MEIFEN’S DIARY
CHAPTER 24
OUR LOVE
Ujian sudah tiba. Kampus jadi terlihat jauh lebih ramai dari sebelumnya, soalnya tidak ada yang berani bolos pada masa seperti ini, termasuk KRYSD yang sangat sibukpun datang untuk mengikuti ujian. Aku sih cukup santai untuk persiapan ujian ini, soalnya aku sudah me-review semua bahan ujian dengan dibantu Sungmin.
“Mati aku. Aku tidak sempat belajar sama sekali!”
Di hari pertama ujian ini aku pergi ke kampus bersama Yifang, Xili dan Manshi, seperti biasa, tapi di gerbang tadi Henry bergabung dengan kami. Yifang sekarang sibuk membolak-balik buku di tangannya, sementara Manshi ikut melongok membaca isinya.
“Kau sih enak tidak sempat. Kalau aku malas, jadinya begini,” kata Manshi, merasa sama kacaunya dengan Yifang.
“Tenang saja. Aku yakin koq noona pasti berhasil,” ucap Henry membujuk Yifang.
“Gomawo, Henry. Tapi kalau teori aku selalu nyaris gagal… salahku juga kenapa aku tidak begadang untuk belajar,” kutuk Yifang, matanya masih terfokus pada bukunya.
“Kalian ujian berapa hari sih?” tanyaku, mengingat subject tiap fakultas berbeda-beda.
“Kami seminggu penuh, jadi sabtu-minggu ini masih harus ujian.”
“Kalau kami empat hari, itupun sorenya tidak ada. Subject kami tidak begitu banyak,” jawab Henry, “kalau kalian?”
“Aku lima hari. Wah, ternyata fakultas Bahasa dan Sastra Korea yang paling santai yah.”
“Tidak juga sih. Kami harus membaca 9 buku, masing-masing buku tiga bab. Aku saja sampai stress.”
“Gyaaaaaah, sebentar lagi bel berbunyi, dan aku tidak tau apa aku ditempatkan satu ruangan denganmu, Yifang. Sampai ketemu nanti sore, semoga sukses,” ujar Manshi, menggiring Yifang ke gedung fakultas acting.
Xili dan Henry juga pamit ketika melewati gedung fakultas mereka. Hanya gedung fakultasku yang paling belakang. Pagi ini aku harus memainkan empat lagu klasik dengan tingkat expert di masing-masing lagunya. Fuih… untung aku sehat tepat pada waktunya jadi aku sempat mempersiapkan diri. Ah, ini dia ruangan ujianku. Aku mencari nomor urutku dan duduk menunggu dosen memberikan penjelasan soal ujian. Aku lumayan tegang. Saat kami kuliah jarang sekali ada dosen yang menyuruh kami pertunjukan solo di depan kelas, jadi akupun tak terbiasa kalau harus main di depan banyak orang. Sejauh ini aku Cuma main di apartemen KRYSD, itupun yang dengar Cuma Sungmin, yang lain tak begitu peduli dan seringkali tak ada, atau main di ruang tamu apartemen kami. Yang kutakutkan adalah, kalau aku sampai lupa cara mainnya saking tegangnya. Aku… harus… tenang. Wah, ada sunbae-sunbae yang menunggui adik tingkatnya di depan kelas. Malah makin banyak yang menonton nih. Tegangnya… tapi senang juga yah kalau ada sunbae yang memberikan semangat. Coba Hangeng masih berkuliah dan kuliahnya jurusan piano juga…
“…fen.”
Aku menoleh. Rasanya ada yang memanggil namaku. Aku melihat ke depan pintu, dimana kerumunan orang agak menyingkir sehingga aku bisa melihat seseorang yang berdiri paling depan. Sunbae-ku, Sungmin.
“Meifen…” bisiknya, setengah memanggil, melambaikan tangannya.
Aku balas melambaikan tangan. Apa Sungmin datang untuk menyemangatiku? Dia tersenyum dan mengepalkan tangannya, mulutnya tanpa suara berbicara “hwaiting”. Aku tersenyum padanya. Sungmin baik sekali. Aku jadi mendengar bisik-bisik.
“Wow, itu Lee Sungmin-sshi… katanya si Qian Meifen itu adik bimbingannya loh…”
“Wah, Meifen beruntung sekali ya, jadi bisa sering sama-sama dengan Sungmin dong…”
“Meifen juga cantik sih, cocok ya sama Sungmin…”
“Ah ani… aku cemburu!!!”
Aigo, apa-apaan itu gadis-gadis di belakang yang berbisik-bisik? Buat risih! Jangan gosipkan aku dengan Sungmin dong. Yang aku suka Hangeng, tau… justru aku jadi adik bimbingannya, aku merasa ada beban tersendiri. Kalau aku tidak bisa bermain dengan baik, aku akan mengecewakan Sungmin…
“Kau jadi adik bimbingan Sungminnie? Kau beruntung sih, dia pasti bisa mengajarimu dengan baik. Selain cerdas, dia juga sabar dan baik hati. Asal kau cepat tanggap dan rajin, kau pasti cepat bisa. Tapi kau harus hati-hati, kau akan merasa terbebani juga karena dia bermain terlalu bagus dan terkenal. Yang perlu kau ingat adalah kau hanya perlu berusaha dengan baik. Berusahalah dan bermainlah seperti kau perdengarkan permainanmu pada Sungminnie, buat dia bangga padamu. Atau, anggap kau sedang bermain sendirian dalam apartemenmu. Hwaiting, Meifen.”
Kata-kata Heechul jadi terngiang di telingaku. Ne, untuk apa aku tegang? Kalau aku tegang aku malahan akan gagal. Aku memang harus membuat Sungmin bangga, juga harus menunjukkan permainanku yang baik untuk membalas kebaikannya dan bantuannya selama ini. Ah, giliranku! Baiklah, kita lihat saja usahaku…
“Daebak! Qian Meifen, permainan pianomu sangat sempurna untuk ujian kali ini. Silakan kembali ke tempatmu,” kata dosen kami, bertepuk tangan.
Aku segera kembali ke tempat dudukku dan memandang keluar, rupanya masih ada Sungmin disana, mengacungkan jempolnya. Tanpamu aku juga tak bisa begini, Sungmin.
Resto ramai dan selalu ramai! Tapi entah kenapa aku suka dengan kesibukan di resto. Tapi Hangeng… koq dia kelihatan lesu yah hari ini? Belakangan ini Xili juga tidak kesini lagi. Berarti Xili memang mendengar kata-kata Yifang. Tapi aku tidak terlalu kejam dengan melapor ke Yifang, kan? Memang kenyataannya begitu koq, Xili terlalu sering kesini. Siapa yang sebenarnya dia suka? Hangeng atau Donghae?
“Meifen…”
Aku menoleh ke pintu di dekat dapur yang setauku mengarah ke rumah Hangeng yang dimulai dari tingkat dua gedung empat tingkat ini. Hangeng ada disana, membuka pintu.
“Eh, oppa? Waeyo?” tanyaku, kaget tak tau kapan dia dari dapur sudah berjalan kesana.
“Bisa kesini sebentar?” dia balik bertanya.
Aku keheranan tapi meninggalkan kesibukanku untuk menemuinya. Ternyata di balik pintu itu langsung ada tangga yang menuju ke atas. Hangeng terus naik ke atas, jadi aku mengikutinya. Kami ke lantai dua, untuk pertama kalinya aku masuk ke rumahnya. Di hadapanku ada ruang tamu yang luas, dan di samping tangga, ada dapur pribadi. Dekorasi ruangan didominasi oleh warna hijau lembut dan sofanya berwarna cokelat. Hangeng duduk di salah satu sofa.
“Duduk sebentar, Meifen. Ada yang mau kubicarakan.”
Pikiran berkecamuk di otakku. Ada apa ini? Kenaikan gaji? Rasanya tidak mungkin secepat ini. Atau aku akan dipecat? Tapi aku kan tak membuat kesalahan? Tiba-tiba perasaanku jadi tak enak, entah bakal terjadi hal buruk apa, aku tak tau. Tapi aku menurut juga dan duduk di sofa seberangnya.
“Meifen, aku… mau bertanya. Kenapa Xili sekarang jarang kesini? Apa kau tau alasannya?”
Tiba-tiba jantungku berdetak kencang. Dia memanggilku kesini untuk bertanya tentang Xili? Apakah dia begitu merindukan Xili?
“Kami… sedang ujian, oppa. Mungkin itu alasannya,” jawabku.
“Tapi yang kudengar… dia cukup sering jalan-jalan dengan Hae, apa itu benar? Apakah mereka… pacaran?”
Aku terkesiap. Kenapa… dia mau tau tentang semua ini?
“Ehm, ya, dia ada beberapa kali keluar dengan Donghae oppa, tapi setauku sejak dulu mereka memang cukup sering keluar berdua, kan? Dan setauku mereka belum pacaran.”
Aku bodoh juga. Kenapa aku jawab sejujur itu? Kalau aku memang menginginkan Hangeng, sebaiknya tadi aku berbohong, biarkan dia patah hati, dan aku semakin berpeluang mendapatkannya. Tapi… di satu sisi aku tidak tega jika dia patah hati. Sisi bodohku adalah disini.
“Tapi kenapa… oppa ingin tau tentang Xili?”
“Meifen, aku… menyukainya. Mungkin terdengar agak aneh untukmu, tapi semenjak aku menolongnya dari orang-orang jahat waktu itu, aku terus memikirkannya. Dia manis, baik hati dan polos. Entah kenapa sejak saat itu, jika aku berpikir aku tidak menolongnya waktu itu, aku pasti akan menyesal dan aku tak ingin terjadi sesuatu yang buruk padanya,” jawab Hangeng, “pikiran itu terus menghantuiku, tapi aku juga khawatir jangan-jangan dia dan Hae saat ini sudah berpacaran.”
Aku terdiam cukup lama, agak tak sanggup mencerna apa yang diucapkannya. Kejadian yang baru berlalu dua bulan yang lalu itu… ternyata membekas padanya. Xili… betapa mudahnya dia membuat Hangeng jatuh cinta. Ini tidak adil. Padahal yang pertama kali bertemu dengan Hangeng adalah aku, padahal yang berusaha untuk membuatnya berpaling adalah aku, tapi kenapa dia jatuh cinta pada Xili? Kalau saja waktu itu akulah yang akan diganggu oleh para penjahat itu, dan bukan Xili, apa dia akan jatuh cinta padaku juga?
“Kalau aku… kalau akulah yang ditolong Hangeng oppa, aku pasti akan selalu dekat pada oppa…”
“Hmm… gomawo, Meifen. Tapi sayangnya… yang kutolong adalah Xili.”
Dia hanya tersenyum tipis. Ternyata aku tidak bisa memancingnya. Ternyata yang di pikirannya hanya Xili. Dan aku… patah hati.
“Meifen, menurutmu… apa aku punya kesempatan? Maksudku… aku tidak lebih baik dari Hae. Dia penyanyi terkenal, punya style…” ucap Hangeng, suaranya makin mengecil.
“Oppa lebih baik dari Donghae oppa, menurutku.”
Dia kembali tersenyum tipis. Aku tak tahan lagi disini, aku tak tahan kalau dia menanyaiku banyak hal lagi. Kenapa dia tidak langsung bilang saja pada Xili?
“Oppa, kurasa aku harus kembali ke bawah. Resto sangat ramai.”
“Ah, kau benar, Meifen. Ayo, kita kembali kerja.”
Aku tidak sepenuhnya berkonsentrasi setelah itu. Ada begitu banyak hal yang kupikirkan, dan yang pasti, aku patah hati. Cinta pertamaku di Seoul, seseorang yang bisa memberiku semangat melalui hari-hariku, membuatku ingin melihatnya setiap hari, bahkan dialah alasanku untuk sadar kembali, dan betapa kuingin dia adalah wajah pertama yang kulihat ketika aku sadar, tapi ternyata… bukan dia. Dan aku juga… harus melupakannya.
“Oi Aqian, kenapa kau bengong begitu?”
Aku terkesiap. Xili, Manshi, Henry dan Suxuan ada di hadapanku. Xili mengibas-ngibaskan tangannya di depan wajahku. Aku mundur beberapa langkah. Kenapa dia sekarang disini? Orang yang tidak ingin kulihat saat ini?
“Kau ngapain disini? Bukannya Yifang bilang kau tidak boleh sembarangan keluar?” tanyaku, tak berhasil menyembunyikan nada ketusku.
“Lho, kau kenapa sih? Ini kan resto untuk umum, lagipula besok aku ujiannya tinggal satu. Plus lagi aku kesini karena mau makan,” jawab Xili, tersinggung.
“Lha, kenapa kalian malah ribut? Masuk yuk, aku lapar. Mana Hangeng hyung?” Tanya Henry, menyerobot masuk.
“Kalian dari mana?” tanyaku, tak jelas pada siapa.
“Kami dari mendandani model baru nih,” jawab Manshi.
Aku melihat-lihat ke sekitar mereka. Model baru? Siapa?
“Yang ini.”
Aku baru sadar ketika melihat penampilan Suxuan yang berbeda dari biasanya. Biasanya dia tanpa make-up, tapi kali ini ada make-up tipis di wajahnya yang kekanakan, baju yang dia pakai juga tidak secuek biasanya (jeans dan kaos), tapi kali ini memakai gaun dengan rok sepanjang lutut, warna kuning, dilengkapi mantel bulu panjang berwarna merah, tampak manis dan elegan. Rambutnya yang biasanya digerai panjang sepinggang tanpa aksesoris, kini ada pita kecil berwarna kuning menempel di sisi kiri kepalanya.
“Bagaimana hasil karya Heechul hyung dan Manshi noona?” Tanya Henry, sudah kembali dari dapur.
“Bagus. Keren. Ada acara apa?” aku balik bertanya.
“Aniyo. Kami Cuma mengetes penampilan dulu hari ini. Si Suxuan mau ikut kontes pemilihan artis berbakat hari Sabtu ini, jadi ini percobaan sih,” jawab Manshi.
“Hah? Kau mau jadi artis, Suxuan?”
“Dia malahan sudah gagal pemilihan tujuh kali lho. Tapi asal tau, Qian, aku tidak pernah merias wajah orang sesusah merias wajahnya. Entah kenapa.”
“Yei… enak saja kau, Manshi!” protes Suxuan.
Suxuan mulai memukuli Manshi dengan buku yang dipegangnya. Sayangnya aku tidak berminat tertawa sekarang. Kemampuan Manshi memang di atas rata-rata kalau soal make over, dan kali ini Heechul ada campur tangan? Pantas saja penampilan Suxuan bisa begitu bagus.
“Meifen.”
Sekali lagi aku kaget saat mendengar suara itu. Itu Siwon, berdiri di depan pintu. Tidak. Aku tidak mau ketemu dia.
“Siwon oppa,” sapa Xili sambil tersenyum.
“Ah, kalian disini rupanya. Anyeong Xili, Manshi, Henry,” Siwon menyapa balik sambil tersenyum, sangat tampan.
“Ada apa, hyung? Mau makan?” tawar Henry, menunjuk meja mereka yang penuh makanan.
“Aniyo. Aku ada perlu sama Meifen. Meifen, ayo ikut aku keluar. Aku mau bicara.”
“Apa kau gila? Aku lagi kerja,” tukasku, berusaha segalak mungkin.
Tanpa bicara, Siwon masuk ke dapur. Tak lama kemudian dia keluar bersama Hangeng.
“Kau boleh pergi dengan Siwon, Meifen. Pulanglah kalau kerjaan kalian sudah selesai,” ujar Hangeng memberi izin, tampak agak linglung.
Banyak alasan kenapa aku tidak mau bertemu Siwon. Pertama, dia adalah wajah pertama yang kulihat ketika aku sadar. Kedua, aku tidak mau ditanyai kenapa aku menolongnya sampai aku nyaris mati. Itu salah satu kebodohanku dan spontanitasku sebenarnya, jadi aku tidak mau ditanyai apa-apa.
“Hangeng oppa,” sapa Xili.
“Eh, Xili…”
Aku tidak tahan melihat Hangeng yang kelihatannya bahagia melihat Xili. Komplit sudah masalahku hari ini. Ketika aku ingin pergi dari suasana ini, Siwon menarik tanganku keluar resto. Aku tidak berontak, tidak juga bertanya kami sebenarnya mau kemana. Aku malah bersyukur aku dibawa pergi. Tau-tau aku ada di taman yang agak jauh dari resto. Siwon duduk di kursi taman, menghadap ke kolam kecil di tengah taman.
“Duduk, Meifen,” perintah Siwon.
Dia… masih juga begitu arogan. Tapi sudahlah. Aku duduk di sampingnya dan mendesahkan nafasku. Aku memandangi air kolam yang beriak karena ikan-ikan yang berenang di dalamnya, dan aku tenggelam dalam pikiranku sendiri. Aku sedih, tapi lebih merasa marah. Aku kecewa, tapi aku tau aku tak boleh begini lemah.
“Kenapa kau menghindariku?”
“Aku tidak menghindarimu,” sanggahku.
“Masih bilang tidak? Aku beberapa kali mencarimu dan kau bilang kau sibuk. Aku tau aku bersalah karena membuat nyawamu dalam bahaya, tapi aku ingin berterimakasih.”
“Kau sudah cukup berterimakasih dengan menjagaku selama aku koma koq.”
“Lalu kenapa kau mau menolongku?”
“Aku hanya spontan.”
“Jangan bercanda. Apa kau tau spontanitasmu itu membahayakan nyawamu? Kenapa tidak kau tepis saja minumanku itu?”
“Kalau aku menepis minumanmu, kau pasti akan marah dan mengusirku. Bagaimana membuatmu yang arogan itu percaya padaku?”
Siwon sekarang memegang dahinya sendiri dengan tangan kanannya, terlihat sibuk berpikir, dan setengah tak percaya pada ucapanku.
“Mianhae, Meifen. Aku sebenarnya tidak bermaksud arogan, tapi…” dia mendesahkan nafasnya, “bukannya kau membenciku? Kenapa tidak mengambil resiko untuk membenciku selamanya, atau aku juga membencimu selamanya, daripada nyaris mati seperti itu?”
“Karena aku… aku merasa nyawamu lebih berharga dari aku! Seperti katamu, aku kan Cuma pelayan, beda denganmu yang adalah CEO, penerus perusahaan, dan semua beban ada di pundakmu!”
Mata Siwon yang indah itu membesar. Aku tau aku salah bicara. Perasaanku terlalu kacau, jadi aku banyak ngomong seperti ini. Kenapa sih aku bisa begitu bodoh???
“Meifen… aku terlalu banyak bersalah padamu. Benar katamu aku arogan, aku bahkan bilang kau Cuma pelayan, dan aku nyaris membuatmu mati. Aku benar-benar merasa bersalah. Apa yang bisa kulakukan untuk meminta maaf dan membalas kebaikanmu, Meifen?” tanyanya, nada bicaranya sangat lembut.
Aku terdiam dan berpikir… inilah waktu yang tepat. Aku mengambil ponselku dan membuka jaringan internetnya. Aku mencari blog yang pernah kukunjungi, mencari artikel yang tepat, lalu memberikan ponselku padanya.
“Ini. Baca sendiri.”
Siwon tampak keheranan, tapi memandangi layar ponselku. Semakin lama matanya semakin besar, dan ada kalanya dahinya berkerut. Aku sudah cukup lama membaca artikel itu, dan itulah salah satu alasan kenapa aku begitu membencinya.
“Meifen, jadi gara-gara ini kau membenciku?”
“Ne. jangan katakan tidak. Itu yang perusahaanmu, yang kau lakukan kan, tuan CEO Choi? Demi membangun pabrik kalian, kalian menggusur orang-orang yang tinggal di wilayah proyek itu. Memang kalian berikan rumah gratis pada mereka, tapi kalian pekerjakan orang-orang muda dari keluarga itu, dengan tidak dibayar, kan?” tanyaku panas, “bagaimana kau bisa setega itu pada orang-orang yang tidak mampu? Kau pikir uang dan kekuasaan bisa membeli segalanya?”
Aku memelototinya dan merasa marah. Dengan membaca artikel itu, semua kesanku untuk Siwon adalah yang buruk.
“Meifen, ini semua salah paham. Memang muncul gossip seperti ini, tapi apakah kau tau, ini adalah gossip buatan perusahaan lawan kami? Blog ini, bisa jadi, tidak sengaja meng-copy berita ini dari sumber pembuat gossip, atau mungkin juga memang salah satu tempat asal-usul gossip ini,” jelas Siwon, “percayalah, kami tidak melakukan itu.”
Aku menaikkan sebelah alisku.
“Kami membeli sebidang tanah itu, lalu kami memang memindahkan beberapa kepala keluarga dari daerah itu, lalu kami sumbangkan rumah untuk mereka. Dan soal para pekerja itu, kami sama sekali tidak merekrut mereka apalagi tidak membayar mereka. Kalaupun ada yang memang bekerja pada kami setelahnya, itu adalah keinginan mereka sendiri dan mereka digaji tentu saja, bukan merupakan pemaksaan dari kami,” lanjutnya.
Aku berusaha mencerna penjelasannya pelan-pelan. Aku sudah melihat dengan mata kepalaku sendiri kalau perusahaan lawan mereka memang jahat, bahkan berusaha membunuh Siwon kalau saja waktu itu… aku menggelengkan kepalaku. Kenapa aku tidak berpikiran sampai sejauh itu? Meskipun dia arogan, dia tetap bisa berteman baik dengan KRYSD dan yang lainnya, itu menandakan dia orang yang baik. Aku… tidak seharusnya begitu membencinya.
“Harusnya sejak dulu kau konfirmasi berita ini padaku, Meifen.”
“Aku… mianhae…”
“Gwaenchana. Kami sudah sering koq menerima perlakuan semacam ini dari mereka, tapi kami tidak pernah membalas. Melalui jalur hukumpun kami kekurangan bukti untuk menyingkirkan mereka.”
“Tapi kasus keracunan itu akan diselidiki, kan?”
“Pasti. Kali ini aku yakin kami bisa menemukan buktinya. Tapi ngomong-ngomong… aku masih belum tau bagaimana berterimakasih padamu.”
“Tidak perlu,” aku menggelengkan kepala, “aku melakukannya dengan ikhlas, jadi kau tak perlu balas budi.”
Lagipula aku tidak menginginkan balas budi jenis apapun, kecuali dia bisa membawa Hangeng untukku. Tapi untuk apa kalau Hangeng mencintaiku dengan terpaksa, misalnya? Dan rasanya itu juga tidak mungkin. Hangeng suka Xili, iya kan?
“Kenapa kau lesu sekali, Meifen? Biasanya kau tak begini. Apa kau masih kurang sehat? Atau karena dampak ujian?”
“Ng… aku sehat. Ujian juga tidak masalah, toh tinggal dua hari lagi.”
“Kalau memang kau tidak menginginkan balas budimu, kita berteman saja mulai sekarang. Kalau ada yang mau kau ceritakan, kau bisa cerita ke aku. Bagaimanapun aku lebih dewasa darimu, aku bisa memberikan banyak masukan dan pendapat,” kata Siwon, tersenyum manis.
Tidak ada salahnya sih punya teman cowok cakep, tapi aku tidak tau mau cerita apa sama dia. Aku… tidak terbiasa curhat dengan cowok.
“Siwon… apa menurutmu… Xili itu manis?”
Siwon mengerutkan dahinya.
“Dia memang manis. Memangnya kenapa?”
Aku mendesahkan nafas. Xili selalu dapat pujian, dan aku tidak. Ya ampun, aku cemburu pada teman baikku sendiri, dan dia masih lebih muda dariku! Betapa memalukannya aku… mana mungkin aku cerita pada Siwon kan kalau begini? Dia bisa menertawaiku.
“Patah hati? Cemburu?”
Jantungku berdetak kencang. Aku menoleh dan melihat Siwon tengah memandangiku. Dia tersenyum, menenangkanku. Bagaimana dia bisa tau?
“Pria banyak lho di dunia ini, bukan Cuma Hangeng hyung,” ucapnya dengan nada menggoda.
“Mwo? Bagaimana kau tau…?”
“Tentu saja aku tau. Kau suka dengannya, terlihat dari sorotan matamu saat memperhatikannya koq.”
Wajahku sepenuhnya merah sekarang. Aku tidak tau curhat dengan cowok ternyata begini susah.
“Dan tidak perlu cemburu. Setiap wanita punya daya tariknya sendiri. Aku bisa bilang Xili manis, Yifang imut, Manshi lucu, tapi bukan berarti kau tidak punya daya tarik. Suatu saat, akan ada pria yang pantas untukmu, yang bisa melihat daya tarikmu sepenuhnya.”
Sekali lagi, jantungku berdebar keras. Dia… menghiburku?
해님이 방실 달님이 빙긋
Feel it with your heart
우리들의 사랑을
Of how much of it is filled with me
지켜봐 주는 것 같아요
Tell me with those lips
가슴으로 느껴보세요
Feel it with your heart
우리들의 사랑을
Of how much of it is filled with me
지켜봐 주는 것 같아요
Tell me with those lips
가슴으로 느껴보세요
That you've loved me for a long time
“Ayolah, jangan cemberut lagi, jangan tidak semangat. Lupakan saja sakit hati itu. Untukmu, masih ada hari esok, Meifen,” hiburnya lembut.
Kalau saja… kalau saja aku bisa melepas beban di hati dan pikiranku ini… apakah aku… akan jauh lebih bahagia? Tiba-tiba Siwon berdiri dan mengulurkan tangannya padaku.
“Ayo. Aku akan membuatmu tersenyum, karena Meifen terlihat jauh lebih cantik kalau tersenyum dan ceria.”
No comments:
Post a Comment