Chapter 1
And even if the sun refuses to shine
Even if romance ran out of time
You would still have my heart
Until the end of time
You’re all I need, my love
My valentine
Capeeeeeek… capek banget… setiap hari selalu begini. Latihanlah, rekamanlah, syutinglah, pemotretanlah, jumpa fans-lah, promolah… kepingin banget liburan lagi. Tapi rasanya nggak mungkin, sementara kita lagi promo album kayak gini. Ah! Mudah-mudahan permohonanku untuk konser di sana dikabulkan. Jadi aku bisa bertemu lagi dengannya…
***
Wah, pemandangan pesisir pantai memang paling bagus. Eh? Itu siapa ya?
Dari jauh, Da Dong melihat sesosok gadis berjalan ke arahnya. Cahaya matahari pada waktu senja memantul ke sosok itu. Gadis itu, seperti Da Dong yang tengah duduk di pesisir pantai, tidak memakai sandal. Jejak kakinya tercipta di pasir yang begitu bersih dan putih. Perlahan, Da Dong mengenali sosok dan wajah gadis itu, meski mereka baru sekali bertemu di kenyataan, dan beberapa kali di mimpi, tapi tak pernah mimpi Da Dong sejelas ini sebelumnya. Dia tahu itu May. May yang tampak polos dengan penampilan yang selalu apa adanya, bahkan lesung pipi May, Da Dong ingat, dan Da Dong sangat sukai.
“Ni hao, Da Dong?” sapa May sambil tersenyum.
“May? Kenapa kamu bisa ada disini?” tanya Da Dong keheranan.
“Aku bisa duduk di sebelahmu?”
Da Dong mengangguk dan May langsung duduk di sebelahnya. Da Dong mengagumi wajah May yang memantulkan cahaya temaram matahari.
“Aku merindukanmu. Kita nggak pernah ketemu lagi sejak kejadian Natal kemarin.”
“Dan mengapa kamu nggak mencariku?” tuntut May, tampak sedikit kesal.
“Aku berusaha. Dan aku sudah mengajukan akan konser ke Indonesia dalam waktu dekat,” jawab Da Dong.
“Nah, baiklah kalau begitu. Kita akan ketemu nanti.”
May segera berdiri.
“Kamu mau kemana?”
“Pulang. Waktuku sudah habis.”
“Apa? Tapi aku merindukanmu!”
“Aku tahu. Tapi kita akan bertemu lagi, kan?” tanya May.
“Tak bisakah… kamu bersamaku sebentar lagi?” Da Dong balik bertanya.
May menggelengkan kepalanya. Da Dong berdiri dan menggenggam tangan May.
“Dengar. Kalau aku jadi datang untuk konser, kita bertemu di kafe dekat tempat konser, tiga jam sebelum acara. Kafe apa aku nggak tahu, tapi yang pasti kafe terdekat. Tolong datang.”
“Baiklah. Aku akan menemuimu.”
May melepaskan tangan Da Dong dan berjalan menjauh. Sosoknya makin kabur, ada kabut yang menghalangi jarak pandang Da Dong.
***
“Da Dong… Da Dong…”
Da Dong membuka matanya. Dia melihat cahaya matahari menyusup masuk lewat jendela kamarnya. Rupanya sudah pagi. Tampak olehnya Yalun duduk di tepian ranjangnya. Wajahnya masih agak kusut, sepertinya baru bangun tidur juga.
“Sudah bangun seratus persen, kan? Ayo, hari ini kita akan syuting MV Cherish. Chun sudah bangun,” lapor Yalun, “kalau kita berlama-lama nanti dia marah.”
Da Dong segera duduk dan Yalun sudah mencapai pintu saat…
“Yalun!” panggil Da Dong.
“Oh ya!”
Keduanya mengucapkan kata itu serempak. Yalun berbalik dan tersenyum.
“Kamu duluan.”
“Ehm… gimana soal permohonanku untuk konser di Jakarta? Apa diterima?”
“Barusan aku mau kasih tahu kamu soal itu, lho. Kamu pasti senang. Permohonannya diterima,” jawab Yalun, tampak senang, “kita konser pada Valentine nanti.”
“Benar? Wah, syukurlah!” seru Da Dong dengan sangat senang.
“Setelah manager kita dirayu cukup lama, akhirnya dia mau bantu kita untuk mengajukan jadwal konser ini. Syukurlah pihak perusahaan mengabulkan.”
“Tinggal satu bulan lagi nih persiapan kita. Satu bulan lagi aku bisa bertemu dengan May.”
“Sebenernya May itu seperti apa sih? Aku penasaran sekali. Dia bisa membuatmu nggak sabar ketemu dengannya, dia pasti bukan cewek biasa.”
“Justru dia cewek yang biasa sekali. Tapi bagiku, dia lebih dari segalanya.”
***
“Wuaaaah, sudah lama banget nggak ke Jakarta.”
“Aku sih baru dua bulan yang lalu ke Jakarta.”
“Eh, mereka mana? Yang mau menjemput kita?”
“Mungkin di areal parkir. Yuk ah.”
Annie, Jeje, Rin dan May berturut-turut turun dari pesawat. Mereka baru saja tiba di Jakarta dari Palembang. Dengan lelah, mereka menyeret koper mereka yang terlalu besar untuk ukuran berangkat selama satu minggu. Maklum, koper mereka bukan hanya berisi pakaian, tapi juga atribut untuk menyambut artis kesayangan. Annie, Jeje dan Rin datang untuk menghadiri acara jumpa fans dan promo serial Iljimae oleh Lee Jun Ki. May juga bakal hadir di acara itu, tapi dia juga mau nonton konser Fahrenheit di hari Valentine.
“May, kan?”
“Thia ya?”
“Iya, iya, ini aku.”
Akhirnya May bertemu dengan Thia untuk pertama kalinya. Selama ini mereka Cuma saling kenal lewat forum. Waktu May mencari lokasi tempat tinggal gratis alias tempat menginap selama seminggu di Jakarta, Thia menawarkan tinggal di rumahnya.
“Thia, ini Annie, Jeje dan Rin, semuanya temen dari forum Foolish Love. Guys, ini Thia, dari FLHIndo,” May sibuk mengenalkan teman-temannya.
Mereka pun saling sapa.
“Eh, ayo dibawa ke mobilku. Kita istirahat dulu ya. May, si Fennie udah ada di mobil,” terang Thia.
“Huah? Fennie udah sampai? Aaah, pengen banget ketemu dia.”
Semuanya berceloteh ramai sampai di mobil CRV black punya keluarga Thia. Pintu mobil dibuka dan sopir keluarga Thia yang ramah memasukkan koper ke dalam mobil. May yakin yang keluar dari dalam mobil untuk menyambut yang lainnya adalah Fennie.
“Fennie, ini aku, May.”
“Iya, aku tahu. Kan nggak banyak bedanya dengan di foto?”
Dalam perjalanan menuju rumah Thia, mereka bercerita dengan seru sekali.
“Kapan FLH sampai di Jakarta?” tanya Fennie yang duduk bersama Thia di kursi depan.
Maklum, Annie, Jeje, May dan Rin sudah memenuhi kursi tengah. Sedangkan bagian belakang berisi koper mereka.
“Kalau terakhir kali dapat info dari forum, mereka akan sampai lusa. Gimana dengan Jun Ki?” tanya Thia pada yang lainnya.
“Jun Ki sampai besok malam,” jawab Jeje yang tidak rela ketinggalan sedikit informasipun tentang Jun Ki.
“Kita mau jemput dia di bandara,” tambah Rin.
“Eh, jam satu nanti kita ke Dufan ya. Aku sudah buat janji dengan Amel, Clara, Julie dan Stella buat main di sana,” kata Thia.
“Oke deh!” seru Annie bersemangat.
***
Syukurlah mereka main ke Dufan pada hari Selasa. Setidaknya pengunjung tidak membludak seperti hari libur. Thia mengeluarkan hp nya dari saku jeans.
“Clara, kalian di mana? Kami tunggu di pintu gerbang, ya.”
Tak lama kemudian May melihat sosok empat cewek yang baru datang. Keempatnya cantik dan tampak ramah.
“May jie jie!” seru Stella yang langsung mengenali May.
“Hmm? Stella? Trus… ini Clara? Dan… kamu Julie dan Amel, kan?” tebak May, berusaha mengingat wajah mereka dari foto yang dipajang di forum.
“Bener, bener!” seru Julie yang paling bersemangat.
“Kenalin nih temen-temenku…”
Dan setelah sibuk berkenalan, sepuluh cewek yang ramai itupun masuk ke Dufan.
“Tornado dulu, atau kicir-kicir?” tanya Stella.
“Aku ngeri main dua-duanya. Aku tunggu di pinggir aja ya,” jawab Amel.
Akhirnya Clara, Jeje, May dan Rin main kicir-kicir, dilajutkan dengan May dan Clara yang bernyali besar ditambah Thia main tornado. Mereka semua main seru sekali sampai sore hari.
“Ke rumah hantu yuk,” ajak May.
Semuanya menggelengkan kepala mereka, kecuali Annie.
“Nah, May, kita pisah aja ya jalannya. Yang menemukan jalan keluar duluan, dia yang menang. Yang kalah harus traktir makan untuk semuanya,” Annie mengajak bertaruh.
“Asyik, makan gratis,” celetuk Fennie.
“Oke, siapa takut!” seru May, menerima tantangan.
Annie dan May berpisah di pintu pertama rumah hantu. Namanya rumah hantu, keadaan sekitar sangat gelap. Hanya ada cahaya-cahaya misterius dari sudut ruangan. Sejauh ini May sudah menjumpai kerangka (kayak yang biasa dipajang di laboratorium IPA) yang jatuh tiba-tiba dan beberapa kelelawar hidup yang berkelepak di atas kepalanya. Mau tidak mau, jantung May berdetak juga.
Gila… serem juga sendirian gini. Mana langkah kita terdengar bergema lagi.
May menendang sesuatu.
Apa ini?
May menunduk dan tahu bahwa yang baru saja ditendangnya adalah kotak persegi mini. Warnanya sepertinya merah, maklum karena gelap, May jadi tidak bisa melihat dengan jelas. Dengan heran, May membuka tutup kotak itu. Sesuatu yang kecil terbang dari dalamnya.
“Halo, May.”
May mencondongkan tubuhnya untuk melihat sesuatu yang mini dan bisa bicara itu. Ukurannya sekitar lima belas cm, ternyata dia tampak seperti malaikat cowok. Memakai pakaian tenun berwarna putih, bersayap dan membawa anak panah dan busurnya. May tidak heran menjumpai hal-hal gaib, toh dia sudah berjumpa dengan Santa Claus dan berkesempatan menjadi Santa sehari waktu Natal kemarin.
“Kamu siapa? Kenapa mini sekali?”
“Kenapa juga kamu ketawa?”
“Soalnya kamu imut.”
Makin dilihat, May makin suka pada peri atau malaikat, atau entah makhluk aneh apa itu. Soalnya sosoknya yang kecil itu sangat imut.
“Berhenti tertawa!”
May shock saat sosok itu terbang mundur dan makin membesar. Sosoknya kini seperti cowok dewasa, meski penampilannya sama persis dengan versi mininya. Tapi May menyadari bahwa dia tidak imut, tapi sangat tampan. Rambut si cowok agak panjang dan agak menyamarkan bentuk wajahnya yang tirus. Alisnya tebal, matanya besar, bola matanya berwarna biru laut, hidungnya mancung, bibirnya tipis dan agak lebar, tubuhnya sangat kekar dan tentu saja dia tinggi.
“Ka… kamu siapa?”
“Kenapa jadi gagap? Apa aku terlalu tampan? Aku Cupid.”
“Cu… Cu… Cupid?”
“Iya. Pernah melihat sosokku di banyak atribut, kan?”
“Tapi kenapa kamu ada disini? Kenapa aku bisa melihatmu?”
“Aku perlu bantuanmu.”
Lagi… May kembali ingat pada Santa Claus yang minta bantuan padanya pada Natal yang lalu.
“Kenapa harus aku? Kemarin Santa Claus, sekarang Cupid. Entah nanti ada apa lagi yang aneh.”
“Heh! Nggak sopan sama malaikat, ya! Masa kamu nggak mau membantuku yang tampan ini?”
“Aku baru tahu ada malaikat yang narsis.”
“Sudahlah. Sebenarnya semua malaikat tampan, kok. Cuma spesial Cupid, sifat narsis itu nggak bisa ditinggalkan.”
May tertawa.
“Kalau berani menghinaku, ntar kamu nggak ketemu sama jodohmu.”
Seketika May teringat pada Da Dong.
“Yah… Mr. Cupid, jangan dung!”
“Lihat itu… di jari kelingking tangan kananmu. Lihat benangnya?”
May shock saat melihat tiba-tiba di jari kelingking tangan kanannya terikat benang tipis transparan berwarna pink. Tapi panjang benang itu tidak lebih dari 5 cm.
“Ini apa? Kenapa pendek sekali?”
“Soulmate Path. Sekalian aku jelaskan, deh. Soulmate Path dibagi dalam lima jenis. Warna pink pendek, menunjukkan kamu dan soulmate mu belum berikrar untuk menjalani hidup bersama, biasanya benang ini kamu temukan pada orang-orang yang jomblo. Warna pink panjang, ini artinya mereka sudah pacaran, otomatis benangnya akan bersatu dengan benang pasangannya. Warna merah panjang, ini artinya mereka sudah menikah. Warna hitam artinya mereka sudah putus. Nah, jenis yang kelima belakangan ini sering ditemui. Warnanya merah atau pink tapi dengan bercak hitam, ini tandanya mereka sedang bertengkar.”
“Soulmate Path… kenapa bisa warna hitam? Apakah itu artinya jodoh mereka sudah berakhir?”
“Ckckck… polosnya… May, jodoh setiap orang itu sudah ditentukan, sudah tertulis di Book of Love. Mereka Cuma putus, tapi suatu saat, di waktu yang tepat, mereka pasti bisa bertemu lagi.”
May melirik benangnya sendiri.
Pink… aku pengen tahu apa Da Dong lah jodohku.
“Mr. Cupid, siapa jodohku sebenarnya?”
“Hmm… rahasia Tuhan, kan?”
“Tapi kamu pasti tahu, kan!”
Cupid tidak suka tampang May yang maruk.
“May, aku kesini bukan untuk menjawab pertanyaanmu. Intinya, kamu mau membantuku, atau nggak? Itu saja.”
Cupid sial… Cupid apaan ini? Hmm… membantu… bantu nggak ya? Tapi petualangan Santa Claus waktu itu menyenangkan sekali. Mungkinkah… bakal ada yang lebih seru lagi dari kemarin?
“Apa yang harus kulakukan?”
“Ah, terima kasih! Santa bilang aku bisa mengandalkanmu.”
“Kamu bertemu dengan Santa?”
“Ya, di atas sana.”
Cupid menunjuk langit-langit.
“Kamu berubah dulu, ya.”
Cupid mencabut anak panah dari tempatnya di punggung Cupid, mengayunkannya seperti tongkat ke hadapan May. May terkagum-kagum melihat pakaiannya memudar dan membentuk helai pakaian baru. Pakaian itu sama seperti yang dipakai Cupid, rambut May yang lurus berubah menjadi spiral dan lebih panjang, di tangan kanannya muncul busur dan anak panah terdapat di punggungnya, dan tentu saja, tumbuh sayap malaikat di punggungnya. Dia serasa menjadi dewi-dewi zaman Yunani Kuno.
“Yah, aku akui kamu cantik juga kalau begini. Dalam sosok ini, kamu nggak terlihat oleh manusia biasa.”
“Aaaah… keren…”
May berkaca di cermin besar terdekat dan tidak berhenti mengagumi sosoknya.
“Sebenarnya kamu dari lahir ada bakat memanah. Sekarang, panah ke sasaran ini, tepat di tengahnya. Pakai tangan kiri.”
Seketika Cupid memunculkan sasaran panah di tembok yang agak jauh. May menarik anak panah dengan tangan kirinya, merenggangkan busurnya (May heran tangannya luwes waktu melakukan semua ini) dan menembak… tepat kena sasaran!
“Mr. Cupid, aku benar-benar bisa!”
“Nah, sekarang aku akan kasih tahu apa yang perlu kamu lakukan. Terbang.”
May merasa ada otot yang bisa membantunya mengepakkan sayapnya dan May heran dia sudah terbang mengikuti Cupid ke arah jendela. Sudah menjelang senja saat itu, angin bertiup dan menerpa tubuh May, tapi sayap May tetap mengepak tanpa halangan. Cupid mengayunkan anak panahnya dan menarik gumpalan awan kecil dari langit, kemudian duduk di atasnya.
“Duduk sini.”
May tidak lagi mau bertanya kenapa dia bisa duduk di sana, toh semua ini dari awal memang aneh.
“Kamu lihat, banyak sekali orang di bawah sana. Sebentar lagi Valentine, kasihan mereka yang belum menjumpai pasangannya. Sebenarnya tugaskulah untuk mempercepat pertemuan para pasangan. Tapi karena aku harus pergi ke pertemuan malaikat dan baru bekerja pada tanggal 15 nanti, aku mohon bantuanmu sebagai asistenku.”
May mengangguk. Dia melihat sosok teman-temannya di bawah sana. Benang Soulmate mereka juga tampak. Julie, Rin, Stella dan Thia punya benang pink dan benang itu panjang, May yakin mereka sudah punya pacar. Sedangkan benang Amel, Annie, Clara, Fennie dan Jeje sangat pendek, warnanya juga pink.
Aku akan mendekatkan mereka dengan pasangan mereka.
“Tapi tugasmu nggak sama dengan tugasku.”
“Hah?”
“Kamu hanya bisa memurnikan dan menyatukan. Maksudnya begini. Kalau kamu menjumpai benang hitam atau bercak hitam, kamu panah hati pasangan manusia ini, dan cinta mereka akan dimurnikan. Menyatukan maksudnya kalau target sudah dekat dengan jodohnya, benang mereka akan saling mendekati, dan saat itu panahlah hati keduanya, dan mereka pasti bisa jadian. Paham?”
Dengan otak yang cerdas, May langsung paham semua penjelasan dari Cupid.
“Dan kamu harus hati-hati. Ada beberapa manusia yang hati mereka ada bercak hitamnya. Di situ para iblis kebencian bekerja. Iblis itu nggak ada sosoknya, tapi kalau hati manusia menjadi hitam seluruhnya, dia akan menjadi sangat jahat. Mampu melakukan tindak kriminal dan sebagainya yang mengerikan. Tugasmu jugalah untuk memanah langsung ke hati mereka. Panah beberapa kali sampai bercak hitam itu hilang. Kamu harus konsentrasi waktu melakukan semua tugasmu. Apa semuanya oke?”
“Ya. Kurasa aku bisa.”
“Aku akan kembali tanggal 15 nanti. Sementara itu, kamu bisa berubah ke sosokmu ini dengan memegang bros yang kamu pakai itu, ucapkan ‘Duty with Love’ dan kamu akan berubah. Untuk kembali lagi, lepaskan saja brosnya. Tapi lakukan di tempat tersembunyi, ya.”
“Kata-katanya norak, ah.”
“Cerewet. Aku harus kerja lagi sampai tengah malam ini. Selamat menjalankan tugasmu, ya.”
Dan Cupid menghilang begitu saja. Masih dengan pikiran yang penuh tanda tanya, May kembali ke dalam rumah hantu, melepas bros berbentuk busur yang dipakainya dan berjalan menuju pintu keluar. Di depan pintu dia sudah melihat sosok Annie yang sedang berkacak pinggang.
“Ngapain lama banget disana? Aku sudah keluar lima belas menit lebih cepat daripada kamu,” cecar Annie.
“Sorry, aku…”
“Nggak ada alasan. Traktir makan… ayo… aku kelaparan,” paksa Julie, menarik tangan May menuju food court terdekat.
***
No comments:
Post a Comment