When Our Dreams Come True
Secretly in Love
Chapter 8
Hari2 Amelz
berjalan bagai terbang. Sekarang Amelz bagaikan anak tunggal. Calvin udah masuk
asrama dan hanya pulang sebulan sekali. Sementara sebelum dikarantina, Calvin
telah memindahkan ilmu desainnya ke Amelz, jadi bisnis desain online tetap
jalan. Amelz terlalu sibuk sekarang. Dia harus sekolah, menjaga mamanya,
membuat desain dan siaran sekaligus. Dia jadi berpikir wajahnya akan nampak
lebih tua empat tahun dari umur seharusnya. Tapi mungkin Lee Hom jauh lebih sibuk
daripada dia. Tiga bulan telah berlalu semenjak mereka jadian, dan dalam kurun
waktu itu mereka baru sempat bertemu lima kali. Amelz sering merasa iri melihat
pasangan2 lain di sekolahnya. Andaikan Lee Hom bukan artis, mungkin mereka juga
bisa begitu. Tapi Amelz berusaha bersikap dewasa dan tetap mendukung Lee Hom.
Suatu pagi, Amelz sedang sibuk memanggang roti sekaligus mendesain kaos sebelum
pergi ke sekolah, ketika ada orang mengetuk pintu apartemennya.
Amelz: “Hao~ deng
yi xia.”
Amelz menuju
pintu dan membukanya. Ada sosok tukang pos.
Amelz: “Ahh… ni
hao xian sheng.” ^^
Postman: “Ada
Amelz Chen? Ada surat untuknya.”
Amelz: “Aku Amelz
Chen.”
Postman
menyerahkan sebuah amplop ke tangan Amelz.
Postman: “Tidak
ada pengirimnya. Tapi ini kiriman lokal. Dicek saja di dalam, mungkin ada
namanya.” ^^
Amelz: “Hao… xie
xie ni, xian sheng.”
Amelz menutup
pintu setelah postman berlalu. Zaman kayak gini masih ada yang mau kirim surat,
tanya Amelz heran. Dia merobek perlahan sisi amplop itu dan menarik keluar isinya.
Rupanya foto2. dan yang membuat Amelz kaget, itu adalah foto2 dirinya dan Lee
Hom. Dari saat mereka berpelukan di balkon penobatan kemenangan Calvin, saat
mereka shopping membeli gaun, minum bareng di café, berciuman di pasar malam,
sampai beberapa pertemuan lainnya. Amelz ketakutan. Dia sedang diikuti. Setelah
Amelz urutkan, berarti setiap pertemuannya dengan Lee Hom ada di selembar foto.
Di tangannya ada 9 lembar foto. Dan di paling belakang, ada selembar kertas
yang diketik komputer.
Kalau foto ini aku sebarkan di internet, apa
jadinya karir Wang Lee Hom dan kehidupan Amelz Chen? Berhati-hatilah… Lee Hom
bukan milikmu.
Keringat dingin
mengalir dari tubuh Amelz. Amelz berusaha mempelajari foto2 itu. jelas itu
bukan hasil editan. Itu benar2 foto asli. Gak, tegas Amelz, jangan sampai ini
disebarkan di internet, ato karir Lee Hom ge akan habis. Tapi aku gak boleh
memberitau ini pada Lee Hom ge, dia akan panik. Aku… harusnya bagaimana? Kalo
aku menghindari Lee Hom ge… apa dia gak merasa aneh?? aduuuh, apa yang harus
kulakukan?
***
Hari libur
kenaikan kelas tiba. Seperti biasa, Irene jadi juara kelas, dan Karen juga
Amelz ada di peringkat belasan di kelas mereka. Karena keduanya udah agak
jarang ketemu Amelz sejak mulai liburan, mereka ngotot mau maen ke apartemen
Amelz hari ini. Jadi Amelz menunggu mereka berdua di halte bus. Jaguar Karen
berhenti gak jauh dari halte, dan kedua sahabatnya turun dari Jaguar dengan
wajah ceria. Andaikan pekerjaanku gak sebanyak mereka, aku juga bisa ceria
begitu, gerutu Amelz.
Irene: “Kau kan
sahabat kami, Amelz. Masa kami gak boleh sih main ke apartemenmu?”
Karen: “Iyah.
Padahal kau udah pernah main ke rumahku.”
Amelz: “Baiklah…
baiklah. Aku sendirian di rumah. Tadi pagi mama baru berangkat pulang kampung
ke rumah nai2 untuk tiga hari.”
Irene: “Hah?? Apa
gapapa kau sendirian gitu? Gak mati kelaparan? Kau kan gak bisa masak?” XD
Amelz: =.=”
“Yahh, aku makan seadanya. Cuma bisnis desain lagi banyak, jadi sekali2 aku
bisa makan di luar. Oh ya, kalian menjelajahi apartemenku ajah dulu, sementara
aku selesaikan desain yah. Aku kewalahan mengejar deadline.”
Amelz membimbing
kedua sahabatnya masuk ke kompleks apartemennya. Dalam hati dia merasa malu
dengan kondisi kompleks apartemennya yang kumuh.
Amelz: “Dui bu qi
yah. Tapi apartemenku cukup bersih koq.”
Karen: “Gapapa
koq Melz.”
Karen mungkin
lebih cepat beradaptasi, tapi agak berbeda dengan Irene yang anak orang kaya.
Amelz beberapa kali melihatnya mengernyitkan hidung, tapi Irene berusaha
bersikap dewasa seperti biasanya. Akhirnya mereka sampai ke pintu apartemen
Amelz.
Irene: “Lumayan
juga koq, Melz.”
Amelz: “Buat diri
kalian nyaman yah. Kan Cuma ada tiga ruangan disini, ruang tamu sekaligus ruang
makan dan dapur ada di belakang, toilet ada di dekat sana, dan ini kamarku.”
*menunjuk salah satu ruangan di kanan* “Di seberangnya kamar Calvin ge dan
mama, well, sekarang jadi kamar pribadi mamaku. Aku kerjain desain dulu yah.
Sedikit lagi.”
Amelz duduk lagi
di depan komputernya dan kembali berkonsentrasi, seakan Irene dan Karen gak ada
disana. Sebenarnya mereka berdua berisik. Keduanya ada di kamar Amelz dan
kasak-kusuk membongkar barang2 Amelz. Biasa, cwe2 remaja XDD Amelz lupa
memperingatkan mereka untuk gak membongkar barang2nya. Karen yang mendekam lama
di toilet ajah gak diperhatikan Amelz. Sampai dua jam berlalu, Amelz merasa
badannya pegal2 dan desain udah jadi. Saat itu Karen baru keluar dari toilet.
Karen: “Huaaa…
kayaknya aku masuk angin deh.”
Amelz: “Mukamu
pucat loh, Karen. Apa gapapa?”
Karen: “Gapapa
koq. Mungkin gara2 semalem aku insomnia.”
Mereka berdua
masuk kamar dan melihat Irene sedang menggendong boneka kelinci putih besar.
Kelinci itu memegang wortel dengan tulisan: love. Karen tiba2 nyengir lebar dan
duduk di tepian ranjang, diikuti Irene.
Karen: “Ahh, Amelz.
Gimana hubunganmu dengan Lee Hom ge?”
Amelz duduk di
kursi di depan meja belajarnya.
Amelz: “Maksud
kalian?”
Irene: “Kau dan
Lee Hom ge pacaran kan? Kelinci ini hadiah darinya kan?”
Amelz:
*geragapan* “Hah? Koq kalian tau?”
Karen: “Iiih
Amelz main rahasiaan sama kami.” T.T “Kartu dari kelinci ini dalam posisi
terbuka di meja belajarmu loh. Kami gak sengaja melihatnya.” XD
Wajah Amelz
memerah waktu melihat kartu yang terbuka di atas meja belajarnya. Karen benar,
itu emang kartu yang tadinya ada bersama si kelinci. Lee Hom memberikan kelinci
itu pada pertemuan mereka yang paling baru. Lee Hom berharap dengan diberi
boneka, Amelz bisa bersikap lebih feminin. Tapi isi kartu itu dengan jelas
menggambarkan hubungan mereka berdua, yang masih dirahasiakan Amelz pada kedua
sahabatnya. Amelz cepat2 menarik kartu itu dan menyimpannya dalam laci.
Irene: “Sia2. Kan
kami udah baca.” XD
Karen: “Amelz
jaat…” .><.
Amelz: “Dui bu
qi, Irene, Karen, aku menyembunyikannya dari kalian. Aku… udah janji sama Lee
Hom ge untuk gak cerita sama siapa2. Kalian tau, ini demi… karirnya. Bisa
bahaya kalo fansnya tau dia udah punya pacar. Sekaligus aku akan kehilangan
privasiku, kan?”
Irene: “Kau gak
percaya sama kami.” .><.
Amelz: “Duuuh,
bukan begitu…”
Karen: “Kalo gitu
ceritain semuanya! Tentang hubungan kalian, dan sampai kemana udah jauhnya.
Sebagai permintaan maaf yang akan kami terima loh.” XDD
Amelz menghela
nafas dan berpikir bahwa dia emang kurang adil pada kedua sahabatnya. Terutama
Irene. Kan bisa dibilang Irene yang mengenalkan dunia Mando-Pop pada Amelz. Dan
Lee Hom adalah salah satu idolanya. Amelz mulai menceritakan pada keduanya
pertemuan pertamanya dengan Lee Hom di café, peristiwa di pasar malam, sampai
pemberian si kelinci. Irene dan Karen tersenyum puas.
Irene: “Itu baru
namanya sahabat, kan?”
Karen: “Tunggu
bentar. Lee Hom ge udah menciummu, Melz?”
Amelz: *blush*
“I…yah sih.”
Irene: “Aku
benar2 iri.” .><. “Rasanya ciuman itu gimana sih?”
Amelz: *blush*
“Jangan tanya.”
Karen: “Aaah… kau
pelit, Melz! Aku kan juga kepingin ciuman. Sama Lee Jun Ki, misalnya.”
Irene: “Yaaa…
Karen Zhou, bosan hidup yah. Jangan ngayal dong.”
Karen: “Biarin.
Coba aku tebak… Irene juga pengen ciuman sama… Aaron Yan-nya Fahrenheit, kan?”
Amelz: “Intinya
kalian berdua sama2 ngayal.”
Irene:
“Setidaknya kau yang gak pernah ngayal malah dapat Lee Hom yang sempurna itu.”
Amelz: “Yah… aku
gak tau yah.” XD
Akhirnya
ketiganya bergosip dan tertawa bareng. Bahkan Amelz lupa mau curhat soal foto
ancaman pada kedua temannya. Namun dia ingat besok sore dia akan bertemu lagi
dengan Lee Hom. Mereka udah janji di café tempat mereka pertama kali bertemu.
Setidaknya itu jadi sumber kebahagiaan untuknya, sekaligus sumber kekhawatiran.
Bagaimana kalo penguntit itu mengikuti Amelz lagi? .><.
***
Untuk pertama
kalinya, Amelz datang terlambat untuk janjian dengan Lee Hom. Biasanya
Amelz-lah yang menunggu Lee Hom setiap kali mereka kencan, dan Lee Hom akan
datang 5-10 menit setelahnya. Amelz yakin kali ini pasti Lee Hom udah nyampe
duluan. Amelz sengaja melakukannya untuk mengelabui penguntit, andaikan benar2
ada yang ingin menguntitnya. Dia berharap orang itu menyerah mengikuti Amelz
sebelum dia menemui Lee Hom. Amelz merasa terlalu riskan menghubungi Lee Hom
dan dia yakin si penguntit malah akan curiga dan tau Amelz mengelabuinya.
Keluar dari apartemen dalam keadaan rapi dan casual, Amelz mengambil rute bus
memutar untuk ke café tempat janjiannya. Amelz mengitari Taipei ke arah
berlawanan melewati 4 halte, turun di setiap halte ke salah satu tempat
perbelanjaan ato sekadar minum di café sambil baca buku. Dia tau ini akan
menghabiskan banyak waktu, makanya Amelz keluar sekitar satu jam sebelum jam
janjiannya, supaya gak terlalu ngaret menemui Lee Hom. Tapi manusia hanya bisa
menebak-nebak, namun Tuhan yang menentukan apa yang harus terjadi. Waktu Amelz
keluar dari café di halte keempat dan berencana naik bus putar arah ke enam
halte sebelum ini untuk mencapai tempat janjiannya dengan Lee Hom, hujan turun
dengan derasnya. No way, keluh Amelz, aku gak bawa payung. Amelz memutuskan
menunggu hujan mereda, sementara dia masih gak berani mengambil hapenya untuk
menghubungi Lee Hom. Tapi Amelz makin cemas karena setelah lewat 10 menit,
hujan masih turun begitu derasnya.
Amelz: “Aaah…
udala… aku akan pergi menemui Lee Hom ge…”
Amelz berlari
keluar café, menutupi kepalanya dengan jaket tipis yang dipakainya, dan
berlarian menuju halte. Orang2 memandang aneh dan kagum pada Amelz yang berani
menerjang hujan seperti itu. bus yang dinaikinya cukup sepi, dan bus berjalan
lambat karena hujan turun deras dan mereka terjebak kemacetan beberapa kali.
Amelz telah ngaret setengah jam dari jadwal ketemuannya. Amelz sampai ke halte
kedua… ketiga… masih tersisa tiga halte lagi… dan Amelz kehilangan kesabaran
karena terjebak kemacetan.
Amelz: “Pak
sopir, aku bisa turun disini?”
Sopir: “Bu hui,
xiao jie. Xiao jie bisa turun di halte berikutnya.”
Amelz: “Gak
bisa!! Kita akan lama sekali baru sampai di halte berikutnya! Aku punya janji!”
Sopir: “Bu hui,
xiao jie.”
Amelz frustasi.
Dia menggedor pintu bus dengan keras. Orang2 keheranan melihat tingkah lakunya.
Sopir: “Hao… hao
xiao jie. Silakan turun. Tapi kalau kami kena denda, Anda yang membayarnya!”
Pintu bus terbuka
dan Amelz turun dari bus seperti orang gila. Dia gak peduli pada orang2 yang
mencercanya. Dia hanya mau menemui Lee Hom secepatnya. Hujan masih turun dengan
deras dan angin melawan arah lari Amelz. Amelz berteduh di bawah pohon besar,
tubuhnya basah oleh keringat sekaligus oleh air hujan yang dingin, tapi dia gak
peduli. Dia mengeluarkan hapenya dan berpikir ini waktu yang tepat untuk
menghubungi Lee Hom. Tapi layar Nokia-nya menunjukkan no signal. Amelz
mengerang cemas. Aku harus kesana, secepatnya, tegas Amelz. Amelz kembali
berlarian, sebisa mungkin dekat ke deretan toko2 supaya dia gak basah, dan
merasa nafasnya nyaris putus. Entah udah berapa lama dia berlari, kakinya
terasa pegal dan kaku seluruhnya, ketika dia sampai di café tujuannya. Tanpa
mempedulikan sakit kakinya, dia langsung mencari sosok Lee Hom. Tapi gak ada.
Gak ada Lee Hom disana. Amelz mengecek arlojinya. Astaga, sekarang udah jam 6.
Aku udah terlambat 2 jam! Lee Hom ge… Lee Hom ge… kau dimana? Amelz berlarian,
di seputar café itu untuk mencari Lee Hom. Tapi setelah satu jam berputar, kaki
Amelz menolak untuk dipakai berlari lagi. Amelz duduk kelelahan di lantai
bersandar di depan etalase sebuah butik. Hujan deras akhirnya berhenti. Nafas
Amelz nyaris putus. Dia menarik Nokianya yang sekarang mati seluruhnya. Ada
kemungkinan hape itu basah. Amelz mendesah, menggigil dan menangis. Air mata
mengalir perlahan dari matanya yang indah. Apakah ini suatu pertanda… dia akan
kehilangan Lee Hom?
***
No comments:
Post a Comment