Welcome Here ^0^v

You can read; and then please kindly leave comment(s) so I could improve;
But don't try to STEAL a part or whole part of all post WITHOUT a proper CREDIT; you'll know the risk if you still do it;
Intro: I'm a hyper Cloudsomnia, Jung Heechul IS MINE, OFFICIAL WIFE OF KIM JONGWOON, GO is the OWNER OF MY HEART, definitely a Lively E.L.F and also a multi-fandom: ELF, ZE:A's, Triple S, A+, VIP; I'm a unique, weird and super delusional girl;
Just add my Facebook account: maymugungponks; and follow my Twitter: (hidden for some reason);
But be careful~~ I'm not as easy as you think I might be~

Friday, 13 April 2012

No Other The Story chapter 29


No Other The Story
Chapter 29

YIFANG’S DIARY
CHAPTER 29
SMILE AGAIN

                “Pagi Yifang,” sapa Yesungie oppa pada suatu pagi.

                Aku terbelalak, masih juga kaget dan sedikit tak terbiasa dengan kehadirannya yang tiba-tiba di apartemen kami. Sebenarnya dia sudah tiga hari disini, tapi entah kenapa aku masih begini. Mungkin karena dia memang sangat… sangat… sangat tampan? Meskipun aku melihat wajahnya yang baru bangun tidur, akupun tetap merasa dia tampan. Sedangkan wajahku yang baru bangun begini, aku malu… kenapa juga aku tidak lihat-lihat dulu ada dia atau tidak? Sekarang ketemu dia di dapur kan tak enak nih… tapi dia malah mendekatiku! Oppa, andwae…

                “Yifang, kenapa wajahmu merah? Manis deh…”

                Jangaaaaaaaaan sentuh aku!!! Tapi dia tetap menyentuh pipiku dan tersenyum, tampannya!!!

                “Aku… mau… kuliah, oppa…” sendatku.
                “Ah, benar. Kau siap-siaplah. Nanti aku antar ke kampus. Ada siapa saja yang kuliah hari ini?”
                “Aku dan Aqian saja. Tapi kenapa oppa mau mengantar kami?”

                Yesungie oppa mengeluarkan kunci mobil dari kantong celana pendeknya.

                “Mobil Mimi, aku pinjam. Soalnya juga nanti aku harus ke kantor agensi. Sepertinya kami sudah mau rekaman album baru lagi.”
                “Whoa, cepat sekali. Apa kalau sudah mulai rekaman, oppa akan sibuk?”
                “Tapi aku akan selalu ada untukmu. Aku kan juga masih tidur disini.”

                Kalau begini lama-lama aku pasti bisa gila. Aku mengangguk padanya dan bergegas masuk ke kamar mandi. Dia tidak mengatakan apapun waktu pindah kesini, tapi Kyu (yang sekarang entah kenapa dekat denganku, satu lagi cowok yang memanggilku noona, tapi dia tidak seberisik Henry) yang mengadakan pertemuan rahasia denganku mengatakan dia dan Wookie sepertinya ribut. Alasan keributan itu, tak ada yang tau. Yang pasti sekarang Kyu khawatir, karena Wookie jadi agak muram. Wookie… Wookie, aku memikirkanmu… jujur saja sebenarnya aku masih tidak tau siapa yang kucintai. Aku pernah bilang untuk mungkin memilih Yesungie oppa, tapi semenjak hari itu aku tak pernah berhenti memimpikanmu. Aku sebenarnya senang karena di pesan kau tulis masakan itu semua untukku, tapi… tidakkah kau memiliki perasaan pada Xili? Suaramu yang merdu, senyummu… aku tak bisa melupakannya…

                “Bengong terus tidak bagus, tau!” Aqian menyenggolku.

                Aku, lagi-lagi karena termenung, baru sadar sekarang di mini van yang dibawa Yesungie oppa, dan kami sudah sampai di gerbang kampus. Yesungie oppa menoleh.

                “Nah, sampai ketemu nanti malam di apartemen. Selamat belajar untuk kalian berdua,” katanya.
                “Ne. bye.”

                Aku mengikuti Aqian turun dari mobil, lalu berpisah menuju dua arah. Manshi tidak kuliah bersamaku karena dia tidak mengambil subject yang ini, dia memilih yang lain. Tak disangka-sangka rupanya aku dan Manshi masuk dalam 10 besar nilai terbaik untuk semester 1 di jurusan Acting. Manshi di urutan 6, aku di urutan 10. Untuk prestasi kami itu, kami mendapat diskon bayaran untuk semester dua, beruntungnya. Sejauh ini aku mulai menyukai kuliahku. Hari ini aku tak ada jadwal di radio, jadi untuk menanti jam kerja di bar, aku bisa latihan taekwondo dengan Kanginnie oppa.

                “Kanginnie oppa!” teriakku membahana begitu masuk dojo.

                Kanginnie oppa yang saat itu sedang sendirian (karena memang kegiatan klub belum dimulai), melambai ceria padaku. Aku suka padanya yang penuh semangat. Aku sudah memakai kostum taekwondo-ku, menghampirinya.

                “Semangat sekali kau hari ini. Apa yang membuatmu begitu senang?” Tanya Kanginnie oppa.
                “Tak ada. Biasa saja koq, oppa.”
                “Aku sudah tau koq Yesung hyung tidur di apartemenmu. Henry yang bilang.”
                “Anak yang satu itu ya, kalau aku dapat kesempatan pasti aku plester mulutnya.”

                Tapi tentu saja aku bercanda. Aku juga menyukai Henry sebagai dongsaengku. Siapa lagi yang bisa berharap mendapatkan dongsaeng semanis Henry, yang pintar bernyanyi, dance dan main biola? Meskipun dia berisik, justru itulah yang aku suka.

                “Aigo… cinta memang bisa membawa kebahagiaan sekaligus derita.”
                “Apa yang oppa ketahui?”
                “Aku tau semuanya dong. Orang buta juga tau kalau Wookie jatuh cinta padamu. Koreksi. Baik Wookie dan Yesung hyung jatuh cinta padamu.”
                “Oppa yakin? Maksudku… kupikir… Wookie menyukai Xili,” ucapku ragu.
                “Lha, koq kau berpikiran begitu?”
                “Soalnya dia sering berdua dengan Xili kan, di apartemen? Hampir setiap kali ketika aku tak ada, Wookie masih memasak juga.”
                “Tapi dia memasak untukmu, kan? Sekalian untuk yang lain juga. Yifang ya~ karena dia menyayangimu dan tau kau menyayangi yang lainnya, makanya dia lakukan itu semua.”

                Pikiranku jadi macet. Kalau memang yang Kanginnie oppa katakan itu benar, berarti aku… bersalah? Waktu itu juga, ketika aku menyuruh Wookie menjaga Xili, tau-tau dia malah mengajak Donghae oppa. Apakah aku salah… mengira Wookie menyukai Xili? Padahal aku hanya ingin yang terbaik untuk Xili. Kalau dia ingin pacaran, pilihan yang terbaik untuknya adalah Wookie, karena dia sama baiknya dengan Yesungie oppa, aku yakin itu. Tapi kalau aku salah, berarti…

                “Jangan banyak pikiran begitu, Yifang. Nanti aku kehilangan kau setelah kehilangan Manshi tiga pertemuan terakhir ini. Dia ngapain sih?”
                “Ah, si Manshi… dia sedang menjalani diet buah-buahan oppa, jadi sepertinya dia tak kuat kalau harus taekwondo. Dia kalau sudah di apartemen juga kerjaannya hanya tidur, tidak nonton tivi lagi seperti dulu,” jawabku.
                “Hati-hati nanti dia tak kuat. Ngomong-ngomong cinta, apa kau sudah tau si kecil itu… teman kalian itu…”
                “Suxuan?”
                “Ne, Suxuan. Dia pacaran dengan Leeteuk hyung kan?”
                “MWO? KOQ AKU TIDAK TAU?”
                “Sudah basi harusnya sih, Yifang. Aku dengar, lagi-lagi, Henry yang asyik bergosip. Katanya dia memergoki Leeteuk hyung menjemput Suxuan suatu hari dan Suxuan mencium pipinya. Aigo… tak kusangka selera Leeteuk hyung ternyata yang kecil begitu.”
                “Jangan salah lho, oppa. Kecil-kecil begitu Suxuan sudah jadi artis. Tak lama lagi dia bisa saja menyaingi Kibummie.”
                “Bisa jadi. Tapi kukira cewek idaman Leeteuk hyung itu yang tingginya 163 cm?” tanyanya sambil tertawa mengejek.

                Kami sama-sama tertawa. Baguslah kalau Leeteuk oppa sudah punya pacar, apalagi pacarnya itu Suxuan. Kulihat Leeteuk oppa terlalu sibuk dengan pekerjaannya, study tingkat lanjutnya, dan mengurusi dongsaeng-dongsaengnya yang menurutku, tidak ada satupun yang waras. Eh, salah sih, Wookie cukup waras. Wookie… aku memikirkannya lagi…

                “Kalau tipe idaman Wookie mungkin yang sepertimu. Dia suka cewek yang punya suara bagus dan mungil. Sepertinya kau memenuhi criteria.”

                Aku terdiam. Aku… tipe Wookie?

                “Sudahlah. Santai saja, Yifang. Jawaban akan datang pada waktu yang tepat. Ayo kita pemanasan dulu, lalu sparing. Aku mau lihat apa kau sudah ada kemajuan. Bela diri sangat penting zaman sekarang.”

                Karena itulah aku serius mempelajari taekwondo. Aku tak akan membiarkan diriku dalam bahaya seperti Xili waktu itu, atau bahkan menyusahkan Yesungie oppa melindungiku. Kalau suatu saat aku hanya sendirian, hanya akulah yang bisa menjaga diriku sendiri. Jam enam sore hari itu, aku pamit pada Kanginnie oppa dan menuju bar. Bar belum dibuka, tapi baguslah berarti aku bisa siap-siap dengan santai. Jam tujuh malam, barulah bar dibuka dan semakin malam bar semakin ramai. Aku memandang kursi kosong di hadapanku di depan counter. Biasanya Yesungie oppa duduk disitu, tapi semenjak kejadian yang kemarin, dia tak datang lagi. Mimi jadi lega, aku juga lega sih, tapi ada sedikit rasa kangen juga. Mungkin aku ingin dilindungi?

                “Buatkan minuman yang kadar alkoholnya paling tinggi.”

                Aku membelalakkan mata ketika melihat Kibummie, duduk di kursi yang biasa diduduki Yesungie oppa.

                “Kenapa kau bisa ada disini?” tanyaku, menunjuk tepat ke hidungnya.
                “Karena aku disuruh hyungku menjagamu,” jawab Kibummie dengan nada agak bosan.
                “Macam-macam saja. Aku kan sudah bilang pada Yesungie oppa, aku tak perlu dijaga. Tapi ya sudahlah karena kau sudah datang… besok tak perlu lagi koq, apalagi kau sibuk kan?”
                “Aku juga tak terlalu suka suasana bar koq, kalau bisa memang tak mau datang lagi. Traktir dong. Tapi aku beda dengan hyung ya, aku sangat bisa minum.”
                “Ne, aku pernah dengar sejarah itu. Kau tunggu ya.”

                Aku menuju rak minuman untuk membuatkan campuran minuman yang kuharap bisa membuatnya mabuk jadi kapok untuk datang kesini lagi. Tapi apa mungkin bisa membuat Kibummie mabuk?

                “Lho, Manshi?”

                Leherku nyaris putus ketika aku menoleh tiba-tiba ke belakang, sampai aku mendengar bunyi berderak leherku (berlebihan mungkin). Ada Manshi, benar-benar Manshi yang asli (=.=”) duduk di samping Kibummie.

                “Anyong, Kibum oppa,” sapanya.
                “Kenapa bisa datang?” tanyaku dan Kibummie kompak.

                Aku meletakkan gelas berisi minuman yang dipesan Kibummie di hadapannya. Manshi memang terlihat lebih kurus, dengar-dengar berat badannya sudah turun 4 kg dalam seminggu, tapi wajahnya terlihat pucat. Aku tidak berani bilang pada Leeteuk oppa kalau dia diet, atau si dokter bakal marah-marah dan memaksanya makan.

                “Yifang, buatkan aku minuman juga. Aku mau kau buatkan yang ini.”

                Manshi menunjuk majalah yang sedaritadi dipegangnya, di halaman itu ada gambar minuman. Aku mengambil majalah itu, membacanya dengan cermat (mataku agak bermasalah waktu malam hari, apalagi lampunya temaram begini) dan melihat ternyata itu campuran minuman keras… untuk membantu diet.

                “Manshi, kau masih juga mau menambah asupan lain selain hanya makan buah?” tanyaku gusar.
                “Ayolah, Yifang, kau bisa membuatkannya kan? Kau bilang kau mau dukung aku. Jangan lupakan itu.”

                Aku geleng-geleng kepala tapi mulai membuatkan minuman. Salahku juga sudah berjanji padanya. Habis mau gimana lagi, aku gusar sekali melihatnya menangis waktu itu. Seorang Manshi yang ceria, aku mana tega lihat dia menangis. Ihhhhhh… bau minuman ini agak menjijikkan, aku tak berani mencicipinya. Tapi kadar alkoholnya tidak terlalu tinggi. Aku berikan minuman itu.

                “Yai… baunya koq aneh ya?” komentar Kibummie.

                Manshi sedikit mengernyitkan hidungnya ketika menghirup minuman itu, lalu matanya terbelalak ketika menelannya.

                “Manshi, gwaenchana???” tanyaku khawatir.
                “Gwaenchana… Cuma rasanya lebih pahit… pahit asam begitu. Tapi kurasa ini akan membantu,” tegas Manshi.

                Aku dan Kibummie hanya bertukar pandang heran. Kami makin heran ketika Manshi minta minuman itu lagi, gelas kedua… ketiga… dan akhirnya pada gelas keempat, aku melihatnya sudah tak sanggup lagi.

                “Kenapa… kenapa aku masih belum bisa mencapai berat badan ideal? Aku ingin terlihat langsing seperti Aqian dan Xili…”
                “Kau tidak akan dapat semua itu dengan instant, Manshi, kau harus bertahan dengan pola dietmu. Dan tidak mungkin kau langsung langsing malam ini meski kau minum setengah lusin gelas minuman itu.”
                “Dan juga tak perlulah sekurus Meifen dan Xili, itu tulang mereka kecil. Kau bukan mereka. Jadilah dirimu sendiri,” nasehat Kibummie.
                “Tapi aku ingin lagi… lagi, Yifang…” pinta Manshi.

                Tapi dia sekarang setengah tergeletak di counter. Aku menggelengkan kepalaku.

                “Kibummie, kau bisa antar dia pulang sekarang? Sebentar lagi aku juga pulang koq, jadi katakan pada Yesungie oppa dia tak perlu khawatir. Manshi yang harus dikhawatirkan sekarang,” pintaku.
                “Baiklah. Jaga diri, Yifang,” Kibummie mengingatkan.

                Lalu kulihat Kibummie memapah Manshi keluar bar. Omona Manshi, untuk apa kau menyiksa dirimu begitu? Kini aku yang merasa bersalah karena aku terlihat kurus tanpa aku memang sengaja berdiet. Aku kembali bekerja, membuatkan minuman yang entah sudah gelas ke-seratus-berapa. Memang benar aku bartender paling terkenal di bar ini. Tapi apa yang akan dikatakan baba dan mama kalau mereka tau kerjaanku seperti ini? Hhh… aku lelah juga hari ini. Mungkin karena tadi mati-matian latihan dengan Kanginnie oppa. Apartemenku sudah gelap saat aku pulang, jelaslah sekarang sudah jam dua dini hari. Aku menghidupkan lampu, lalu menuju kamar Manshi. Aku melihatnya sudah tidur di ranjang bawah, sudah memakai piyama. Kurasa Aqian atau Xili sudah menanggulanginya. Aku berganti piyama, lalu menggeliat keluar mau ke toilet. Tapi perhatianku teralih pada selembar kertas berwarna hijau menyolok berbentuk apel yang ditempelkan di pintu kamarku. Aku berjalan kesana dan melihat tulisan Yesungie oppa.

Aku belum sempat memberikan makan untuk mereka waktu aku pulang buru-buru tadi. Sekarang aku pergi lagi dan mungkin pagi baru pulang. Yifang, tolong ya :)

Yesungie

                Oh, mereka yang dimaksud pasti Ddangko-bersaudara. Aku tersenyum. Tak apalah aku memberi mereka makan. Pada kenyataannya toh aku suka kura-kura. Aku membuka pintu kamarku yang sekarang untuk sementara dipakai Yesungie oppa. Begitu kubuka pintu itu, bau parfum Yesungie oppa memenuhi indra penciumanku, bau yang sangat wangi dan kusukai. Aku meraba-raba sakelar lampu kamarku, dan aku menyandung sesuatu entah apa di lantai. Ketika membuka lampu, aku kaget. Kamarku yang memang hampir semuanya berwarna hijau, kini bertambah hijau lagi. Lantainya nyaris penuh dengan balon-balon berwarna hijau, wallpaper kamarku di beberapa tempat juga ditempeli kertas krep warna hijau yang dirangkai jadi bunga-bunga, dan ranjangku penuh dengan boneka kura-kura berbagai macam ukuran. Aku masih ternganga memandang pemandangan ajaib ini, berpikir apa ini sudah bulan Mei dan ada yang memberiku kejutan ultah. Tapi ini belum Valentine’s day, ini masih Februari. Kakiku melangkah otomatis menuju akuarium yang merupakan rumah Ddangkoma (yang paling besar), Ddangkoming (yang lebih sering mematung), dan Ddangkomi (yang sering memanjati kaca akuarium). Jantungku nyaris copot ketika melihat tempurung ketiganya ditempeli kertas hijau, yang masing-masing tertulis: (Ddangkoma) (Ddangkoming) (Ddangkomi). Saranghae… aku mencintaimu?

                “Yifang, apa kau suka?”

                Sekali lagi aku kaget malam ini, melihat Yesungie oppa muncul di ambang pintu. Dia menutup pintu kamarku, sekarang kami hanya berdua. Berdua, dalam kamar. Apa yang kupikirkan sebenarnya?

                “I… ini, oppa, apa maksudnya?” tanyaku, tanganku dengan bodoh menunjuk balon dan kura-kura, juga ranjangku yang penuh.
                “Maksudnya sudah jelas kan? Saranghae…”

                Aku mematung begitu Yesungie oppa mendekatiku. Aku akan mati di tempat. Pasti. Tapi kenapa aku tak mati juga sekarang? Kenapa aku malah mendongak, memandangi wajahnya yang hanya kurang dari 50 cm jaraknya? Bau nafasnya yang segarpun bisa kucium!

                “Yifang, jadilah pacarku. Aku akan membahagiakanmu, melindungimu, hingga selama-lamanya.”

                Aku ternganga, tak percaya pada ucapannya. Kalau ini mimpi, aku pastilah bermimpi indah. Yesungie oppa… mencintaiku? Sungguh-sungguh? Aku… aku… tentunya aku…

                “Oppa, gomawo… nado… nado saranghae.”

                Dan dia tersenyum, senyum yang sangat kusukai. Dia maju lagi dan mengecup keningku. Apa yang harus kukatakan pada Manshi, Xili dan Aqian? Dan Wookie… kenapa wajahnya kembali berkelebat dalam benakku?

                Empat hari sudah semua itu berlalu, dan jujur saja, mungkin aku tidak pernah jauh lebih bahagia dari empat hari ini dalam hidupku. Semenjak Yesungie oppa resmi jadi pacarku, dia memperlakukanku dengan jauh lebih special. Kami melakukan semua hal bersama, mulai dari nonton tivi, saling menyuap saat makan, membuat dapur berantakan karena kami tak bisa masak, main game bersama, jalan bersama, dia menjemputku di bar pada malam hari, bahkan sekarang dia jadi stylist pribadiku, selalu meluruskan rambutku tiap pagi. Aku pasti takkan lebih bahagia lagi. Kalau aku bisa lebih bahagia lagi, jantungku pasti tak sanggup. Ketiga teman apartemenku sudah tau, dan mereka juga berbahagia karena aku akhirnya bisa menemukan orang yang tepat untukku.

                “Yifang…” panggil Yesungie oppa.

                Bagaimana aku tidak sport jantung lagi? Yesungie oppa tiba-tiba memelukku yang sedang duduk di meja belajar Manshi dari belakang, sembari meletakkan dagunya di bahu kiriku. Jantungku kembali berdetak tak normal (aku ingin pergi cek pada Leeteuk oppa, siapa tau aku didiagnosis menderita kelainan jantung), dan aku menoleh ragu untuk mengamati wajahnya dari dekat. Dia tersenyum padaku.

                “Hari ini tak kemana-mana, kan? Mau lihat kami rekaman?”
                “Hari ini sudah mulai?” tanyaku heran.
                “Ne, hari pertama. Biasanya sih kami akan dengar dulu beberapa lagu yang sudah pasti akan kami nyanyikan. Temani aku yuk.”
                “Ng… oke, oppa. Aku siap-siap dulu ya.”

                Tak lama kemudian kami sudah berada di mobil Leeteuk oppa, dia bilang dia mau ke rumah sakit, jadi sekalian bisa mengantar kami.

                “Yang lain sudah pergi, tapi kau belum telat koq Yesung,” ujar Leeteuk oppa.
                “Ne, baguslah kalau begitu. Oh ya hyung, sekarang aku dan Yifang sudah berpacaran,” Yesungie oppa mengumumkan.

                Kami di kursi belakang, Yesungie oppa merangkulku erat. Leeteuk oppa menoleh, kelihatan bahagia.

                “Geuraeyo? Omo… itu berita baik. Selamat kalau begitu. Aku doakan yang terbaik untuk kalian.”
                “Gomawo, oppa,” ungkapku.

                Yesungie oppa juga tidak ragu untuk menggandengku di dalam kantor agensi. Aku baru pertama kali ke gedung yang sebesar ini dan banyak orang berkeliaran, semuanya tampak diburu waktu. Aku merasa melihat beberapa artis, dan aku selalu tanyakan siapa mereka pada Yesungie oppa. Yesungie oppa pasti selalu menjawabku, dan dia bilang lain kali akan mengajakku kenalan dengan mereka. Kami naik lift dan akhirnya berhenti di lantai lima gedung, lalu kami masuk ke suatu tempat yang seperti studio rekaman. Ya, mirip dengan studio tempatku siaran, tapi yang ini peralatannya jauh lebih lengkap, kelihatan ribet. Pandanganku teralih pada sederetan cowok di pojok ruangan: Kyu, Hae, Umin oppa, Mimi dan… Wookie. Jantungku kembali berdetak tak jelas. Aku… kenapa rasanya seperti… ceritaku dan Wookie hanyalah masa lalu, hanyalah bagian dari kehidupanku yang lama? Melihat kami, dia mengalihkan pandangannya ke kertas yang digenggamnya erat.

                “Aigo hyung, kau bawa Yifang?” Tanya Hae, memandang kami tajam.
                “Ne. aku mau dia melihat proses rekaman kita. Tak ada masalah kan, Mimi?” Tanya Yesungie oppa.
                “Tentu tak ada. Ayo, hari ini aku ingin kalian mendengar tiga lagu. Bisa dimulai sekarang,” kata Mimi, tersenyum padaku.

                Aku berbagi kertas teks lagu dengan Yesungie oppa. Disitu kulihat warna-warna berbeda dan inisial nama; YS berwarna merah, KH berwarna hijau, RW berwarna biru, SM berwarna hitam bold, dan DH berwarna cokelat. Yesungie oppa menjelaskan padaku itu adalah bagian nyanyian mereka. Kami mendengar sebuah lagu yang diputar, lagunya bernada pop RnB, mengingatkan aku pada Jay Chou, disertai suara penyanyi yang (menurut Yesungie oppa) adalah penyanyi background yang menjadi panduan mereka untuk bernyanyi nantinya. Lagu yang kedua, yang ini lagu ballad, nadanya agak sedih, dan aku melihat porsi menyanyi DH disini cukup banyak.

                “Nah, untuk lagu terakhir, aku akan minta Wookie langsung saja yang menyanyikannya di dalam. Lagu ini diciptakan Wookie.”
                “Mwo? Lagu itu diterima? Syukurlah!” desah Umin oppa senang.

                Wookie meninggalkan teks yang dipegangnya lalu masuk ke ruang rekaman. Sebuah intro lagu diputar, permainan piano yang menyayat hati. Lagunya sangat sedih! Dan suara nyanyian Wookie… yang seperti menangis itu… Wookie, tidak… aku tak ingin kau menangis. Aku tak ingin kau disakiti… tapi tiba-tiba aku sadar bahwa akulah yang menyakitimu… akulah yang memilih Yesungie oppa, bukan memilihmu… setitik air mata menetes dari mataku…

흩어진너의눈물이그치지않는비처럼
Your tears are out like the rain that doesn’t stop
스며들어와내가슴을또찔러
It absorbed into my heart and pierced again
사랑에베인가슴이미소짓도록지킬게
The damaged heart
날위한단한사람
I will keep smile in it
너를
You

                Aku berlari keluar setelah berbisik pada Yesungie oppa bahwa aku akan ke toilet. Aku memang ke toilet, masuk ke biliknya dan membiarkan air mataku mengalir. Aku tak mengizinkan isakan tangis sekecil apapun lolos dari mulutku. Aku sudah menyakiti Wookie… aku sudah menyakiti orang yang paling tak ingin kusakiti… aku tau lagu itu ditujukan untukku… Wookie, apakah kau merelakanku? Bagaimana kalau hatiku sekarang… sebenarnya… tidak bisa menentukan, aku harus berjalan kemana? Aku merindukanmu… Wookie… apa yang harus kulakukan?

1 comment:

  1. Yesung kok tumben si jadi centil gitu xDDD
    bikin yifang tersipu2 lol

    Whoaa...suxuan pacaran sama leeteuk yah akhirnya :O

    Manshi masih berusaha mo diet ><
    mpe mabok gitu ><

    Uwaaa...so sweet banget yesung...
    Akhrnya nyatain ke yifang juga ^^
    Cuma jadi kecian wookie ><

    ReplyDelete