The X Life Story
Chapter 5
JULIE’S POV
Ternyata mengurus bayi memang merepotkan. Aku harusnya bersyukur karena Dongmi tidak cerewet, tapi tetap saja rasanya berat sekali untuk mengurusnya sendirian. Mungkin aku perlu mempertimbangkan usul May supaya aku menggaji baby sitter, jadi aku bisa bekerja lagi mungkin? Kugendong lagi Dongmi, kuayun-ayunkan dia di lenganku.
“Dongmi ah… apa kau merindukan appa? Sudah dua minggu appa tidak pulang. Tapi Dongmi harusnya bangga dengan appa,” kataku sambil memandangi wajah kecilnya, “appa itu seorang penyanyi terkenal lho, seorang personel Super Junior. Dongmi akan tau betapa hebatnya appa ketika Dongmi dewasa nanti.”
Ah, lagu Destiny! Oppa menelepon? Kuletakkan Dongmi dengan hati-hati di ranjang bayi dan meraih ponselku yang tergeletak di ranjang. Benar sekali, orang yang kurindukan meneleponku.
“Yoboseyo, oppa…”
“Jagiya, apa kau sehat?” tanya Donghae oppa.
Aku benar-benar merindukannya. Aku lebih ingin dia berada di sampingku daripada sekadar menelepon.
“Aku sehat, oppa. Bagaimana dengan oppa? Sekarang di Guangzhou kan?”
“Semuanya sehat disini. Mana Dongmi? Aku ingin bicara dengannya, kalau dia tidak tidur.”
Aku menengok ke ranjang Dongmi. Dongmi sudah tertidur, wajahnya damai sekali.
“Aah oppa, dia baru saja tidur.”
“Ya sudah, nanti kalau dia bangun, telepon aku, jagiya. Aku rindu mendengar suaranya.”
“Tentu, oppa.”
“Oh ya, ada sesuatu yang ingin kuberitaukan padamu. Aku baru saja menerima tawaran syuting film layar lebar pertama untukku. Syutingnya akan dilakukan di Beijing!”
Kata-kata itu langsung menghentak pikiranku. Tawaran syuting… itu artinya… Donghae oppa akan sibuk, kan? Tapi… bukannya aku harusnya bahagia? Itu tandanya popularitas Donghae oppa meningkat…
“Syutingnya akan dimulai secepatnya katanya! Aku senang sekali akhirnya aku bisa tampil di layar lebar!” celoteh oppa, kedengaran senang.
Oh, ini bukan waktu yang tepat bagiku untuk bersungut-sungut. Aku harus senang juga untuknya.
“Wah, itu luar biasa, oppa. Siapa yang akan menjadi lawan main oppa? Seperti apa filmnya?”
Donghae oppa sangat bersemangat dengan proyek ini… sebagai istri yang baik, aku harus senang juga untuknya. Walau itu artinya mengurangi waktuku untuk bersama-sama dengannya… bukankah aku harus lebih mengerti? Ya, aku akan mengerti, aku akan baik-baik saja…
***
AMELZ’S POV
Entah sudah berapa lama aku terkurung disini… entah sudah ada yang mengetahui keadaanku atau tidak… Julie, May, Ivana, Rini, Yenny… sudahkah kalian mengecek keadaanku? Dan Kibum oppa… mungkinkah dia sudah mulai curiga dengan menghilangnya aku? Aku sudah menghentikan protes dengan berpuasa… itu tidak menolongku sama sekali. Aku harus tetap makan dan menjaga kondisi badan juga otakku supaya bisa tetap memikirkan berbagai macam cara untuk lolos dari sini. Tapi kenapa aku belum bisa memikirkan sesuatu? Bahkan makan saja aku disuapi… sepertinya mereka tidak berniat melepaskan tanganku… mandi, ke toilet, tangan dan kakiku tetap terikat, mereka memboyongku seperti memboyong karung beras… aku bersumpah akan balas dendam jika aku bisa lolos dari sini. Aku cukup bersyukur masih belum ada si maniak seks yang kata wanita jalang itu yang akan datang menemuiku. Mama… Papa… bisakah kalian selamatkan aku? Aku kaget ketika ada yang membuka pintu kamarku, dan mataku membelalak melihat orang yang muncul di ambang pintu.
“Dia ini milikmu. Penampilannya agak berantakan, tapi dia cantik,” ujar si wanita jalang.
“Kau benar. Dia memang cantik.”
Aku merinding ketika melihat seorang pria yang usianya mungkin hanya lebih tua beberapa tahun dariku mendekatiku. Dia cukup tampan sebenarnya, wajahnya putih dan cukup bersih, tapi ada yang membuatku lebih merinding ketika melihat wajahnya yang tersenyum dan kilatan di matanya yang menyeramkan.
“Akan kuberitau papa bagaimana memperlakukan perusahaan kalian setelah dia menservice-ku,” ujar si pria, suaranya berat.
Sebelum si wanita jalang meninggalkanku, dia memberiku lirikan mata yang seakan berkata: kalau kau tidak melayaninya dengan baik, kau akan kehilangan milikmu yang berharga. Persetan dengan semua itu, tapi dia benar. Aku harus tetap utuh jika aku ingin keluar dari sini. Jika Kibum oppa melihatku…
“Kau menangis, honey? Siapa namamu? Apakah kau takut? Aku akan memperlakukanmu dengan baik kalau kau menservisku dengan baik juga.”
Aku berusaha menghentikan air mataku. Aku tidak akan menjawabmu. Dan yang kuterima adalah tamparan keras di wajahku. Sakit… sakit sekali.
“Jawab aku!”
“A… Amel…”
Suaraku… seperti bukan suaraku sendiri… apakah karena aku sudah lama tidak bicara? Kibum oppa… sekarang aku takut… melihatnya menanggalkan pakaiannya… aku takut, oppa… dia akan menodaiku… oppa…
“Kenapa kau menangis lagi, Amel honey? Apakah segitunya kau menginginkan aku? Aku terlihat tampan dan sempurna, benar, kan?” tanya si pria brengsek.
Kalau kau sempurna, kau akan punya istri dan tidak melampiaskan seks dengan orang yang tidak kau kenal, dasar brengsek! Jangan sentuh aku… jangan… tapi dia menciumi bibirku… bau rokok, sial! Bagaimana kalau kugigit bibirnya?
“Kau wanita jalang!”
Aku merasakan rasa seperti darah di dalam mulutku… apakah karena aku berhasil melukai bibirnya, ataukah itu darahku sendiri akibat tamparannya? Dan dengan kasar dia merobek kaosku… berikut celana pendekku… bra-ku… underwear-ku… Kibum oppa, maafkan aku… oppa… Dia membenamkan wajahnya dengan kasar di leherku… aku menangis bukan saja karena aku dinodai, tapi karena dia menggigitku dengan sangat kuat, menyakitiku… tidak adakah bagian tubuhku yang terbebas dari sentuhannya? Kenapa dia begitu kasar memperlakukan seorang wanita?
“Akh!” jeritku ketika dia menggigit nipple-ku dengan keras.
Tidak pernah… ada yang memperlakukan tubuhku dengan kasar… sakit… oppa, aku kesakitan… tolong lepaskan aku dari rasa sakit ini…
“Aku suka vagina wanita… aku menunggu cairan cintamu, Amel honey…”
Aku merasa jijik dia menggigiti klitorisku… terlalu jijik bahkan untuk merasa terangsang olehnya… cairan cinta? Jangan harap! Aku tidak mencintaimu, bagaimana mungkin aku mengeluarkan cairanku? Bahkan vaginaku terasa perih… Dan dia menamparku lagi…
“Kubilang keluarkan cairan cintamu, wanita jalang!”
Aku tidak bisa… aku sungguh tidak merasa terangsang oleh sentuhan kasarnya… aku masih sadar sepenuhnya… dia bukan Kibum oppa… aku tidak akan mengeluarkan setetespun cairanku untuknya! Sepertinya dia menyerah menyakitiku.
“Beri servis pada juniorku!”
Aku memalingkan wajahku dari junior yang disodorkannya. Aku menerima tamparan lagi.
“Hisap dia!” teriaknya, memasukkan juniornya dengan paksa ke dalam mulutku.
Aku jijik, aku ingin memuntahkannya! Kugigit saja kuat-kuat dan lihat seperti apa reaksinya!
“KAU WANITA JALANG!”
Dia berdiri tiba-tiba, mengambil sesuatu dari lantai yang rupanya tali pinggangnya, lalu didaratkannya di kulit tubuhku empat kali. Perih… air mataku menetes lagi… aku kesakitan sekarang…
“KUBILANG HISAP DAN JANGAN MACAM-MACAM!”
Aku terpaksa menghisapnya walaupun aku lebih ingin memuntahkannya… dan terlebih, kuingin memuntahkan cairan spermanya yang memenuhi mulutku. Dia mengatupkan mulutku keras-keras dan menjambak rambutku kuat.
“Telan semuanya!”
Aku jijik melakukan semua ini. Kenapa aku begitu tidak berdaya? Kenapa aku tidak bisa menyingkirkannya? Tidak adakah orang yang bisa menolongku? Tanpa basa-basi, dia tiba-tiba mendorong juniornya yang basah masuk ke vaginaku.
“Sakiiiiit!” jeritku lantang.
“Kau akan menikmatinya, honey…”
Dia salah. Aku sama sekali tidak menikmatinya. Sakit sekali rasanya dia memaju-mundurkan juniornya dalam vaginaku yang kering… aku benar-benar tidak terangsang, gesekan juniornya menyakitiku… aku hanya bisa menangis… menangisi diriku yang dinodai… menangisi perihnya sekujur tubuhku… dan dia masih bisa menikmati permainan ini walaupun aku terus menangis…
“Kau sudah tidak perawan lagi… jadi kau sudah punya pacar? Sayangnya… kau tidak akan bisa bertemu dengannya lagi…”
“Kumohon jangan… keluarkan di dalam…”
“Tapi aku ingin, honey…”
Air mataku mengalir makin deras saat kurasakan spermanya menembak masuk rahimku. Aku takut… kalau aku hamil… Kibum oppa… Dia mencabut juniornya dengan kasar, lalu sibuk berpakaian, tidak mengindahkanku.
“Aku akan datang lagi lain kali. Aku yakin kau akan terbiasa setelah ini, Amel honey,” ujar si pria brengsek.
Kupandangi sosoknya dengan kebencian yang mendalam dan setelah dia keluar kamar, aku mendengarnya berbicara dengan si wanita jalang.
“Dia tidak perawan lagi, tapi dia gampang diatur. Kami tidak akan mengambil alih perusahaan kalian sampai batas waktu tertentu. Pastikan dia selalu ada untukku.”
“Tentu, kami bisa pastikan itu, Tuan Alex,” kata si wanita jalang.
Adakah gunanya jika aku terus menangis? Aku tau aku harus berpikir jernih… tapi untuk sekali ini, kumohon biarkanlah aku menangis… hanya sekali ini… biarkan aku menumpahkan segala rasa putus asaku… rasa jijikku… dan kerinduanku…
***
MAY’S POV
Sejak terakhir kali bertemu dengan anak-anak ZE:A, aku jadi benar-benar akrab dengan mereka. Aku melarang keras 88 dan 89 liner memanggilku noona (jadi Kevin, Kwanghee, Siwan, Junyoung, Taehun dan Jungchul terbebas dari ini). Tapi Hyungshik dan Dongjun benar-benar akrab denganku dan tampaknya menganggapku nyaris seperti noona mereka. Mereka bersembilan tinggal di satu dorm yang terdiri dari 3 kamar dan hari ini, ketika aku ke dorm mereka, adalah kunjungan keduaku di sini. Besok adalah hari Valentine, dan Dongjun merengek minta aku membantu mereka membuat coklat.
“Sebenarnya untuk apa kita membuat coklat sebanyak ini?” tanyaku sambil melelehkan coklat batangan.
“Untuk ZE:A’S. Besok malam kami ada fanmeeting dengan 300 ZE:A’S yang beruntung yang akan merayakan Valentine dengan kami, noona, dan kami sudah janji untuk membuat coklat sendiri,” jawab Dongjun.
“Tapi kalau aku bantu kalian kan sama saja aku yang buat.”
“Ah… ayolah bantu kami, noona,” rengek Hyungshik.
Baiklah, aku memang rela membantu mereka. Sekarang aku tau kenapa ada personel Suju yang akrab dengan mereka. Memang asyik rasanya bersahabat dengan personel ZE:A, juga mungkin karena selisih umur mereka yang tidak jauh dariku. Dan aku menemukan “musuh” sekaligus “sahabat” dalam diri Kwanghee. Aku tidak menyangka bisa begitu cepat akrab dengannya.
“Coklatnya manis. Kau tidak mau coba, May?” tawar Kwanghee, mencolek coklat di bibirku.
Tapi tidak hanya di bibirku, dia mencolekkan coklat juga di pipi dan hidungku.
“YAAAAH~ HWANG KWANGHEE!”
Kutinggalkan pekerjaanku begitu saja, mencolek coklat yang meleleh dengan seluruh telapak tangan kananku, lalu mengejar Kwanghee. Dapur begitu penuh dengan adanya sepuluh orang (termasuk aku) dan peralatan yang berantakan. Kwanghee berkelit lincah, bersembunyi di balik Jungchul ketika aku menyodorkan tanganku…
“May…” keluh Jungchul, coklat dari tanganku menempel di kaos coklatnya.
“Ups… mianhae… Jungchul…”
“Kwanghee hyung! ini gara-gara kau! Terima pembalasanku!”
Jungchul menyerang Kwanghee dengan coklat meleleh lainnya, kena rambut Kwanghee. Kwanghee menjerit, mengejar Jungchul yang lincah juga, berkelit kesana kemari sehingga serangan Kwanghee mengenai Kevin dan Junyoung. Akhirnya, seperti yang bisa kalian tebak, semua anggota ZE:A membuat dapur sangat berantakan. Aku menghindari kejaran Siwan, terengah, keluar dari dapur. Kuraih kotak tissue terdekat dan mengusapkannya ke wajahku. Sial, banyak sekali coklatnya. Seketika ada tissue lain yang menyambar wajahku.
“Sekarang sudah bersih.”
Aku mendongakkan kepalaku dan melihat Jungchul-lah yang membersihkan wajahku. Ini pertama kalinya dia menyentuhku, dan walaupun hanya dengan tissue, jantungku mulai berdebar. Aku tau sesuatu yang tidak beres sedang berkembang di dalam diriku, tapi aku sendiri tidak berniat menolaknya. Aku sendiri menginginkan diriku terjerumus di dalamnya. Apakah dia… Ponselku bergetar dalam saku jeans pendekku. Aku meraihnya dan melihat nama dan wajah Kibum di layar. Kibum! Aku harus mengabarinya sekarang, setelah aku belum mendapat perkembangan berarti dari penyelidikan Teph. Aku harus berbicara serius dengannya.
“Jungchul, aku bisa dapat tempat privasi? Ini telepon penting,” ujarku.
“Oh tentu. Masuk saja ke kamarku.”
Ketika masuk kamar, aku sempat melirik ada tiga poster besar di tembok di dekat tiga ranjang yang terpisah: poster Jungchul di dekat ranjang paling kiri; poster Minwoo di ranjang tengah; poster Taehun di ranjang kanan. Kurasa aku cukup yakin ranjang Jungchul adalah yang di kiri, jadi aku duduk saja di ranjangnya.
“Yoboseyo, Kibum.”
“May, mianhae aku mengganggumu. Kemana Amel? Aku menghubunginya 5 hari belakangan ini tapi tak ada kabar darinya,” ucap Kibum, terdengar cemas.
“Sabar, Kibum, kau harus mendengar penjelasanku. Amel pulang ke Jakarta sekitar 10 hari yang lalu, dia menerima telepon dari bibinya, katanya mamanya sakit. Tapi setelah dia pulang ke Jakarta, dia tidak mengabari kami apapun.”
“Apakah kalian kenal bibinya?”
“Tidak, bahkan alamatnyapun Julie tidak tau. Aku sudah minta bantuan sahabatku yang di Jakarta untuk mencari jejak Amelz, sudah 5 hari lewat, tapi belum ada perkembangan darinya.”
“Aku cemas sekali. Apa yang terjadi dengannya? Bahkan dia tidak mengabariku. Aku takut sesuatu yang buruk terjadi padanya.”
“Aku mengerti, Kibum, sebenarnya aku juga cemas. Tapi kaupun tidak bisa berbuat apa-apa. Kita hanya bisa mengandalkan temanku yang di Jakarta. Jangan berpikiran yang negative dulu. Selama ini Amelz adalah gadis yang begitu baik… tidak mungkin sesuatu yang buruk terjadi padanya.”
“Bisakah kau selalu mengabariku tentang perkembangan pencariannya, May?” tanya Kibum.
“Tidak masalah. Aku akan mengabarimu secara regular mulai sekarang. Aku minta maaf, Kibum… aku tidak memberitaumu selama ini. Aku hanya tidak ingin kau cemas. Kupikir Amelz akan pulang secepatnya, tapi…”
“Gwaenchana, May, aku tau maksudmu. Gomawo. Tolong… buat pikiranku tetap waras, oke? Masih tiga bulan lebih aku disini… kalau bisa, besok juga aku ingin kabur dari sini. Amel-lah yang membuatku begini…”
“Tetap tenang, Kibum. Aku akan mengusahakan yang terbaik.”
Namun aku sedikit berbohong. Sesungguhnya, akhir-akhir ini aku makin khawatir. Aku sering berkumpul untuk berdiskusi dengan yang lainnya. Ivana sudah membeli tiket pesawat pulang 5 hari ke depan untuk membantu pencarian Amelz. Kami ingin melaporkan kehilangannya ke polisi, tapi kami sendiri tidak pernah punya data lengkap Amelz, dan kami bukan keluarganya. Sial… teman macam apa aku, tidak bisa melindungi sahabatku sendiri… padahal harusnya akulah yang bertanggungjawab atas apapun yang terjadi pada Amelz… akulah yang bersalah. Aku tidak menyadari ketika pintu kamar diketuk, dibuka, bahkan ketika Jungchul duduk di sampingku. Dia mengamati wajahku dengan sorot matanya yang dalam.
“May, apa terjadi sesuatu?” tanya Jungchul.
Aku tersadar dia ada di sampingku, lalu aku membalas pandangannya. Aku tidak tau harus mulai dari mana, aku tidak yakin apakah baik bercerita padanya, sementara aku merasa aku begitu tidak bertanggungjawab, bodoh dan bersalah… Jungchul meletakkan tangannya di kedua bahuku.
“Kau bisa mempercayaiku. Kau bisa cerita padaku.”
Setetes air mata lolos dari mataku dan aku memalingkan wajahku. Aku tidak suka orang lain melihatku menangis. Tapi di sisi lain, aku takut tindakanku membuatnya tersinggung. Tiba-tiba dia menggandengku berdiri.
“Tunggu aku di luar dorm. Kita bicara di luar saja. Aku akan pamit dengan yang lainnya.”
Aku menurutinya dan menunggunya di luar dorm. Tak sampai 5 menit kemudian, dia sudah keluar dengan menggenggam kunci mobil di tangannya.
“Kau pilih saja kita mau kemana. Yang penting bisa meringankan pikiranmu.”
Disinilah kami akhirnya berada, di sudut bar. Bukannya kami ingin dugem, tapi aku ingin minum. Aku selalu minum ketika aku stress, kebiasaan ini sudah kumulai saat aku masuk kuliah. Keluargaku juga kuat minum, jadi aku tidak mabuk dengan mudah. Perlahan, aku menceritakan apa yang meresahkanku pada Jungchul. Dia cukup tenang dan tidak menyelaku ketika aku bicara. Aku menghargai sikapnya yang ini. Tak jarang, aku meneteskan air mata yang langsung kuhapus. Sekarang aku merindukan Amelz yang ceriwis… juga khawatir kalau-kalau…
“Kurasa memang baik jika Ivana memilih pulang juga untuk mencari Amelz. Sekarang ada dua orang yang bisa diandalkan,” ucap Jungchul memberi tanggapan.
“Tapi aku benar-benar takut…”
“Aku tidak menyalahkan kau yang merasa takut, tapi kalau kau merasa bersalah, aku kecewa pada sikapmu. Ini sudah di luar tanggungjawabmu. Amelz-lah yang berjanji untuk mengabarimu, tapi dia tidak melakukannya, dan ponselnya tidak aktif. Semuanya di luar kuasamu sebagai manusia biasa. Jangan menyiksa dirimu sendiri, May, kau hanya akan merasa makin parah.”
“Tapi Kibum… aku merasa bersalah padanya…”
“Berhenti menempatkan dirimu sebagai Kibum-sshi. Kibum-sshi tidak menyalahkanmu, jadi bebaskanlah dirimu sendiri. Kita perlu menunggu, May. Itu butuh waktu.”
Aku terdiam dan merenungi kata-katanya. Dia benar. Yang aku lakukan selama ini adalah menyiksa diriku sendiri dan itu sama sekali tidak membantu. Kurasa ini juga yang akan Yesung oppa katakan kalau aku bercerita padanya. Ah, Yesung oppa… aku merindukannya. Tapi mengapa… aku membiarkan diriku sendiri terus mendekat pada Jungchul? Aku memandangi matanya yang hitam kelam, yang memandang serius padaku.
“Tersenyumlah, May. Aku ingin melihatmu bahagia,” pinta Jungchul, terdengar tulus.
Aku tak bisa mengecewakannya. Perlahan, aku tersenyum. Walau itu hanya senyum tipis, tapi aku tersenyum. Dan namja di hadapanku ini membalas senyumku. Dan seketika, aku merasa jelas kenapa aku ada disini, bersamanya, kenapa aku, secara sadar sepenuhnya, mendekatinya. Aku tau alasannya.
“Sekarang setelah lega, kupikir kau tak perlu minum lagi. Aku benar-benar ngeri melihatmu minum 8 gelas whisky. Kau terlihat seperti Ryeowook hyung.”
“Jangan khawatir, aku tidak akan mabuk, apalagi mati. Aku hanya merasa panas, yah, paling tidak wajahku sekarang kemerahan.”
Jungchul maju untuk melihat wajahku lebih jelas, dan tiba-tiba aku berdebar-debar lagi. Dia tersenyum dan menarik tanganku.
“Kalau begitu kita keluar saja. Kau cari saja cara untuk mendinginkan tubuhmu atau istirahat. Disini tidak membantu. Disini malah sangat panas.”
Benar, suasana dugem pastinya sangat panas. Aku melirik arlojiku, sekarang sudah jam 7 malam. Tak kusangka sudah disini selama tiga jam penuh. Aku membiarkan diriku digandeng Jungchul. Sentuhan tangannya terasa hangat.
“Kita mau kemana?” tanya Jungchul.
Tapi rupanya hujan yang menyambut kami begitu kami keluar bar. Hujannya cukup deras. Jungchul berdecak kesal.
“Mobilnya kuparkir agak jauh. Kita akan kebasahan. Oh tidak, kau tunggu saja aku disini, nanti aku jemput kau disini.”
“Aku tidak keberatan kebasahan denganmu.”
“Jangan bercanda, nanti kau sakit. Sudahlah, tunggu aku sebentar.”
Aku melihat sosoknya berlari menembus hujan, lalu tak lama setelah itu dia sudah mengendarai mobilnya dan berhenti di depanku. Dia membiarkan pintunya menjeblak terbuka, jadi aku langsung berlarian masuk. Air hujan yang menetes di tubuhku terasa sejuk. Jungchul menyodorkan banyak tissue padaku, dan aku menggunakannya untuk mengeringkan rambutku.
“Kemana tujuan kita berikutnya?”
“Bagaimana kalau kau mampir ke apartemenku, Chul? Sekalian, belum ada anak ZE:A yang tau alamat apartemenku,” tawarku.
“Aku mau minum sesuatu yang hangat di apartemenmu.”
“Tentu, aku akan buatkan.”
Setelah kuberitaukan alamat apartemenku padanya, kami berjalan dalam diam. Terkadang, aku mencuri pandang pada sosoknya. Dia terlihat tampan di balik setir, tenang sekali. Lagu-lagu yang disetel di mobil adalah lagu-lagu yang romantic, jadi membuat pikiranku lari kemana-mana.
“Jungchul, gomawo…”
“Hm? Untuk apa?”
“Segalanya.”
Ada banyak hal yang tak bisa kujelaskan padanya. Dia membuatku nyaman dengan hanya hadir di sisiku. Memang, aku pernah berkata pada Yesung oppa bahwa aku akan baik-baik saja ditinggalkannya, tadinya aku juga berpikir begitu. Tapi setelah setengah bulan ditinggal… aku merasa kesepian. Dan bodohnya aku, aku membiarkan hatiku dirasuki Jungchul. Dari rasa penasaran… saling mengenal dan… rasanya perasaan ini sungguh alami. Akulah yang bersalah. Aku hanya berharap dia menolakku, maka segalanya akan kembali secara normal. Tapi… aku sendiri ragu. Sungguh, aku terlalu bingung, tidak berani memprediksi apa yang akan terjadi ke depannya. Aku hanya ingin tau pilihannya. Bolehkah?
“Jungchul, tidak usah berhenti di areal parkir. Berhenti saja di depan,” pintaku.
“Eh, kenapa? Masih hujan lho, dan aku tidak bawa payung.”
“Aku ingin mendinginkan tubuhku.”
Jungchul tidak mengerti, tapi dia berhenti di depan apartemen sesuai keinginanku. Kubuka pintu mobilnya, lalu berlari dan berhenti di tengah guyuran hujan. Kurentangkan kedua tanganku, aku mendongak dan memejamkan mataku. Sejuk sekali rasanya, perasaanku jadi lebih tenang, lebih bahagia, walau masalah demi masalah pasti akan mendatangiku setelah ini. Aku tidak peduli. Aku ingin bersikap kekanak-kanakan kali ini. Aku ingin merasa bahagia, walaupun hanya saat ini saja.
“May, kau bisa sakit.”
Kulihat Jungchul membuka kaca dan berteriak dari dalam mobil. Aku tertawa.
“Aku baik-baik saja. Aku merasa senang begini. Ayo, ikut aku, Jungchul, ini menyenangkan.”
Kupikir dia tidak akan mengikuti ajakan gilaku, tapi aku salah. Detik berikutnya, dia turun dari mobil dan berlarian mendampingiku. Air hujan membasahinya sepenuhnya, kupandangi sosoknya yang membuat jantungku berdebar keras. Rambut hitamnya yang tebal turun membingkai wajah tirusnya dengan sempurna, kemeja hitamnya basah… dan dia tersenyum. Aku pastilah mabuk, yang pasti aku benar-benar merasa… tergila-gila padanya. Kemejanya yang basah membuat tubuhnya jadi tembus pandang… aku bisa melihat belahan dadanya yang tegas… dan… abs-nya. Aku menjulurkan tanganku untuk menyentuh abs-nya. Aku pasti sudah gila, tapi aku benar-benar melakukannya. Aku berharap dia menolakku, supaya aku tidak berani melakukan yang lebih jauh dari ini, tapi dia malahan menggenggam tanganku. Sentuhan tangannya terasa hangat… dan dia masih tersenyum. Bisa kulihat matanya menelusuriku, dari ujung kepalaku… wajahku… tubuhku… dan tiba-tiba dia menarikku ke pelukannya. Jantungku berdebar begitu keras sampai rasanya sakit memenuhi rongga dadaku. Sudah lama tidak kurasakan perasaan ini… yang rasanya tepat seperti saat Yesung oppa menyatakan perasaannya padaku dulu. Tangannya melingkari punggung dan pinggangku, pelukannya erat.
“Kenapa… Chul?” tanyaku, suaraku bergetar, aku mulai merasa dingin.
“Bajumu basah dan… jadi tembus pandang. Aku takut… orang lain melihatnya.”
Aku merasa pipiku panas. Bodoh sekali aku berpikir hanya tubuh Jungchul saja yang tembus pandang, pastilah aku juga sama parahnya dengannya. Aku mendongakkan kepalaku dan aku menemukan dia rupanya menungguku memandangnya. Dia tidak lagi tersenyum, dia memandangku serius. Nafasku memburu ketika dia mendekatkan wajahnya ke wajahku… dan semuanya terjadi begitu saja. Bibir kami bertautan, ciumannya… hangat dan memabukkan. Sial… ini pasti gara-gara aku kesepian, jadi aku merindukan sentuhan seorang namja. May babo, apa yang kau lakukan sekarang? Ciuman itu berhenti, Jungchul yang menghentikannya, tapi dia masih menjaga jarak wajah kami. Nafasnya terasa hangat menyapu wajahku.
“Jangan disini… kita bisa dalam kesulitan.”
Aku mengerti. Aku menarik tangannya, lalu kami mulai berlari. Kami memasuki lift, langsung kutekan angka 9, sementara salah satu tangan kami masih saling bergandengan. Aku tidak berani meliriknya. Biarkan kami selesaikan masalah ini di dalam saja nanti. Kami masih berlarian menuju apartemen nomor 905, kuletakkan jariku di mesin password pintu dan kami terengah begitu masuk ke dalamnya. Akhirnya kulepas pegangan tangan kami, kulepas sepatuku dan aku melangkah masuk. Jungchul mengikutiku. Ketika sampai di ruang tamu, aku menoleh padanya. Dia masih memandangiku dengan serius.
“Kita masih bisa menghentikan semuanya sebelum segalanya terlambat,” ujarnya, suaranya terdengar sendu.
Aku menarik nafas dalam-dalam.
“Kau benar. Kita harus menghentikannya.”
“Tapi itukah yang kau inginkan? Aku ingin tau isi hatimu yang sebenarnya.”
“Aku… Jungchul, aku… sudah menikah.”
“Saranghae.”
Aku berhenti bernafas. Tadinya kupikir dia tidak akan mengatakan ini, tapi dia sudah mengatakannya.
“Kalau kau tidak mencintaiku…”
“Nado… saranghae…”
Aku hanya jujur pada hatiku, jujur padanya. Sesaat terlintas sosok Yesung oppa di pikiranku, hatiku sakit memikirkannya. Aku mencintainya juga, tapi aku juga mencintai Jungchul. Aku tau aku gila, aku tau aku dalam masalah, aku tau aku tidak akan bisa memilih dua jalan pada saat yang bersamaan, tapi aku menuruti naluriku kali ini, untuk menjangkau Jungchul. Aku melompat menerjangnya, dan dia menangkap tubuhku. Kukalungkan lenganku di lehernya dan kukecup bibirnya. Dia membalas ciumanku… bibirnya terasa lembut dan hangat… walau ciuman kami tidak lembut, tapi penuh dengan nafsu… kami terlibat perang lidah... saliva kami bertukar… kami cukup lama bertahan dalam posisi seperti ini, sebelum lagi, dia yang menghentikannya.
“Ini sudah terlalu jauh,” keluhnya.
“Tidak… aku menginginkannya.”
Suasana hening setelahnya. Pipiku terasa panas.
“Aku… menginginkanmu…”
Tapi salahkah mataku ketika aku melihat wajahnya, yang pipinya juga kemerahan?
“Tapi aku… tidak pernah melakukan ini sebelumnya.”
Andaikan kami sedang saling bercanda, aku pasti akan menertawakannya habis-habisan. Tunggu, sekarang usianya sudah 26, dan dia bilang dia tidak pengalaman sama sekali soal ini? Kubelai wajahnya.
“Kalau begitu… aku akan memberimu kenangan yang tidak akan pernah kau lupakan…”
Dia yang tadinya menghentikan ini, tapi berikutnya dia lagi yang memulainya. Ciuman kami sama panasnya, dan ketika kutarik bibirku, kuserang daun telinganya. Kudengar dia mendesah lembut… aha, dia sensitive. Tubuh Jungchul wangi… suatu wangi yang sulit kugambarkan… seperti wangi pepohonan di hutan liar… yang membuatku selalu ingin menciumi kulitnya…
“Kurasa kita harus pindah ke kamar…” bisikku menggodanya.
Dia tau dimana kamarku, sudah jelas sekali hanya ada satu ruangan lain yang berpintu di apartemenku. Dia masih menggendongku, membawaku masuk ke kamar. Secara naluri, dia membaringkanku di ranjang. Kembali kuelus wajah tirusnya, dia tampan sekali.
“May, mianhae… tapi aku benar-benar mencintaimu, bahkan sejak pertama aku melihatmu. Aku merasa bersalah karena kau sudah menikah, tapi aku tidak bisa menghentikan perasaanku. Kulihat kau juga melirikku… dan itu membuatku gila. Kedekatan kita yang walau hanya beberapa hari benar-benar membuatku hilang akal. Mianhae…”
“Jangan minta maaf lagi. Ikuti nalurimu, Jungchul. Aku juga mencintaimu. Aku milikmu… sekarang… buatlah aku jadi milikmu…”
Kubuka kancing kemejaku satu-persatu… dan kulihat pandangan matanya yang menelusuri tubuhku. Kudorong tubuhnya sehingga aku bisa duduk, dan aku menelanjangi diriku sendiri di hadapannya. Aku tidak malu ataupun ragu lagi… ini keputusanku. Kutarik wajahnya mendekati leherku. Ketika bibirnya menyentuh leherku, tubuhku merinding. Dia menjilati kulit leherku… ke atas ke bawah, ke kiri ke kanan… belakang leherkupun tidak lepas dari serangannya… dan bahuku… di ujung bahuku, dia menggigitnya perlahan.
“Ah, Chul…” desahku manja.
“Sakitkah?”
“Tidak. Aku menyukainya. Seharusnya kau membuat itu lebih banyak.”
Dia tersenyum dan mengecup bibirku sejenak. Aku bersabar, menunggunya membuat gairahku mencapai puncaknya. Dia perlu belajar banyak… tapi ini permulaan yang bagus. Lidahnya turun ke dadaku, membuat kissmark juga di antara payudaraku. Dia hebat… dan masih dengan ujung lidahnya, dia menjilati nipple payudara kiriku. Tubuhku merinding sepenuhnya. Ketika dia menghisap payudaraku, kuelus rambutnya perlahan.
“Emmmmmmmhh… Chul… jangan berhenti…”
Dia memang tengah belajar. Dia mengeksplorasi setiap jengkal tubuhku. Bahkan diapun membuat kissmark di sekitar pusarku. Yang membuatku makin gila adalah dia sama sekali tidak menggunakan tangannya. Dia hanya mencengkeram lenganku selama dia memberi jejak di tubuhku. Dan ketika lidahnya makin turun di tubuhku, tangannya berpindah ke pinggangku.
“Heechul… aku… sangat sensitive disitu… jangan… membuatku…” protesku ketika lidahnya sudah sampai di bagian bawah perutku.
“Sensitif? Sungguhkah? Kuingin tau seperti apa reaksimu…”
Dia mendorong tubuhku terbaring di ranjang. Tidak mengindahkan peringatanku, lidahnya malah menyentuh vaginaku. Sakelar di tubuhku menyala penuh sekarang, aku tidak bisa mencegah diriku sendiri untuk mendesah sekarang. Dia menjilat, menghisap, menjilat lagi… walaupun lidahnya tidak menyusup terlalu dalam, tapi dia tau jelas dimana titik sensitifku berada dan dia tidak berhenti memberiku rangsangan disana… aku sudah banjir cairan, terlalu cepat, tapi aku tidak bisa menghentikan diriku untuk merasa terangsang… aku sudah terlalu lama tidak disentuh, mungkin inilah sebabnya. Tiba-tiba kutarik wajahnya, ekspresinya datar.
“Chul, hentikan… sekarang giliranku…”
Aku menarik lepas kaosnya, membaringkannya, lalu memposisikan tubuhku di atasnya. Ujung jariku menelusuri kulit tubuhnya yang putih… belahan dada bidangnya… abs-nya… Kukecup lehernya, kugigit di bagian yang ingin kutandai, sementara tanganku mulai membuka celana panjangnya. Nipple-nya kugigit perlahan, begitu juga abs-nya… kudengar nafasnya memburu… dan aku menikmati memberinya kenikmatan… apakah ini akan terjadi sekali, ataupun berapa kalipun ke depannya… kuingin dia tidak melupakan malam ini… Ketika sudah berhasil kuturunkan celana panjangnya, kubebaskan dia juga dari underwear-nya, dan dia sudah naked sepenuhnya. Kupandangi tubuhnya sekali lagi… dan dia memang sempurna. Wajahnya yang tampan… tubuhnya yang seksi… dan dia Jung Heechul, namja yang kucintai. Kulirik juniornya yang besar, memberiku tantangan ingin mencobanya. Tadinya juniornya sudah mengacung, tapi ketika kugigit perlahan dan kujilat junior dan twinsball-nya, juniornya makin tegang.
“May… aku… akan tidak terkendali…” keluhnya.
“Aku ingin kau tidak terkendali. Aku ingin membuatmu gila, Heechul-ah…”
Tanpa kusangka, dia membaringkanku. Kami berciuman panas, saling berperang lidah… Kurasakan salah satu tangannya meremas payudaraku dan tangannya yang lain tengah membantu juniornya menerobos vaginaku. Kuulurkan salah satu tanganku untuk membantunya, menggenggam juniornya dan akhirnya memasuki vaginaku. Ternyata kami menemui kesulitan. Aku baru sadar, ukuran juniornya rupanya lebih besar dari milik Yesung oppa.
“Emm… dorong… Heechul-ah… dorong… aku tidak apa-apa…”
“May… kau… memberiku… tantangan…”
Setelah beberapa lama berjuang, akhirnya juniornya masuk dengan sempurna. Juniornya seakan memenuhi seluruh liang vaginaku. Dia tidak memberi jeda, langsung menggerakkan pinggulnya dengan cepat. Tubuhku bergerak naik-turun di bawahnya, dan dia memberiku semakin banyak kissmark di leherku. Kami sama-sama mendesah, dan aku tau jelas, kali ini dia memang tidak bisa mengendalikan dirinya. Tubuhku menggelinjang nikmat, genjotannya sangat bertenaga, aku sudah berkali-kali banjir cairan… aku kalah. Aku benar-benar kalah. Jika ini yang pertama untuknya… aku ingin tau apa yang akan terjadi jika kami melakukannya lebih dari sekali…
“May… aku sudah ingin…” keluhnya, dia memejamkan matanya.
“Keluarkan saja… semuanya…”
Aku memeluk tubuhnya yang berkeringat erat-erat ketika kurasakan juniornya menembakkan sperma ke rahimku. Hangat, menenangkan, sekaligus… menggairahkan. Menit berikutnya, yang terdengar hanyalah nafas kami yang terengah-engah. Dia agak bangkit dan kami bertukar pandang. Kuelus lagi wajahnya perlahan. Keringat memenuhi wajahnya… tapi bagiku, dia terlihat makin tampan, makin hot.
“Bagaimana rasanya? Apa kau menyukainya?”
“Kenapa kau membuatku lepas kendali, May?”
“Aku jadi merasa lebih mengenalmu setelah aku tau kau bisa lepas kendali, Heechul-ah…”
“Bolehkah aku berada disini… untuk beberapa lama lagi?”
“Tentu… bahkan kalau kau ingin mencobanya lagi… aku tidak keberatan.”
Aku tersenyum menggodanya. Aku tidak bisa membaca ekspresi wajahnya, ada sesuatu yang dipikirkannya… tapi detik berikutnya dia mendaratkan ciumannya di bibirku. Biarlah begini saja adanya… mianhae, Yesung oppa…
***
WE WANT CHAPTER 7! Hahaha *ga sabaran* #plak
ReplyDeleteWah, Donghae oppa mau syuting skip beta kan? kan? *itu di taiwan riiin*
Sabar ya Juliee, ada Dongmi disini X3
Ameeeeeeel. huhuhu. Kasian dirimu. ini alex kah? ALEX? Mantannya May? Wah, ni orang ngajak tarung nih kayaknya
Hayo eonni kenapa masuk dalam kamar hayooo sama Jungchul?
Dan ternyata Jeng jeeeeeeeng. Mereka yadongan di kamar!!!
Eonn, kamu haru periksa CCTV, jangan2 Yeppa masang CCTV disitu #eh *ini apa lagi*
Chapter 5 kali ini panjang. Bagus eonn. ^^
Ah, saya tidak sabar untuk chapter 7, *chapter 6 di skip aja* :p
/prayforamelz
ReplyDeleteorz. itu gigit aja juniornya sih laki-laki gak tau diri iu! gigit sampe putus, terus, telan hidup-hidup! /brbshoweran
er, kasian sih amelz...
nelangsa kali hidupmu, nak /krikk. bermaksud mau ketemu sih bibi, eh, malah berakhir diranjang kemuraman(?) lols
ada mbum! omijooottssss! XDDDDD
bah, adegan jungchul sama mays entah kenafaah aku kok kurang suka yah =I
itu kayak terlalu cepat aja .__________.
katanya may cinta sama yeppa... tapi, kenafaah selingkuhnya gampang sekali? u,u /dihajarmays
kkkkk kidding! .__.v
aku suka! XDDDDDDDD
lanjutkan, beib! buat tanda ke-pemilikan disetiap tubuh mereka yang bisa kau buat! /liriklehermbum /mupengsendiri /gelindingan
betul2, ngurus bayi sungguh merepotkan
ReplyDelete*kek gw pnah ngurus aje* lol
Ahh...donghae malah mo syuting di beijing :'(
Makin jarang ktemuan :'(
Kyuuuuuu *eh?*
Omijott!!! amelzzzz *syokk*
Busetttt, ngak da yg tau keberadaan amel ape???
*banting kursi*
Kacian ameeellll ><
Tnyata Alex????? OMONA! :O
May masuk kamar...emank slalu berabe (?) XDDD
*ditendang*
Ehem...itu maayyy...anak orang ituuu masih polos dan suci sudah dinodai LMAO
Maayyyy.....yeppa gimanaaa, omijottt xD
Donghae oppa syuting film di beijing.. film kolosal kah?
ReplyDeleteaku ngebayangin rambut ala dinasti Qing yg setengah botak itu *ditimpuk*
kasihan Amelz..
Alex maniak.. buang aja laki2 kyk gini..
pake "honey" pula.. hiii. . . . .*bergidik*
*tepuk2 pundak yeppa* yeppa sibuk sih... *ditimpuk*
dan.. May sebenarnya dilarang masuk kamar.. atau keperjakaan jungchul direbut (?) *dihajar may jie habis-habisan*
-teph-