Brand New It’s Magic
Chapter 9 part 6
Youngsaeng telah membawa May pulang dengan
Fly. Jiro pulang menemani Julie di rumah Julie, sedangkan Chun menerbangkan Rin
dan mereka sekarang di kamar Rin. Youngsaeng membawa May ke kamarnya sendiri.
“May…”
May diam saja, pandangannya kosong, seolah jiwanya tidak ada disana.
“May… jangan gitu. Yunhwa… kupikir dia sudah berusaha keras. Relakanlah dia, May…”
Melihat May yang diam saja, membuat hati Youngsaeng pedih.
“Aku akan selalu menemani May. Sampai May bisa
kembali lagi seperti dulu.”
Youngsaeng membimbing May berbaring di
ranjang, menutupi tubuhnya dengan selimut. Tapi pandangan May tetap kosong,
menatap langit-langit. Youngsaeng
menghela nafas dan berdiri di balkon. Matanya menerawang memandang langit sore
yang kemerahan. Yunhwa… Park Yunhwa… kenapa dengan kehadirannya yang sebentar,
dia bisa menggoyahkan May sedemikian rupa? Sebenarnya ada apa di masa lalu
mereka? Yunhwa bahkan tak kembali untuk menjelaskan segalanya. Dia bahkan telah
membawa jiwa May pergi. Kenapa? Apakah kalau Youngsaeng yang mati, bukan Yunhwa, May akan merasa sesedih
ini? Youngsaeng merasakan matanya basah dan menghela nafas panjang… lelah.
Entah udah berapa jam waktu berlalu, Youngsaeng
tidak tau. Setelah memandang
wajah damai May yang tertidur, Youngsaeng duduk di lantai, bersandar pada pintu
balkon kamar May. Langit telah berubah gelap, tapi hal ini tidak membuat Youngsaeng beranjak dari tempatnya.
Dia merasa May akan sangat membutuhkannya sekarang. Tiba-tiba dia mendengar pintu kamar May diketuk.
Berikutnya Chun dan Rin masuk dan menghampiri Youngsaeng.
Chun bertanya, “hyung… May jie tidur?”
“Iya. Itu lebih baik daripada melihatnya
seperti mayat hidup,”
jawab Youngsaeng.
“Hyung… Chun pikir hyung harus istirahat
juga.”
“Tidak. May membutuhkan hyung.”
“Tapi hyung perlu istirahat juga.”
“Gimana kalau ada yang mengusik May waktu May lemah begini?”
Rin menjawab, “oppa, disini ada aku. Jangan lupa kalau aku ini Warriors’ Helper bersenjata, oppa. Lagian
Hyunjoong oppa sudah ngomong
akan memperketat penjagaan. Para vampire akan lebih sering patroli dari rumah
ke rumah, termasuk Yesung oppa, jadi oppa tidak perlu khawatir.”
“Rin betul, hyung,” setuju Chun, “hyung kan sebaiknya tidak
bolos dari belajar di perusahaan appa kan? Apa kata appa dan omma kalau hyung sering tidak muncul disana? Chun khawatir mereka akan datang
ke Taipei dan kebebasan kita terusik.”
“Yesung… Yesung hyung…” ucap
Youngsaeng.
“Kenapa
hyung?”
“Rasanya dia sangat tak asing.”
Rin berujar, “itu… Yesung oppa mirip Junki oppa.”
“Ah… iya, mungkin. Baiklah, tolong jaga May
untukku yah, Chun dan Rin.”
“Iya,” janji Chun.
“Chun tidak mau pulang?”
“Sebentar lagi. Setidaknya sampai Jiro ge
pulang.”
“Oke. Hati-hati kalau mau Fly. Pastikan agak tinggi yah.”
“Aku akan mengingatkan Chun ge, oppa,” janji Rin.
Youngsaeng tersenyum sejenak sebelum
terbang ke langit kelam.
***
Jiro dan Julie sekarang berada di kamar
Julie. Kimbum sekarang di rumah Amelz, Amelz bersikeras mengobati luka Kimbum
sendiri, padahal dia sendiri terluka. Jiro dan Julie memandangi obat di tangan Julie.
Jiro bertanya, “siap melalui tidur yang panjang, Julie?”
“Iya. Obat penawar aneh,” keluh
Julie, “aku akan mengalami tidur selama empat hari setelah
menelan obat ini? Seperti
putri tidur…”
“Jangan khawatir, kami akan menjaga
Julie.”
“Tapi kan Jiro ge harus beraktifitas dengan
D’Sky?”
“Iya sih… tapi kan tetep saja Julie, akan ada yang patroli
menjagamu. Aku sangat pede melihat Yesung hyung itu. auranya bagus. Dia pasti
sangat hebat.”
“Iya, kan gege lihat cara bertarungnya yang cepat.”
“Lebih aman kalau sering lihat dia deh.”
Tiba-tiba Jiro menghela nafas panjang.
Julie bertanya, “gege? Ada yang sakit?”
“Bukan. Semuanya… sudah jadi Warriors’ Helper. Tapi aku belum.”
“Aaron ge? Fennie jie? Kyujong oppa? Mereka kan bukan Warriors’
Helper.”
“Hah… iya juga yah.”
“Gege
jangan khawatir.”
“Yunhwa yang begitu hebat saja… kalah…”
Julie menundukkan kepalanya. Jiro baru
sadar dia salah ngomong.
“Ah
Julie… maafkan aku menyebut namanya…”
Julie berujar, “demi obat ini. Sekecil ini. Yunhwa oppa harus berkorban… dan dia… dia… dia… tak ada lagi… Yunhwa oppa…”
Julie mulai menangis. Hati Jiro pedih dan
memeluk Julie.
“Jiro ge, dui bu qi… Julie Cuma merasa…
bersalah dan… harusnya Julie bisa tau lebih banyak tentang Yunhwa oppa… tentang
masa lalu kami… andai saja dia tidak kalah… Cuma demi Julie… dia tidak seharusnya
mengorbankan jiwanya. May… pasti sangat sedih…”
“Akulah yang lebih sedih melihat Julie dan
May… May pasti jadi mayat hidup. Lihat matanya tadi. Dia tidak
nangis lagi kan? Youngsaeng pasti terguncang juga.”
“Kami bukannya ingin berselingkuh… hanya saja… pasti ada sesuatu di masa lalu kami…”
Jiro menukas, “aku ngerti, Julie, jangan khawatir. Julie harus ingat, Yunhwa berkorban
bukan Cuma untuk obat Julie saja, tapi juga buat tawanan-tawanan itu. ingat?”
“Ah… iya…”
“Sekarang minumlah obatnya. Julie harus
cepat sembuh jadi bisa bertarung lagi sama yang lain.”
“Baiklah… Biarkan aku jadi putri tidur selama empat
hari.”
Jiro maju dan mengecup bibir Julie.
“Ucapan selamat tidur untuk putri tidurku.”
Wajah Julie memerah. Jiro tersenyum dan
membuka tutup botol penawar. Perlahan, Jiro menuangkan isi botol itu ke mulut
Julie yang terbuka. Julie menelan obat itu dan rasa kantuk tak wajar menyerangnya seketika…
***
Junsu mengerang sedikit waktu Stella menuangkan obat di luka-luka terbuka di kaki Junsu. Disana banyak sekali luka.
Stella menyesal, “Junsu, mian. Tahan yah…”
“Jjah… obat manusia tak asyik,” keluh Junsu, “benar-benar butuh Julie sekarang…”
“Jangan-jangan Julie sudah jadi putri tidur sekarang.”
Junsu dan Stella, juga si pemilik kamar, Hyunjoong masih berkumpul. Tadi mereka sudah mengobati luka-luka yang lain, dan Junsu yang terakhir. Hyunjoong terbelalak melihat banyak goresan di kaki Junsu.
“Koq bisa banyak luka di kaki?” Tanya
Hyunjoong.
Junsu menjawab, “karena aku cepat, kupikir Bella berpendapat
kalau menyerang kakiku,
gerakanku bakal lebih lambat. Makanya dia mengincar kakiku.”
“Nah, beres,” ucap Stella.
Stella memandang balutan-balutan di kaki Junsu, dan merasa puas dengan hasil karyanya.
“Jangan banyak terbentur. Meski mau patroli,
pastikan kau tak membuat
kakimu sakit yah, Junsu.”
“Yah… rapi juga. Kupikir kau sudah benar-benar jadi wanita, Stella.”
Junsu merentangkan tangannya dan menguap.
“Aku ingin istirahat. Tapi siapa yang akan
berpatroli?”
Hyunjoong setuju, “kau memang harus istirahat, Junsu. Biar aku dan Ryeowook yang patroli hari ini. Kau jangan khawatir.
Istirahatlah sebentar.”
“Itu bagaikan obat yang manjur, hyung.
Baiklah, kalau gitu aku
istirahat dulu. Gomawo, Stella.”
Junsu meninggalkan Hyunjoong dan Stella, kembali ke kamarnya sendiri
di ruangan sebelah. Hyunjoong
memandangi Stella. Stella jadi grogi. Dia langsung membereskan obat-obatan kembali ke dalam kotaknya dan membuang
sampah yang berserakan.
Hyunjoong memanggil, “Stella…”
“Aku lelah deh…” potong Stella.
“Mau pulang? Aku antar yah…”
“Ahh tidak perlu, oppa, aku bisa pulang sendiri.”
“Tapi dengan Teleport lebih cepat kan?”
Hyunjoong mendekati Stella yang membereskan sampah,
mengambil sampah-sampah itu
dari tangan Stella dan bantu membuangnya.
“Biar aku saja.”
Stella tiba-tiba menarik tangannya waktu disentuh Hyunjoong. Hyunjoong kaget.
“Stella?”
“Aku… pulang dulu, oppa.”
“Tapi, Stella…”
“Daah oppa…”
Tanpa menoleh lagi, Stella melesat keluar
kamar, meninggalkan Hyunjoong
yang kebingungan. Harusnya Stella tak perlu bersikap ketakutan begitu padanya… tapi kenapa?
***
Aaron tidak bisa tidur semalaman. Otaknya dipenuhi pikiran
tentang keanehan teman-temannya.
Dia harus mempercayai semua ini. Semalam Alend menginap di rumahnya, dan dengan
semangatnya Alend bercerita tentang semua keanehan ini. Alend bilang Aaron tidak separah dirinya, setidaknya Aaron tidak pingsan seperti dia pertama kali tau tentang kenyataan ini.
Dengan kepala pusing, Aaron turun dari Honda-nya, mau masuk kuliah pagi ini.
Beberapa cewek menyapanya, dan Aaron memaksakan senyum
yang manis terukir di wajahnya. Tapi dia yakin cewek-cewek itu pasti melihat lingkar hitam di bawah matanya.
Yang vampire sekarang Aaron atau Hyunjoong, dkk yah? Aaron berusaha tetap
bersikap cool, menoleh kesana-kemari untuk sekadar tersenyum dan menyapa orang-orang
yang menyapanya. Inilah resiko jadi terkenal. Tapi itu menyebabkan Aaron tidak memandang ke depan dan dia menabrak
seseorang.
Thia mengeluh, “adooh!”
Aaron menoleh dan mendapati dadanya telah
mengenai wajah Thia dengan telak. Thia mengusap-usap hidungnya dan memandang
Aaron dengan pandangan minta pertanggungjawaban.
“Ah, dui bu qi Thia…” sesal Aaron.
“Sakiiiit ge.”
“Yah aku tidak melihatmu Thia…”
“Padahal aku sudah sejangkung i… ge? Gege tidak bisa tidur yah?”
“Kenapa?”
“Ada lingkar hitam tuh.”
“Ahh. Iyah.”
“Aha! Aku tau… gege pasti mikirin tentang
keanehan kemarin kan?”
“Yah… sedikit.”
“Gege
akan lebih menikmati ini kalau sudah jadi bagian dari kami. Aku saja merasa puas, ge. Kemampuanku sangat
menyenangkan.”
“Mudah-mudahan aku bisa menikmatinya.”
Keduanya berjalan menuju gedung utama
kampus.
“Kupikir gege harus sering berada di dekat
kami-kami ini supaya
terhindar dari bahaya loh.”
“Iyah sih. Makanya… mau pergi nonton hari
ini?”
“Hah? Apa?”
“Nonton. Aku punya dua tiket, Twilight saga
versi terbaru, Eclipse. Lagian hari ini D’Sky dapat waktu istirahat.”
Thia memalingkan wajahnya dari Aaron.
Aaron mengajaknya kencan kan? Untuk apa Thia capek-capek sakit hati memandang Julie dan Jiro yang pacaran,
kalau ternyata ada pangeran
setampan Aaron yang sekarang mengajaknya
kencan? Jangan-jangan
pangeran dingin ini jatuh cinta kepadanya? Thia menggeleng-gelengkan kepalanya.
Pikirannya terlalu jauh.
“Hehehehe… tapi kenapa Aaron ge mengajakku?”
“Karena aku ingin mengajakmu.”
Thia menghela nafas. Bukan berarti itu seperti yang diharapkan Thia kan? Thia
memperhatikan wajah Aaron dengan seksama. Aaron imut sangat!! Apalagi dia
sangat terkenal dan baik… meski agak cool, pasti senang kan kalau bisa jadi pacarnya…?
“Yah… sebenarnya… karena aku ingin kau yang
menemaniku. Mau kan?”
Aaron tersenyum sangat manis. Mau tidak mau, Thia menganggukkan kepalanya
dengan cepat, berulang kali.
***
No comments:
Post a Comment