No Other The Story
Chapter 16
SHINDONG’S DIARY
CHAPTER 16
YOU AND ME 2
SUB-DIARY: YESUNG’S
Aku mengunjungi apartemen KRYSD bersama Hyuk pada suatu hari. Tujuanku kali ini adalah menemui Wookie, soalnya aku sudah janji pada Manshi akan membujuknya. Hyuk bisa juga membantuku dalam misi ini.
“Syukurlah si Mimi tidak dapat masalah. Katanya mereka tinggal karena Leeteuk hyung perlu merawat kesehatan mereka, dan Mimi pintar sekali bertahan dengan pendapatnya kalau Yifang dan yang lainnya itu bukan fans mereka,” kata Hyuk, “dan ketika perusahaan menelepon Leeteuk hyung secara mendadak, Leeteuk hyung bisa menjawab sama seperti yang diucapkan Mimi. Entah ada kontak batin apa mereka.”
“Leeteuk hyung sih sudah pasti akan melindungi Yifang dan yang lainnya. Kau kan sudah tau kalau dia sejak dulu kepingin punya dongsaeng cewek? Mungkin dia sudah menganggap mereka dongsaengnya?” tebakku.
“Mungkin saja, hyung. Itu berarti mereka bisa pindah balik kan, kalau Yesung hyung sudah tidak marah-marah lagi?”
“Kau lupa satu point. Perusahaan tetap tidak mengizinkan mereka tinggal disana dengan alasan apapun. Sekarang yang bisa dilakukan Yifang dan yang lainnya adalah mencari apartemen baru. Kulihat mereka tidak bisa tinggal di tempatnya Manshi,” ucapku, “apartemennya sempit.”
“Aku belum pernah kesana sih. Bagaimana kalau kita kesana nanti malam setelah si Manshi pulang dari salon?”
“Kalau kita berhasil membujuk Wookie. Soalnya aku malu bertemu Manshi kalau belum berhasil.”
“Oh ya, apa si Kibummie juga ikut-ikutan benci pada Yifang dan yang lainnya?”
“Dia bingung. Posisinya tidak enak sih, soalnya dia dongsaeng Yesung hyung. Tapi soal itu aku juga serahkan pada Sungminnie. Siapa tau Sungminnie berhasil membujuknya juga, selain berusaha membujuk Hae.”
“Duh, kerjaan jadi ribet nih.”
Aku menekan bel pintu apartemen 707.
“Siapa?” aku mendengar suara di dalam, dan aku berani bertaruh 1000 persen itu suara Wookie.
“Aku dan Hyuk.”
Pintu langsung dibuka detik berikutnya, benar, oleh Wookie. Wookie tersenyum lebar menyambut kami.
“Waaaaaah… aku tak menyangka hyung akan mengajak Eunhyuk hyung juga!” seru Wookie bahagia.
“Dia ribut-ribut mau ikut denganku sih.”
“Yeeeee… enak saja. Kan hyung yang mengajakku,” cibir Hyuk.
Wookie tertawa. Lalu dari arah dalam aku melihat Sungminnie keluar.
“Shindong hyung dan Hyuk! Anyong!” sapa Umin.
“Ada siapa saja di apartemen hari ini?” tanyaku.
“Cuma ada kami berdua sih, hyung,” jawab Wookie.
“Bagus. Aku mau langsung ke pokok masalah soalnya. Wookie, aku mau Tanya. Apa kau juga marah pada Yifang dan yang lainnya?”
Senyum menghilang dari wajah Wookie, dan dia terlihat ragu. Aku duduk di sofa, disusul ketiga dongsaeng-ku ini. Aku tau posisi Wookie juga sulit, soalnya dia dekat dengan Yesung hyung. Aku berani bertaruh kalau Yesung hyung sudah mencekokinya dengan banyak racun supaya membenci Yifang juga.
“Err… aku tidak bisa membenci mereka. Aku sempat marah waktu tau kenyataannya, tapi… mereka kan tidak mengganggu kami. Lagipula aku cukup senang melihat mereka berkeliaran di apartemen kami, rasanya apartemen punya suasana berbeda dengan adanya cewek-cewek,” jawab Wookie lambat-lambat, “dan sekarang aku merasa apartemen sepi.”
“Aku tau. Kau kehilangan Yifang yang biasanya membantumu membawa makanan ke meja makan dan mengaturnya, kan?” tebak Sungminnie.
“Tapi kau tidak membujuk Yesung hyung?” Tanya Hyuk.
“Aku tidak bisa. Hyung taulah sendiri bagaimana kalau Yesungie hyung marah. Aku pernah coba bicara sekali, dan dia tidak bicara denganku selama seharian penuh. Dia benci dibohongi, kalian tau itu,” jawab Wookie.
“Tapi setidaknya kau tidak marah dengan mereka. Mereka kasihan sekali harus bersempit-sempit di apartemen Manshi,” kataku.
“Mereka sekarang tinggal di tempat Manshi? Dimana apartemennya? Aku juga mau kesana.”
“Ya. Kita boleh kesana mengunjungi mereka. Ayo, kita pergi sekarang saja.”
“Tunggu sebentar. Aku mau telepon Yifang dan Tanya apa ada barang yang mereka perlukan, jadi kita bisa bawakan untuk mereka,” Sungminnie menginterupsi.
“Aku akan siap-siap juga,” putus Wookie.
Aku merasa lega, setidaknya bertambah satu orang lagi di pihak Yifang, dkk. Kalau sampai semuanya sudah berpihak pada Yifang, Yesung hyung pasti mau tidak mau juga memaafkan mereka, meskipun… aku tau dia sangat sensitive soal dibohongi. Dia hanya pernah cerita masa lalunya itu pada Wookie, dan Wookie melaporkannya pada Leeteuk hyung yang bisa dibilang kakak tertua kami, jadi dia memperingati kami supaya tidak menyakiti Yesung hyung. Dari apartemen, kami naik MRT, tentunya Wookie dan Sungminnie perlu menyamar sekadarnya, berhenti kira-kira tujuh stasiun, lalu berjalan kaki lagi sekitar 10 menit dari stasiun itu, barulah kami sampai di depan apartemen Manshi.
“Ini… apartemennya?” Tanya Hyuk, menggosok-gosok matanya.
Aku mengangguk, tapi Hyuk malah mengernyit. Masih untung mereka datang pada siang hari begini, mereka tidak lihat bagaimana keadaan apartemen ini pada malam hari. Ternyata kami melihat ada seorang ahjumma di depan meja counter. Lha, waktu itu tidak ada orang koq. Dia melihat kami dengan pandangan yang tajam, bahkan meneliti Sungminnie dan Wookie, membuat mereka tidak nyaman. Sungminnie terpaksa menarik turun topinya sebisa mungkin, sementara Wookie yang memakai kacamata hitam menundukkan kepalanya.
“Kalian mau ketemu siapa?” tanyanya tajam.
“Manshi. Aku oppanya,” jawabku spontan.
Sekarang dia memandangiku dan mencibir, “bukannya dia kerja?”
“Ya. Tapi dia menyuruhku menunggunya di apartemen.”
“Ya sudah, sana.”
Kami mempercepat langkah kami menuju tangga di ujung lorong. Wookie mendesahkan nafas lega.
“Mati aku kalau dia sampai mengenaliku atau Sungmin hyung,” keluh Wookie membuka kacamatanya.
“Dia percaya Shindong hyung itu oppa-nya Manshi, soalnya kalian mirip,” kata Sungminnie sambil nyengir.
“Apa maksudmu hah, Sungminnie?” tanyaku geram.
Tapi ketiga dongsaeng-ku malah tertawa. Kami sekarang sudah sampai di apartemen nomor 303, dan aku menekan belnya. Ketiga dongsaengku saling menempel di belakangku, berbisik-bisik entah apa, aku tak mendengarnya.
“Siapa?” Tanya sebuah suara di dalam, sepertinya suara Xili.
“Shindong, Eunhyuk, Ryeowook dan Sungmin.”
Terdengar langkah-langkah dan pintu dibuka oleh Xili. Xili yang ceria tersenyum menyambut kami.
“Oppadeul! Gomawo mau mengunjungi kami!” sapanya ceria.
“Meifen dan Manshi kerja ya?” Tanya Hyuk, menyerobot masuk.
“Iya. Sekarang Cuma ada aku dan Yifang onnie.”
“Kalian sedang ngapain?” tanyaku, tidak bisa melihat Yifang dimanapun.
“Kami sedang membereskan apartemen. Barang-barang Manshi perlu disusun. Aku dan Yifang onnie sama-sama tidak suka melihat tempat yang berantakan…”
Dan aku mendengar bunyi gedubrakan dari sudut jauh nan gelap apartemen ini.
“Apa itu?”
“Aigo…” aku mendengar suara keluhan, pasti suara Yifang.
Sebelum kami semua sempat berbicara atau bergerak, Wookie sudah duluan berlarian ke sudut gelap itu. Dia membungkuk meraih sesuatu, yang ternyata sesuatu itu kedua lengan Yifang, dan membantunya berdiri. Yifang kelihatan sangat berantakan.
“Wookie…?” tanyanya, buru-buru menjauh dari Wookie.
Dalam ketergesaannya, Yifang malah tersandung kabel-kabel, dan Wookie menangkapnya lagi sebelum terjatuh.
“Kau kenapa, Yifang, aku kan bukan hantu?” keluh Wookie.
“Kalian… datang kesini… Umin oppa, aku tidak tau oppa mengajak Wookie, Hyuk oppa dan Ndong oppa…”
Aku masih mendengus mendengarnya memanggilku Ndong oppa, dia orang pertama yang memanggilku begitu.
“Sudahlah, Yifang, yang pasti kami semua disini bukan untuk memarahimu atau membuatmu sedih,” tukasku sambil tersenyum.
“Kau ngapain sih di sudut begitu? Kalau memang mau membereskan, kami akan membantumu, daripada kau jatuh seperti itu,” hardik Sungminnie sambil tersenyum.
“Ng… gomawo,” ucap Yifang malu-malu, berusaha merapikan rambutnya yang berantakan.
Beberapa menit berikutnya tau-tau kami sudah ikutan membereskan apartemen Manshi. Yifang tidak membiarkan Xili ikut mengangkat barang, dia hanya diperbolehkan menyapu. Yifang sendiri selain ikut membereskan barang juga jadi mandor, karena dia sudah punya rencana dimana barang-barang itu akan diletakkan. Setelah sepertiga apartemen rapi, Wookie meminjam laptop Manshi untuk surfing, entah apa yang dicarinya. Waktu sudah agak sore ketika bel pintu kembali berbunyi.
“Xili, Yifang, ini aku,” ujar Meifen di depan pintu.
Aku sudah bisa mengenali suara mereka masing-masing dengan baik. Xili kembali jadi petugas yang membukakan pintu. Meifen seperti biasa terlihat modis, memandangi kami satu-persatu dengan sedikit kaget.
“Lho? Ada apa ini ramai-ramai?”
“Oppadeul membantu kita membereskan apartemen lho. Mereka baik, kan?” kata Xili bangga.
“Whoa~ keren sekali. Sini, aku ikut membantu kerjaan yang ringan-ringan.”
“Ti… dak… sam… pai…” keluh Yifang, berjinjit dengan sapu melayang-layang di depannya.
“Hoi Yifang, kau mau ngapain?” tanyaku heran.
“Sarang laba-laba di sudut sana.”
Lucu juga melihatnya menunjuk dengan sapu ke atas sana. Jelas dia tak akan sampailah, dia pendek begitu. Dasar gadis aneh. Sungminnie tersenyum dan mengambil sapu itu dari tangannya, dan dia tidak perlu berjinjit untuk membersihkan sarang laba-laba itu.
“Manshi ini bagaimana sih, masa ada sarang laba-laba di apartemennya?” keluh Meifen sambil berdecak-decak.
“Yifang, coba kesini,” Wookie yang sudah setengah jam terakhir bertekun di depan laptop Manshi akhirnya bersuara juga.
Yifang mendekatinya, menundukkan kepalanya di samping Wookie yang duduk, ikut memandangi layar laptop.
“Kalian perlu cari apartemen baru. Ini aku sudah carikan beberapa alamat apartemen yang bisa kalian coba. Lima alamat.”
“Tapi… aku tidak tau ini dimana,” kata Yifang polos.
“Aku akan menemanimu kesana kalau aku tidak ada jadwal. Besok kurasa kita langsung bisa coba dua alamat ini, soalnya berdekatan.”
“Wookie… akan menemaniku?”
Wookie menolehkan kepalanya dan tersenyum, “tentu saja. Asal bisa membantu, kenapa tidak?”
Yifang malah mengalihkan pandangannya dari Wookie. Aha… aha… aku tau apa yang terjadi pada kedua anak muda ini. Begitu mudahnya mereka jatuh cinta, eh? Masih muda saja sudah begitu… Dengan bersemangat, kami melanjutkan kegiatan ini. Biasanya sih aku tidak suka membereskan ruangan, tapi melakukannya ramai-ramai begini rasanya sangat menyenangkan. Si Henry mah jangan harap mau ikut beres-beres. Malahan itu anak tidak tau menghilang kemana sejak pagi. Palingan dia pergi main lagi, dasar anak kecil yang satu itu.
“Hoi!!! Apa yang kalian lakukan pada apartemenku?!!”
Kami yang lagi tertawa-tawa melihat Manshi sudah masuk ke apartemennya, berdiri mematung melihat kami menggerayangi apartemennya. Setelah terdiam sesaat, kami saling pandang, lalu tertawa lagi.
“Tentu saja membereskan apartemenmu, Manshi,” jawab Yifang dengan nada tak berdosa.
“Pasti ini idemu! Aku jadi tidak tau kalian letakkan dimana barang-barangku, aku nanti akan susah mencari barang-barangku,” protes Manshi.
“Kami Cuma meletakkan barang-barangmu ke tempat yang benar koq,” kata Hyuk, nada bicaranya tidak kalah tidak berdosanya dengan Yifang tadi.
“Tapi…”
“Umin oppa, yang aku pesankan dibawa kan?” Tanya Yifang tiba-tiba.
“Bawa koq. Ini,” jawab Sungminnie sambil mengangkat kantong besar yang kelihatannya berat.
Yifang meraih kantong itu, berjalan cepat menuju Manshi dan mendorongnya sampai terduduk di sofa.
“Mau apa kau?” Tanya Manshi waspada, wajahnya sedikit ketakutan.
Rasanya aku mau ketawa saat itu juga, tapi aku juga tak punya ide Yifang mau ngapain. Yifang menumpahkan isi kantong itu ke paha Manshi, yang rupanya isinya buku yang lumayan banyak.
“Apa ini?”
“Minggu depan kau sudah mau ujian masuk universitas. Kau duduk saja diam-diam disini dan belajar. Apartemen serahkan pada kami,” ucap Yifang tegas.
“Acting for Beginners, Acting as Arts, Acting as The Breath of Life… darimana kau dapat buku acting sebanyak ini?”
“Aha… aku tau. Kau ambil punya Kibummie ya, Sungminnie?” tebakku, baru tau kenapa tadi Sungminnie masuk ke kamar Kibummie.
“Bukan ambil sih, aku pinjam,” jawabnya dengan wajah innocent.
Pinjam tapi dia tidak ngomong sama pemiliknya, ya sama saja ambil. Aku mendengus dan menggelengkan kepalaku. Kenapa ya aku bisa punya teman-teman seperti mereka?
“Nah, supaya Manshi lebih semangat belajar, Shindong hyung akan menemanimu belajar. Toh Shindong hyung juga pintar berakting. Mau kan, hyung?” Tanya Wookie.
Aku menolehkan kepalaku dan memandangnya tajam, tapi rupanya Wookie juga memasang tampang innocent.
“Mau kan, hyung?”
Dia membujukku. Menyebalkan. Tapi aku tak tau apa maksud di balik cengirannya itu. Kalau dia bukan Wookie, pasti sudah kugigit dia. Aku menghela nafas dan duduk di sebelah Manshi.
“Yuk, kita belajar,” ajakku.
Manshi malahan bengong melihatku duduk.
“Ngomong-ngomong soal kuliah, kau, Aqian! Kau mau kuliah dimana? Tes gelombang kedua itu minggu depan, dan kau datang ke Seoul untuk kuliah, bukan untuk main-main. Apa kata orangtuamu kalau tau kau tidak kuliah?” Tanya Yifang, nada bicaranya tajam, “kau pikir aku lupa, ya?”
“Err… aku… malas… kuliah,” jawab Meifen dengan nada terbata.
“NO WAY! Oppadeul, dimana universitas yang bagus untuk kuliah jurusan piano?”
“Di Inha juga. Aku dan Wookie jurusan piano semester 5 koq,” jawab Sungminnie.
“Nah, begitu diputuskan. Kau juga kuliah di Inha saja. Ada yang bisa menemani Aqian mendaftar besok? Besok toh dia off.”
“Koq kau ingat sih jadwal off-ku?” protes Meifen.
“Aku saja. Meifen, besok jam Sembilan kita kesana,” kata Sungminnie.
Meifen mencibir ke arah Yifang, tapi Yifang hanya menjulurkan lidahnya. Dasar rombongan gadis-gadis aneh.
“Wah… sudah sore. Waktunya menyiapkan makan malam. Manshi, aku pakai dapurmu,” ucap Wookie.
Tanpa sempat Manshi menjawab, Wookie sudah menghilang ke dapur.
“Aigo… kulkasmu sama saja kosong kalau begini. Shindong hyung, Manshi, kalian pergi belanja sana!”
Aku ternganga. Sejak kapan Wookie berani main perintah begitu? Dia sudah mengambil kertas dan pena entah darimana, lalu menuliskan daftar panjang disana dan diserahkannya ke tanganku.
“Cepat ya. Aku butuh waktu untuk memasaknya dan aku sudah lapar.”
Aku bersumpah akan menggigitnya sepulang belanja nanti. Manshi masih setengah sadar ketika aku menariknya keluar apartemen, diiringi suara Xili dan Hyuk yang tampaknya memperebutkan remote TV. Akhirnya aku dan Manshi sama-sama tertawa.
“Yuk, Manshi,” ajakku, menggandengnya.
Manshi mengangguk dan tersenyum.
爱的磁性把两颗心粘在一起
Love the magnetic to stick together two hearts
就算相隔千里 爱不离
Even if the love they never deviate from thousands of miles apart
用心浪漫演绎 这场爱情电影
Heart love romantic interpretation of this film
牵手唱著幸福主题曲
In hand singing the theme song of happiness
爱是接力 彼此的默契 放心底小心翼翼 爱著你我会珍惜
Love is assured at the end of a tacit agreement between relay loved you and I will treasure carefully
为了你我赶走乌云 为了你挡风遮雨 你要相信我是你的唯一
To you and me off the dark clouds for you sheltered you want to believe I was your only
爱是接力 幸福的传递 保持该有的甜蜜 一对一就我和你 you and me
Love is happy to pass to maintain the relay, some sweet-one on me and you you and me
一面追赶你 还不忘为你打气 幸福的结局让我奔向你
One side to catch up with you not forget to cheer for your happy ending let me toward you
幸福的结局 就是我和你
A happy ending is that you and me
Dear Diary,
Aku tau kenapa Wookie tersenyum lebar sekali hari ini, dan kenapa dia dan Sungminnie baru sampai di apartemen semalam ini. Aku jarang melihatnya begitu bahagia, tapi sejak bertemu Yifang, dia terlihat berbeda. Jujur saja aku juga merasa begitu semenjak bertemu Yifang. Tapi sekarang tidak lagi. Dan sebenarnya aku iri melihat Wookie sudah memaafkan Yifang. Dia pastilah habis menemui Yifang.
Aku ingin memaafkannya, tapi aku tak bisa. Dulu… suatu kejadian yang terjadi sudah begitu lama, tapi selalu membekas dalam hatiku.. ada seorang anak cewek, dia umurnya lebih muda dariku… aku pertama kali menemukannya menangis di pesisir pantai tempat aku sering berkunjung di sore hari, di desa kecil tempat halmoni-ku tinggal. Dia bilang orangtuanya ingin membawanya pergi dari Seoul ke tempat yang jauh yang bahkan dia tidak tau, tapi dia tidak ingin pergi dari Seoul. Aku bilang padanya, kalau dia tetap ingin di Seoul, dia boleh bermain bersamaku, karena setelah masa liburan berakhir aku juga akan kembali ke Seoul. Sejak saat itu kami tiap sore bermain bersama. Wajah tersenyumnya yang ceria, membuatku tidak pernah melupakan kenanganku di desa kecil itu. Diapun berjanji, setiap sore hingga masa liburan berakhir, dia akan selalu menemaniku. Lalu pada suatu hari, tepat pada hari Natal, aku sudah mempersiapkan kue kecil yang disukainya, kue pertama yang kubuat setelah membuat dapur berantakan; juga membuatkan istana pasir favoritnya, dan menunggunya. Aku menunggunya dari jam tiga sore hingga jam Sembilan malam, tapi dia tidak datang. Hujan turun dan mengguyurku, bersama dengan kue dan istana pasir itu. Dia tidak datang. Dia tidak pernah muncul lagi sejak hari itu. Aku mencarinya ke seluruh pelosok desa, dan orang-orang berkata dia sudah pergi, tidak pulang lagi ke Seoul. Tapi tak ada yang tau dia pergi kemana. Dia sudah pergi, dia tak mungkin datang lagi, dia pergi, dan menghkianatiku. Dia membohongiku.
Itulah sebabnya aku paling benci dengan kebohongan. Itulah sebabnya aku sampai sekarang masih merasa terluka. Melihat Yifang, mengenalnya, memandang senyum ceria yang terukir di wajahnya, membuatku teringat pada anak cewek itu, dan aku merasa dia mungkin saja bisa mengobati hatiku yang terluka. Tapi dia, sama seperti si anak cewek, sama-sama membohongiku, sama-sama melukai hatiku. Aku membencinya. Aku membenci semua kenanganku. Aku… tidak bisa memaafkannya, walau aku ingin…
Yesung (August)
No comments:
Post a Comment