Welcome Here ^0^v

You can read; and then please kindly leave comment(s) so I could improve;
But don't try to STEAL a part or whole part of all post WITHOUT a proper CREDIT; you'll know the risk if you still do it;
Intro: I'm a hyper Cloudsomnia, Jung Heechul IS MINE, OFFICIAL WIFE OF KIM JONGWOON, GO is the OWNER OF MY HEART, definitely a Lively E.L.F and also a multi-fandom: ELF, ZE:A's, Triple S, A+, VIP; I'm a unique, weird and super delusional girl;
Just add my Facebook account: maymugungponks; and follow my Twitter: (hidden for some reason);
But be careful~~ I'm not as easy as you think I might be~

Sunday, 8 April 2012

No Other The Story chapter 28


No Other The Story
Chapter 28

RYEOWOOK’S DIARY
CHAPTER 28
THE GIRL IS MINE
SUB-DIARY: DONGHAE’S

                Kenapa… kenapa Yifang tidak mengucapkan apapun padaku, setelah apa yang kulakukan padanya selama ini? Memang sih aku bukan Cuma memasak untuknya, tapi kenapa dia tidak mengucapkan, walau kata terima kasih yang sangat sederhana? Bukannya aku menuntut balas budi, hanya saja aku merasa ada yang aneh pada hubungan kami. Bukannya kami berdua dulu sangat akrab? Tapi sekarang kami berdua tak pernah lagi keluar bersama. Dan yang lebih penting, dia dan Yesungie hyung, sekarang mereka begitu dekat. Apakah Yesungie hyung… menyukai Yifang? Dan aku tersentak ketika mendengar ponsel yang kuletakkan di mejaku berbunyi dan bergetar hebat. Aku melihatnya: wajah tersenyum Yifang yang manis.

                “Yoboseyo, Yifang… hah, apa? Ooh, baiklah… ne. aku akan kesana,” kataku menjawab teleponnya.

                Ah, Yifang sekarang membutuhkanku. Baru saja aku merasa pesimis, tapi betapa bodohnya aku. Lihat, dia masih juga mengandalkanku. Aku harus ke apartemennya sekarang, lagipula aku sedang santai nih. Aku membawa ponsel dan dompetku saja, itu sudah cukup. Dalam sekejap saja, aku sudah sampai di apartemen 402 dan menekan belnya.

                “Wookie, gomawo mau datang. Tapi kau memang sedang santai kan yah?” Tanya Yifang, tersenyum padaku.
                “Aku memang sedang santai. Ada apa, Yifang?”

                Aku masuk ke apartemennya yang tertata rapi. Aku tau selama ini yang membereskan apartemen adalah Yifang, dari cerita Xili. Setiap kali Xili ingin membantunya, dia pasti tak mengizinkan. Dia terlalu sayang Xili, dan aku suka itu, berarti hatinya lemah lembut.

                “Eng… Wookie, Xili sakit. Kau bisa menjaganya kan? Kau tau, aku tidak bisa apa-apa, bahkan memasak bubur saja tak bisa. Lagipula aku harus pergi sampai malam.”
                “Tentu, tak masalah. Tapi kau mau kemana?”
                “Siaran radio, lalu err… aku ada kegiatan lain. Tolong yah, Wookie.”
                “Oh… baiklah. Bagaimana kalau kau bawa bekal? Aku buatkan sandwich? Hanya butuh waktu 10 menit koq untuk membuatnya.”
                “Boleh, Wookie. Gomawo. Xili ada di kamarnya. Aku siap-siap dulu yah.”

                Aku melihat sosok Yifang yang memasuki kamarnya, sementara aku ke dapur yang juga bersih, dapur yang sudah sangat kukenal. Kulihat juga pintu kamar Xili yang di seberang dapur terbuka. Aku segera mempersiapkan sandwich dengan terampil, karena aku sudah terbiasa membuat ini. Setiap kali ada teman satu apartemen yang terburu-buru dan tak sempat makan, aku pasti buatkan sandwich. Kebetulan, untuk persiapan dalam keadaan darurat, aku juga menyimpan bahannya di tempatnya Yifang.  Begitu dia sudah siap, dia mampir ke dapur menemuiku. Aku memasukkan lima potong sandwich sekaligus ke dalam kotak makanan berwarna hijau, yang, aku berani bertaruh, pasti punya Yifang.

                “Wookie, gomawo…” katanya sambil tersenyum.
                “Jangan bilang kata itu lagi. Aku kan sudah ingatkan.”
                “Hahaha… mian. Aku pergi dulu yah. Ah ya, kalau kau memang ada kesibukan lain kau boleh pergi koq. Aku tak mau ini membebanimu.”
                “Gwaenchana, aku tau, Yifang.”
                “Nah… aku pergi dulu ya. Sampai jumpa.”

                Aku melihat sosoknya yang manis itu pergi. Rasanya ingin sekali tanganku menggapainya, tapi aku tak sanggup. Kenapa aku tak berani ungkapkan padanya apa yang ada dalam hatiku? Tapi… kedekatannya dengan Yesungie hyung, apalagi Yesungie hyung kelihatan bahagia… apa yang kupikirkan? Aku segera menuju kamar Xili, melihatnya tertidur di ranjangnya. Aku mengecek suhu tubuhnya dengan meletakkan tangan kananku di dahinya. Ah, dia demam cukup tinggi. Tak lama kemudian aku mulai sibuk mengompresnya dan memasak bubur yang penuh gizi. Mungkin karena perubahan musim, Xili jadi sakit. Tapi… kalau dipikir-pikir… aneh juga ya kalau aku Cuma berduaan dengan Xili begini. Ada yang tak beres. Apa aku ajak seseorang… eng… Yesungie hyung? Ah ani… Donghae hyung? Ah ya, benar.

                “Yoboseyo, hyung, dimana sekarang? Sudah mau pulang? Ng… aku di apartemennya Yifang, hyung bisa kesini menemaniku? Xili sakit, aku menjaganya dan Yifang pergi… baiklah. Aku tunggu,” ucapku pada Donghae hyung lewat telepon.

                Syukurlah syuting untuk variety show yang diikuti Donghae hyung sudah selesai, jadi dia bisa kesini. Aku merasa tak enak berduaan begini dengan Xili. Kalau dengan Yifang yah… kesibukanku terpotong ketika bel berbunyi. Takut membuat Xili bangun, aku bergegas membuka pintu dan melihat orang yang kutunggu sudah datang.

                “Wookie ya~ mana Xili?” Tanya Donghae hyung, kedengaran terburu-buru.
                “Dia di kamarnya. Dia demam cukup tinggi, aku jadi agak khawatir.”
                “Mana, sini aku lihat.”

                Donghae hyung masuk melewatiku dan aku mengikutinya menuju kamar Xili. Xili masih tertidur, tapi tampak gelisah dan terus berkeringat dingin. Donghae hyung memandangnya dengan wajah khawatir yang… hmm… mungkinkah?? Setelah itu kami sibuk mengompres Xili dalam diam, takut dia terbangun. Ketika jam makan siang tiba, aku dan Donghae hyung duduk di ruang tamu, makan siang sambil menonton tivi.

                “Hyung, sebenarnya aku bingung. Kenapa ya Yifang meninggalkanku berdua saja dengan Xili?”
                “Karena dia khawatir Xili sendirian saja dalam keadaan sakit?”
                “Tapi kenapa harus aku?”
                “Karena kau yang paling dekat dengan Yifang,” jawab Donghae hyung setelah menelan setumpuk nasi.
                “Bukannya dia dekat dengan Yesungie hyung?”
                “Ng… salah juga. Kalau dibilang dekat denganmu, Yifang juga dekat denganku koq. Agak aneh ya memang…”

                Kami mengunyah makan siang kami sambil berpikir…

                “Hyung, sebenarnya… apa kau tau aku suka kesini untuk memasak makan siang dan makan malam? Yifang kan belakangan sering tidak di apartemen, yang ada Cuma Xili. Aku pernah juga pinjam kunci ID Xili ketika Xili waktu itu bilang besok dia tak ada di apartemen.”
                “Kau seperti koki saja sekarang, Wookie. Tapi apa Yifang tau kau melakukan ini untuknya?”
                “Ng… harusnya tau, kan? Kupikir Xili memberitaunya. Kemarin aku meninggalkan pesan di meja makan, semacam ucapan selamat makan begitulah, tapi… ketika tadi kami bertemu, dia tidak bilang apa-apa.”
                “Aneh… ah, tunggu! Kau bilang tadi, kau pinjam ID Xili, dan kebanyakan… kau kesini tak ada Yifang? Itu mungkin… Wookie ya~” Donghae hyung meletakkan mangkuknya di meja, “Yifang salah paham padamu. Dia pikir kau suka Xili, kau lakukan itu untuk Xili, bukan dia.”
                “Eh, tapi… kemarin aku tinggalkan pesan, kutulis namanya koq.”
                “Tapi kemungkinannya ya itu, dia salah paham. Kau harus jelaskan ini padanya kalau tidak mau ke depannya jadi berantakan.”
                “Ne. tapi Hyung… ng… Yifang sekarang… sepertinya dekat dengan Yesungie hyung…”

                Donghae hyung menatapku lekat. Dia adalah salah satu hyung favoritku selain Yesungie hyung, Leeteuk hyung dan Hangeng hyung. Aku bisa curhat padanya bila perlu, seperti sekarang misalnya.

                “Wookie, aku tau posisimu sulit, tapi kau tau, kau harus hormati keputusan Yifang. Kalau memang dia memilih Yesung hyung… yah, sekarang sih belum bisa dibilang dia sudah benar-benar memilih, tapi lebih baik kau jelaskan dulu kesalahpahaman yang ada, supaya kalau dia memilih, dia bisa memilih dengan lebih objektif. Apapun hasilnya, meski berat, kau harus menerimanya, Wookie ah~”

                Aku mengangguk dalam diam. Membayangkan Yifang dan Yesungie hyung bersama, ada perasaan aneh bergolak dalam dadaku. Senang? Bisa jadi, karena aku sayang mereka berdua. Wanita mana yang pantas untuk Yesungie hyung daripada Yifang yang manis dan lemah lembut, juga mandiri itu? Dan pria mana yang pantas untuk Yifang daripada Yesungie hyung yang berkepribadian menarik, romantic dan dewasa itu? Apalagi kalau mereka saling mencintai, pasti akan terasa lebih indah… tapi mungkin juga aku sedih. Kupikir akhirnya aku menemukan wanita yang benar-benar kucintai, yang untuknya akan kuberikan segalanya, tapi… Donghae hyung menepuk bahuku.

                “Semuanya belum pasti, oke? Kau harus jelaskan pada Yifang, itu langkah pertama. Wookie, hwaiting!” kata Donghae hyung sambil tersenyum.
                “Ne, hyung. Gomawo.”
                “Sebenarnya kalau soal saing-bersaing begini, aku juga mengalaminya, mungkin sama beratnya juga denganmu. Wookie, aku suka Xili.”

                Sebelum aku bisa menanggapinya, ponselku bergetar hebat. Aku melihat ID Heechul hyung muncul.

                “Yoboseyo, hyung… aku tidak bisa keluar sekarang, aku sedang bersama Donghae hyung di apartemen Yifang… Xili sakit, kami menjaganya… bagaimana kalau hyung yang kesini? Sekarang jam makan siang, kan? Ani, tak ada siapa-siapa selain kami berdua dan Xili yang tidur. Baiklah, kami tunggu.”
                “Waeyo? Heechul hyung mau bergabung dalam keramaian?”
                “Ne. suaranya lesu sekali, mungkin dia mau cerita-cerita. Tunggu dulu, tadi hyung bilang hyung suka Xili? Aku tau soal itu, hyung, kelihatan koq.”
                “Tapi apa kau tau kalau sainganku itu Hangeng hyung?” tanyanya misterius.
                “MWORAGO?”
                “Ne. makanya aku bilang, sainganku berat. Xili suka sekali main ke restonya hyung, kau tau? Bukan hanya untuk mengunjungi Pipi sih, tapi lebih ke mengunjungi majikannya. Hangeng hyung juga semenjak menolong Xili hari itu, sepertinya jadi jauh memperhatikan dia.”
                “Ah, aku jadi ingat, hyung. Pada malam tahun baru yang kemarin, sepertinya aku melihat Xili berduaan dengan Hangeng hyung di balkon. Kalau tidak salah waktu itu hyung lagi main game dengan yang lain.”
                “Ng… Donghae oppa, Ryeowook oppa…” panggil Xili dengan suara lesu, membuat kami kaget.

                Kami menoleh dan melihat Xili dalam keadaan berantakan dan pucat bersandar di tembok menuju ruang tamu. Aku berharap dia tidak mendengar apa yang barusan kami bicarakan. Atau dia dari tadi sudah disitu? Kami kan membelakangi arah itu! Ani… jangan sampai…

                “Ah, Xili, sudah bangun?” Tanya Donghae hyung sambil tersenyum.
                “Yifang onnie dimana? Koq kalian ada disini?”
                “Yifang menyuruh kami menjagamu. Kau lapar tidak, Xili? Kau harus makan bubur. Aku siapkan ya,” ucapku sambil menarik tangan Donghae hyung.
                “Boleh, oppa. Gomawo…”
                “Kau istirahat dulu di kamarmu, nanti kami bawakan kesana.”

                Xili kembali masuk ke kamarnya, tampaknya masih setengah sadar, sedangkan aku dan Donghae hyung ke dapur. Aku kembali memanaskan bubur yang kumasak, sedangkan hyung sengaja menempel dekat padaku. Kami bertukar pandang, tapi kami berbicara lewat lirikan mata kami. Kami sama-sama bertanya, apa Xili mendengar pembicaraan kami? Kamipun berharap yang sama, supaya dia tidak mendengar apapun. Aku menyerahkan semangkuk bubur yang panas ke tangan hyung.

                “Hyung, suapi Xili. Aku akan mempersiapkan makanan untuk Heechul hyung. Siapa tau dia belum makan.”
                “Ne,” ujar Donghae hyung tanpa banyak bicara.

                Dia menghilang ke dalam kamar Xili, sedangkan aku sekali lagi sibuk di dapur. Aku, bersaing dengan Yesungie hyung, Donghae hyung bersaing dengan Hangeng hyung. Kenapa bisa begini? Kenapa kami yang bersahabat belasan tahun, sekarang harus mencintai wanita yang sama? Terkadang aku berpikir, ini pastilah takdir. Hanya saja… apa Yifang itu takdir cintaku atau Yesungie hyung, aku tak berani menebak. Ah, itu pasti Heechul hyung di luar. Untunglah aku berhasil membuat dua lauk untuknya. Betapa kagetnya aku melihat tampang Heechul hyung yang lesu di depan pintu.

                “Hyung, apa yang terjadi denganmu?”
                “Ingin cerita-cerita. Mana Hae?” tanyanya, masuk ke dalam.
                “Hyung sedang menyuapi Xili. Hyung belum makan? Bagaimana kalau kita ngobrol sambil makan?”
                “Kau selalu tau situasi, Wookie. Okelah.”
                “Duduk di ruang tamu tunggu aku, hyung.”

                Aku mengambil semangkuk nasi dan kedua lauk tadi dan menatanya di meja ruang tamu. Pertamanya Heechul hyung makan dalam diam, tapi akhirnya dia bicara juga.

                “Wookie, menurutmu… apa ada wanita yang bisa menolak pesonaku?”
                “Mana mungkin ada.”
                “Menurutmu apakah aku benar-benar tampan dan keren, idola para wanita?”
                “Masih perlu Tanya, hyung? Meski hyung bukan artis, hyung punya banyak fans. Hyung luar biasa keren koq,” jawabku jujur.
                “Tapi… taukah kau… aku baru ditolak!”
                “Mwo? Tidak mungkin… mana ada wanita yang berani menolak hyung. Siapa sih dia?”
                “Itu memang terjadi, Wookie. Yang menolakku itu Meifen.”
                “TIDAK MUNGKIN!”
                “Wookie, suaramu kedengaran sampai kamar. Untung Xili sudah tidur. Kenapa sih kau heboh begitu?” sergah Donghae hyung resah, keluar dari kamar Xili.

                Akupun menceritakan apa yang terjadi pada Heechul hyung, dan sama saja, Donghae hyung juga berteriak, tapi dia menahan volume suaranya.

                “Tapi… tapi… hyung suka Meifen? Bukannya hyung selama ini bertengkar dengannya?”
                “Itu kejadian lama, Wookie. Kau taulah yang seperti Meifen itu tipe yang kusuka. Dia modis, cantik, cukup terkenal, tapi tidak manja dan masih suka kerja,” jawab Heechul hyung.
                “Omo… jadi tadi hyung menembaknya di resto?”
                “Aku mengajaknya keluar resto sebentar dan aku langsung bilang: ayo pacaran denganku. Dan dia tanpa menunggu lama langsung bilang: tidak bisa. Aku tak menyangka… ternyata begini rasanya sakit hati…”
                “Yang sabar hyung. Mungkin Meifen punya alasan sendiri,” ujar Donghae hyung.
                “Ne. setelah itu aku baru tau apa alasannya. Matanya tidak lepas dari Hangeng. Dia begitu cekatan kalau membantu Hangeng, bahkan mereka sering ngobrol berdua. Aku curiga Hangeng sudah sampai tahap curhat padanya.”

                Aku dan Donghae hyung bertukar pandang. Hangeng hyung LAGI? Bagaimana mungkin semuanya bisa menjadi benang kusut begini? Hanya karena kedatangan mereka ke Seoul…

                “Hyung, begini. Tadi kami baru saja bertukar pikiran soal ini. Yifang… aku menyukainya, dan Yesungie hyung juga menyukainya. Nah, Yifang menduga aku suka pada Xili. Sekarang masalahnya Donghae hyung menyukai Xili. Dan… Xili dan Hangeng hyung hubungannya dekat. Tadi barusan hyung bilang Meifen juga dekat dengan Hangeng hyung sementara hyung suka pada Meifen? Ini namanya…” jelasku ragu, tak tau kata mana yang tepat menggambarkan ini semua.
                “Berantakan,” kedua hyungku menjawabnya bersamaan.
                “Sekarang masalahnya, siapa yang Yifang sukai: kau, atau Yesung hyung? Dan siapa yang Xili sukai: aku atau Hangeng hyung? Juga siapa yang Hangeng hyung suka: Xili atau Meifen? Omona… kenapa urusannya jadi begini sih?” Tanya Donghae hyung bingung, mengacak-acak rambutnya.
                “Wanita-wanita ini memang hebat, eh… rata-rata diperebutkan dua pria… yang hebatnya juga Hangeng diperebutkan dua wanita. Wuah… aku kalah ya sama Hangeng?” Tanya Heechul hyung, kedengaran down.
                “Bukannya kalah soal penampilan sih hyung, kurasa lebih ke selera mereka saja,” jawabku, masih juga kedengaran tak yakin.

                Akhirnya kami lebih banyak diam, sepertinya sibuk dengan pikiran masing-masing. Akupun bingung… apa yang harus kulakukan pada cintaku? Melerakan Yifang? Tapi… sanggupkah aku…?

                “Kurasa kita harus menghubungi Leeteuk hyung. Keadaan Xili tambah parah nih,” usul Donghae hyung, untuk kesekian kalinya bolak-balik kamar itu.

                Aku melirik jam dinding, tak menyangka sudah jam 6 malam sekarang.

                “Tadi pagi hyung sudah ke rumah sakit jam tujuh pagi kan? Harusnya sekarang dia sudah pulang.”
                “Ng, aku coba telepon dia saja,” putus Heechul hyung, mengambil ponselnya.

                Dia menempelkan ponselnya ke telinganya, tapi wajahnya berkerut, lalu menekan nomor lain.

                “Yoboseyo, apa Dokter Park Jungsu ada? Ne, ini dari Kim. Ne… oh? Baiklah. Kamsahamnida.”
                “Leeteuk hyung ada?” tanyaku begitu Heechul hyung menutup ponselnya.
                “Ani. Tadi ponselnya tidak aktif, dan ketika aku telepon rumah sakit, katanya dia sudah pulang.”
                “Bagaimana kalau aku mengecek ke atas? Kalau hyung ada aku langsung mengajaknya ke bawah?”
                “Boleh juga sih. Tolong ya, Wookie,” pinta Donghae hyung.
                “Eh, ngomong-ngomong sudah semalam ini. Aku pulang saja dulu daripada nanti bertemu Meifen. Aku untuk sementara tak mau melihatnya. Oh ya, kalian jangan bahas masalah ini ya, malu aku,” wanti Heechul hyung.
                “Lho, tidak mau makan dulu?” tanyaku.
                “Ani. Nanti kita ngobrol-ngobrol lagi. Bye…”

                Dan Heechul hyung pergi mendahuluiku. Setelah memanaskan sisa lauk tadi siang dan memasak sedikit lagi untuk persiapan Yifang, Manshi dan Meifen pulang, aku keluar apartemen dan meninggalkan Donghae hyung yang masuk lagi ke kamar Xili. Kalau aku bertemu dengan Yesungie hyung, apakah lebih baik aku tanyakan padanya apakah dia dan Yifang… ah, itu nanti sajalah. Ketika membuka pintu apartemenku, aku langsung keluar lagi dengan kaget. Aku melihat Yifang, sedang duduk di sofa ruang tamu kami. Kenapa dia tidak pulang ke apartemen, malahan kesini? Apa yang dia lakukan?

                “Aduh, pakai acara jatuh lagi,” keluh Yifang.

                Aku bersembunyi di balik tembok dan mengintip lewat pintu yang kubiarkan sedikit terbuka. Kenapa aku sembunyi-sembunyi begini sih? Bukannya ini apartemenku? Aku melihat Yifang menunduk mencari-cari sesuatu. Tak lama kemudian badannya sepenuhnya menghilang di depan sofa, aku hanya bisa melihat punggungnya. Yang membuatku kaget, aku mendengarnya berteriak keras sekali. Aku melihatnya menjulurkan jari tengahnya yang berdarah, dan baru akan berlari ke dalam ketika aku mendengar ada suara yang lain di dalam.

                “Yifang, waeyo? Aku bilang tunggu sebentar, aku lagi menyiapkan ramen tadi, tapi kau…” Yesungie hyung, masuk ke ruang tamu dengan membawa nampan yang berisi dua mangkuk besar sesuatu yang berasap, “kenapa kau bisa berdarah?”

                Dia meletakkan nampan itu di meja ruang tamu lalu beranjak mendekati Yifang, membantunya berdiri. Sekarang Yesungie hyung memegangi tangan kanan Yifang, jari tengahnya masih berdarah.

                “Kau ini bagaimana sih? Bagaimana kau bisa membiarkan jarimu terluka? Jarimu ini penting untukmu!”
                “Mianhae, oppa, habis tadi aku menjatuhkan suratnya ke bawah sofa, jadi aku mau mengambilnya, tak taunya sofanya berat dan aku menjatuhkannya ke tanganku.”
                “Pabho! Kau kan bisa minta aku yang ambilkan. Omona, Yifang…”

                Yesungie hyung mulai meniupi luka itu, mengambil tissue untuk membersihkan darah yang mengalir.

                “Sakit?”
                “Perih, oppa.”

                Dan tiba-tiba, Yesungie hyung memasukkan jari yang terluka itu ke mulutnya, dia menghisap darahnya. Dan pada saat itu pikiranku macet. Apa yang kulihat? Apa yang sebaiknya kulakukan? Yifang, kumohon… kalau kau tidak mencintainya, tariklah jarimu, tolaklah dia… kumohon…

                “Op… oppa…” kata Yifang, matanya terbelalak, wajahnya memerah sepenuhnya.

                Wajah seperti itu, yang begitu manis, aku tak pernah melihatnya, tapi mengapa… dia berwajah begitu pada Yesungie hyung? Yesungie hyung mengeluarkan jari itu, lalu menggenggam tangan Yifang.

                “Sekarang darahnya sudah berhenti. Aku akan mengambil kotak P3K dan mengobatimu.”
                “Oppa… tak perlu melakukan itu semua, ini Cuma luka kecil.”
                “Karena aku tak ingin kau disakiti, walau itu luka yang sangat kecil sekalipun, Yifang.”

                Yifang dan Yesungie hyung kini bertukar pandang, bahkan mata Yifang mulai berbinar. Aku membalikkan badanku dan kembali ke apartemen Yifang dengan jantung berdetak kencang. Aku menekan bel apartemen, dan merasa kepalaku pusing. Meifen membukakan pintu untukku.

                “Lho, Ryeowook oppa? Mana Leeteuk oppa-nya?” Tanya Meifen.
                “Ani, dia… belum pulang,” jawabku dengan suara yang serak.

                Aku mencari sosok Donghae hyung, tapi yang kulihat hanya Manshi yang wajahnya pucat duduk di ruang tamu, memandangku.

                “Anyong, Ryeowook oppa,” sapanya.
                “Anyong, Manshi. Dimana Donghae hyung?”
                “Dia di kamar Xili.”

                Aku langsung bergegas ke kamar paling belakang itu. Aku membuka pintunya dengan agak keras dan Donghae hyung yang sedang duduk di tepian ranjang Xili melonjak kaget. Dia menempelkan jari telunjuknya ke bibirnya, memperingati aku untuk diam. Aku melembutkan langkahku sementara menutup pintu. Aku duduk perlahan di tepian ranjang itu.

                “Mana Leeteuk hyung? Dia belum pulang?” tanyanya dengan suara berbisik.

                Aku menggelengkan kepalaku. Donghae hyung meletakkan kedua tangannya di bahuku.

                “Wae, Wookie? Ada masalah? Tatap mataku, bicara padaku. Siapa yang menyakitimu? Aku akan membalasnya.”

                Air mataku menetes begitu aku mendongakkan wajahku, padahal aku tak ingin dia mengalir. Tapi menangis di hadapan Donghae hyung bukan hal yang memalukan untukku, toh aku juga sering menangis begini ketika merindukan keluargaku. Hyung langsung menarikku ke pelukannya, sementara aku masih menangis, berusaha menahan isakanku.

                “Wookie ya… kau kenapa? Menangis… menangislah kalau ini bisa membuatmu bahagia kembali… aku ada disini untukmu, kau tak sendirian, Wookie ya…”

                Aku melepaskan tangisku di bahunya. Aku ingin melepaskan semua bebanku, andai aku mau. Andaikan saja ketika aku selesai menangis, aku bisa melupakan Yifang, alangkah baiknya… dan dua jam kemudian aku memutuskan untuk mengecek Leeteuk hyung lagi, soalnya keadaan Xili sepertinya semakin parah. Aku perlahan-lahan mengintip apartemen kami, untunglah tak ada siapa-siapa. Tapi dari dalam tiba-tiba Sungminnie hyung keluar.

                “Lho, kau darimana, Wookie? Aku terpaksa makan ramen nih,” keluhnya, mengangkat semangkuk ramen yang berasap.
                “Mian, hyung, aku menjaga Xili. Ada Donghae hyung juga disana. Xili sakit. Leeteuk hyung sudah pulang?” tanyaku.
                “Ah, baru saja pulang. Cepat suruh hyung kesana, siapa tau Xili kena penyakit apa.”

                Aku segera mengetuk pintu kamar Leeteuk hyung. Leeteuk hyung kelihatan lelah, tapi sudah selesai mandi, dan bagaimanapun dia tetap tersenyum ramah, matanya berbinar.

                “Wookie? Aku mendengar ada yang sakit? Tadi kau bicara pada Sungminnie?” tanyanya.
                “Ne, Xili. Hyung bisa periksa dia? Ng… sekalian titipkan pesan kalau aku tidak kesana lagi pada Donghae hyung. Aku… mau istirahat,” jawabku.
                “Aku langsung kesana. Baiklah. Kau istirahatlah, Wookie, jangan sampai berikutnya kau yang sakit.”

                Ketika Leeteuk hyung sudah pergi, aku masuk ke kamarku dan termenung disana. Mataku terpaku pada ranjang di seberang ranjangku. Ranjang Yesungie hyung, hyung yang paling kusayangi. Tapi kenapa saat ini aku begitu ingin membencinya? Apakah aku cemburu? Kenapa aku tidak bisa merelakan mereka saja? Dan entah sudah berapa lama aku seperti itu sampai aku melihat Yesungie hyung. Dia kelihatan sangat bahagia, dan itu membuat hatiku semakin panas.

                “Kenapa kau bengong begitu, Wookie?” tanyanya, terdengar khawatir.

                Tapi aku memandangnya dengan pandangan yang begitu marah, yang tak pernah kulakukan sebelumnya. Bagaimana mungkin aku begitu? Kenapa aku jadi begitu kejam?

                “Hyung dan Yifang… apa hubungan kalian?” tanyaku, aku tak bisa mengendalikan nada bicaraku.
                “Mwo? Kami? Tak kenapa-kenapa koq. Tapi kami dekat. Itu saja.”
                “Kalian pacaran kan?”

                Tiba-tiba Yesungie hyung menatapku tajam. Dia menyunggingkan senyum tipis yang mengejek.

                “Kalau iya memangnya kenapa? Kau cemburu? Wookie, bersikaplah dewasa. Kalau kau memang mencintainya, sana kejar dia.”
                “Aku…”
                “Tapi posisimu pasti sulit. The girl is mine.”

                Aku mematung di tempatku, tak mampu mengucapkan apa-apa. Aku melihatnya mengambil tas yang cukup besar lalu menjejalkan beberapa pakaian dari dalam lemari ke tas itu. Setelah mengepaknya, dia mengangkat akuarium besar yang berisi ketiga kura-kuranya dengan tangannya. Dia pergi begitu saja. Kemana?

                “Lho, kau mau kemana, Yesung hyung?” aku mendengar Sungminnie hyung di luar bertanya padanya.
                “Pindah untuk sementara. Gampang koq kalau mau menemuiku, aku di tempatnya Yifang. Sampai jumpa.”

                Dan Sungminnie hyung juga hanya termangu melihat Yesungie hyung pergi. Leeteuk hyung keluar dari kamarnya dan bertanya apa yang terjadi. Akhirnya, akupun tak bisa menjawab apa-apa. Tapi Yesungie hyung benar… aku… mungkin tak punya kesempatan lagi. Beranikah aku… bersaing dengannya?

여기까지야 쯤하면 됐어
This is where it ends you've done enough
떠날 시간 눈물은 이해할께
I'll understand your tears when it's time for you to leave
이제 남자답게 악수해
Now let's shake hands like men
그녈 품에 안고서 웃고 있을테니
Because she's gonna be in my embrace smiling

Dear Diary,

            Cinta oh cinta… kenapa begitu membingungkan? Di pagi hari aku terbangun, Xili tersenyum padaku, dia bilang aku tertidur di tepi ranjangnya begitu saja, dan dia bahagia aku begitu memperhatikannya. Mungkin saja pintu kebahagiaan bagiku sudah terbuka lebar.

            Tapi aku menemukan Yesung hyung, keluar dari kamar Yifang. Menurutnya, Yifang jadi pindah ke kamar Manshi, mereka tidur berdua, dan untuk waktu yang dia tidak bisa perkirakan, dia akan terus ada disana. Apakah dia dan Wookie… akhirnya mencapai puncaknya juga saat bertengkar? Aku tak ingin memihak siapapun, tapi aku melihat Wookie-pun tak lagi menangis, sepertinya hatinya sudah sangat sakit, pada tahap yang dia tak bisa terima. Leeteuk hyung sudah membujuk Yesung hyung untuk kembali, tapi dia tak mau. Mimi hanya berharap ini tidak diketahui perusahaan, sementara yang membuatnya pusing adalah sebentar lagi kami akan merekam album baru lagi. Tapi dengan keadaan Wookie dan Yesung hyung yang begini… apakah kami masih bisa berlanjut?

            Aku tak ingin mengalami hal yang sama seperti Wookie. Aku harus bergerak, aku harus mendapatkan Xili sesegera mungkin. Jika aku merasakannya juga… apakah aku bisa menahannya… rasa cemburu dan sakit hati itu?

Donghae (January)

No comments:

Post a Comment