No Other The Story
Chapter 29
YIFANG’S DIARY
CHAPTER 29
SMILE AGAIN
“Pagi Yifang,” sapa Yesungie
oppa pada suatu pagi.
Aku terbelalak, masih juga kaget
dan sedikit tak terbiasa dengan kehadirannya yang tiba-tiba di apartemen kami.
Sebenarnya dia sudah tiga hari disini, tapi entah kenapa aku masih begini.
Mungkin karena dia memang sangat… sangat… sangat tampan? Meskipun aku melihat
wajahnya yang baru bangun tidur, akupun tetap merasa dia tampan. Sedangkan
wajahku yang baru bangun begini, aku malu… kenapa juga aku tidak lihat-lihat
dulu ada dia atau tidak? Sekarang ketemu dia di dapur kan tak enak nih… tapi
dia malah mendekatiku! Oppa, andwae…
“Yifang, kenapa wajahmu merah?
Manis deh…”
Jangaaaaaaaaan sentuh aku!!!
Tapi dia tetap menyentuh pipiku dan tersenyum, tampannya!!!
“Aku… mau… kuliah, oppa…”
sendatku.
“Ah, benar. Kau siap-siaplah.
Nanti aku antar ke kampus. Ada siapa saja yang kuliah hari ini?”
“Aku dan Aqian saja. Tapi kenapa
oppa mau mengantar kami?”
Yesungie oppa mengeluarkan kunci
mobil dari kantong celana pendeknya.
“Mobil Mimi, aku pinjam. Soalnya
juga nanti aku harus ke kantor agensi. Sepertinya kami sudah mau rekaman album
baru lagi.”
“Whoa, cepat sekali. Apa kalau
sudah mulai rekaman, oppa akan sibuk?”
“Tapi aku akan selalu ada
untukmu. Aku kan juga masih tidur disini.”
Kalau begini lama-lama aku pasti
bisa gila. Aku mengangguk padanya dan bergegas masuk ke kamar mandi. Dia tidak
mengatakan apapun waktu pindah kesini, tapi Kyu (yang sekarang entah kenapa
dekat denganku, satu lagi cowok yang memanggilku noona, tapi dia tidak
seberisik Henry) yang mengadakan pertemuan rahasia denganku mengatakan dia dan
Wookie sepertinya ribut. Alasan keributan itu, tak ada yang tau. Yang pasti
sekarang Kyu khawatir, karena Wookie jadi agak muram. Wookie… Wookie, aku
memikirkanmu… jujur saja sebenarnya aku masih tidak tau siapa yang kucintai.
Aku pernah bilang untuk mungkin memilih Yesungie oppa, tapi semenjak hari itu
aku tak pernah berhenti memimpikanmu. Aku sebenarnya senang karena di pesan kau
tulis masakan itu semua untukku, tapi… tidakkah kau memiliki perasaan pada
Xili? Suaramu yang merdu, senyummu… aku tak bisa melupakannya…
“Bengong terus tidak bagus,
tau!” Aqian menyenggolku.
Aku, lagi-lagi karena termenung,
baru sadar sekarang di mini van yang dibawa Yesungie oppa, dan kami sudah
sampai di gerbang kampus. Yesungie oppa menoleh.
“Nah, sampai ketemu nanti malam
di apartemen. Selamat belajar untuk kalian berdua,” katanya.
“Ne. bye.”
Aku mengikuti Aqian turun dari
mobil, lalu berpisah menuju dua arah. Manshi tidak kuliah bersamaku karena dia
tidak mengambil subject yang ini, dia memilih yang lain. Tak disangka-sangka
rupanya aku dan Manshi masuk dalam 10 besar nilai terbaik untuk semester 1 di
jurusan Acting. Manshi di urutan 6, aku di urutan 10. Untuk prestasi kami itu,
kami mendapat diskon bayaran untuk semester dua, beruntungnya. Sejauh ini aku
mulai menyukai kuliahku. Hari ini aku tak ada jadwal di radio, jadi untuk
menanti jam kerja di bar, aku bisa latihan taekwondo dengan Kanginnie oppa.
“Kanginnie oppa!” teriakku
membahana begitu masuk dojo.
Kanginnie oppa yang saat itu
sedang sendirian (karena memang kegiatan klub belum dimulai), melambai ceria
padaku. Aku suka padanya yang penuh semangat. Aku sudah memakai kostum
taekwondo-ku, menghampirinya.
“Semangat sekali kau hari ini.
Apa yang membuatmu begitu senang?” Tanya Kanginnie oppa.
“Tak ada. Biasa saja koq, oppa.”
“Aku sudah tau koq Yesung hyung
tidur di apartemenmu. Henry yang bilang.”
“Anak yang satu itu ya, kalau
aku dapat kesempatan pasti aku plester mulutnya.”
Tapi tentu saja aku bercanda.
Aku juga menyukai Henry sebagai dongsaengku. Siapa lagi yang bisa berharap
mendapatkan dongsaeng semanis Henry, yang pintar bernyanyi, dance dan main
biola? Meskipun dia berisik, justru itulah yang aku suka.
“Aigo… cinta memang bisa membawa
kebahagiaan sekaligus derita.”
“Apa yang oppa ketahui?”
“Aku tau semuanya dong. Orang
buta juga tau kalau Wookie jatuh cinta padamu. Koreksi. Baik Wookie dan Yesung
hyung jatuh cinta padamu.”
“Oppa yakin? Maksudku… kupikir…
Wookie menyukai Xili,” ucapku ragu.
“Lha, koq kau berpikiran
begitu?”
“Soalnya dia sering berdua
dengan Xili kan, di apartemen? Hampir setiap kali ketika aku tak ada, Wookie
masih memasak juga.”
“Tapi dia memasak untukmu, kan?
Sekalian untuk yang lain juga. Yifang ya~ karena dia menyayangimu dan tau kau
menyayangi yang lainnya, makanya dia lakukan itu semua.”
Pikiranku jadi macet. Kalau
memang yang Kanginnie oppa katakan itu benar, berarti aku… bersalah? Waktu itu
juga, ketika aku menyuruh Wookie menjaga Xili, tau-tau dia malah mengajak
Donghae oppa. Apakah aku salah… mengira Wookie menyukai Xili? Padahal aku hanya
ingin yang terbaik untuk Xili. Kalau dia ingin pacaran, pilihan yang terbaik
untuknya adalah Wookie, karena dia sama baiknya dengan Yesungie oppa, aku yakin
itu. Tapi kalau aku salah, berarti…
“Jangan banyak pikiran begitu,
Yifang. Nanti aku kehilangan kau setelah kehilangan Manshi tiga pertemuan
terakhir ini. Dia ngapain sih?”
“Ah, si Manshi… dia sedang
menjalani diet buah-buahan oppa, jadi sepertinya dia tak kuat kalau harus
taekwondo. Dia kalau sudah di apartemen juga kerjaannya hanya tidur, tidak
nonton tivi lagi seperti dulu,” jawabku.
“Hati-hati nanti dia tak kuat.
Ngomong-ngomong cinta, apa kau sudah tau si kecil itu… teman kalian itu…”
“Suxuan?”
“Ne, Suxuan. Dia pacaran dengan
Leeteuk hyung kan?”
“MWO? KOQ AKU TIDAK TAU?”
“Sudah basi harusnya sih,
Yifang. Aku dengar, lagi-lagi, Henry yang asyik bergosip. Katanya dia memergoki
Leeteuk hyung menjemput Suxuan suatu hari dan Suxuan mencium pipinya. Aigo… tak
kusangka selera Leeteuk hyung ternyata yang kecil begitu.”
“Jangan salah lho, oppa.
Kecil-kecil begitu Suxuan sudah jadi artis. Tak lama lagi dia bisa saja
menyaingi Kibummie.”
“Bisa jadi. Tapi kukira cewek
idaman Leeteuk hyung itu yang tingginya 163 cm?” tanyanya sambil tertawa
mengejek.
Kami sama-sama tertawa. Baguslah
kalau Leeteuk oppa sudah punya pacar, apalagi pacarnya itu Suxuan. Kulihat
Leeteuk oppa terlalu sibuk dengan pekerjaannya, study tingkat lanjutnya, dan
mengurusi dongsaeng-dongsaengnya yang menurutku, tidak ada satupun yang waras.
Eh, salah sih, Wookie cukup waras. Wookie… aku memikirkannya lagi…
“Kalau tipe idaman Wookie
mungkin yang sepertimu. Dia suka cewek yang punya suara bagus dan mungil.
Sepertinya kau memenuhi criteria.”
Aku terdiam. Aku… tipe Wookie?
“Sudahlah. Santai saja, Yifang.
Jawaban akan datang pada waktu yang tepat. Ayo kita pemanasan dulu, lalu
sparing. Aku mau lihat apa kau sudah ada kemajuan. Bela diri sangat penting
zaman sekarang.”
Karena itulah aku serius
mempelajari taekwondo. Aku tak akan membiarkan diriku dalam bahaya seperti Xili
waktu itu, atau bahkan menyusahkan Yesungie oppa melindungiku. Kalau suatu saat
aku hanya sendirian, hanya akulah yang bisa menjaga diriku sendiri. Jam enam
sore hari itu, aku pamit pada Kanginnie oppa dan menuju bar. Bar belum dibuka,
tapi baguslah berarti aku bisa siap-siap dengan santai. Jam tujuh malam,
barulah bar dibuka dan semakin malam bar semakin ramai. Aku memandang kursi
kosong di hadapanku di depan counter. Biasanya Yesungie oppa duduk disitu, tapi
semenjak kejadian yang kemarin, dia tak datang lagi. Mimi jadi lega, aku juga
lega sih, tapi ada sedikit rasa kangen juga. Mungkin aku ingin dilindungi?
“Buatkan minuman yang kadar
alkoholnya paling tinggi.”
Aku membelalakkan mata ketika
melihat Kibummie, duduk di kursi yang biasa diduduki Yesungie oppa.
“Kenapa kau bisa ada disini?”
tanyaku, menunjuk tepat ke hidungnya.
“Karena aku disuruh hyungku
menjagamu,” jawab Kibummie dengan nada agak bosan.
“Macam-macam saja. Aku kan sudah
bilang pada Yesungie oppa, aku tak perlu dijaga. Tapi ya sudahlah karena kau
sudah datang… besok tak perlu lagi koq, apalagi kau sibuk kan?”
“Aku juga tak terlalu suka
suasana bar koq, kalau bisa memang tak mau datang lagi. Traktir dong. Tapi aku
beda dengan hyung ya, aku sangat bisa minum.”
“Ne, aku pernah dengar sejarah
itu. Kau tunggu ya.”
Aku menuju rak minuman untuk
membuatkan campuran minuman yang kuharap bisa membuatnya mabuk jadi kapok untuk
datang kesini lagi. Tapi apa mungkin bisa membuat Kibummie mabuk?
“Lho, Manshi?”
Leherku nyaris putus ketika aku
menoleh tiba-tiba ke belakang, sampai aku mendengar bunyi berderak leherku
(berlebihan mungkin). Ada Manshi, benar-benar Manshi yang asli (=.=”) duduk di
samping Kibummie.
“Anyong, Kibum oppa,” sapanya.
“Kenapa bisa datang?” tanyaku
dan Kibummie kompak.
Aku meletakkan gelas berisi
minuman yang dipesan Kibummie di hadapannya. Manshi memang terlihat lebih
kurus, dengar-dengar berat badannya sudah turun 4 kg dalam seminggu, tapi
wajahnya terlihat pucat. Aku tidak berani bilang pada Leeteuk oppa kalau dia
diet, atau si dokter bakal marah-marah dan memaksanya makan.
“Yifang, buatkan aku minuman
juga. Aku mau kau buatkan yang ini.”
Manshi menunjuk majalah yang
sedaritadi dipegangnya, di halaman itu ada gambar minuman. Aku mengambil
majalah itu, membacanya dengan cermat (mataku agak bermasalah waktu malam hari,
apalagi lampunya temaram begini) dan melihat ternyata itu campuran minuman
keras… untuk membantu diet.
“Manshi, kau masih juga mau
menambah asupan lain selain hanya makan buah?” tanyaku gusar.
“Ayolah, Yifang, kau bisa
membuatkannya kan? Kau bilang kau mau dukung aku. Jangan lupakan itu.”
Aku geleng-geleng kepala tapi
mulai membuatkan minuman. Salahku juga sudah berjanji padanya. Habis mau gimana
lagi, aku gusar sekali melihatnya menangis waktu itu. Seorang Manshi yang
ceria, aku mana tega lihat dia menangis. Ihhhhhh… bau minuman ini agak
menjijikkan, aku tak berani mencicipinya. Tapi kadar alkoholnya tidak terlalu
tinggi. Aku berikan minuman itu.
“Yai… baunya koq aneh ya?”
komentar Kibummie.
Manshi sedikit mengernyitkan
hidungnya ketika menghirup minuman itu, lalu matanya terbelalak ketika
menelannya.
“Manshi, gwaenchana???” tanyaku
khawatir.
“Gwaenchana… Cuma rasanya lebih
pahit… pahit asam begitu. Tapi kurasa ini akan membantu,” tegas Manshi.
Aku dan Kibummie hanya bertukar
pandang heran. Kami makin heran ketika Manshi minta minuman itu lagi, gelas
kedua… ketiga… dan akhirnya pada gelas keempat, aku melihatnya sudah tak
sanggup lagi.
“Kenapa… kenapa aku masih belum
bisa mencapai berat badan ideal? Aku ingin terlihat langsing seperti Aqian dan
Xili…”
“Kau tidak akan dapat semua itu
dengan instant, Manshi, kau harus bertahan dengan pola dietmu. Dan tidak mungkin
kau langsung langsing malam ini meski kau minum setengah lusin gelas minuman
itu.”
“Dan juga tak perlulah sekurus
Meifen dan Xili, itu tulang mereka kecil. Kau bukan mereka. Jadilah dirimu
sendiri,” nasehat Kibummie.
“Tapi aku ingin lagi… lagi,
Yifang…” pinta Manshi.
Tapi dia sekarang setengah tergeletak
di counter. Aku menggelengkan kepalaku.
“Kibummie, kau bisa antar dia
pulang sekarang? Sebentar lagi aku juga pulang koq, jadi katakan pada Yesungie
oppa dia tak perlu khawatir. Manshi yang harus dikhawatirkan sekarang,”
pintaku.
“Baiklah. Jaga diri, Yifang,”
Kibummie mengingatkan.
Lalu kulihat Kibummie memapah
Manshi keluar bar. Omona Manshi, untuk apa kau menyiksa dirimu begitu? Kini aku
yang merasa bersalah karena aku terlihat kurus tanpa aku memang sengaja
berdiet. Aku kembali bekerja, membuatkan minuman yang entah sudah gelas
ke-seratus-berapa. Memang benar aku bartender paling terkenal di bar ini. Tapi
apa yang akan dikatakan baba dan mama kalau mereka tau kerjaanku seperti ini?
Hhh… aku lelah juga hari ini. Mungkin karena tadi mati-matian latihan dengan
Kanginnie oppa. Apartemenku sudah gelap saat aku pulang, jelaslah sekarang
sudah jam dua dini hari. Aku menghidupkan lampu, lalu menuju kamar Manshi. Aku
melihatnya sudah tidur di ranjang bawah, sudah memakai piyama. Kurasa Aqian
atau Xili sudah menanggulanginya. Aku berganti piyama, lalu menggeliat keluar
mau ke toilet. Tapi perhatianku teralih pada selembar kertas berwarna hijau
menyolok berbentuk apel yang ditempelkan di pintu kamarku. Aku berjalan kesana
dan melihat tulisan Yesungie oppa.
Aku
belum sempat memberikan makan untuk mereka waktu aku pulang buru-buru tadi.
Sekarang aku pergi lagi dan mungkin pagi baru pulang. Yifang, tolong ya :)
Yesungie
Oh,
mereka yang dimaksud pasti Ddangko-bersaudara. Aku tersenyum. Tak apalah aku
memberi mereka makan. Pada kenyataannya toh aku suka kura-kura. Aku membuka
pintu kamarku yang sekarang untuk sementara dipakai Yesungie oppa. Begitu
kubuka pintu itu, bau parfum Yesungie oppa memenuhi indra penciumanku, bau yang
sangat wangi dan kusukai. Aku meraba-raba sakelar lampu kamarku, dan aku
menyandung sesuatu entah apa di lantai. Ketika membuka lampu, aku kaget.
Kamarku yang memang hampir semuanya berwarna hijau, kini bertambah hijau lagi.
Lantainya nyaris penuh dengan balon-balon berwarna hijau, wallpaper kamarku di
beberapa tempat juga ditempeli kertas krep warna hijau yang dirangkai jadi
bunga-bunga, dan ranjangku penuh dengan boneka kura-kura berbagai macam ukuran.
Aku masih ternganga memandang pemandangan ajaib ini, berpikir apa ini sudah
bulan Mei dan ada yang memberiku kejutan ultah. Tapi ini belum Valentine’s day,
ini masih Februari. Kakiku melangkah otomatis menuju akuarium yang merupakan
rumah Ddangkoma (yang paling besar), Ddangkoming (yang lebih sering mematung),
dan Ddangkomi (yang sering memanjati kaca akuarium). Jantungku nyaris copot
ketika melihat tempurung ketiganya ditempeli kertas hijau, yang masing-masing
tertulis: 사 (Ddangkoma)
랑
(Ddangkoming) 해 (Ddangkomi). Saranghae… aku mencintaimu?
“Yifang, apa kau suka?”
Sekali lagi aku kaget malam ini,
melihat Yesungie oppa muncul di ambang pintu. Dia menutup pintu kamarku,
sekarang kami hanya berdua. Berdua, dalam kamar. Apa yang kupikirkan
sebenarnya?
“I… ini, oppa, apa maksudnya?”
tanyaku, tanganku dengan bodoh menunjuk balon dan kura-kura, juga ranjangku
yang penuh.
“Maksudnya sudah jelas kan?
Saranghae…”
Aku mematung begitu Yesungie
oppa mendekatiku. Aku akan mati di tempat. Pasti. Tapi kenapa aku tak mati juga
sekarang? Kenapa aku malah mendongak, memandangi wajahnya yang hanya kurang
dari 50 cm jaraknya? Bau nafasnya yang segarpun bisa kucium!
“Yifang, jadilah pacarku. Aku
akan membahagiakanmu, melindungimu, hingga selama-lamanya.”
Aku ternganga, tak percaya pada
ucapannya. Kalau ini mimpi, aku pastilah bermimpi indah. Yesungie oppa…
mencintaiku? Sungguh-sungguh? Aku… aku… tentunya aku…
“Oppa, gomawo… nado… nado
saranghae.”
Dan dia tersenyum, senyum yang
sangat kusukai. Dia maju lagi dan mengecup keningku. Apa yang harus kukatakan
pada Manshi, Xili dan Aqian? Dan Wookie… kenapa wajahnya kembali berkelebat
dalam benakku?
Empat hari sudah semua itu
berlalu, dan jujur saja, mungkin aku tidak pernah jauh lebih bahagia dari empat
hari ini dalam hidupku. Semenjak Yesungie oppa resmi jadi pacarku, dia
memperlakukanku dengan jauh lebih special. Kami melakukan semua hal bersama,
mulai dari nonton tivi, saling menyuap saat makan, membuat dapur berantakan
karena kami tak bisa masak, main game bersama, jalan bersama, dia menjemputku
di bar pada malam hari, bahkan sekarang dia jadi stylist pribadiku, selalu
meluruskan rambutku tiap pagi. Aku pasti takkan lebih bahagia lagi. Kalau aku
bisa lebih bahagia lagi, jantungku pasti tak sanggup. Ketiga teman apartemenku
sudah tau, dan mereka juga berbahagia karena aku akhirnya bisa menemukan orang
yang tepat untukku.
“Yifang…” panggil Yesungie oppa.
Bagaimana aku tidak sport
jantung lagi? Yesungie oppa tiba-tiba memelukku yang sedang duduk di meja
belajar Manshi dari belakang, sembari meletakkan dagunya di bahu kiriku.
Jantungku kembali berdetak tak normal (aku ingin pergi cek pada Leeteuk oppa,
siapa tau aku didiagnosis menderita kelainan jantung), dan aku menoleh ragu
untuk mengamati wajahnya dari dekat. Dia tersenyum padaku.
“Hari ini tak kemana-mana, kan?
Mau lihat kami rekaman?”
“Hari ini sudah mulai?” tanyaku
heran.
“Ne, hari pertama. Biasanya sih
kami akan dengar dulu beberapa lagu yang sudah pasti akan kami nyanyikan.
Temani aku yuk.”
“Ng… oke, oppa. Aku siap-siap
dulu ya.”
Tak lama kemudian kami sudah
berada di mobil Leeteuk oppa, dia bilang dia mau ke rumah sakit, jadi sekalian
bisa mengantar kami.
“Yang lain sudah pergi, tapi kau
belum telat koq Yesung,” ujar Leeteuk oppa.
“Ne, baguslah kalau begitu. Oh
ya hyung, sekarang aku dan Yifang sudah berpacaran,” Yesungie oppa mengumumkan.
Kami di kursi belakang, Yesungie
oppa merangkulku erat. Leeteuk oppa menoleh, kelihatan bahagia.
“Geuraeyo? Omo… itu berita baik.
Selamat kalau begitu. Aku doakan yang terbaik untuk kalian.”
“Gomawo, oppa,” ungkapku.
Yesungie oppa juga tidak ragu
untuk menggandengku di dalam kantor agensi. Aku baru pertama kali ke gedung
yang sebesar ini dan banyak orang berkeliaran, semuanya tampak diburu waktu.
Aku merasa melihat beberapa artis, dan aku selalu tanyakan siapa mereka pada
Yesungie oppa. Yesungie oppa pasti selalu menjawabku, dan dia bilang lain kali
akan mengajakku kenalan dengan mereka. Kami naik lift dan akhirnya berhenti di
lantai lima gedung, lalu kami masuk ke suatu tempat yang seperti studio
rekaman. Ya, mirip dengan studio tempatku siaran, tapi yang ini peralatannya
jauh lebih lengkap, kelihatan ribet. Pandanganku teralih pada sederetan cowok
di pojok ruangan: Kyu, Hae, Umin oppa, Mimi dan… Wookie. Jantungku kembali
berdetak tak jelas. Aku… kenapa rasanya seperti… ceritaku dan Wookie hanyalah
masa lalu, hanyalah bagian dari kehidupanku yang lama? Melihat kami, dia
mengalihkan pandangannya ke kertas yang digenggamnya erat.
“Aigo hyung, kau bawa Yifang?”
Tanya Hae, memandang kami tajam.
“Ne. aku mau dia melihat proses
rekaman kita. Tak ada masalah kan, Mimi?” Tanya Yesungie oppa.
“Tentu tak ada. Ayo, hari ini
aku ingin kalian mendengar tiga lagu. Bisa dimulai sekarang,” kata Mimi,
tersenyum padaku.
Aku berbagi kertas teks lagu
dengan Yesungie oppa. Disitu kulihat warna-warna berbeda dan inisial nama; YS
berwarna merah, KH berwarna hijau, RW berwarna biru, SM berwarna hitam bold,
dan DH berwarna cokelat. Yesungie oppa menjelaskan padaku itu adalah bagian
nyanyian mereka. Kami mendengar sebuah lagu yang diputar, lagunya bernada pop
RnB, mengingatkan aku pada Jay Chou, disertai suara penyanyi yang (menurut
Yesungie oppa) adalah penyanyi background yang menjadi panduan mereka untuk
bernyanyi nantinya. Lagu yang kedua, yang ini lagu ballad, nadanya agak sedih,
dan aku melihat porsi menyanyi DH disini cukup banyak.
“Nah, untuk lagu terakhir, aku
akan minta Wookie langsung saja yang menyanyikannya di dalam. Lagu ini
diciptakan Wookie.”
“Mwo? Lagu itu diterima?
Syukurlah!” desah Umin oppa senang.
Wookie meninggalkan teks yang
dipegangnya lalu masuk ke ruang rekaman. Sebuah intro lagu diputar, permainan
piano yang menyayat hati. Lagunya sangat sedih! Dan suara nyanyian Wookie… yang
seperti menangis itu… Wookie, tidak… aku tak ingin kau menangis. Aku tak ingin
kau disakiti… tapi tiba-tiba aku sadar bahwa akulah yang menyakitimu… akulah
yang memilih Yesungie oppa, bukan memilihmu… setitik air mata menetes dari
mataku…
흩어진너의눈물이그치지않는비처럼
Your tears are out like the rain that doesn’t stop
스며들어와내가슴을또찔러
It absorbed into my heart and pierced again
사랑에베인가슴이미소짓도록지킬게
The damaged heart
날위한단한사람
I will keep smile in it
너를
You
Aku berlari keluar setelah
berbisik pada Yesungie oppa bahwa aku akan ke toilet. Aku memang ke toilet,
masuk ke biliknya dan membiarkan air mataku mengalir. Aku tak mengizinkan
isakan tangis sekecil apapun lolos dari mulutku. Aku sudah menyakiti Wookie…
aku sudah menyakiti orang yang paling tak ingin kusakiti… aku tau lagu itu
ditujukan untukku… Wookie, apakah kau merelakanku? Bagaimana kalau hatiku
sekarang… sebenarnya… tidak bisa menentukan, aku harus berjalan kemana? Aku
merindukanmu… Wookie… apa yang harus kulakukan?
Yesung kok tumben si jadi centil gitu xDDD
ReplyDeletebikin yifang tersipu2 lol
Whoaa...suxuan pacaran sama leeteuk yah akhirnya :O
Manshi masih berusaha mo diet ><
mpe mabok gitu ><
Uwaaa...so sweet banget yesung...
Akhrnya nyatain ke yifang juga ^^
Cuma jadi kecian wookie ><