Their Birthday Wishes
Chapter 2
Beberapa saat yang lalu di rumah
shu-shu nya Thia… Para cewek sedang berkumpul di satu kamar yang diplot sebagai
kamar Maila, Stella, May dan Amelz. Kehadiran sepuluh cewek sekaligus membuat
kamar jadi bising sekali. Tak ada yang sadar cuaca di luar dalam keadaan buruk,
sebelum Maila menoleh ke jendela.
“Aih… aih… kenapa cuaca di luar?”
celetuk Maila.
Semuanya jadi ikutan menoleh ke
jendela.
“Ah… kayaknya mau badai!” seru Thia,
“tapi gak ada beritanya koq di TV…”
“Trus yang itu apa? Pertanda badai?”
Tanya Clara, menunjuk ke spot cahaya putih.
“Hah? Kurasa itu gak ada hubungannya
dengan badai deh,” jawab May, mencoba mengingat tanda-tanda badai yang pernah
dipelajarinya selama sekolah dan kuliah.
“Setau aku juga gak ada sih,” kata
Finda, mengambil remote TV dan duduk di ranjang, “coba nonton TV… aduh!!!”
“Kenapa, Nda?” Tanya Lissa keheranan
melihat Finda mengelus pantatnya begitu duduk di ranjang.
“Ini apaan ya?”
Maila beralih dari jendela ke Finda
dan mengambil sesuatu di tangan temannya itu. Sesuatu itu berwarna hitam, lebih
mirip batu kali, berdiameter kurang lebih 3 cm. tapi permukaan benda itu sangat
licin.
“Thia, kenapa ada batu disini?”
“Yah, mana kutau,” jawab Thia.
”May… May…”
May menoleh ketakutan. Setau dia
tidak ada cowok di kamar ini, tetapi dia yakin barusan dia mendengar suara
cowok. May melihat kesana-kemari di setiap sudut kamar.
“Kenapa, jie?” Tanya Clara.
“Tadi… barusan aku mendengar suara
cowok memanggil namaku,” jawab May.
Clara yang wajahnya langsung pucat
ikutan menoleh kesana-kemari.
”May… aku disini… di tangan Maila.”
May langsung menemukan batu kali di
tangan Maila. May langsung menyambarnya.
“Kenapa, May?” Tanya Finda yang makin
keheranan melihat tingkah laku May.
“Batu ini bicara padaku,” jawab May
singkat.
“Apa?”
“Sttt… diam… barusan dia bicara.
Katanya… katanya… dia minta tolong padaku untuk membawanya ke spot cahaya itu,”
jelas May.
“Jangan bercanda, May,” hardik Lissa,
“itu batu. Dan batu gak bisa bicara.”
“Bisa! Mungkin kalian gak bisa
mendengarnya, tapi aku bisa!”
Semuanya berpandangan keheranan,
jelas mereka menganggap May sinting.
”May… cepat bawa aku kesana… aku lemah sekali… aku bisa menghentikan cuaca
buruk ini kalau kamu membawaku kesana dan memasukkan aku ke celah yang ada…”
“Dia bilang dia bisa mengehentikan
cuaca buruk ini.”
“May jie…” rengek Stella.
“Gak buruk, kan? Kita bisa coba. Gak
merugikan apa-apa, kan? Dan… dan katanya, kita harus sampai disana duluan
sebelum ada yang datang!”
“Anggaplah begitu…” Amelz ambil
bagian dalam diskusi, “bagaimana caranya supaya kita bisa sampai ke spot itu?”
“Aku bisa mendengarnya dan dia akan
memandu kita.”
“Bagaimana ke tempat itu? Jalan
kaki?” Tanya Maila masuk akal.
“Thia, pinjam mobil shu-shu mu. Nda,
kamu bisa nyetir, kan? Ayo, kita kesana…”
“Tapi…” ragu Thia.
“Please…”
Semuanya berpandangan putus asa.
Akhirnya Thia mengangguk pasrah dan turun meminjam kunci mobil shu-shu-nya
dengan Finda yang jadi tameng. Syukurlah shu-shu-nya Thia sangat baik dan
mereka dipinjamkan mobil keluarga. Finda duduk di kursi supir; May di
sebelahnya; Clara, Fennie, Julie dan Lissa duduk di jok tengah sedangkan
sisanya; Maila, Stella, Thia dan Amelz sempit-sempitan di jok belakang.
“Dengar, aku gak tau banget soal
jalanan di Taipei,” kata Finda, “aku baru dua kali ke Taipei dan selama ini
Cuma naek bus umum.”
“Hati-hati, kamu membawa tunas-tunas
bangsa,” wanti Thia.
“Aku tau!!! Jangan buat aku gugup…”
Finda serasa gila mendapat instruksi
dari May: “Belok kanan… Sampai lampu merah itu tetap lurus…” Kadang mereka
harus berhenti sejenak di pinggir jalan karena menunggu instruksi May yang
kadang kelamaan. Setelah terdengar banyak teriakan (“Aaaargh, Nda! Ada
kuciiiiing!” teriak Clara saat mereka nyaris menabrak kucing malang… atau…
“Kiri… ah, salah… belok kanan,” pinta May) dan perdebatan (“Aku gak mau
menyetir gila begini lagi,” proses Finda… atau… “Aku takut mengikuti perintah
gila dari batu gila!” protes Lissa… dan… “Tapi Lis, gak mungkin kita
pisah-pisah kelompok kan,” ucap Stella) akhirnya mereka sampai di tepi hutan.
Spot cahaya itu tampaknya berada di dalam hutan.
“Mobilnya Cuma bisa sampai sini,”
kata Finda, memarkir mobil dengan hati-hati tepat di tepian pepohonan hutan.
Mereka keluar satu persatu dari
mobil. May bergidik memandang pepohonan gelap di depan sana.
Tapi aku sudah janji akan menolong batu ini. Gak mungkin kan aku membiarkan
orang yang minta tolong sama aku?
“May… kita masuk sekarang?” Tanya
Amelz, agak takut.
May mengangguk pasti. Mereka merapat
masuk ke kegelapan, dengan cerdiknya mengeluarkan handphone untuk dipakai
sebagai senter. Fennie dan Maila mengapit May, tangan mereka berdua sedingin
es…
***
“Ini gila,” keluh Da Dong, tersandung
akar pohon untuk yang kelima kalinya.
“Dui bu qi, tapi menurutku ini jalan
yang tercepat menuju spot itu,” kata Fabian, tampak lincah menyusup di tengah
semak-semak berduri.
“Tapi… Fab, kamu belum menjelaskan
sepenuhnya apa yang terjadi. Apa hubungan May dengan semua ini?”
Ya Lun yang berjalan sedikit di
belakang Da Dong, ikut mendengarkan dengan seksama. Fabian memperlambat
langkahnya.
“May… dia membawa si iblis itu.”
Fabian menoleh dan melihat wajah dua
cowok di belakangnya berkerut.
“Sebenarnya… Pangeran Iblis memilih
malam ini untuk masuk ke dunia dan memakan semua jiwa manusia. May berada di
tempat yang salah pada waktu yang tepat: hari ini. Media yang dipakai si iblis
untuk masuk ke dunia ini adalah Cermin Bayangan,” jelas Fabian, “sebelum ini
Pangeran Iblis sudah mencoba beberapa kali masuk ke dunia kita, yaitu pada
malam Natal dan Valentine, tapi kebetulan, May-lah yang menggagalkannya.”
“Tunggu,” otak Ya Lun berputar cepat
di kepalanya, “jadi maksudmu May ada di Taipei? Dan apa itu Cermin Bayangan?”
“Yap, May ada di Taipei sejak tadi
pagi. Kebetulan hati May sangat lembut sekaligus sensitif. Dia terbiasa
berhubungan dengan dunia lain, dia punya kemampuan khusus untuk itu. Makanya
Pangeran Iblis memanfaatkan itu. Dia pasti mengambil wujud sesuatu dan minta
tolong May membawanya kesana. Cermin Bayangan itu akan kita temui di tengah
hutan. Itu adalah Cermin besar yang merupakan pintu masuk antara dunia iblis
dan dunia manusia. Kalau si iblis sampai ke Cermin itu duluan…”
“Iblis-iblis akan masuk ke dunia
kita?” tebak Da Dong ketakutan.
“Yap, benar.”
“Dan apa hubungan kami berdua dengan
mencegah Pangeran Iblis dating ke Cermin Bayangan?” Tanya Ya Lun masuk akal.
“Karena kalian berdua termasuk dalam
Element Knight yang akan menghancurkan para iblis jika mereka benar berhasil
masuk ke dunia kita. Mari aku jelaskan lagi. Element Knight terdiri dari 29
ksatria yang dilindungi enam elemen,” jelas Fabian, menyingkirkan dahan-dahan
pohon, “masing-masing elemen memiliki dua pemimpin. Menurutku, Ya Lun, kamu
adalah salah satu pemimpin elemen. Kalian harus kesana untuk memperoleh Element
Stone pertama, baru kalian cari Knight yang lainnya. Itu kalau para iblis
benar-benar berhasil masuk ke dunia.”
“Penjelasanmu kurang detail,” protes
Da Dong.
“Kalau Ya Lun menyentuh Cermin
Bayangan duluan, Cermin itu akan hilang jadi debu, tapi kalau Pangeran Iblis
tiba duluan, habislah kita. Nah… kurasa Thunder Prince juga dalam perjalanan ke
Cermin Bayangan. Ayolah kita lebih cepat, rombongan May lebih cepat sepuluh
menit dari kita, aku takut kita tak sempat.”
***
Di depan sana…
May menyibakkan semak-semak terakhir.
Mereka semua terpana dengan Cermin besar yang mereka lihat di depan mereka.
Cermin itu setinggi dua meter, bingkainya kayu berukir, tampak antik sekaligus
misterius.
“Cermin Bayangan,” celetuk May
sebelum Fennie bertanya.
Namun semuanya menoleh ketakutan
ketika dari arah berlawanan, terdengar gesekan semak dan ada yang muncul:
Fabian, Da Dong dan Ya Lun.
“Da Dong!!!” teriak Fennie memecah
kesunyian.
“Ya Lun!!!” teriak Maila gak kalah
heboh.
“Hah? May?” Tanya Da Dong
kebingungan.
Fabian melihat batu hitam di tangan
May dan seketika paham.
“Ya Lun, sekarang…” kata Fabian.
Dan kedua rombongan mengalami shock
kembali ketika dari sisi yang lain, Yi Ru muncul bersama Chun.
“Chun!!! Yi Ru!!!” teriak Thia dan
Clara bersamaan.
“Kenapa kalian ada disini?” Tanya Ya
Lun dan Yi Ru bersamaan.
“Kami bertemu dengan Fabian dan
diberi petunjuk kesini,” jawab Da Dong.
“Kami… kami penasaran dengan spot
cahaya ini… dan aku menerima pesan dari Fabian untuk kesini juga,” jelas Chun.
“Baiklah. Akulah Fabian dan gak perlu
penjelasan yang lain. Aku senang Fire dan Thunder Prince ada disini. Ya Lun,
Chun, cepat sentuh Cermin Bayangan itu,” perintah Fabian gak sabaran.
May… cepat… aku harus sampai duluan kesana. Mereka malah akan membuat badai
besar di seluruh dunia
“Chun, Ya Lun, jangan… kalian akan
menyebabkan badai di seluruh dunia,” keluh May.
Chun dan Ya Lun berhenti di tengah
langkah mereka menuju Cermin Bayangan.
“Kalian berdua jangan dengarkan May!
Dia mendapat perintah dari Pangeran Iblis di tangannya itu!”
“Dui bu qi May,” kata Ya Lun, maju
dengan mantap menuju Cermin Bayangan.
“Tidaaaaaaaaaak!” teriak May,
menyambar ke Cermin Bayangan juga.
Dalam beberapa detik yang menentukan
itu, Fabian melihat dengan jelas: Chun dan Ya Lun menyentuh Cermin Bayangan
tepat pada saat May memasukkan batu hitam ke celah Cermin. Muncul cahaya
menyilaukan yang membuat mereka semua memejamkan mata dan terjatuh ke tanah.
“Tidak…” keluh Fabian lemah.
Terdengar teriakan yang memekakkan
telinga ketika mereka melihat dengan jelas: kelebatan-kelebatan bersayap keluar
dari dalam Cermin. Berbagai warna, berbagai ukuran, berbagai teriakan.
“Kita gagal…”
Namun beberapa saat kemudian, 15 batu
keluar dari Cermin, jatuh berserakan. Fabian memunguti batu-batu itu dan
matanya bersinar cerah. Dua batu berwarna hijau, tiga batu berwarna biru, dua
batu berwarna merah, dua batu berwarna coklat, tiga batu berwarna ungu, tiga
batu berwarna putih.
“Bagus, 15 dari 29 Knight rupanya ada
disini. Dengar kalian semua! Tugas kitalah untuk membunuh iblis-iblis tadi dan
mengembalikannya ke dunia mereka! Sebelum mereka semua menghisap jiwa manusia
di bumi ini!”
Semuanya berpandangan heran. Fabian
melempar ke-15 batu ke udara, dan pada saat itu batu-batu melesat ke pemiliknya
yang sesungguhnya. Finda dan Ya Lun dapat batu merah. Mereka seketika bangkit
dan penampilan mereka berubah: Finda dilengkapi pelindung besi di bahu,
pakaiannya berwarna merah, lengkap dengan rok mini, dan memakai boot besi juga,
mirip sekali dengan ksatria yang dilihat di film kartun, batu merah itu berubah
menjadi Magic Stick di tangannya; sedangkan Ya Lun lebih maskulin: memakai helm
besi dan baju besi, batu merah ada di tengah helmnya dan juga berubah menjadi
pedang.
“Wow, mereka keren…” celetuk Lissa,
“aku mau juga dung…”
Keinginan Lissa terwujud. Setelah
itu, Lissa dan Fennie bangkit. Penampilan mereka tidak jauh berbeda dari Finda,
hanya saja kostum mereka berwarna coklat, Lissa mendapat senjata rantai panjang
dan Fennie mendapat tombak.
“Satu Fire Knight, beserta Fire
Prince, dan dua Earth Knight. Ayo… kita tunggu yang lain.”
Saat berikutnya Stella, Thia dan
Fabian yang berubah: penampilan Stella dan Fabian persis dengan yang lain
dengan kostum putih, (Fabian tidak dilengkapi helm karena dia bukan Prince)
dengan Stella mendapat senjata kipas besar dan Fabian mendapat panah, sedangkan
Thia yang agak berbeda, karena Thia baru satu-satunya ksatria cewek yang
memakai helm. Seperti Ya Lun, batu putih ada di helmnya sekaligus menjadi Magic
Stick. Saat berikutnya Amelz, Maila dan Chun bangkit. Maila memakai kostum ungu
dan mendapat pedang, sedangkan Amelz berpenampilan mirip Thia, dan
bersenjatakan pedang; Chun berpenampilan mirip Ya Lun dengan senjata kipas
besar. Belum selesai sampai disana, Julie, Yi Ru dan Clara kebagian peran
berikutnya. Penampilan mereka umum dengan kostum biru, Julie memegang pedang,
Yi Ru dengan kipas besar dan Clara dengan pita panjang yang tampak tajam.
“Mari aku lihat… satu Light Princess,
dua Light Knight; Thunder Prince dan Princess sudah berkumpul, plus satu
Thunder Knight, dan ada tiga Water Knight disini.”
May menyadari bahwa hanya dia dan Da
Dong yang belum berubah, tapi mereka memegang batu berwarna hijau. Keduanya
bangkit pada saat yang bersamaan. Penampilan Da Dong mirip Yi Ru dan Fabian,
dan mendapat senjata tombak; sedangkan May menyadari perubahannya mirip Amelz
dan Thia, dan May mendapat senjata pedang.
“Baiklah. Sekarang aku akan
menjelaskan secara ringkas. Tugas kita adalah membunuh iblis-iblis dalam banyak
wujud itu dengan senjata kita. Berpencarlah dalam beberapa kelompok supaya
kerjaan kita cepat beres. Kalau mereka sudah menghisap jiwa manusia, kalian
akan melihat tanduk mereka bertambah, jangan bunuh iblisnya dulu tapi potong
tanduk-tanduknya dulu supaya jiwa manusia yang terkurung bisa bebas,” jelas
Fabian, “berikutnya incar ekor mereka, itu akan melemahkan mereka dan baru
musnahkan. Mungkin dalam perjalanan ini kita akan menemukan sisa 14 Knight
lainnya. Ayo, kita berangkat.”
“Tapi…” keluh May.
“Kenapa, Wind Princess?”
“Semua ini salahku, kan? Andai saja
aku gak mengikuti perintah Pangeran Iblis… aku… aku gak tau kalau dia jahat,
aku Cuma…”
“Princess, itu bukan salahmu. Kamu
tak tau dia jahat, itu karena hatimu terlalu lembut. Dan memang Cuma kamu yang
bisa dimanfaatkannya karena kemampuanmu berhubungan dengan dunia lain.”
“Tapi, akulah yang membawanya ke
Cermin Bayangan…”
“May, Fabian benar… itu bukan salahmu
dan gak ada gunanya menyesali yang sudah terjadi kan,” hibur Fennie, menepuk
bahu May.
“Lagipula, kita semua toh yang akan
jadi penumpasnya, jadi kita semua akan menebus kesalahan ini,” kata Lissa,
“bersama-sama, ayo kita selamatkan dunia ini!”
May merasakan kehangatan mengalir di
dirinya. Da Dong pun tersenyum untuk menyemangati May. May ikut tersenyum.
“Nah… itu baru benar. Daripada kita
berdebat dan menghabiskan waktu disini, bukankah lebih baik kita kejar
iblis-iblis itu?” usul Thia, sesuai dengan kedewasaannya sebagai Light
Princess.
“Thia benar. Sesuai kata Fabian tadi,
sebaiknya kita berpencar. Kita 15 orang… bagaimana kalau kita bagi jadi empat
kelompok? Boleh aku yang bagi? Da Dong, kamu, kamu dan kamu,” Ya Lun menunjuk
Amelz, Finda dan Julie, “kelompok pertama. Kamu, kamu (yang dimaksud Stella dan
Thia), aku dan Yi Ru di kelompok dua. Kamu, kamu, (yang dimaksud Fennie dan
Lissa), Chun dan May di kelompok tiga. Kalian dua cewek (Clara dan Maila) akan
ditemani Fabian. Bagaimana, Fab? Cukup adil?”
Fabian melihat bahwa semua cewek
ditemani cowok dalam kelompok mereka dan mengangguk setuju.
“Yuk kita pisah ke empat penjuru,”
ajak Da Dong yang sebenarnya agak kecewa karena tidak sekelompok dengan May.
Dan empat kelompok itu berpisah,
memulai petualangan mereka…
***
No comments:
Post a Comment