When Our Dreams Come True
Secretly in Love
Chapter 10
Calvin menguap
lebar2. Hari ini dia melalui hari yang berat. Maklum, selama dikarantina, dia
dibentuk supaya jadi leader kelima temannya di boyband yang akan debut taon
depan. Seluruh tubuhnya terasa pegal karena latihan dance selama lebih dari
tiga jam hari ini. Dia tidur sekamar dengan Hans Zhang di kamar asrama, tapi
teman sekamarnya masih sibuk makan. Calvin meninggalkannya dan ke kamar duluan.
Tubuhnya udah protes minta istirahat. Tiba2 pintu terbuka dan Calvin melihat sosok
Hans yang berambut jabrix dan jangkung.
Hans: “Calvin,
ada telepon untukmu. Katanya dari Chen Mama.”
Calvin: “Hm?
Mama?”
Calvin menoleh
memandang jam dinding. Jam 8 malam. Ada apa mama menelepon semalam ini, tanya
Calvin.
Calvin: “Xie xie
ni, Hans.”
Calvin melewati
sosok Hans dan berjalan menuju ruang tamu asrama, sambil menyapa teman2nya yang
dia temui. Maklum, anak2 asrama gak lagi boleh punya hape, jadi hanya bisa
dihubungi lewat telepon asrama. Calvin mengangkat gagang telepon yang
diletakkan di atas meja.
Calvin: “Wei,
mama…”
Chen Mama:
“Calvin…”
Calvin mendengar
suara mamanya yang cemas dan seketika ikutan cemas. Pikirannya melayang ke
adiknya yang manis.
Calvin: “Zen me
la, mama?”
Chen Mama: “Shi
Amelz… dia gak pulang dari tadi pagi. Katanya sih mau menemui Lee Hom. Tapi dia
meninggalkan hapenya di rumah.”
Calvin: “Apa?
Hao, mama… tetaplah di rumah. Aku akan mencarinya.”
Chen Mama: “Tapi
Calvin gak boleh keluar asrama kan?”
Calvin: “Mei guan
xi. Mama tunggu ajah, ntar Calvin kabari. Zai jian ma, wo ai ni…”
Calvin menutup
telepon dan nyaris berlari menuju ruang makan. Hans masih makan mie dengan
lahap.
Calvin: “Hans,
apakah semua penjaga asrama udah pergi?”
Hans: “Mereka
bakal balik sebentar lagi kan?”
Calvin: “Adikku
hilang. Temani aku mencarinya.”
Hans: “Kita kan
gak bisa keluar, Calvin.”
Calvin langsung
melesat menuju telepon dan mengeluarkan selembar kertas dari kantongnya. Itu
nomor2 penting: nomor hape Jiro, Ri Na dan Lee Hom. Dia menghubungi Lee Hom,
yang seperti biasa, gak bisa dihubungi. Akhirnya dia menghubungi Jiro. Dalam
dering ketiga, Jiro mengangkat teleponnya. Suara Jiro yang segar membuat Calvin
yakin Jiro dalam keadaan fit.
Jiro: “Wei,
Calvin…”
Calvin: “Jiro
hyung. Sekarang ada dimana?”
Jiro: “Taipei.
Udah dari kemarin sih. Mau ketemuan? Ahh kau kan dikarantina yah…” =.=”
Calvin: “Amelz
menghilang.”
Jiro: “Shen me??”
Calvin: “Dari
tadi pagi sampe sekarang dia gak pulang ke rumah dan tinggalin hapenya. Hyung,
bisakah aku…”
Jiro: “Bisa. Aku
dan Ri Na akan mencarinya. Jangan khawatir. Kalo menemukannya, aku akan
mengantarnya pulang.”
Calvin: “Xie xie
ni… hyung…”
Jiro: “Fang xin
ba.”
Hubungan telepon
diputus Jiro dengan cepat. Calvin baru mau kembali ke ruang makan waktu telepon
berdering lagi. Hans yang keheranan melihat Calvin kalut menyusulnya ke ruang
tamu. Tapi Calvin gak tau sosok Hans yang ada di belakangnya, sementara Calvin
mengangkat telepon lagi. Keempat teman seasrama mereka bangun dan berdiri di
belakang Hans. Mereka baru mau bertanya saat Hans memberi petunjuk supaya
mereka diam.
Calvin: “Soul
Dormitory. With Calvin here.”
Amelz: “Ge… ge…”
T.T
Calvin menegang.
Calvin: “Amelz!
Amelz, ni zai na li?”
Amelz: “Ge…”
Calvin: “Bu yao
ku o~~ ge ge hui jie ni. Ni zai na li?”
Amelz: “Ge… wo
hao pa…”
Calvin: “Bu yong
pa. ge ge ma shang qu. Ni zai na li?”
Amelz: “Wo…” T.T
Calvin: “Wei…?
Wei…? Amelz…?”
Wajah Calvin jadi
pucat. Entah Amelz ada dimana sekarang, dia tau mei2nya takut keramaian, dan
dia lagi menangis. Calvin agak kaget melihat kelima temannya memandangnya.
Hans: “Amelz…
mei2 mu? Fa sheng shen me shi, Cal?”
Calvin: “Dia
menghilang. Dia gak bilang dia dimana. Dia takut keramaian dan dia nangis. Aku
khawatir.”
Hans: “Aku
mengerti, Cal. Guys, gimana?”
Keempat teman
segrup Calvin di Soul lainnya: Kevin Xu, Arie Heo (ini orang Korea), Jimmy Tang
dan Deddy Wu saling bertukar pandang.
Arie: “Aku akan
mendapatkan itu untuk kalian.”
Arie langsung
naik ke lantai dua dan membuat Calvin heran.
Deddy: “Aku akan
ikut Calvin ge dan Hans ge.”
Jimmy: “Kami akan
mengelabui para penjaga asrama kalo mereka dateng, ya kan, Kev?”
Kevin: “Tentu,
ge.”
Calvin: “Ap…”
Arie udah kembali
dan melemparkan kunci ke tangan Hans.
Arie: “Mobil
asrama. Mereka meninggalkannya dan kuncinya mudah dicuri.” XD
Calvin: “Deng yi
xia. Apa maksudnya ini?”
Hans: “Aku, kau
dan Deddy akan mencari Amelz dengan mobil asrama. Sementara Kevin, Jimmy dan
Arie akan menipu para penjaga.”
Calvin: “Gak
boleh! Kalian gak boleh terlibat!”
Arie: “Mana
mungkin kita gak terlibat kalo leader kita dalam masalah?”
Calvin: “Ke shi…
kita bisa dihukum bersama!”
Deddy: “Itu
pantas. Kita kan keluarga.” ^^
Calvin: “Ke shi…”
Jimmy: “Tian ah~
Calvin ge, harus cepat. Kalo gak Amelz udah ntar dimana.”
Sebelum sempat
berucap lagi, Calvin udah ditarik Hans dan Deddy pergi.
***
Mau gak mau Lee
Hom terbayang wajah sedih Amelz saat dia mengatakan dia gak kenal Amelz. Sikap
dingin Esther dan Rico membuatnya sadar mungkin dia emang udah keterlaluan.
Udah jam 9 malam sekarang, dia kepikiran Amelz. Dia baru meraih Sony
Ericcsson-nya saat pintu kamarnya didobrak dengan kasar. Wajah Jiro yang
terlihat agak marah muncul di ambang pintu. Di belakangnya ada Rico dan Esther
yang berwajah cemas.
Jiro: “Wang Lee
Hom, kau pantas mati!”
Lee Hom: “Jiro
hyung!”
Jiro langsung
maju, menarik Lee Hom berdiri dari ranjang dengan menarik bagian dada kaos Lee
Hom. Rico dan Esther berteriak panik.
Jiro: “Amelz
menghilang! Semuanya gara2 kau kan? Ri Na, Rico dan Esther udah cerita padaku.
Kau keterlaluan!”
Lee Hom: “Amelz…
apa?”
Esther:
“Pergilah, kita harus mencarinya bersama!”
Lee Hom terlalu
panik untuk menyadari dia sekarang berlari bersama Jiro, Esther dan Rico masuk
ke mobil Ford Jiro. Amelz takut keramaian… gimana kalo Amelz trauma setelah
itu? gimana kalo ada yang mencelakainya? Si penguntit itu?
Jiro: “Ri Na udah
cerita padaku. Amelz mendapat foto2 ancaman. Isinya kencan2 kalian. Dia takut
dikuntit, makanya waktu pertemuan terakhir, dia keluar rumah jam 3, sejam lebih
cepat dari jam janjian kalian, dan memutar empat halte ke arah berbeda untuk
mengecoh si penguntit. Perkiraannya gagal waktu hujan deras turun. Kau tau, Lee
Hom? Amelz berlarian sepanjang 4 halte untuk mencarimu di café! Tapi kau udah
meninggalkannya! Di tengah hujan deras!”
Lee Hom: “Jam 3?
Tapi kami janjian jam 3!”
Jiro: *menoleh*
“Jam 3? Bukannya jam 4? Amelz bilang gitu koq ke Ri Na.”
Lee Hom: “Sehari
sebelumnya dia mempercepat jam pertemuan.”
Jiro: *berpikir
keras* “Ada yang aneh…”
Esther: “Aaah…
mungkin ada yang memakai nomor hape Amelz… dan membuatmu menganggap jam
ketemuannya diubah! Penguntit itu mungkin berada di dekat Amelz!”
Otak Lee Hom
berputar cepat. Kenapa dia gak menyadarinya? Ada sesuatu yang sedikit beda dari
gaya SMS Amelz siang itu… foto2 itu… menutupi alibi, tapi di satu sisi alibinya
tampak juga… orang itu… kenapa begitu tega pada Amelz?
***
Ri Na udah mulai
menjelajahi Taipei. Jujur dia juga rada takut nyasar, soalnya Taipei bukan
daerahnya, dan masih ada aksen Korea dalam Mandarinnya. Dia takut kalo2 bakal
dijahatin orang kalo tau dia bukan orang Taipei. Tapi Ri Na bersikeras turun di
tengah jalan dan membiarkan Jiro ajah yang mencari Lee Hom. Ri Na mulai dari
gedung 101 Taipei dan berjalan terus ke arah kiri. Jam 10 malam, Taipei masih
rame. Justru ini masalah. Amelz takut keramaian. Ri Na berlari kesana-kemari
memanggil-manggil nama Amelz. Dan Ri Na sampai di taman yang banyak lampu
tamannya. Kursi2 panjang disana banyak terisi oleh orang2 yang menikmati udara
malam. Di tengah taman itu ada sebuah kolam. Dan di pinggir kolam duduk sosok
cwe. Ri Na mengenalinya… itu Amelz!
Ri Na: “Amelz!!”
Amelz memandang
wajah Ri Na dengan sorot ketakutan yang pernah diliat Lee Hom waktu dia
kehilangan Lee Hom di pasar malam. Tapi Ri Na membuatnya sadar lebih cepat,
mungkin karena Ri Na cwe. Ri Na memeluk Amelz dengan tampang pucat dan suaranya
bergetar cemas.
Ri Na: “Amelz…
Amelz… syukurlah onnie menemukanmu.”
Amelz: “Ri Na
onnie…”
Ri Na: “Ayo kita
pulang, Amelz…”
Amelz: “Aku gak
akan berguna lagi. Karen mengkhianatiku, Lee Hom ge gak menginginkanku, dan aku
membuat semua orang khawatir…”
Ri Na: “Karen?
Apa Amelz yakin Karen yang melakukannya?”
Amelz: “Karen
anak yang childish. Dia ada di pasar malam, dia juga yang meminjamkan mobil dan
sopirnya ke malam penobatan Calvin ge. Gampang baginya mendapatkan foto kami
kan, onnie?”
Ri Na: *berpikir
keras*
Amelz: *tersenyum
pahit* “Ngomong2 petunjuk Madam May benar juga.”
Ri Na: “Tentang
apa?”
Kartu The Devil…
May: “Jangan takut. Ini berarti frustasi,
penghalang, rintangan, rasa takut, ini menghubungkan semua yang gelap dan
memalukan. Akan ada penghalang dan rintangan, Amelz. Untuk melepaskan diri dari
keadaan ini hanyalah dengan kepercayaan. Harus saling percaya, namun juga harus
berhati-hati untuk percaya.”
Amelz: “Maksudnya?”
May: “Yang baik belum tentu bisa dipercaya, yang
jahat belum tentu tampak jahat seperti yang kau bayangkan.”
Kartu The Lovers…
May: “Jalannya akan segera nampak. Amelz, pesanku
untukmu, jaga kepercayaan, kau harus bisa tau bahwa kulit yang baik belum tentu
berisi buah yang baik. Lee Hom, kau jangan terbuai dengan prestasimu, ada yang
harus kau korbankan dalam hubungan percintaan ini.”
Ri Na: “Kulit
yang baik belum tentu berisi buah yang baik?”
Amelz:
*mengangguk*
Ri Na: *berpikir,
matanya membelalak* “Bukan, Amelz, bukan Karen pelakunya. Pelakunya Irene!!”
*mengguncang tubuh Amelz*
Amelz: “Shen me,
onnie?”
Ri Na: “Irene!
Selama ini dia kan yang bersikap dewasa? Amelz jangan lupa dialah fans Lee Hom
yang sesungguhnya! Dia penggemar Mando-Pop! Irene juga ada di pasar malam. Kau
kan pernah bilang kau cerita juga pada Irene dan Karen tentang malam penobatan
Calvin dan kau ingin meminjam mobil pada Karen? Irene bisa membuntutimu! Dan
gak sulit baginya untuk membuntutimu lagi!”
Amelz: “Irene… bu
ke neng…”
Ri Na: “Na you bu
ke neng de shi. Dia selalu tampak baik, sedangkan Karen gak sebaik dia karena
Karen masih egois dan childish. Kulit yang baik belum tentu berisi buah yang
baik kan?”
Amelz:
*terbelalak*
Ri Na: “Kita ke
rumah Irene, sekarang!”
Amelz: “Apa
gunanya? Toh Lee Hom ge gak menginginkanku…”
Ri Na: …
***
No comments:
Post a Comment