Welcome Here ^0^v

You can read; and then please kindly leave comment(s) so I could improve;
But don't try to STEAL a part or whole part of all post WITHOUT a proper CREDIT; you'll know the risk if you still do it;
Intro: I'm a hyper Cloudsomnia, Jung Heechul IS MINE, OFFICIAL WIFE OF KIM JONGWOON, GO is the OWNER OF MY HEART, definitely a Lively E.L.F and also a multi-fandom: ELF, ZE:A's, Triple S, A+, VIP; I'm a unique, weird and super delusional girl;
Just add my Facebook account: maymugungponks; and follow my Twitter: (hidden for some reason);
But be careful~~ I'm not as easy as you think I might be~

Friday, 13 April 2012

(When Our Dreams Come True) Secretly in Love chapter 8


When Our Dreams Come True
Secretly in Love
Chapter 8

Hari2 Amelz berjalan bagai terbang. Sekarang Amelz bagaikan anak tunggal. Calvin udah masuk asrama dan hanya pulang sebulan sekali. Sementara sebelum dikarantina, Calvin telah memindahkan ilmu desainnya ke Amelz, jadi bisnis desain online tetap jalan. Amelz terlalu sibuk sekarang. Dia harus sekolah, menjaga mamanya, membuat desain dan siaran sekaligus. Dia jadi berpikir wajahnya akan nampak lebih tua empat tahun dari umur seharusnya. Tapi mungkin Lee Hom jauh lebih sibuk daripada dia. Tiga bulan telah berlalu semenjak mereka jadian, dan dalam kurun waktu itu mereka baru sempat bertemu lima kali. Amelz sering merasa iri melihat pasangan2 lain di sekolahnya. Andaikan Lee Hom bukan artis, mungkin mereka juga bisa begitu. Tapi Amelz berusaha bersikap dewasa dan tetap mendukung Lee Hom. Suatu pagi, Amelz sedang sibuk memanggang roti sekaligus mendesain kaos sebelum pergi ke sekolah, ketika ada orang mengetuk pintu apartemennya.

Amelz: “Hao~ deng yi xia.”

Amelz menuju pintu dan membukanya. Ada sosok tukang pos.

Amelz: “Ahh… ni hao xian sheng.” ^^
Postman: “Ada Amelz Chen? Ada surat untuknya.”
Amelz: “Aku Amelz Chen.”

Postman menyerahkan sebuah amplop ke tangan Amelz.

Postman: “Tidak ada pengirimnya. Tapi ini kiriman lokal. Dicek saja di dalam, mungkin ada namanya.” ^^
Amelz: “Hao… xie xie ni, xian sheng.”

Amelz menutup pintu setelah postman berlalu. Zaman kayak gini masih ada yang mau kirim surat, tanya Amelz heran. Dia merobek perlahan sisi amplop itu dan menarik keluar isinya. Rupanya foto2. dan yang membuat Amelz kaget, itu adalah foto2 dirinya dan Lee Hom. Dari saat mereka berpelukan di balkon penobatan kemenangan Calvin, saat mereka shopping membeli gaun, minum bareng di café, berciuman di pasar malam, sampai beberapa pertemuan lainnya. Amelz ketakutan. Dia sedang diikuti. Setelah Amelz urutkan, berarti setiap pertemuannya dengan Lee Hom ada di selembar foto. Di tangannya ada 9 lembar foto. Dan di paling belakang, ada selembar kertas yang diketik komputer.

Kalau foto ini aku sebarkan di internet, apa jadinya karir Wang Lee Hom dan kehidupan Amelz Chen? Berhati-hatilah… Lee Hom bukan milikmu.

Keringat dingin mengalir dari tubuh Amelz. Amelz berusaha mempelajari foto2 itu. jelas itu bukan hasil editan. Itu benar2 foto asli. Gak, tegas Amelz, jangan sampai ini disebarkan di internet, ato karir Lee Hom ge akan habis. Tapi aku gak boleh memberitau ini pada Lee Hom ge, dia akan panik. Aku… harusnya bagaimana? Kalo aku menghindari Lee Hom ge… apa dia gak merasa aneh?? aduuuh, apa yang harus kulakukan?

***

Hari libur kenaikan kelas tiba. Seperti biasa, Irene jadi juara kelas, dan Karen juga Amelz ada di peringkat belasan di kelas mereka. Karena keduanya udah agak jarang ketemu Amelz sejak mulai liburan, mereka ngotot mau maen ke apartemen Amelz hari ini. Jadi Amelz menunggu mereka berdua di halte bus. Jaguar Karen berhenti gak jauh dari halte, dan kedua sahabatnya turun dari Jaguar dengan wajah ceria. Andaikan pekerjaanku gak sebanyak mereka, aku juga bisa ceria begitu, gerutu Amelz.

Irene: “Kau kan sahabat kami, Amelz. Masa kami gak boleh sih main ke apartemenmu?”
Karen: “Iyah. Padahal kau udah pernah main ke rumahku.”
Amelz: “Baiklah… baiklah. Aku sendirian di rumah. Tadi pagi mama baru berangkat pulang kampung ke rumah nai2 untuk tiga hari.”
Irene: “Hah?? Apa gapapa kau sendirian gitu? Gak mati kelaparan? Kau kan gak bisa masak?” XD
Amelz: =.=” “Yahh, aku makan seadanya. Cuma bisnis desain lagi banyak, jadi sekali2 aku bisa makan di luar. Oh ya, kalian menjelajahi apartemenku ajah dulu, sementara aku selesaikan desain yah. Aku kewalahan mengejar deadline.”

Amelz membimbing kedua sahabatnya masuk ke kompleks apartemennya. Dalam hati dia merasa malu dengan kondisi kompleks apartemennya yang kumuh.

Amelz: “Dui bu qi yah. Tapi apartemenku cukup bersih koq.”
Karen: “Gapapa koq Melz.”

Karen mungkin lebih cepat beradaptasi, tapi agak berbeda dengan Irene yang anak orang kaya. Amelz beberapa kali melihatnya mengernyitkan hidung, tapi Irene berusaha bersikap dewasa seperti biasanya. Akhirnya mereka sampai ke pintu apartemen Amelz.

Irene: “Lumayan juga koq, Melz.”
Amelz: “Buat diri kalian nyaman yah. Kan Cuma ada tiga ruangan disini, ruang tamu sekaligus ruang makan dan dapur ada di belakang, toilet ada di dekat sana, dan ini kamarku.” *menunjuk salah satu ruangan di kanan* “Di seberangnya kamar Calvin ge dan mama, well, sekarang jadi kamar pribadi mamaku. Aku kerjain desain dulu yah. Sedikit lagi.”

Amelz duduk lagi di depan komputernya dan kembali berkonsentrasi, seakan Irene dan Karen gak ada disana. Sebenarnya mereka berdua berisik. Keduanya ada di kamar Amelz dan kasak-kusuk membongkar barang2 Amelz. Biasa, cwe2 remaja XDD Amelz lupa memperingatkan mereka untuk gak membongkar barang2nya. Karen yang mendekam lama di toilet ajah gak diperhatikan Amelz. Sampai dua jam berlalu, Amelz merasa badannya pegal2 dan desain udah jadi. Saat itu Karen baru keluar dari toilet.

Karen: “Huaaa… kayaknya aku masuk angin deh.”
Amelz: “Mukamu pucat loh, Karen. Apa gapapa?”
Karen: “Gapapa koq. Mungkin gara2 semalem aku insomnia.”

Mereka berdua masuk kamar dan melihat Irene sedang menggendong boneka kelinci putih besar. Kelinci itu memegang wortel dengan tulisan: love. Karen tiba2 nyengir lebar dan duduk di tepian ranjang, diikuti Irene.

Karen: “Ahh, Amelz. Gimana hubunganmu dengan Lee Hom ge?”

Amelz duduk di kursi di depan meja belajarnya.

Amelz: “Maksud kalian?”
Irene: “Kau dan Lee Hom ge pacaran kan? Kelinci ini hadiah darinya kan?”
Amelz: *geragapan* “Hah? Koq kalian tau?”
Karen: “Iiih Amelz main rahasiaan sama kami.” T.T “Kartu dari kelinci ini dalam posisi terbuka di meja belajarmu loh. Kami gak sengaja melihatnya.” XD

Wajah Amelz memerah waktu melihat kartu yang terbuka di atas meja belajarnya. Karen benar, itu emang kartu yang tadinya ada bersama si kelinci. Lee Hom memberikan kelinci itu pada pertemuan mereka yang paling baru. Lee Hom berharap dengan diberi boneka, Amelz bisa bersikap lebih feminin. Tapi isi kartu itu dengan jelas menggambarkan hubungan mereka berdua, yang masih dirahasiakan Amelz pada kedua sahabatnya. Amelz cepat2 menarik kartu itu dan menyimpannya dalam laci.

Irene: “Sia2. Kan kami udah baca.” XD
Karen: “Amelz jaat…” .><.
Amelz: “Dui bu qi, Irene, Karen, aku menyembunyikannya dari kalian. Aku… udah janji sama Lee Hom ge untuk gak cerita sama siapa2. Kalian tau, ini demi… karirnya. Bisa bahaya kalo fansnya tau dia udah punya pacar. Sekaligus aku akan kehilangan privasiku, kan?”
Irene: “Kau gak percaya sama kami.” .><.
Amelz: “Duuuh, bukan begitu…”
Karen: “Kalo gitu ceritain semuanya! Tentang hubungan kalian, dan sampai kemana udah jauhnya. Sebagai permintaan maaf yang akan kami terima loh.” XDD

Amelz menghela nafas dan berpikir bahwa dia emang kurang adil pada kedua sahabatnya. Terutama Irene. Kan bisa dibilang Irene yang mengenalkan dunia Mando-Pop pada Amelz. Dan Lee Hom adalah salah satu idolanya. Amelz mulai menceritakan pada keduanya pertemuan pertamanya dengan Lee Hom di café, peristiwa di pasar malam, sampai pemberian si kelinci. Irene dan Karen tersenyum puas.

Irene: “Itu baru namanya sahabat, kan?”
Karen: “Tunggu bentar. Lee Hom ge udah menciummu, Melz?”
Amelz: *blush* “I…yah sih.”
Irene: “Aku benar2 iri.” .><. “Rasanya ciuman itu gimana sih?”
Amelz: *blush* “Jangan tanya.”
Karen: “Aaah… kau pelit, Melz! Aku kan juga kepingin ciuman. Sama Lee Jun Ki, misalnya.”
Irene: “Yaaa… Karen Zhou, bosan hidup yah. Jangan ngayal dong.”
Karen: “Biarin. Coba aku tebak… Irene juga pengen ciuman sama… Aaron Yan-nya Fahrenheit, kan?”
Amelz: “Intinya kalian berdua sama2 ngayal.”
Irene: “Setidaknya kau yang gak pernah ngayal malah dapat Lee Hom yang sempurna itu.”
Amelz: “Yah… aku gak tau yah.” XD

Akhirnya ketiganya bergosip dan tertawa bareng. Bahkan Amelz lupa mau curhat soal foto ancaman pada kedua temannya. Namun dia ingat besok sore dia akan bertemu lagi dengan Lee Hom. Mereka udah janji di café tempat mereka pertama kali bertemu. Setidaknya itu jadi sumber kebahagiaan untuknya, sekaligus sumber kekhawatiran. Bagaimana kalo penguntit itu mengikuti Amelz lagi? .><.

***

Untuk pertama kalinya, Amelz datang terlambat untuk janjian dengan Lee Hom. Biasanya Amelz-lah yang menunggu Lee Hom setiap kali mereka kencan, dan Lee Hom akan datang 5-10 menit setelahnya. Amelz yakin kali ini pasti Lee Hom udah nyampe duluan. Amelz sengaja melakukannya untuk mengelabui penguntit, andaikan benar2 ada yang ingin menguntitnya. Dia berharap orang itu menyerah mengikuti Amelz sebelum dia menemui Lee Hom. Amelz merasa terlalu riskan menghubungi Lee Hom dan dia yakin si penguntit malah akan curiga dan tau Amelz mengelabuinya. Keluar dari apartemen dalam keadaan rapi dan casual, Amelz mengambil rute bus memutar untuk ke café tempat janjiannya. Amelz mengitari Taipei ke arah berlawanan melewati 4 halte, turun di setiap halte ke salah satu tempat perbelanjaan ato sekadar minum di café sambil baca buku. Dia tau ini akan menghabiskan banyak waktu, makanya Amelz keluar sekitar satu jam sebelum jam janjiannya, supaya gak terlalu ngaret menemui Lee Hom. Tapi manusia hanya bisa menebak-nebak, namun Tuhan yang menentukan apa yang harus terjadi. Waktu Amelz keluar dari café di halte keempat dan berencana naik bus putar arah ke enam halte sebelum ini untuk mencapai tempat janjiannya dengan Lee Hom, hujan turun dengan derasnya. No way, keluh Amelz, aku gak bawa payung. Amelz memutuskan menunggu hujan mereda, sementara dia masih gak berani mengambil hapenya untuk menghubungi Lee Hom. Tapi Amelz makin cemas karena setelah lewat 10 menit, hujan masih turun begitu derasnya.

Amelz: “Aaah… udala… aku akan pergi menemui Lee Hom ge…”

Amelz berlari keluar café, menutupi kepalanya dengan jaket tipis yang dipakainya, dan berlarian menuju halte. Orang2 memandang aneh dan kagum pada Amelz yang berani menerjang hujan seperti itu. bus yang dinaikinya cukup sepi, dan bus berjalan lambat karena hujan turun deras dan mereka terjebak kemacetan beberapa kali. Amelz telah ngaret setengah jam dari jadwal ketemuannya. Amelz sampai ke halte kedua… ketiga… masih tersisa tiga halte lagi… dan Amelz kehilangan kesabaran karena terjebak kemacetan.

Amelz: “Pak sopir, aku bisa turun disini?”
Sopir: “Bu hui, xiao jie. Xiao jie bisa turun di halte berikutnya.”
Amelz: “Gak bisa!! Kita akan lama sekali baru sampai di halte berikutnya! Aku punya janji!”
Sopir: “Bu hui, xiao jie.”

Amelz frustasi. Dia menggedor pintu bus dengan keras. Orang2 keheranan melihat tingkah lakunya.

Sopir: “Hao… hao xiao jie. Silakan turun. Tapi kalau kami kena denda, Anda yang membayarnya!”

Pintu bus terbuka dan Amelz turun dari bus seperti orang gila. Dia gak peduli pada orang2 yang mencercanya. Dia hanya mau menemui Lee Hom secepatnya. Hujan masih turun dengan deras dan angin melawan arah lari Amelz. Amelz berteduh di bawah pohon besar, tubuhnya basah oleh keringat sekaligus oleh air hujan yang dingin, tapi dia gak peduli. Dia mengeluarkan hapenya dan berpikir ini waktu yang tepat untuk menghubungi Lee Hom. Tapi layar Nokia-nya menunjukkan no signal. Amelz mengerang cemas. Aku harus kesana, secepatnya, tegas Amelz. Amelz kembali berlarian, sebisa mungkin dekat ke deretan toko2 supaya dia gak basah, dan merasa nafasnya nyaris putus. Entah udah berapa lama dia berlari, kakinya terasa pegal dan kaku seluruhnya, ketika dia sampai di café tujuannya. Tanpa mempedulikan sakit kakinya, dia langsung mencari sosok Lee Hom. Tapi gak ada. Gak ada Lee Hom disana. Amelz mengecek arlojinya. Astaga, sekarang udah jam 6. Aku udah terlambat 2 jam! Lee Hom ge… Lee Hom ge… kau dimana? Amelz berlarian, di seputar café itu untuk mencari Lee Hom. Tapi setelah satu jam berputar, kaki Amelz menolak untuk dipakai berlari lagi. Amelz duduk kelelahan di lantai bersandar di depan etalase sebuah butik. Hujan deras akhirnya berhenti. Nafas Amelz nyaris putus. Dia menarik Nokianya yang sekarang mati seluruhnya. Ada kemungkinan hape itu basah. Amelz mendesah, menggigil dan menangis. Air mata mengalir perlahan dari matanya yang indah. Apakah ini suatu pertanda… dia akan kehilangan Lee Hom?

***

No comments:

Post a Comment