No Other The Story
Chapter 30
MEIFEN’S DIARY
CHAPTER 30
HAPPY TOGETHER
Jadi beginilah keadaan kami
sekarang yang berpetualang di Seoul. Gajiku, Manshi dan Yifang mulai merangkak
naik, meski Yifang mengaku belum bisa membayar hutang, bahkan terpaksa meminjam
lagi untuk biaya kuliah semester genap kami. Tapi aku yakin kalau kita bekerja
keras, pasti suatu hari bisa terbayar. Nah, si Manshi sekarang dalam keadaan
sedikit mengenaskan, dia sedang berusaha keras diet, sudah berhasil turun 8 kg,
tapi dia masih mati-matian ingin mencapai targetnya, turun 15 kg. yifang,
sekarang berpacaran dengan Yesung yang untuk sementara tinggal di apartemen
kami, dengar-dengar sedang cekcok dengan Ryeowook. Kalau Xili… dia dekat lagi
dengan Donghae. Entah kenapa, sekarang Yifang sepertinya membiarkan saja kalau
Xili mau keluar berdua dengan Donghae, bisa jadi karena Yesung membujuknya.
Sedangkan aku? Aku… masih begini deh. Aku masih menginginkan Hangeng. Apa
salahnya berusaha lagi? Siapa tau aku masih punya sedikit kesempatan…
“Aih, Aqian, kau lagi ngapain?” Tanya Yifang, baru muncul di
dapur.
“Aku baru saja membereskan dapur
yang kalian buat berantakan,” jawabku sambil menunjuk wajahnya dan Yesung yang
menempel erat padanya.
“Hahaha… mianhae, Meifen… lain
kali aku tidak akan membuat dapur kalian begitu lagi deh,” janji Yesung sambil
tertawa.
“Sudahlah, oppa, meski oppa
bilang begitu, nanti kapan juga pasti diulangi. Kalian kalau mau belajar masak
bisa sama Hangeng oppa tuh.”
“Tapi Geng oppa sibuk,” tuduh
Yifang.
“Ya sudah, at least kalian
bereskan lagilah dapurnya. Untung aku off hari ini, jadi aku bisa bantu beres-beres.”
Aku meletakkan batang dark
chocolate yang besar ke atas mangkuk anti panas, lalu meletakkannya ke
permukaan panci yang berisi air mendidih. Aku melihat mangkuk itu mengapung
cukup aman.
“Ahhhhhh! Cokelat!”
Yifang seperti biasa berteriak
lebay, entah yang mana dulu yang mengusik inderanya, bau cokelatnya atau dia
melihat bungkus cokelatnya.
“Ah ya, tiga hari lagi kan
memang Valentine, chagya…” kata Yesung penuh sayang.
“Aku mau cokelat…”
“Nanti aku kasih deh.”
“Ngomong-ngomong Aqian, kau mau buat
cokelat sebanyak itu? Semuanya?”
Aku melihatnya menunjuk tiga
tumpuk bungkusan cokelat berbagai variasi: dark chocolate, brown chocolate dan
white chocolate. Aku mengangguk.
“Sebanyak itu untuk apa?”
“Ya untuk kalian semualah. Coba
pikir teman kita ada berapa banyak, lalu memangnya aku tak tau kau makan
cokelat bisa sangat banyak?” jawabku sambil nyengir.
“Aku akan membelikannya
banyak-banyak cokelat kalau begitu,” Yesung yang menjawab.
“Sudahlah, kalian berdua jangan
ganggu konsentrasiku lagi. Sana ke tempat lain saja. Melihat kalian yang
mesra-mesraan aku jadi iri.”
“Ya Aqian menyusul dong,” usul
Yifang.
Ngomong sih enak. Memangnya
Hangeng bisa melupakan Xili begitu saja dan jadian denganku? Aku sih berharap
hubungan Xili dan Donghae menanjak, kalau bisa, mereka jadian, biar aku punya
kesempatan jauh lebih besar lagi.
“Sudahlah, aku masih ingin
jomblo. Sana… sana…” usirku, mengibas-ngibaskan tanganku.
“Yuk kita jalan-jalan, oppa. Aku
bosan di apartemen saja. Hari ini aku kosong seharian.”
“Boleh. Ayo ke taman bermain
saja,” ajak Yesung, menggandeng Yifang pergi.
Aku geleng-geleng kepala melihat
hubungan mereka. Kalau begini caranya, sebentar lagi mungkin apartemen ini akan
ketambahan satu anggota lagi: bayi. Mereka sering sekali mesra-mesraan, yah,
paling yang pernah kulihat hanya sebatas peluk-pelukan sih, tapi tetap saja
membuatku iri. Beruntung sekali si Yifang, orang pertama yang berhasil
mendapatkan pacar, lagipula pacarnya itu seorang penyanyi yang (baru saja)
dinobatkan menjadi penyanyi pria bersuara paling indah nomor enam se-Korea.
Lagipula Yifang sudah lama menginginkannya. Sekarang tinggal aku… yang perlu
berusaha lebih keras. Aku mengambil cokelat yang sudah meleleh, mencampurkannya
dengan satu sendok makan margarine, lalu mulai memasukkannya ke dalam cetakan
yang beragam. Aku sudah tau siapa saja yang akan kuberikan cokelat. Dan ketika
melakukan ini semua, aku tersenyum. Namanya juga Valentine, aku harus
membuatkannya dengan penuh cinta dong.
Hari Rabu, tepat hari Valentine.
Aku beruntung hari ini tidak berkuliah, dan kini memandangi setumpuk besar
cokelat yang sudah kubungkus dengan plastic transparan manis, cokelat-cokelat
itu bertumpuk-tumpuk di dalamnya. Aku bangun dengan setengah berharap aku bisa
bangun paling pagi hari ini, tapi aku sudah melihat sosok Yifang di meja makan,
menyiapkan sarapan kami: roti dan teman-temannya.
“Pagi, Aqian…” sapanya ceria.
“Ah, kau selalu bangun pagi.
Tunggu sebentar,” pintaku sambil menghilang lagi ke kamar.
Aku kembali lagi dengan membawa
sebungkus cokelat yang isinya ada dua belas cokelat kecil dan memberikan
padanya.
“Ini. Happy Valentine’s Day.”
“Huaaaaa… Aqian, gomawo!!!”
Dia memelukku, senang sekali.
Dan pagi itu aku sudah memberikan cokelat pada Xili (sekaligus menitipkan
bagiannya Suxuan, Kangin dan Henry karena aku tidak ke kampus hari ini),
Yesung, dan Manshi (yang bangun paling siang, juga menitipkan bagian Heechul
padanya). Selesai berdandan, aku membawa kantong besar menuju apartemen 707.
Rupa-rupanya yang membuka pintu adalah Donghae, terlihat segar, baru habis
mandi.
“Oppa, happy Valentine’s Day.”
Aku menyodorkan kantong itu
padanya. Dia menerimanya dengan sedikit bingung.
“Err… Meifen, ini untukku?”
tanyanya.
“Untuk semua penghuni apartemen
ini, oppa. Disitu sudah kutulis namanya koq.”
“Ah… gomawo kalau begitu,
Meifen. Happy Valentine’s Day. Mau masuk dan sarapan? Wookie baru selesai
memasak lho.”
“Eng… aku harus ke klub dance
pagi ini, oppa, gomawo undangannya. Salam untuk yang lain ya, aku pergi dulu.”
“Oke. Sampai jumpa…”
Donghae baru menutup pintu
ketika aku sudah di dalam lift. Benar, hari ini aku mau meningkatkan kemampuan
dance-ku, mumpung lesnya juga gratis. 45 menit kemudian aku sudah di depan
gedung yang disewa duet Eunhyuk-Shindong tempat mereka mengajar menari. Dalam
gedung ini ada banyak club, selain club dance mereka berdua (mereka menyewa dua
ruangan yang besar), ada juga club piano, vocal, dan beberapa alat music
lainnya. Aku lupa hari ini di jadwal siapa yang mengajar, jadi aku mengintip ke
ruangan 901 di lantai Sembilan yang biasanya dipegang Eunhyuk, dan ternyata ada
Eunhyuk dan Shindong di dalam sana, berdua.
“Selamat pagi, oppadeul!!!”
“Meifen? Wuah… cepat juga kau
datang,” ujar Eunhyuk.
“Aku ganti baju dulu.”
Aku ke kamar ganti yang ada di
belakang ruangan, lalu masuk kembali setelah memakai baju dance yang ketat
lengkap dengan sepatu balet, lalu memberikan dua bungkus cokelat untuk mereka
masing-masing.
“Asyik aku dapat cokelat!
Lumayanlah aku tak punya pacar tapi bisa dapat cokelat.”
“Ya~ Hyuk, kau kan banyak fans.
Lihat saja kau akan dapat berapa banyak dari anak murid dan pendengar setiamu,”
goda Shindong.
“Tapi hyung juga pasti dapat
dari anak murid.”
“Ngomong-ngomong kalian berdua
sudah lama sekali tidak main ke apartemen kami. Apa sibuk sekali?” tanyaku.
“Benar juga. Bagaimana kalau
hari Minggu ini kami kesana? Kalian ada di apartemen?” Eunhyuk balik bertanya.
“Ada aku dan Xili sih yang
pasti, kalau Yifang dan Manshi aku kurang tau.”
“Ya~ ayo kita kesana, hyung.”
“Aku tak bisa. Err… hari Minggu
ada yang harus kukerjakan,” tolak Shindong, “aku lain kali saja kesana ya.”
“Oke, gwaenchana,” kataku, “Cuma
kalian perlu melihat Manshi. Dia sudah lebih kurus 8 kg.”
“MWO?” Tanya keduanya kaget.
“Wew… Manshi pasti lebih
langsing sekarang,” ucap Eunhyuk.
“Tapi ya begitulah, aku kadang
kasihan liat dia menahan lapar. Selama dia tidak sakit sih masih oke. Kalian
jangan kasih tau Leeteuk oppa. Dia bisa marah kalau tau ada yang diet begitu,”
wantiku.
“Beres. Begitulah si hyung,
peduli pada semua orang, hahaha… aku juga sudah lama sekali tidak ke
apartemennya KRYSD.”
“Benar juga ya Hyuk. Murid kami
bertambah lagi, Meifen, jadi kami nyaris mengajar tanpa berhenti nih. Apa
kabarnya mereka?” Tanya Shindong.
“Kurasa baik-baik saja, tadi
pagi aku mampir memberi cokelat. Tapi apa kalian tau kalau Yesung oppa pindah
ke apartemen kami?” aku balik bertanya.
“Mwo? Waeyo? Dia kan biasa tak
terpisahkan dari Wookie,” ujar Eunhyuk heran, “biasanya malah yang satu
manja-manja padanya, yang satu lagi belain yang lainnya terus.”
“Sepertinya mereka ada masalah,
tapi sampai sekarang tidak ada yang tau sebenarnya mereka ada masalah apa.
Dua-duanya juga tak mau ngomong. Jadi Yesung oppa tidur di kamar Yifang, Yifang
berdua dengan Manshi.”
“Wuah… aku sempat kaget tadi.
Kupikir kau mau bilang Yesung hyung tidur berdua dengan Yifang.”
“Tak sampai separah itu sih,
tapi sekarang mereka sudah pacaran.”
“MWO?” Tanya mereka berdua lagi,
kompak sekali.
“Wuah, aku harus minta traktiran
pada mereka kalau begitu,” kata Shindong, terlihat senang.
“Aigo~ akhirnya Yesung hyung
bisa bangkit juga dari masa lalunya. Hatinya terobati,” ucap Eunhyuk, sama
juga, kelihatan senang.
Okelah, satu cerita sudah happy
ending. Bagaimana denganku? Aku juga harus membuatnya happy ending, kan? Dan
ketika aku berpikir begitu, aku mendengar ponsel yang kuletakkan di atas tasku
di pojok ruangan bordering. Aku berlarian menuju ponselku, dan Siwon
mengirimiku SMS.
Sekarang
kau dimana?
Aku langsung saja membalasnya.
Aku
di klub dance sampai jam dua belas, jam tiga baru masuk resto. Ada apa?
Dan dia membalasnya dengan
sangat cepat, padahal tidak biasanya dia begini. Dia kan si sibuk Mr. CEO Choi.
Kita
makan siang bareng, aku akan menjemputmu di klub. Sampai ketemu.
Ah, ya sudahlah kalau dia mau
mengajakku makan siang bareng. Lagian aku bisa memberikan cokelatku padanya,
kalau tidak entah kapan aku bisa memberikannya lagi. Hubungan kami membaik
dengan sangat drastic sejak aku sembuh dari keracunan, tapi Siwon sudah
menegaskannya kalau ini bukan semata-mata karena dia ingin membalas budi. Dia
hanya ingin berteman denganku. Ternyata juga kepribadiannya tidak seburuk yang
kukira. Meski kadang agak arogan, tapi ketika aku menasehatinya, dia bisa
menyadari kesalahannya dan berubah. Kami, bisa dibilang jadi sahabat sekarang.
Dia tau aku suka Hangeng, jadi dia menjadi penasehat di belakangku, memberitau
apa-apa saja yang harus kulakukan agar membuat Hangeng mulai menyukaiku. Sejauh
ini, kupikir, taktiknya agak berhasil. Setidaknya aku dan Hangeng dekat, meski bukan
berstatus pacaran, tapi sahabat, bisa jadi.
“Kau tidak menunggu lama kan,
Meifen?” Tanya Siwon.
Dia memarkir mobil Hyundai-nya
tepat di depanku dan membuka kaca untuk bicara denganku. Aku melirik arlojiku,
hanya 10 menit.
“Tidak juga, hanya 10 menit
koq,” jawabku sambil masuk begitu saja ke mobilnya.
“Akan kuajak kau makan di resto
enak hari ini. Anggap kado Valentine dariku.”
“Hahaha… macam-macam saja kau
ini. Nih, ini kado Valentine-ku.”
Dia mengambil bungkusan cokelat
yang kusodorkan.
“Gomawo. Kau tidak memberikannya
pada Hangeng hyung?”
Dia mulai menstarter mobilnya
(cokelatku diletakkannya di dalam tasnya) dan setelah memastikanku memakai
sabuk pengaman dengan aman, dia baru berjalan.
“Nanti aku kasih. Punya dia
bungkusannya berbeda. Punyamu dan punya Manshi sama, hahaha…”
“Jadi kau memberikan Manshi
cokelat sebanyak ini juga? Bagaimana kalau dia jadi gemuk lagi?”
“Tidak mungkin, Siwon. Dia sudah
kurus terlalu banyak menurutku, ada baiknya dia makan yang seperti ini lagi,”
jawabku sambil tertawa.
Kami berjalan ke pusat kota yang
jarang aku hampiri. Harap maklum, kehidupanku di Seoul sepertinya sangat
sempit, hanya di seputar kampus-pasar barang-barang murah-apartemen-resto-salon
Manshi.
“Kau ada rencana apa? Maksudku,
ini kan Valentine? Kau tidak mengajak orang yang special untuk makan malam atau
sejenisnya?”
“Kau tau aku tidak punya pacar,
Meifen.”
“Tapi bukannya kau sering
dijodohkan ke wanita-wanita kelas atas, misalnya anak rekan bisnis appamu, atau
sejenisnya?”
“Siapa yang memberitaumu itu?”
“Zhoumi oppa.”
“Dia akan kumakan nanti. Aku
hanya mengajak mereka makan malam sekali, dan setelah itu aku tak pernah lagi
kencan dengan mereka. Aku tidak suka pada mereka, alasan yang gampangnya.”
“Ya, kau bisa mencari lagi, kan?
Siapa sih yang tidak suka padamu?” tanyaku heran.
“Sedang tidak berminat, hahaha…
nah, ini dia, kita sudah sampai.”
Ternyata kami hanya naik mobil
selama 10 menit saja. Aku turun di sebuah resto yang kelihatannya resto mahal,
lalu mengikuti langkah Siwon. Para pelayannya berseragam dan kelihatan
professional. Tapi itu bukan berarti resto kami kalah, dong. ZhongHan House
selalu no. 1.
“Pesan apa saja yang muat di
perutmu. Jangan khawatir, aku yang traktir. Kebetulan aku juga lapar, tadi pagi
tak sempat sarapan. Tapi aku boleh memilih menu yang berdaging untukku
sendiri?”
“Tentu, tak masalah.”
Aku menelusuri daftar menunya
dan memesan tiga jenis lauk, sedangkan Siwon memesan lima, tiga di antaranya
bisa kumakan juga. Aku baru tau kenapa Siwon sengaja memilih resto ini, soalnya
resto ini menyajikan menu vegetarian juga.
“Kurasa aku akan bilang pada
Hangeng oppa kalau aku menyukainya.”
“Kau akan mengungkapkan
perasaanmu padanya?” Tanya Siwon, terdengar kaget.
“Waeyo? Ini bukan waktu yang
tepat?”
“Tentu saja tepat! Pikirkan…
Valentine’s Day! Jadi kau akan memberikan cokelat dan mengungkapkan perasaanmu
saat itu? Ide yang bagus!”
“Siwon, apa menurutmu… aku akan
berhasil?”
“Tak ada salahnya mencoba, kan?
Lagipula selama ini taktik kita cukup berhasil. Untuk mengetahui hasilnya,
tentu saja pria pemalu seperti Hangeng hyung perlu dipancing. Lakukan saja,
Meifen.”
“Kalau aku berhasil, aku akan
mentraktirmu malam ini.”
“Aku tunggu kabar baik darimu.
Mari bersulang untuk kesuksesanmu dan… traktiran untukku.”
Aku tersenyum, merasa beruntung
bisa bersahabat dengannya. Ternyata benar apa yang dikatakan Hangeng, Siwon
sebenarnya orang yang baik. Dia berubah menjadi angkuh dan segala macamnya
semata-mata hanya karena profesinya yang seorang CEO, jadi dia harus berwibawa
dan mampu menakuti saingannya. Siapapun yang menjadi pacarnya, kupikir, pasti
sangat beruntung. Selesai makan, dia mengantarku langsung ke resto. Dua hari
yang lalu kami sibuk menghiasi resto ini dengan dekorasi Valentine, dan kami
juga rapat untuk merencanakan beberapa menu special Valentine dan diskon khusus
bagi yang merayakan Valentine disini. Boleh dibilang sepertiga dari usul di
rapat itu akulah yang ajukan, dan hampir semuanya dipenuhi, seperti misalnya
cupid-cupid kecil yang digantung di langit-langit itu. Dan resto ramai, hampir
semuanya adalah pasangan. Pantas saja kini ommanya Hangeng sudah bisa berangkat
ke Beijing dengan tenang, percaya anaknya mampu meneruskan resto ini sendirian.
“Meifen, selamat datang. Lihat,
resto kita ramai,” sambut Hangeng sambil tersenyum.
“Baguslah kalau begitu, oppa.
Ayo kita kerja keras lagi, mudah-mudahan malam bisa lebih ramai lagi,” harapku.
Dan ternyata harapanku terkabul,
karena sejak jam lima sore, kami semua kewalahan dengan jumlah pengunjung yang
datang dan bahkan harus mengantri sampai ke luar resto. Aku bergerak tanpa
henti, begitu juga dengan rekan sesama pelayanku yang lain, dan lima koki
termasuk Hangeng juga memasak tanpa henti. Suara pintu dibuka, kami menyambut
pengunjung, mencatat pesanan, mengantar pesanan, bunyi bel pertanda makanan
sudah jadi, mengantar makanan, memberikan bill, membereskan meja, semuanya
berjalan cepat, rasanya seperti permainan bernama Diner Dash yang dimainkan
Yifang di laptopnya (yang semua serinya berhasil dia tamatkan dalam dua hari).
Kami baru bisa mulai bernafas lega pada jam delapan malam, dimana antrian sudah
tak ada, meski meja penuh. Tapi itu berarti, aku yakin, pemasukan yang besar
untuk ZhongHan House hari ini. Aku juga mendapat banyak voting sebagai pelayan
terbaik hari ini dari pengunjung.
“Meifen, bisa kesini?”
Aku melihat Hangeng memanggilku
dari balik pintu menuju lantai atas. Aku mengangguk padanya, sementara
menyembunyikan bungkusan cokelat untuknya dengan aman di balik seragamku. Aku
menyusulnya yang sudah menungguku di lantai dua.
“Ng… Meifen, aku ingin minta
tolong padamu. Tapi sebenarnya aku malu sekali,” ujarnya, dia menundukkan
kepalanya.
Aku keheranan, tapi tersenyum
padanya.
“Kalau memang ada yang bisa
kubantu, jangan ragu, oppa. Tak perlu malu, kita kan teman.”
Lalu dia mengeluarkan kantong
kecil berwarna putih dengan corak bintang-bintang berwarna pink, indah sekali.
“Tolong berikan ini pada Xili,
ya. Dia jarang sekali kesini sekarang, tapi kupikir dia sibuk dengan kuliahnya?
Aku memang bodoh tidak berani memberikan ini langsung padanya. Ng… aku bisa
mengandalkanmu, kan, Meifen?”
Dan aku merasa seolah pisau
sedingin es menusuk hatiku. Hangeng… ternyata masih memikirkan Xili. Bukannya
kami sekarang dekat? Bukannya harusnya usahaku berhasil? Kenapa dia bukannya
menyukaiku, tapi masih mengharapkan Xili?
“Oppa… masih mencintai Xili,
begitu? Meski Xili sekarang jarang kesini? Dia jarang kesini karena dia dekat
dengan Donghae oppa,” ucapku, berusaha mengendalikan emosiku.
“Gwaenchana. Pilihan di
tangannya, tapi aku… memang tak bisa melupakannya. Seperti yang kau katakan
dulu, kita tak bisa langsung begitu saja menghapus perasaan cinta kita pada
seseorang, tapi membiarkan waktu yang membuat kita melupakannya. Aku sudah
mencobanya, tapi aku tak bisa. Kupikir hatiku sudah sepenuhnya untuknya.”
Aku sudah tau sekarang, apa
jawabannya kalau aku masih nekad mengungkapkan perasaanku. Aku mengambil
kantong itu, lalu berlarian meninggalkannya. Aku mengindahkan panggilannya, aku
masih terus berlari, lalu meletakkan cokelatku untuknya di ujung bawah tangga.
Akhirnya aku sudah berlari sejauh yang aku bisa. Aku bernafas terengah-engah,
masih mencengkeram kantong itu, lalu membiarkan air mataku menetes. Aku boleh
menangis kan? Aku boleh menangisi kebodohanku, kan? Aku boleh melepaskan
semuanya sekarang, kan?
“Meifen…” suara seorang pria,
aku tau dia siapa, memanggilku dari belakang.
“Siwon… kenapa… kau ada disini?”
Aku menghapus air mataku,
bernafas senormal mungkin, berdeham agar suaraku juga terdengar normal. Aku tak
ingin seorangpun melihatku menangis.
“Aku mengkhawatirkanmu. Aku dari
jam tujuh sudah menunggu disini. Apa kau tau, ini adalah taman tempat aku minta
maaf padamu? Kau ternyata kesini. Jangan menangis lagi. Tanpa perlu kau
ceritakan padaku, aku tau apa yang terjadi.”
“Kenapa aku gagal lagi, Siwon?
Kenapa yang ada di hatinya Cuma Xili? Apakah aku memang… tidak memiliki sesuatu
yang special?”
“Meifen, cinta memang tak bisa
dipaksakan. Kadang kita tidak mendapatkan cinta yang kita harapkan, tapi kadang
juga kita justru mendapatkan cinta yang tidak kita harapkan. Istilah lainnya,
cinta bisa datang kapan saja, tak ada yang bisa mencegah, tak ada yang pernah
tau.”
Aku merasakan tangannya menepuk
bahuku. Beberapa tetes air mata lagi lolos dari mataku. Aku terisak sekali.
“Kupikir dengan menjalankan
taktik kita, aku bisa berhasil. Aku pikir dengan selalu berada di sampingnya,
memenuhi apa kemauannya termasuk memberinya update tentang keadaan Xili, aku
bisa menarik perhatiannya,” kataku, “tapi rupanya kita gagal.”
“Meifen, mianhae… semua itu
usulku pada awalnya. Harusnya aku tidak menyuruhmu begitu, hasilnya malah lebih
menyakitimu.”
“Tidak, itu bukan salahmu, toh
aku juga setuju. Lagipula aku tak menyangka aku akan gagal. Aku hanya perlu…
menghapus sakit hatiku ini.”
“Meifen, aku akan membantumu
menghapus sakit hati itu.”
“Kau sudah membantuku dengan
muncul di saat seperti ini, Siwon. Aku sudah sangat bahagia. Kau memang sahabat
yang baik.”
Saat itu dia membalikkan tubuhku
sepenuhnya dan memandang lurus ke mataku. Dengan tangannya yang kekar, dia
menghapus bekas air mata di pipiku, tapi itu malah membuatku menangis lagi.
“Aku belum membantumu sama
sekali. Aku akan membantumu dengan cara yang lebih efektif. Aku akan
menggantikan posisi Hangeng hyung di hatimu.”
Sebelum aku sempat mencerna
kata-katanya, dia sudah mencium pipi kananku. Hangatnya perasaan itu… menjalar
ke hatiku…
조금 더 가까이 사랑
A little bit closer love
너와 내가 지금 이대로 항상 너를 지켜줄게
i'll always protect you so we're like how we are now
때로는 지쳐서 아프고 힘들면 그저 넌 기대면 돼
i'll always protect you so we're like how we are now
때로는 지쳐서 아프고 힘들면 그저 넌 기대면 돼
When you're feeling exhausted and hurt and pained.. all you have to do
is lean on me
영원히 Happy Together
영원히 Happy Together
Always happy together
“Mianhae, Meifen, apa aku
membuatmu kaget?” Tanya Siwon.
Aku tidak berani bergerak, atau
aku pikir aku bahkan lupa bernafas. Apa yang tadi dia lakukan? Menciumku?
“Aku… sebenarnya tidak
menyadarinya… aku… aku sudah memikirkanmu sejak dulu, sejak kita pertama kali
bertemu. Saat itu aku sudah berpikir kau cantik, kau gadis yang kuat, dan
bahkan kau berani melawanku. Dan juga… ketika kau nyaris mati, apa kau tau kau
juga membuatku ingin mati? Karena itu aku tidak rela dipisahkan dari sisimu saat
di rumah sakit, kecuali hanya dua kali, itu saja aku perlu diseret Henry.”
Dia memikirkanku? Siwon? Kenapa?
Kenapa bukan Hangeng?
“Dan apakah kau tau betapa
sakitnya hatiku ketika tau kau mencintai Hangeng hyung, bukan aku? Dan kini
hatiku jauh lebih hancur lagi ketika sekali lagi Hangeng hyung menyakitimu.
Meifen, lupakanlah dia, kumohon. Aku tak ingin melihat kau menangis lagi. Aku
berjanji, kalau kau bersamaku, aku tak akan membiarkanmu menangis lagi. Tolong
berilah aku kesempatan untuk membahagiakanmu, Meifen. Tolong bukalah pintu
hatimu untukku,” pintanya.
Otakku macet. Siwon… yang kukira
sahabatku… ternyata mencintaiku? Apa dunia sedang bercanda denganku?
“Kalau memang setelah aku
berusaha, kau tidak juga bisa mencintaiku, aku akan pergi dengan rela. Meifen?”
Aku memandang matanya yang
sorotnya memohon padaku. Siwon… dia pria yang baik. Lagipula ketika aku
menolongnya, bukankah aku sebenarnya… takut kehilangan dia? Karena itulah aku
berpikiran sebaiknya nyawaku yang dikorbankan, bukan nyawanya. Itu artinya…
sebenarnya dia… mungkin ada di dalam hatiku? Bagaimana kalau aku memberinya
kesempatan?
“Baiklah, Siwon. Kita… mungkin
bisa mencobanya. Tapi kau tidak boleh menyakitiku, tidak boleh membiarkanku
menangis,” tegasku.
“Geuraeyo? Kau memberiku kesempatan?
Ne, Meifen, aku akan membahagiakanmu!”
Dan kini aku di dalam
dekapannya. Aku merasakan senyum di bibirku. Aku memandangi kantong yang
tergeletak di kursi taman. Hanya semudah inikah, aku sudah merasakan hatiku
tidak terlalu sakit lagi? Jangan sampai aku hanya menganggapnya pelarian.
Mudah-mudahan tidak begitu. Awal yang baru bagiku… mungkin itulah yang terbaik
untukku.
Yesung & Yifang makin mesra aja, uhuy 8D
ReplyDeleteMeifen niat mo nyatain yah ke Hangeng...
Ah, tnyata Hangeng masih mikirin Xili ><
Siwon akhrnya nyatain ke Meifen...aaahh
Smoga Meifen bukan pelarian yah :)