Love’s Arrived
Chapter 15 part 3
“Xiang Chen, kau udah lebih baikan?”
Nathan, Albert, David, Gracia, Quiny dan Moniq datang
mengunjungi Alex di rumahnya. Mereka berdesakan masuk ke kamar Alex yang
berantakan.
“Udah jauh lebih baik. Terima kasih untuk kunjungan
kalian,” jawab Alex sambil tersenyum.
“Xiang Chen, kau memang kebiasaan begini, ya. Kami
bereskan kamarmu ya,” kata Gracia.
“Aduh, kalian kan hari ini tamuku!”
“Nggak masalah, Xiang Chen. Soalnya aku nggak tahan
lihat kamar yang berantakan.”
“Dan aku bawakan bunga-bunga segar. Wangi bunga bisa
membuat mood kita membaik dan lebih sehat lho,” ucap Quiny sambil menunjukkan
buket bunga, menjangkau vas di sebelah ranjang Alex.
“Xie xie,” kata Alex lemah.
“Bu ge qi.”
“Dengar, Xiang Chen, kami udah menyusun rencana
bagus. Semuanya supaya kau bisa baikan dengan Mei-Mei,” ucap Nathan, duduk di
tepi ranjang Alex.
“Tunggu! Ngomong-ngomong soal Mei-Mei… apa benar dia
jadi mengundurkan diri?” tanya Alex dengan tampang khawatir.
“Mei-Mei menunda keputusannya. Mungkin untuk
sementara dia nggak akan melakukannya. Kami juga akan menghalanginya,” terang
Moniq, “untung managemen kita belum sempat ngamuk.”
“Syukurlah.”
“Kembali ke topik Ming Jun tadi. Xiang Chen, kami
udah menyusun rencana bagus. Kami akan mensukseskan rencana ini,” kata Gracia.
“Kalian yakin soal rencana ini? Maksudku… aku nggak
yakin bisa menjaganya dengan baik… dan kurasa…” Alex memandang teman-temannya
ragu, “Mei-Mei sekarang benci sekali padaku.”
“Jangan pesimis begitu! Rasanya jadi nggak mirip kau
yang biasanya!”
“Karena aku udah mengalaminya, makanya aku nggak pede
lagi…”
“Kau ini bodoh sekali! Kau mencintai Mei-Mei, nggak?”
tanya David.
“Aku…”
Semua orang memandangnya.
“Perasaanku pada Mei-Mei nggak pernah berubah.”
“Nah, jadi apa masalahnya? Kau harus berusaha
mendapatkannya lagi!” seru Quiny.
Semua orang mengangguk dan tersenyum pada Alex. Alex
menghela nafas panjang.
“Baiklah… aku akan berusaha… aku akan membuat Mei-Mei
kembali kepadaku.”
“Yang jelas, semua bergantung kepadamu,” ucap Moniq
sambil menepuk punggung Alex.
*******
Albert, David dan Gracia menumpang mobil Nathan dalam
perjalanan pulang dari rumah Alex. Gracia duduk di samping Nathan.
“Ming Jun, kau serius ya membiarkan Xiao Wei jadi
pembawa berita rencana ini ke Mei-Mei?”
“Aku serius, Wen Chun,” jawab Nathan.
“Tapi… Xiao Wei juga mencintai Mei-Mei. Takutnya dia
nggak menyampaikan semuanya ke Mei-Mei. Kau harus menyiapkan plan B,” kata
Gracia.
“Kurasa itu nggak perlu, Gracia. Aku percaya
padanya.”
“Ming Jun, kau pede sekali! Kau lihat kan, Xiao Wei
jadi agak keras kalau menyangkut soal Mei-Mei belakangan ini,” kata David.
“Kita berikan satu kesempatan lagi padanya untuk
berbuat baik dan jadi pahlawan.”
“Sebenarnya kasihan Xiao Wei. Kalian memikirkan
perasaannya, kan?”
“Xiao Wei dan Mei-Mei bisa memilih. Semoga pilihan
mereka dilandasi rasa rela berkorban. Kita harus banyak berdoa.”
*******
“Xiao Wei, jie jie boleh masuk?”
Michael yang baru berisap-siap keluar, mendengar
suara Gracia di balik pintu kamarnya.
“Gracia jie, masuk aja,” Michael mempersilahkan.
Gracia masuk dan tersenyum pada Michael. Michael
duduk di kursi di depan meja belajarnya sedangkan Gracia duduk di tepi ranjang.
“Kalau memang ada yang mau jie jie sampaikan,
silahkan.”
“Xiao Wei… mereka semua udah siap di pinggir hutan.
Tolong sampaikan pada Mei-Mei sesuai waktu yang udah kita rencanakan,” pinta
Gracia.
“Sekarang aku mau ke rumahnya. Jie jie nggak perlu
mengingatkan aku lagi. Aku kan nggak pelupa.”
“Jie jie bukan menganggapmu pelupa, tapi…”
Sebelah alis Michael terangkat.
“Jie jie takut kau nggak akan menyampaikannya.”
“Kenapa?”
“Karena kau mencintai Mei-Mei.”
“Kalau jie jie tahu, kenapa aku yang ditugaskan
begini?”
“Xiao Wei, jie jie…”
“Jie, Xiang Chen udah menyakiti Mei-Mei. Hatinya
hancur. Aku akan mengobati luka hati Mei-Mei. Aku melakukan semuanya sesempurna
yang aku bisa. Aku harap, cinta kami bisa sempurna.”
“Xiao Wei, cinta itu bukan butuh kesempurnaan, tapi
debaran hati di antara keduanya. Jie jie rasa, semua usahamu belum tentu…”
“Aku akan pergi sekarang. Xie xie nasehatnya, jie.”
Gracia hanya angkat bahu waktu Michael pergi.
*******
Michael dan Gisela duduk bersama di ruang tamu rumah
Gisela. Rumah Gisela sepi, semua sahabatnya pergi lagi, sudah dari pagi-pagi
sekali. Gisela menyandarkan tubuhnya seperti biasa ke tubuh Michael.
“Mei-Mei, kau udah memikirkan soal pengunduran diri?”
“Kurasa masih tetap seperti rencana awal.. Menurutmu
gimana?” tanya Gisela.
“Lebih baik kita batalkan aja,” jawab Michael.
Gisela memandang wajah Michael.
“Lho? Katamu kita berdua akan mengundurkan diri
bersama. Kau berubah pikiran?”
“Sebenarnya… aku bukan berubah pikiran. Tapi… aku
lihat kau juga ragu, kan?”
“Aku tersentuh oleh surat-surat itu. Aku nggak tega
meninggalkan mereka.”
Michael terdiam lama sekali.
“Xiao Wei, hari ini kau jadi pendiam sekali?”
“Aku Cuma… agak capek.”
“Istirahat aja. Kau boleh pakai kamarku.”
“Aku mau tiduran di sini aja.”
Michael berbaring di paha Gisela. Gisela tersenyum
dan membelai rambutnya.
“Oke, aku pinjamkan pahaku sebentar. Kau boleh
tidur.”
Michael tersenyum dan menutup matanya. Mei-Mei, aku bingung… aku harus bagaimana?
Aku benar-benar mencintaimu… tapi apakah aku juga jadi cowok yang egois? Apakah
cinta memang membuat kita jadi egois? Rasanya ini bukan aku yang biasanya…
Michael bangun dengan shock. Sudah jam tujuh malam
sekarang. Dia melihat Gisela juga tertidur dengan bersandar di sofa. Michael
memeluknya. Gisela terbangun.
“Xiao Wei, kau kenapa, sih? Kok hari ini kau aneh
sekali?”
“Mei-Mei, aku…”
Gisela melepaskan pelukan Michael dan memandang lurus
ke matanya. Sesuatu yang tidak dimengerti Gisela, tergambar jelas di mata
Michael.
“Aku boleh menciummu?”
Gisela mengangguk, wajahnya memerah. Michael
menciumnya. Gisela kembali merasakan perasaan itu… hangat… lembut… tapi ada
sesuatu yang berbeda. Aku bisa
membandingkannya dengan ciuman Xiang Chen ge… Xiao Wei memikirkan sesuatu… dia
memaksakan sesuatu… sedangkan Xiang Chen ge… dia nggak pernah memaksa! Apakah
ini berarti… aku… salah? Michael menghentikan ciumannya.
“Mei-Mei, wo ai ni.”
Gisela merasa perasaannya melambung, dia senang sekali.
Xiao Wei begitu baik dan lembut padaku…
sebenarnya apa yang kupikirkan? Bukankah ini yang kuharapkan? Dan Cuma Xiao Wei
yang bisa mewujudkan segala harapan dan kebahagiaanku? Untuk apa aku ragu!
“Xiao Wei, wo… (aku…)”
“Jangan dijawab!”
Gisela terkejut.
“Apa yang akan kau ucapkan nggak sama dengan apa yang
ada di hatimu. Karena itu aku nggak mau dengar kau bilang kau mencintaiku.”
“Xiao Wei, apa maksudmu? Aku nggak mengerti.”
“Tapi aku mengerti. kau mencintai Xiang Chen, hingga
detik ini, perasaan itu nggak berubah.”
“Aku mencintaimu!”
“Nggak! Mei-Mei, sadarkah kau berapa kali kau
menyebut nama Xiang Chen setiap kali kita bersama? Kau sering menganggapku
sebagai Xiang Chen,” kata Michael, “dan saat kita berciuman tadi… aku tahu kau
memikirkan Xiang Chen! Jangan bohong… aku tahu itu.”
Gisela terdiam. Air mata mengalir dari kedua bola
matanya.
“Xiao Wei, apakah aku menyakitimu?”
“Bukan salahmu, Mei-Mei. Aku terlalu egois. Kupikir,
dengan berbuat baik padamu, dengan melakukan semuanya dengan sempurna, aku bisa
membuatmu mencintaiku, membuatmu melupakan Xiang Chen. Tapi cintamu padaku
bukanlah seperti yang kuharapkan,” jelas Michael, “kau hidup di bawah
bayang-bayang Xiang Chen. Kau nggak bisa melupakannya.”
“Tapi… Xiao Wei, kau udah mengorbankan segalanya untukku!
Aku harus bagaimana untuk membalasnya?”
“Kau nggak perlu membalas semuanya, Mei-Mei. Aku
lakukan itu semua karena aku mencintaimu.”
“Kalau begitu biarkan aku membalas cintamu!”
“Bukan begini caranya! Aku nggak ingin dicintai dengan
begini olehmu! Bayangan Xiang Chen ada di matamu! Ini bukan dosamu!” terang
Michael, “jangan meminta maaf! Sekali lagi, akulah yang egois! Selidiki hatimu,
Mei-Mei! Yang ada di hatimu bukanlah aku, tapi Xiang Chen!”
Gisela menangis terisak. Xiao Wei benar… aku selalu teringat pada Xiang Chen ge… karena aku udah
lama sekali mencintainya… kupikir aku bisa melupakannya… tapi aku malah makin
mencintainya… aku merindukannya… dan mengapa kulampiaskan perasaanku pada Xiao
Wei? Ya Tuhan!
“Mei-Mei, pergilah… dia menunggumu di pantai
tertutup… aku yang egois ini… udah mencegahmu pergi ke sana!” sesal Michael,
“harusnya kau udah ada di sana sekarang, bersamanya! Pergilah!”
“Tapi, Xiao Wei…”
“Jangan pedulikan aku! Aku akan baik-baik aja.
Anggaplah semuanya nggak lebih dari kebaikan hatiku. Jangan pikirkan soal
cintaku lagi.”
“Aku nggak bisa…”
“Kau bisa dan kau harus! Pergilah, Mei-Mei, kumohon…
aku lebih ingin melihatmu tersenyum, daripada melihatmu terpaksa begini,” ucap
Michael, matanya berkaca-kaca, “dan Xiang Chen tetap sahabatku. Dialah cinta
sejatimu…”
“Xiao Wei, dui bu qi!”
Gisela berlari keluar rumah. Michael memegang
kepalanya dengan kedua tangannya.
“Akhirnya aku bisa berbuat baik… aku tahu aku nggak
bisa memaksamu, Mei-Mei… aku Cuma ingin kau bahagia…” Michael menitikkan air mata,
“sungguh… apalah artinya semua yang udah kulakukan, kalau senyummu nggak
setulus yang kuharapkan… aku pernah mencintaimu, Mei-Mei, dan sebenarnya masih…
hingga entah kapan… aku rela mengorbankan seluruh waktuku…”
Zui
ai hai shi ni,
zhe shi wo
de jue ding
(Yang
paling kucintai tetaplah dirimu, inilah janjiku)
Xiang
yu zhou xiang dui
de xing hu xiang xi yin
(Seperti
ketertarikan antara dunia dan bintang)
Man
man jiu hui kao jin
(Perlahan-lahan
bisa makin dekat)
Hai
shi yao ai ni,
shi jian hui zheng ming
(Aku
masih ingin mencintaimu, waktu akan membuktikan)
Wo ai ni de yong qi
(Aku
mencintai keberanianmu)
Qian
zhe ni de shou, cai zhi dao
shi yong jiu
(Menggandeng
tanganmu, aku dapat memahami keabadian)
(Zui Ai Hai Shi Ni-The One I Love Most Is You by
Danson Tang)
“Aku… nggak cukup mencintaimu, Mei-Mei. Cintaku nggak
setulus yang kubayangkan… aku terlalu berhasrat memilikimu… ini bukan cinta
sejati. Dan asalkan kau tahu, Xiang Chen… dia nggak pernah tampak sehancur ini
setelah dia kehilangan papanya… kuharap kau mengerti. dan aku juga mengerti…
bahwa cinta… nggak sesempurna yang kurencanakan… aku… mencintaimu…”
Michael tersenyum getir.
“Gracia jie benar. Kesempurnaan bukanlah yang paling
dibutuhkan dalam cinta. Aku memang bodoh…”
*******
No comments:
Post a Comment