Welcome Here ^0^v

You can read; and then please kindly leave comment(s) so I could improve;
But don't try to STEAL a part or whole part of all post WITHOUT a proper CREDIT; you'll know the risk if you still do it;
Intro: I'm a hyper Cloudsomnia, Jung Heechul IS MINE, OFFICIAL WIFE OF KIM JONGWOON, GO is the OWNER OF MY HEART, definitely a Lively E.L.F and also a multi-fandom: ELF, ZE:A's, Triple S, A+, VIP; I'm a unique, weird and super delusional girl;
Just add my Facebook account: maymugungponks; and follow my Twitter: (hidden for some reason);
But be careful~~ I'm not as easy as you think I might be~

Sunday, 18 March 2012

(When Our Dreams Come True) Secretly in Love chapter 3

When Our Dreams Come True
Secretly in Love
Chapter 3

Calvin dan Ri Na menaiki bus menuju halte terdekat ke Center Heart Hotel, hotel bintang lima terkenal di Taipei. Calvin menggeleng-gelengkan kepalanya melihat kemewahan hotel ini, yang seumur-umur belum pernah dimasukinya, waktu keduanya berdiri di lobi.

Calvin: “Your friends must be rich to stay in here.”
Ri Na: “Hehehehe. Actually I have only one friend who come with me to Taipei.”

Ri Na ke meja resepsionis dan bicara cepat kepada resepsionis yang cantik. Tampaknya ada prosedur2 yang harus Ri Na penuhi untuk bertemu temannya ini, dan Ri Na mengambil sesuatu dari saku celana jeansnya. Seperti ID Card. Lalu Ri Na kembali menghampiri Calvin.

Ri Na: “Let’s sit down. My friend will arrive in a minute.”

Mereka berdua duduk di salah satu sofa empuk di lobi. Calvin memperhatikan orang2 yang hilir mudik.

Cwo: “Ri Na!!”

Calvin menoleh dan kaget melihat seorang cwo berlari ke arah mereka duduk. Cwo itu tampak lebih dewasa dari Calvin, ganteng, rambut panjangnya dibuat jabrix dan badannya kekar, gak kayak Calvin yang kurus. Cwo itu langsung memeluk Ri Na. ri Na tersenyum senang.

Cwo: “Kau kemana ajah? Kau tau gak aku khawatir?”
Ri Na: “Sebenarnya…”
Cwo: *melirik Calvin* “Apa kau diculik? Oleh dia?”
Ri Na: “Hah? Bukan…”
Cwo: “Hei, kau menculik Ri Na yah!”

Cwo itu langsung mendekati Calvin dan meremas kaos Calvin tepat di bagian dada. Orang2 menjadi heboh. Calvin bingung, jelas, karena dua orang itu ngomong pake Hangul. Ri Na langsung maju dan melepaskan tangan cwo itu.

Ri Na: “Bu shi la~ (bukan) Jiro oppa. Ta yi jing jiu le wo (dia udah menolongku).”
Jiro: “Zhen de ma? (benarkah?)”
Ri Na: “Zhen de (benar).”

Jiro memandang wajah Calvin sekali lagi sebelum melepas cengkeramannya. Dia mempertimbangkan… Calvin cukup ganteng dan wajahnya gak kayak penjahat. Mungkin dia emang bukan orang jahat. Akhirnya Jiro mundur dan baik Ri Na maupun Calvin mendesahkan nafas lega.

Ri Na: “Oppa tau kan betapa kacaonya waktu kita sampe di airport? Aku terpisah dari kalian dan salah membaca peta bus. Jadi aku berhenti di kompleks apartemen tempat Calvin oppa tinggal. Beruntung aku bertemu dongsaengnya dan aku diantar ke sini oleh Calvin oppa.”
Jiro: “Oh…” *blush* “Calvin… dui bu qi.”
Calvin: “Mei guan xi…”
Ri Na: “Calvin oppa, ta shi Jiro Wang. Jiro oppa, ta shi Calvin Chen.”

Keduanya bersalaman.

Calvin: “Ri Na, you can talk in Mandarin! Why don’t you talk to us in Mandarin?”
Jiro: *tertawa* “Tentu. Aku yang mengajarnya ngomong Mandarin. Dan omma kami juga. Eh Ri Na, emangnya kau ngomong Inggris trus sama mereka yah?”
Ri Na: “Shi a (iyah). aku malu praktek sama orang yang belum begitu kenal. Takut salah, oppa.”
Jiro: “Pabho. Kau kan udah belajar selama tiga taon.”
Calvin: “Jadi kau orang Chinese, Jiro ge?”
Jiro: “Dui.” ^^
Ri Na: “Ahh… oppa. Calvin oppa ini ternyata si Double C, partner designer kita itu loh!”
Jiro: “Zhen de ma? (benarkah?)” *kaget*

Akhirnya obrolan yang asyik antara mereka bertiga berlangsung di lobi dan berlanjut di restoran mewah di dalam hotel. Jiro ternyata anak yang asyik dan meski lebih besar 2 taon dari Calvin, mereka langsung cepat akrab. Dari sana Calvin tau bahwa hubungan Ri Na dan Jiro lebih dari sekadar teman. Dan Calvin merasa Ri Na beruntung mendapatkan pacar seganteng Jiro.

***

Calvin pulang agak larut. Dia melihat Chen Mama udah tidur di kasurnya, menyisakan tempat cukup luas juga untuk cwo sekurus Calvin tidur. Dia melihat pintu kamar mei2nya sedikit terbuka. Calvin mengintip ke dalamnya. Amelz tertidur miring di ranjangnya, di telinganya masih terpasang CD Player Mini, hadiah ultah terbaru Amelz dari Calvin. Calvin menggeleng-gelengkan kepalanya. Dia udah sering mengingatkan Amelz untuk gak tidur sambil headset menempel di telinga begitu, gak baik untuk kesehatan dan CD Player itu akan segera rusak. Calvin masuk dan melepaskan headset dari telinga Amelz dengan lembut, mengambil CD Player dan meletakkannya di meja belajar Amelz. Namun Calvin cukup penasaran pada lagu selera mei2nya ini. Calvin menempelkan headset ke telinganya dan mendengar lagu ballad Mando-Pop diputar. Suara cwo yang menyanyikannya sangat bagus. Selera Amelz bagus, puji Calvin sebelum menekan tombol stop dan mematikan CD Player-nya. Baru ajah Calvin mengambil selimut, Amelz membuka matanya.

Amelz: “Calvin ge…”
Calvin: “Ah, Amelz. Apa ge ge membangunkanmu?” ^^
Amelz: “Gak. Ri Na onnie, udah ketemu temannya?”
Calvin: “Udah. Ge ge udah bertukar nomor hape dengannya.”
Amelz: “Ah baguslah. Kasih Amelz nomornya yah.”
Calvin: “Besok. Yang penting sekarang Amelz bobo deh.”
Amelz: “Ge… besok Amelz akan ikut audisi di Imagination FM.”
Calvin: “Benarkah?? Wahh bagus, Melz. Ge ge mendukungmu. Ge ge akan mendoakanmu.” ^^

Melihat wajah tersenyum Calvin, tenanglah Amelz. Calvin emang punya senyum yang membuat semua kepenatan orang2 hilang. Seolah ada sihir dalam senyum Calvin yang tulus. Amelz tersenyum dan langsung tertidur lagi. Calvin segera menyelimuti Amelz dan menggeliat menuju kamarnya sendiri.

***

Amelz berdiri dengan kaki gemetar di depan studio Imagination FM. Beruntung ada sosok Irene yang menggandeng erat lengan Amelz. Irene benar. Ini pasti stasiun radio gak terkenal. Studionya kecil dan tampak agak kotor. Plus lagi, studionya bukan di pinggir jalan besar, tapi harus memasuki lorong dulu untuk mencapai studionya. Amelz menelan ludah dengan susah payah.

Irene: “Amelz, jia you.” ^0^

Amelz pasrah dan melangkahkan kakinya, diikuti Irene. Mereka memperhatikan studio yang ternyata di bagian depannya adalah ruang tamu. Mereka bingung harus melakukan apa, tapi tiba2 ada yang muncul dari dalam, seorang cwo yang lumayan dewasa. Mereka bertukar pandang.

Cwo: “Ya mei?”
Amelz: “A… aku…”
Irene: “Mau ikut audisi penyiar.”
Cwo: “Kalian berdua?”
Irene: “Bukan. Cuma dia.”
Cwo: *senyum* “Aaaah okey. Kenalkan, aku Oliver Fang. Aku juga penyiar disini. Kalian?”
Amelz: “Aku Amelz Chen, dan ini Irene Wang.”
Oliver: “Ayo, kuajak kalian ke Studio Leader. Tapi aku kasih tau yah, kau mungkin langsung diterima, Amelz.”
Amelz: “Hah? Koq gitu? Bukannya harus ikut audisi?”
Oliver: “Harusnya sih gitu. Tapi yang datang buat audisi Cuma kau. asal suaramu gak parah2 banget waktu take voice, kau pasti diterima.”
Irene: “Jah… kirain ada audisi…” =.=”

Oliver mengajak mereka berdua menuju suatu ruangan yang agak kecil di dalam. Seorang cwe yang lebih dewasa lagi duduk di balik meja besar, dan ada suara siaran radio mengalun dari pesawat radio canggihnya.

Oliver: “Casey jie, ada yang mau melamar jadi penyiar.”
Casey: “Oh ya? Ada dua?”
Oliver: “Bukan, jie, Cuma yang satu ini.”
Casey: “Oh… ayo kalian berdua duduk. Xie xie, Oliver. Ni qu mang ba (kau pergi urus urusanmu ajah).”
Oliver: “Hao, jie.”

Oliver meninggalkan Amelz dan Irene dalam ruangan tertutup. Sepeninggal Oliver, Amelz malah lebih gugup lagi. Bukan karena tampang Casey yang menyeramkan, tapi karena ada aura wibawa Casey yang mengintimidasi dirinya. Casey tersenyum waktu Amelz dan Irene duduk di kursi di hadapan Casey.

Casey: “Mei2 yang mau jadi penyiar, coba kenalkan dirimu.”
Amelz: “Aku Amelz Chen, jie. Umur 14 tahun. Kelas VIII SMP.”
Casey: “Ahh, masih muda sekali. Kalo jie2 dengar, suaramu waktu ngomong bagus juga. Kenapa pengin dari penyiar?”
Amelz: “Mungkin… karena jadi penyiar lebih baik dari pekerjaanku sebelumnya.”
Casey: “Loh? Amelz udah kerja?”
Amelz: “Iyah. Sebagai pengantar koran dan penjaga warung.”

Casey memperhatikan Amelz sekali lagi. Amelz terlihat tangguh di matanya.

Casey: “Ayo sekarang Amelz take voice. Prosesnya gampang. Hasil take voice akan jie2 bawa ke Luo jin li, biar beliau yang putuskan nanti. Jie2 pikir kau cukup punya bakat komunikasi. Iya kan, temannya Amelz?”
Irene: “Irene Wang. Iyah jie, Amelz pintar ngomong koq.”
Casey: “Bagus. Ayo kita take voice. Oh ya, aku Casey Ren, Studio Leader disini.”

Casey keluar ruangan, diikuti Amelz dan Irene. Di luar mereka melihat Oliver yang tengah serius menatap layar komputer. Ada meja2 kayak di kantoran. Dan mereka juga melewati ruang siaran, dimana ada seorang cwe cantik yang lagi siaran. Casey mengajak mereka masuk di ruangan di sebelah ruang siaran, disana duduk seorang cwo.

Casey: “Vincent, kau bisa tolong take voice mei2 ini? Dia calon penyiar kita. Oh ya benar, dia emang masih mei2 mu.”
Vincent: “Oh ya? Lebih muda dari aku?”
Amelz: “Aku Amelz Chen, ge.”
Vincent: “Aku Vincent Yang. Aku 15 tahun. Masa kau beneran lebih muda dari aku?”
Casey: “Dia 14 tahun. Udah, cepatlah kau take voice dia.”
Vincent: “Yah… rekor termudaku diambil Amelz deh.”

Amelz duduk di depan mic dengan gugup dan disodori script. Amelz membaca script itu sekilas, jelas itu seolah-olah mereka sedang siaran. Amelz dan Vincent memakai headphone, sedangkan Casey dan Irene duduk di sudut ruangan. Setelah mendengar Vincent memberi aba2, Amelz membacakan script. Agak terbata-bata emang, dan Amelz merasa penampilannya cukup buruk. Kupikir aku gak akan dapat pekerjaan ini, gerutu Amelz.

Vincent: “Ni neng chang ge ma? (bisakah kau nyanyi?)”
Amelz: “Hah?”
Vincent: “Chang yi shou ge ba (nyanyikan sebuah lagu deh).”

Amelz berdeham. Lagu mana yang akan dia nyanyikan? Akhirnya dia pilih lagu Gu Dan Mo Tian Lun-nya Fahrenheit, dengan nada yang dinaikkan beberapa oktaf supaya sesuai dengan suara cwenya, dan menyanyikannya acapela. Rasa pede mengalir dalam diri Amelz. Dia bisa menyanyi dengan baik. Vincent melepas headphone, dan Amelz mengikutinya.

Vincent: “Casey jie dengar? Dia Cuma kurang pede. Menurutku kalo dia belajar dengan baik, dia akan jadi penyiar yang bagus.”
Casey: “Iyah, aku tau, Vincent. Burn suaranya yang tadi ke CD yah.”
Amelz: “Eh…”
Casey: “Kami akan mengabarimu secepatnya, Amelz. Aku akan mencatat nomor hapemu, okey?”
Amelz: “Jadi… udah jie?”
Casey: “Udah. Dan kau melakukannya dengan baik, Amelz.” ^^

***

Lee Hom lagi bertekun dengan laptop mininya. Dia bersenandung sambil mengetik sesuatu di laptopnya. Tiba2… GUBRAK! Lee Hom kaget waktu pintu kamarnya dibuka dengan kasar, dan Rico tampak bahagia.

Lee Hom: “Rico ge, gak sebaiknya ge ge bahagia kalo baru membuat artis ge ge jantungan kan?”
Rico: “Aaah, dengar, Lee Hom, aku punya job yang bagus untukmu.”
Lee Hom: “Ya??”
Rico: “Dan ada kabar gembira. Tanggal 18 ntar, udah ditetapkan tanggal peluncuran albummu!”
Lee Hom: “Beneran ge?” 0.0
Rico: “Dan kau dapat job spokeperson hape Sony Ericsson seri W terbaru… tebak, bareng siapa?”
Lee Hom: “Fahrenheit?”
Rico: “Bukan sih. Tapi dia cukup terkenal. Artis K-Pop.”
Lee Hom: *merenung* “Jangan bilang kalo dia Jiro Wang.”
Rico: “Benar! Tepat banget! Jiro Wang!”
Lee Hom: “Zhen de ma?? (benarkah??)”
Rico: “Aku udah mengecek kontraknya, tinggal kau yang tanda tangan. Jiro bisa mendongkrak popularitasmu loh!”
Lee Hom: “Jiro kan fansnya… wow, berapa kali lipat jumlah fansku kan??”
Rico: “Jia you o~ Kau punya bakat yang cukup untuk menandinginya kok. Lagian dia kan di K-Pop. Kau gak perlu khawatir.”

Lee Hom mengedikkan bahunya.

***

No comments:

Post a Comment