Welcome Here ^0^v

You can read; and then please kindly leave comment(s) so I could improve;
But don't try to STEAL a part or whole part of all post WITHOUT a proper CREDIT; you'll know the risk if you still do it;
Intro: I'm a hyper Cloudsomnia, Jung Heechul IS MINE, OFFICIAL WIFE OF KIM JONGWOON, GO is the OWNER OF MY HEART, definitely a Lively E.L.F and also a multi-fandom: ELF, ZE:A's, Triple S, A+, VIP; I'm a unique, weird and super delusional girl;
Just add my Facebook account: maymugungponks; and follow my Twitter: (hidden for some reason);
But be careful~~ I'm not as easy as you think I might be~

Thursday, 8 March 2012

(When Our Dreams Come True) Secretly in Love chapter 1


When Our Dreams Come True
Secretly in Love
Chapter 1

WHEN OUR DREAMS COME TRUE

THIRD STORY
SECRETLY IN LOVE

Cast: Amelz (tokoh utama wanita), Wang Lee Hom (tokoh utama pria, the one who appear in my dream), Calvin Chen (family)
Location: Taipei
Special cast: Lee Ri Na and Jiro Wang (from first story: I’m Young But I Know What True Love Is) as friends

Present:

Keluarga Chen:
Chen Mama: mamanya Calvin dan Amelz
Calvin Chen (17 tahun): kelas 2 SMA, kakak Amelz
Amelz (14 tahun): cwe sederhana yang udah kerja part time di masa mudanya

Wang Lee Hom (16 tahun): kelas 1 SMA, seorang penyanyi
Lee Ri Na (16 tahun): kelas 1 SMA
Jiro Wang (20 tahun): seorang artis K-Pop

PROLOG

Kartu The Devil dan kartu The Lovers... keduanya menunjukkan adanya ujian yang perlu dihadapi. Hanya dengan saling percaya, berkorban dan tetap berpegang satu sama lain, mereka bisa melalui masalah ini... Amelz, Lee Hom, bisakah kalian? Aahh... udah takdirku menemui kalian. Aku akan ke Taipei...

***

Di tengah perjuangan hidup di kota Taipei yang sibuk dan dengan kebutuhan hidup yang tinggi. Lebih tepatnya lagi di sebuah apartemen lusuh, yang lebih mirip disebut rumah susun kumuh, hiduplah keluarga Chen. Di gedung apartemen kuno itu, Chen Mama, yang sekarang berusia 40 tahun, berjuang bersama kedua anaknya, Calvin dan Amelz. Mereka tinggal di lantai sembilan apartemen, nomor dua tertinggi dari gedung apartemen 2-I, tepatnya di nomor 9-5. Tentu ”rumah” tempat tinggal mereka ini sempit. Calvin bersikeras memberikan Amelz kamar pribadi, jadi dia tidur dengan Chen Mama. Calvin Chen, sang anak sulung, mendapatkan beasiswa untuk sekolah di SMA Taipei, SMA terbaik yang ada di Taipei, karena kecerdasannya yang di atas rata2 dan tentu ajah, karena tampangnya yang parlente. Gak ada yang menyangka Calvin tinggal di apartemen kumuh, dan Chen Mama mempertahankan supaya gak ada juga yang tau sosok Calvin yang sesungguhnya. Oleh karena itu Calvin dilarang bekerja part-time di luar, dan Calvin mengerjakan desain2 di satu2nya barang mewah di rumahnya, komputer yang specnya pas2an, tapi lumayan untuk desain. Calvin mendesain foto, kaos dan berbagai barang lainnya lewat internet. Sedangkan sang mei2, Amelz Chen, hanyalah gadis tomboi yang agak keras kepala tapi sangat sayang keluarga. Di pagi hari, Amelz menghabiskan waktunya dengan mengantarkan koran, dan sepulang sekolah dia berjaga di warung gedung apartemen 3-I, gedung apartemen sebelah, di nomor 1-5 (lantai satu). Yang Amelz pikirkan hanyalah bagaimana mendapatkan sebanyak mungkin uang agar dia, ge ge dan mamanya bisa hidup bahagia dan berkecukupan. Kapankah hari itu tiba? Calvin dan Amelz sama2 menghela nafas khawatir.

***

Suatu pagi yang mendung di Taipei. Alarm yang diletakkan di meja kecil samping ranjang Amelz yang kecil berdering nyaring, mengeluarkan suara kokok ayam. Amelz, masih memejamkan matanya, meraih alarm dengan tangan kanannya dan mematikannya dengan setengah hati.

Amelz: “Selamat pagi… kehidupan Taipei yang keras.”

Amelz menyingkirkan selimutnya dengan enggan, tapi dia memaksakan dirinya masuk ke satu2nya kamar mandi yang ada di apartemen mereka. Terdengar bunyi air disiram. Di ruangan mungil samping kamar Amelz, terdengar juga suara langkah2. calvin bangun dengan tampang ngantuk dan mengetuk pintu kamar mandi.

Calvin: “Amelz, cepat…”
Amelz: “Sabar ge, Amelz baru masuk nih.”
Calvin: “Ge ge sakit perut nih…” ><

Lima menit kemudian Amelz keluar dan menemukan ge ge nya bertampang pucat, menahan sakit perut. Amelz tertawa sementara Calvin langsung menyerbu kamar mandi. Amelz menuju meja makan, dan disitu Chen Mama telah duduk dan memanggangkan roti untuk sarapan. Amelz duduk di kursi sebelah mamanya.

Chen Mama: “Sarapanlah sedikit.”

Amelz memandang roti yang hanya ada dua potong. Gak bisa begini, pikir Amelz, kalo aku makan satu, pasti mama gak makan lagi. Amelz tersenyum dan menggeleng.

Amelz: “Bu yong le (gak perlu). Itu untuk mama.”
Chen Mama: “Amelz kan tau mama Cuma di rumah, mama gak perlu makan.”
Amelz: “Justru mama yang perlu makan. Mama sering banget sakit, makanya mama harus bisa menjaga kesehatan mama. Amelz cukup minum susu kedelai lagi.”
Chen Mama: “Apa itu cukup untuk memulihkan energi Amelz? Ntar Amelz sakit.”
Amelz: “Amelz sakit? Gak mungkin deh ma. Liat deh.”

Amelz berdiri dan memutarkan badannya, menunjukkan badannya yang lumayan padat dan keras XD Amelz meminum segelas susu kedelai, menjejalkan seragam sekolahnya ke tas sekolah yang dipanggulnya dan mencium kilat pipi Chen Mama.

Amelz: “Amelz pergi, mama…”

Chen Mama hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya melihat anak gadis satu2nya pergi dengan ceria. Calvin baru keluar dari kamar mandi, tapi udah melihat tingkah mei2nya yang aneh itu.

Chen Mama: “Calvin, liat mei2mu itu. mama kasian sekali padanya. Dia gak bisa menikmati kehidupan ini seperti anak2 gadis pada umumnya. Dia malah harus bekerja.”
Calvin: “Tapi kita harus bangga karena Amelz kuat, ma. Amelz emang gak seperti anak gadis pada umumnya, tapi dia cukup dewasa menerima kenyataan ini. Hidup itu keras.”
Chen Mama: “Salah mama yang sakit2an begini, jadi mama gak bisa ikut bekerja.”
Calvin: (menggelengkan kepala) “Justru mama harus banyak beristirahat. Cukup Calvin dan Amelz yang bekerja. Lagian ma, kalo Calvin kelak berhasil, Amelz juga gak perlu kerja.”

Calvin melirik dua keping roti panggang.

Calvin: “Amelz gak makan?”
Chen Mama: “Mama takut Amelz akan sakit kalo begini terus.”
Calvin: “Kita juga gak bisa memaksanya ma, mama tau kan dia keras kepala. Sebaiknya kita makan, dan Calvin juga akan ke sekolah sebentar lagi.”

***

Amelz sampai di loper koran tempat dia bekerja tiap paginya. Setelah menyapa beberapa sesama rekan pekerja, Amelz menuju lokernya, menyimpan tas sekolahnya dengan aman dan mengunci kembali pintu loker, sebelum menghampiri Guo Xian Sheng, manager para pengantar koran.

Guo Xian Sheng: “Datang pagi seperti biasa, Amelz?”
Amelz: “Ya, xian sheng.” ^^
Guo Xian Sheng: “Ini bagianmu. Cepatlah, kalo tidak kau akan terlambat ke sekolah.”
Amelz: “Fang xin ba. (tenanglah)” ^^

Amelz mengambil tas sandang berwarna hitam tempat 35 eksemplar koran dijejalkan di dalamnya, menyampirkannya di badan dan keluar kantor. Disana sepeda2 berjajar dengan rapi, dan Amelz langsung mengenali sepeda favoritnya, yang tempat duduknya berwarna hijau, lega sepeda itu gak dipakai orang lain. Amelz langsung naik ke sepedanya dan berjalan menuju rutenya mengantarkan koran seperti biasa. Udara pagi yang segar menerpa wajah Amelz, dan Amelz tersenyum. Hidup ini susah, tapi kalo berusaha, suatu hari, gak akan sesusah ini lagi kan?

***

Calvin, seperti tiap paginya ke sekolah sejak masuk SMA, memakai jaket tebal, kacamata hitam dan topi saat keluar apartemen. Calvin harus gak bisa dikenali sampai dia tiba di halte bus yang lumayan jauh dari kompleks apartemen. Chen Mama benar2 gak ingin Calvin dikenali sebagai anak miskin, supaya Calvin bisa menerima popularitas yang cukup di sekolahnya. Calvin lolos tanpa bertemu seorangpun teman sekolahnya dan begitu sampai di halte, Calvin melepas penyamarannya. Ada seorang pria paruh baya yang berdiri di halte dan membagikan selebaran pada orang2 yang ada di halte. Calvin menerima selebaran itu. dengan cepat Calvin membaca informasinya dan langsung kepikiran Amelz. Hei, Amelz akan cocok disini, gumam Calvin dalam hatinya, kan suaranya lumayan bagus.

***

Amelz sampai di sekolah setelah turun dari bus. Syukurlah halte bus sangat dekat dengan sekolahnya, hanya perlu berjalan dua menit. SMP-nya adalah SMP kelas menengah di Taipei. Teman2 Amelz juga berasal dari keluarga menengah, atau ada beberapa yang lumayan berada. Dengan gaya tomboinya, Amelz memasuki gerbang sekolah. Terdengar langkah tergesa-gesa di belakang Amelz dan ada seseorang yang menepuk punggung Amelz. Amelz menoleh.

Amelz: “Eh, kau, Irene.”

Irene Wang adalah salah satu sahabat terdekat Amelz, satunya lagi bernama Karen Zhou. Amelz heran Irene gak bersama Karen, padahal biasanya mereka berdua gak terpisahkan.

Amelz: “Mana Karen?”
Irene: “Entah. Belum datang kali. Eh Melz, liat deh. Aku ketemu cwo cakep.”

Amelz menghela nafasnya. Irene dan Karen tergila-gila dengan dunia artis. Irene lebih condong ke Mando-Pop, sedangkan Karen lebih condong ke K-Pop. Tapi antusiasme Karen ternyata mampu membuatnya membeli buku2 pelajaran Hangul, dan belajar otodidak Hangul. Sejauh ini, Karen udah menguasai beberapa kosakata. Ini aneh, soalnya Karen agak parah di bahasa Mandarin. Bedanya sama Irene yang sempurna dalam setiap pelajaran.

Amelz: “Yang mana lagi?”
Irene: “Ini! Ini!”

Irene menyodorkan majalah berwarna pada Amelz. Keduanya berhenti di tengah jalan dan Amelz memperhatikan sosok pria dalam cover majalah. Tepatnya sih cwo muda, paling seumuran ge ge nya, tersenyum seadanya. Kulitnya putih, rambut hitamnya pendek, matanya lumayan besar dan alisnya hitam tebal. Hidungnya mancung dan membuat Amelz ingat pada ge ge nya. Bibir cwo itu merah merekah. Cwo itu memakai kemeja lengan panjang merah dan berfoto sambil menenteng gitar. Ah, ada namanya, celetuk Amelz, Wang Lee Hom.

Amelz: “Lumayan ini cwo.”
Irene: “Lumayan?? Ini sih namanya sosok malaikat, Melz! Tau gak, dia dari umur 5 taon udah hidup di USA, truz taon kemaren meniti karirnya disini. Dia udah diorbitkan taon kemaren, udah ada single2, tapi keluarin albumnya barusan ini.”
Amelz: “Penyanyi? Suaranya bagus?”
Irene: “Tunggu aku dapet full albumnya yah, aku kasih kau denger.”
Amelz: “Okey.”

Amelz udah terbiasa dengan itu. irene dan Karen selalu memberinya CD music setidaknya sebulan 3x dengan lagu2 mando-pop dan K-pop. Amelz sih suka2 ajah dengerinnya, tapi gak sampe ngefans. Menurut Amelz, ngefans sama artis itu menghabiskan uang. Membeli pernak-pernik, dsb. Enakan uangnya untuk beli makanan kan? Baru ajah Amelz dan Irene duduk di kursi mereka di kelas VIII-F, Karen masuk ke kelas. Karen berasal dari keluarga berada dan sering menraktir Irene dan Amelz. Irene sih emang bukan sesusah Amelz hidupnya, tapi setidaknya setingkat lebih baik.

Karen: “Aaaah… Jiro Wang mau ke Taipei besok! Aku mau menjemputnya di bandara ah!”
Amelz: “Jiro Wang? Yang orang Taipei tapi berkarir di Korea itu?”
Karen: “Iyah. Aku bener2 mau ketemu dia!”
Irene: “Emang jam berapa dia dateng?”
Karen: “Jam 8 pagi pesawatnya nyampe.”
Irene: “Kan kita sekolah, Ren.”
Karen: “Masa bodoh. Aku pake surat sakit palsu ajah.”

Amelz geleng2 kepala. Ini bukan dunianya. Plus, Amelz gak merasa tertarik dengan dunia hiburan.

***

Sepulang sekolah, abiz meletakkan tasnya di apartemennya, Amelz langsung berjaga di warung tempatnya bekerja. Li a yi yang punya warung, menyambut Amelz dengan senyum tulusnya.

Li a yi: “Amelz, kau keliatan semangat sekali.”
Amelz: “Seperti biasa, a yi. Teman2ku juga yang membuatku begini.”

Amelz melayani para pembeli dengan cekatan, dan warung itu pada dasarnya lumayan rame.

Calvin: “Amelz…”

Amelz mendongakkan kepalanya dan melihat ge ge nya, tanpa penyamaran, tapi masih pake seragam sekolah, berdiri di hadapannya.

Amelz: “Calvin ge! Pake penyamaran ge ge!”
Calvin: “Tenang, disini gak akan ada yang liat. Ni hao, Li a yi…” ^^
Li a yi: “Ni hao, Calvin…”
Calvin: “Ge ge punya tawaran menarik untukmu. Ayo ikut bentar.”

Calvin menarik tangan Amelz keluar warung. Di pinggir warung, Calvin mengeluarkan selembar kertas dari tasnya dan menyerahkannya ke Amelz.

Calvin: “Kerja disitu lebih high class dibanding nganter koran dan di warung loh Melz…”
Amelz: “Emangnya aku bisa kerja disini? Aku gak ada bakat loh ge…”
Calvin: “Nyanyi. Suara Amelz bagus. Tapi kan nyanyi gak harus jadi penyanyi. Coba deh Amelz pikirin ini baek2. Audisinya lusa jam 7 pagi, pas kan, itu hari minggu.”

Amelz memandang selebaran yang diberikan Calvin dengan sangsi.

***

1 comment: