk ke dalam. Dulu mungkin aku bisa menjawab, andaikan keduanya mencintaiku, aku akan memilih Wookie, tapi sekarang…
“Yoboseyo, Leeteuk hyung… mwo? Lembur? Siapa yang bersin itu di belakang? Suxuan? Dia… ooh… ooh begitu. Arasso, selamat bekerja, hyung…”
Aku mendongakkan kepalaku kembali ketika Hae entah sudah sejak kapan kembali duduk di hadapanku dan mengangkat ponselnya. Tadi aku mendengarnya menyebut nama Iteuk oppa dan Suxuan.
“Iteuk oppa ada bersama Suxuan?” tanyaku heran.
Hae mengangguk, “ne. masa belajar Suxuan sudah dimulai disana. Hyung lembur, katanya Suxuan entah kena virus apa di rumah sakit, kasihan sekali. Tapi mungkin dengan hyung merawatnya, Suxuan tidak galak lagi padanya?”
“Sebenarnya bukan salah Suxuan galak, Iteuk oppa juga sih bilang dia anak kecil.”
“Hahaha… iya juga sih. Okelah, Yifang, aku mau kembali ke apartemen dulu, ada yang mau kukerjakan. Kalau butuh bantuan, langsung telepon aku, oke?”
“Gomawo, Hae…”
Setelah mengantar Hae ke pintu depan, akupun bersiap menuju radio, memenuhi jadwal siaranku hari ini. Aku berusaha mengumpulkan semangatku sementara aku berada di MRT, berpikir bahwa aku tidak akan siaran sendirian hari ini, melainkan berduet dengan Hyuk. Setelah termenung dan berjalan cukup jauh, akhirnya aku sampai di gedung stasiun radio Esoul FM 95,1. Radio ini termasuk salah satu radio yang paling digemari di Seoul, apalagi Hyuk yang pernah mendapatkan penghargaan sebagai announcer terbaik se-Korea membuatku sedikit nervous duet dengannya. Tapi sekarang, rasa nervous itu sudah sangat berkurang. Gedung dan interior gedung ini mewah, sepanjang jalan aku menyapa dan disapa oleh staff radio yang ramah-ramah. Aku menuju lantai dua dimana ruang broadcast berada. Hyuk sudah duduk di ruang operator, membaca naskah.
“Hyuk,” sapaku.
Hyuk mendongakkan kepalanya, “Yifang, kau datang juga. Ini dia naskahnya, kau bisa baca dulu… kau pucat sekali. Ada masalah?”
“Ani, aku Cuma kurang istirahat.”
Aku juga membaca naskah yang diberikan Hyuk, dan sebenarnya naskah itu hanya berisi garis besar seperti menit ke berapa kami harus selesai ngobrol, harus menerima berapa telepon dan membaca berapa SMS per sesi. Akhirnya tepat jam 4, penyiar yang sebelumnya menutup acara. Aku dan Hyuk masuk ke ruang siaran dan seperti biasa sibuk mempersiapkan diri di dalam sana. Kami mengecek keadaan headset, computer dan mixer. Hyuk tersenyum menyemangatiku. Dan siaran dimulai. Rasanya aku kembali ke duniaku lagi. Aku mencintai dunia siaran, dan aku senang melakukannya bersama Hyuk.
“Anyeonghaseyo… kembali lagi di Esoul 95,1 FM di acara “You, Me and It’s All About Us” dan berjumpa lagi dengan saya, Eunhyuk-imnida.”
“Dan saya, May-imnida. Nah, seperti biasa kita akan membahas satu topic menarik bersama Efamily hari ini. Topic kita adalah tentang event yang baru saja lewat.”
“Ne, tentu saja tentang tahun baru!”
“Yeah!!!” aku dan Hyuk bersorak bersamaan.
“Kita melewatinya bersama, iya kan, Eunhyuk?” tanyaku dengan nada menggoda.
“Ne. kita melaluinya dalam suasana romantic, hahaha…”
“Ani… aku takut tiba-tiba aku mendapat anti fans kalau kau bicara begini, Eunhyuk…”
“Mianhamnida, kami hanya bercanda, Efamily. Tapi memang kami melewatkannya bersama…”
“Tapi tidak berdua, kita ber-malam tahun baru-an ber-20 orang. Nah, mungkin Efamily punya kisah lain juga yang menarik tentang malam tahun baru?”
“Kami mengundang Efamily untuk sharing bersama kami, lewat line telepon dan line SMS, dan silakan juga request lagu kesukaan Efamily, yang akan kami putarkan adalah lagu-lagu yang fresh dan banyak di-request.”
“Kami akan kembali lagi setelah lagu berbahasa Mandarin berikut dari vocal KRYSD, Mingyun xian…”
Aku seperti biasa terpana pada suara KRYSD yang begitu indah, dan bahasa Mandarin mereka yang mungkin lebih bagus dari aku. Pelafalan mereka memang bagus, meski untuk kelancaran berbicara, Kyu dan Hae-lah yang terbaik. Operator memberi kami tanda untuk bersiap on-air lagi begitu lagu selesai.
“Kembali lagi di Esoul FM 95,1 di acara You, Me, and It’s All About Us. Nah, untuk topic hari ini, sudah banyak Efamily yang mengirimkan SMS,” ucapku membuka sesi.
Hyuk mengangguk, “ne. ini ada 124 yang menulis: aku menghabiskan waktu dengan keluargaku, makan hot pot. Tentunya hangat ya? Kegiatan yang masuk akal. Lalu ada 421 yang menulis: aku terpaksa malam tahun baru di pesawat. Pesawatku delay dari Beijing ke Seoul.”
“Aigo… itu sangat mengenaskan. Tapi itu berarti 421 melewatkan malam tahun baru dengan penumpang pesawat yang ramai, iya kan, Eunhyuk? Jauh lebih ramai dari kita.”
“Hahaha… benar juga. Nah, ini ada 152, katanya mereka berlima panjat gunung untuk merayakan malam tahun baru. Panjat gunung di cuaca dingin dan malam hari? Omona… untung tidak terjadi sesuatu pada kalian.”
“Kalian tidak sakit, kan?”
“Lain kali jangan lakukan itu lagi.”
“Eunhyuk, sepertinya kita menerima telepon.”
“Aih, ini dia yang kita tunggu-tunggu. Yoboseyo.”
“Esoul FM, You, Me, and It’s All About Us. Yoboseyo,” sapa seorang pria di line telepon.
Aku rasanya mengenal suara ini, “dengan siapakah kami berbicara?”
“Panggil saja aku Mimi.”
Aku dan Hyuk berpandangan, tersenyum lebar.
“Aih, Mimi… ya ya… apa kabarnya? Sedang sibuk apa saat ini?” Tanya Hyuk, nadanya professional, pura-pura tidak kenal.
“Aku baru saja pulang dari kesibukanku, jadi kini santai mendengarkan dua penyiar favoritku siaran.”
“Hahaha… gomawo untuk pujiannya.”
“Ngomong-ngomong, bagaimana kau melewatkan malam tahun baru?” tanyaku, mengedip pada Hyuk.
“Oh, kami makan bersama, beramai-ramai dengan teman-teman yang sudah seperti keluarga bagiku. Selain makan, kami juga main truth or dare, cerita horror, main game, karaoke, melihat kembang api, semua itu kami lakukan sampai satu persatu dari kami roboh tertidur,” jawab Mimi sambil tertawa.
“Truth or dare! Permainan yang menarik! Ada kejadian yang membuat kau terkesan? Misalnya salah satu temanmu dihukum?” Tanya Hyuk, nadanya memancing.
“Tentu. Aku tidak bisa melupakan dua hukuman disana, yang pertama oleh temanku yang berinisial HC, dia menjadi kucing peliharaannya sendiri. Tapi dia kurang ajar.”
“Wae? Apa dia menyuapimu makan? Bukannya jadi kucing malah lucu?”
“Ani. Tangannya yang bekas makan dia bersihkan dengan wajahku. Dan yang kedua, temanku yang berinisial SD ditutup matanya dan meraba-raba untuk menebak kami.”
“Aigo~ si kucing benar-benar kurang ajar. Dan yang meraba-raba itu kasihan sekali,” komentarku.
“Hukuman yang kedua tampaknya sudah direkam oleh Choi Siwon dan diposting via Twitter.”
“Choi Siwon, si CEO Choi?” Tanya Hyuk pura-pura kaget.
“Ne. kalian kan disana juga.”
Aku dan Hyuk bertukar pandang. Rupanya Mimi ingin identitasnya diketahui. Akhirnya kami tertawa.
“Ne. dasar kau, hahaha… Zhoumi.”
“Hahaha… tapi aku tak bisa melupakan tahun baru kali ini.”
“Karena ada aku dan teman-temanku, kan? Aku juga senang sekali koq bergabung dengan kalian,” ujarku tertawa.
“Hahaha… ne. baiklah, kurasa banyak penelepon yang mengantri di belakangku.”
“Kalau kau sudah tau, kami tak perlu memaksamu menutup telepon. Lagu apa yang ingin kau dengar?” Tanya Hyuk.
“Kalau kalian tidak memutarkan lagu No Other dari KRYSD, kalian tidak akan selamat pulang ke rumah dan apartemen kalian.”
“Aigo, mengerikan sekali. Baiklah, Mr. Manager, kami akan memutarkannya.”
“Gomawo untuk teleponnya, selamat beraktivitas!” tutupku.
“Yang tadi, Efamily, adalah manager boyband Korea terkenal, Zhoumi.”
“Kami senang dia menelepon, hahaha… baiklah, sebelum kami lanjutkan pembacaan SMS dan menerima telepon, kita dengarkan dulu lagu yang berikut.”
“Dari Jay Chou, lagu Mandarin yang berjudul Shuo le Zaijian.”
Begitu mic sudah mati, aku dan Hyuk tertawa lagi.
“Dasar Mimi tak ada kerjaan, malah mau mengerjai kita.”
“Tapi habis dia menelepon aku malah lebih segar lagi, Hyuk.”
“Baguslah kalau begitu.”
Siaran kami berakhir pada jam enam. Aku sudah mengatur jadwal hari ini untuk mulai ke bar dari jam delapan malam. Aku perlu pulang untuk mandi dan makan sebelum ke bar, lagipula bar sama sekali tidak sejalan dari sini. Hyuk mengantarku pulang dengan motornya, dan aku langsung naik ke apartemenku.
“Hai jie,” sapa Xili begitu aku membuka pintu.
Xili sedang duduk di sofa menonton tivi sambil makan. Lauk di piringnya wangi sekali.
“Aqian sudah pulang, mei? Itu dibeli dari resto Geng oppa, kan?”
“Dia belum pulang. Ini Ryeowook oppa yang masak. Tadi dia kesini lagi.”
Aku heran sekali. Wookie sepertinya sudah beberapa hari ini selalu datang ke apartemen untuk memasak, bahkan ada tiga hari dia datang di siang dan malam. Kalau dia hanya memasakkan untuk kami sih aku tidak heran, tapi yang membuatku heran adalah, meskipun tidak ada aku, dia tetap datang. Dan ketika tak ada aku, biasanya ada Xili…
“Jie, makanlah. Bukannya hari ini jie mau ke bar jam delapan?”
“Ah ya. Jie mandi dulu.”
Aku berjalan menuju kamarku dengan pikiranku yang masih sibuk bekerja. Apakah aku salah, apakah Hae salah, kalau yang disukai Wookie itu… bukan aku…? Lagipula aku tak yakin. Dia tak menunjukkan tanda-tanda yang cukup jelas kalau dia menyukaiku.
“Ya~ Yifang, minuman itu pasti tidak enak,” protes Yesungie oppa.
Aku kaget. Sejak kapan aku ada di bar? Sejak kapan Yesungie oppa sudah duduk di depanku di counter? Sejak kapan aku sembarangan tuang untuk membuat minuman? Pasti dari tadi pikiranku tidak disini! Omona~ aku bisa kena marah! Aku langsung membuang isi gelas di tangan kiriku dan meletakkan gelas itu ke bawah counter.
“Kau kenapa, Yifang? Kau ada masalah? Jarang sekali kau tidak konsentrasi kalau bekerja.”
“Ani. Aku Cuma lagi berpikir.”
“Kalau punya masalah, cerita saja. Karena sebenarnya aku juga punya masalah yang mau kuceritakan.”
Suara Yesungie oppa agak berbisik-bisik di tengah suara berisik lagu disco di bar, jadi aku tidak bisa mendengarnya dengan jelas. Aku memajukan tubuh dan wajahku ke arahnya.
“Mwo? Masalah apa?”
“Aku sebenarnya ingin disini menjagamu terus-terusan, tapi sepertinya tidak bisa. Aku ditegur perusahaan, lewat Mimi. Jadi sekarang Mimi sudah tau kau kerja disini, karena aku bilang alasannya,” jawab Yesungie oppa.
“Mwo??? Baru saja aku dan Hae berdiskusi soal itu. Hae juga sudah tau. Dia memang mau bilang kalau oppa tidak boleh ada disini lagi, ternyata memang terjadi.”
“Sekarang bagaimana? Aku tidak bisa melepasmu sendirian disini, tapi aku juga tidak bisa mempertaruhkan KRYSD seperti itu. Aku leader. Tapi aku tidak mau meninggalkanmu…”
Yesungie oppa menggelengkan kepalanya, aku hanya bisa melihat wajahnya sekilas saja karena lampu gemerlap di bar sebenarnya membuatku pusing. Dia mengambil minuman di depannya dan meneguknya dalam lima tegukan tanpa berhenti.
“Oppa!!! Apa itu yang oppa minum! Itu bukan bir!”
Dia terlihat kaget, lalu memandang gelasnya yang tinggal seteguk lagi isinya habis.
“Ini… bukan gelasku.”
“Apa oppa baru saja minum vodka campuranku? Omona!!! Oppa, jangan mabuk disini!”
Yesungie oppa tidak tahan minuman yang kadar alkoholnya lebih tinggi dari bir, dan tadi aku membuatkan campuran bir yang bahkan lebih rendah kadarnya dari bir biasa, karena aku tidak ingin dia kecanduan atau bagaimana. Tapi dia malah salah mengambil gelas, itu gelas pelanggan sebelumnya yang duduk di sebelahnya… sekarang dia membungkam mulutnya dengan tangan kanannya.
“Oppa… waeyo?” tanyaku ketakutan.
Tanpa menjawabku, dia berlarian menjauh, menuju toilet. Dia pasti mau muntah. Untung saja aku menyiapkan obat untuk orang mabuk atau muntah karena minuman keras, aku menyimpannya di laci counter. Aku mengambil obat itu, lalu aku akan menungguinya di depan toilet. Kalau sampai terjadi apa-apa dengannya, bagaimana aku bertanggungjawab kepada Mimi?
“Hai… gadis mungil. Mau kemana?”
Langkahku terhenti karena ada yang menarik tangan kananku dengan kuat, sampai aku berbelok ke belakang. Tau-tau, aku melihat seorang pria yang badannya besar, dan aku sudah dalam pelukannya sekarang!
“A… apa-apaan kau! Lepaskan aku!”
“Ah… kau gadis bartender yang sangat terkenal itu. Kau cantik sekali dengan dandanan ini, eh?”
Si pria memandangi wajahku, lalu ke badanku. Aku ketakutan, tapi aku berusaha melotot padanya. Jelek juga, tapi mau mengerjaiku! Sial!
“Ayo dong temani aku, jangan memandangku galak begitu,” godanya dengan nada bicara yang menjijikkan.
Dan darahku naik ke ubun-ubun ketika dia menyentuh pipiku. Aku berontak sekuat tenaga, pria ini kuat sekali! Tau bahwa kemungkinanku untuk lepas dengan berontak begini sangat tipis, aku jadi mengambil kesempatan untuk… menyodok anunya dengan lututku!
“Aigo!!!”
“Huahaha… makanya, jangan pernah main-main denganku! Jangan pernah menyentuhku, tau!”
“Kau! Berani juga kau!”
Tapi tiba-tiba aku merasakan ada orang lain yang mencengkeramku dari belakang. Suasana bar sangat ramai, tidak ada yang memperhatikan aku yang berontak begini. Teman-temanku…
“Sekarang kau yang akan kuhajar, cantik…”
“Langkahi mayatku dulu kau, brengsek!”
Aku kaget, Yesungie oppa entah sejak kapan sudah kembali dari toilet, menghajar orang yang memegangiku, lalu bertengkar seru dengan si pria pertama. Dia tidak punya skill bela diri, tapi dia cukup lincah menghindari serangan si pria.
“Yesungie oppa! Awas! Kau! Jangan ikut campur!” teriakku, menjulurkan kakiku sampai pria kedua jatuh terjerembab, “teman-teman! Mr. Kim! Tolong kami!!!”
Dan begitu aku berteriak, teman-teman barku berhamburan datang, tapi masih tidak tau harus bagaimana ketika melihat Yesungie oppa dan si pria masih bertarung dengan serunya. Tapi Yesungie oppa memang tidak punya skill, sekarang dia malah dipukul jatuh, si pria berjongkok di atas tubuhnya yang mungil…
“KALIAN GILA! CEPAT SELAMATKAN YANG DI BAWAH! DIA YESUNG!”
Begitu mendengar nama Yesung, selain teman-teman barku, para pengunjung-pun mengerumuni keduanya. Aku mendengar bunyi gedebuk beberapa kali, namun aku sudah terdorong menjauh dan tidak bisa melihat apa yang terjadi di tengah lingkaran itu. Yesungie oppa-ku… bagaimana kalau dia terluka…
“Ini dia…”
Dan ada yang mendorong Yesungie oppa ke hadapanku. Keadaannya tidak parah, tapi juga tidak baik. Ada luka memar dimana-mana, tapi dia malah memasang tampang cemas. Menggemaskan.
“Yifang, gwaenchana?? Mian aku meninggalkanmu. Padahal baru beberapa menit saja, jadinya…” tapi aku tidak menunggunya selesai bicara.
Aku menarik tangannya menuju balik counter, membuka laci yang paling besar disana, menyambar kotak yang paling besar, menjejalkannya ke dalam tas backpack-ku, memanggul tasku, lalu masih menarik Yesungie oppa, aku menuju tempat menggantung mantel, memakai mantelku dengan gerakan cepat, juga menyampirkan mantelnya di tubuhnya, dan kami keluar, menghirup udara segar. Untung tidak turun salju.
“Yifang, kita mau kemana?”
Aku tidak menjawabnya, tapi menariknya duduk di kursi di pinggir jalan. Aku mengeluarkan kotak P3K dari tasku dan mulai menggerayangi isinya, mencari peralatan yang cocok. Yesungie oppa memandangku bingung ketika aku balik memandangnya. Aku ingin menyelidiki lukanya. Memar di tulang pipi kirinya, lalu kutarik mantelnya, dan aku juga melihat memar di lehernya, di lengan kanannya, di tulang jari tangan kanannya… dan aku gemetaran saat melihat luka-luka itu.
“Yifang?”
“Oppa pabho!!! Ngapain sih mau bertengkar dengan orang kalau oppa tidak bisa bela diri? Oppa itu bukan Kanginnie oppa, tau!” teriakku lepas, “lihat ini luka-lukanya sebanyak ini! Semuanya gara-gara aku!”
Aku terengah-engah seolah baru berhenti berlari, tapi Yesungie oppa malah menggenggam tanganku.
“Ani. Meskipun aku tidak bisa bela diri aku tidak akan membiarkanmu diganggu seperti itu. Ini bukan salah Yifang, tapi salah orang-orang brengsek itu. Aku cukup juga menghajar mereka. Aku tak akan membiarkan Yifang disentuh.”
Aku mendongak menatap wajahnya yang tersenyum, tapi aku malah mau menangis.
“Kalau Mimi melihat luka-luka ini, dia pasti akan membunuhku. Dia akan membenciku.”
“Ani, dia akan mengerti. Tapi… aku sepertinya benar-benar tidak bisa kembali kesana. Yifang, mian…”
“Jangan minta maaf! Aku malah bersyukur oppa tidak kesana lagi! Aku bisa menjaga diriku, oppa jangan khawatir. Aku akan meminta manager untuk menjamin keselamatanku setelah ada kejadian tadi. Aku tak ingin oppa seperti ini lagi karena aku,” tegasku.
“Tapi sebagai gantinya, aku akan menunggumu disini setiap kau pulang kerja. Kita akan pulang bersama, oke?”
Aku mau protes, tapi dia meletakkan jari telunjuknya di bibirku. Aku menghela nafas dan menahan supaya air mataku tak jatuh. Aku mulai mengobati luka-lukanya. Aku mendengarnya meringis, mungkin karena aku sama sekali tidak lemah lembut. Mendengarnya, aku malah menangis.
“Oppa… berjanjilah jangan membahayakan dirimu lagi demi aku…”
“Aku tidak bisa memenuhi yang itu. Aku akan selalu melindungi Yifang, walau nyawaku taruhannya. Sama seperti Geng yang menyelamatkan Xili, Meifen yang berkorban untuk Siwonnie, aku juga ingin melakukan yang sama.”
Aku menghapus air mataku, lalu tersenyum padanya.
“Oppa, oppa… Yesungie oppa… gomawo…”
Dia mengeratkan genggamannya pada kedua tanganku, dan saat itu butiran-butiran salju yang putih nan bersih, juga dingin, mulai menetes. Tapi di sekitar tanganku, yang dia genggam, terasa hangat menenteramkan. Dia tersenyum lagi, semakin lama terlihat semakin tampan. Dia, Yesungie oppa-ku, yang selama ini kupikirkan…
“영원히 이대로 잠들길 바래도
I hope I fall asleep forever like this
여전히 그녀로 깨어나도
I wake up with her presence still
다시는 꿈꾸지 않기를 바래도
Although I hope I don’t dream again
오늘도 그녀로 나는 잠이 들 텐데”
Today too it seems I fall asleep with her presence
Dia berhenti bernyanyi. Suara itu… benar-benar membuatku tersentuh. Sepertinya aku tau, Hae, sepertinya aku tau siapa yang akan kupilih. Aku tidak akan berada di antara mereka berdua lagi. Kini aku tau, kemana cintaku mengarah… Wookie, mianhae… aku harap dengan keputusanku ini, kau… juga bisa menemukan kebahagiaanmu. Bukankah kau mencintai Xili? Aku bisa lega melepas Xili untukmu, kalau memang itu yang kau mau…
No comments:
Post a Comment