Welcome Here ^0^v

You can read; and then please kindly leave comment(s) so I could improve;
But don't try to STEAL a part or whole part of all post WITHOUT a proper CREDIT; you'll know the risk if you still do it;
Intro: I'm a hyper Cloudsomnia, Jung Heechul IS MINE, OFFICIAL WIFE OF KIM JONGWOON, GO is the OWNER OF MY HEART, definitely a Lively E.L.F and also a multi-fandom: ELF, ZE:A's, Triple S, A+, VIP; I'm a unique, weird and super delusional girl;
Just add my Facebook account: maymugungponks; and follow my Twitter: (hidden for some reason);
But be careful~~ I'm not as easy as you think I might be~

Monday, 28 May 2012

Their Birthday Wishes chapter 2


Their Birthday Wishes
Chapter 2

Beberapa saat yang lalu di rumah shu-shu nya Thia… Para cewek sedang berkumpul di satu kamar yang diplot sebagai kamar Maila, Stella, May dan Amelz. Kehadiran sepuluh cewek sekaligus membuat kamar jadi bising sekali. Tak ada yang sadar cuaca di luar dalam keadaan buruk, sebelum Maila menoleh ke jendela.

“Aih… aih… kenapa cuaca di luar?” celetuk Maila.

Semuanya jadi ikutan menoleh ke jendela.

“Ah… kayaknya mau badai!” seru Thia, “tapi gak ada beritanya koq di TV…”
“Trus yang itu apa? Pertanda badai?” Tanya Clara, menunjuk ke spot cahaya putih.
“Hah? Kurasa itu gak ada hubungannya dengan badai deh,” jawab May, mencoba mengingat tanda-tanda badai yang pernah dipelajarinya selama sekolah dan kuliah.
“Setau aku juga gak ada sih,” kata Finda, mengambil remote TV dan duduk di ranjang, “coba nonton TV… aduh!!!”
“Kenapa, Nda?” Tanya Lissa keheranan melihat Finda mengelus pantatnya begitu duduk di ranjang.
“Ini apaan ya?”

Maila beralih dari jendela ke Finda dan mengambil sesuatu di tangan temannya itu. Sesuatu itu berwarna hitam, lebih mirip batu kali, berdiameter kurang lebih 3 cm. tapi permukaan benda itu sangat licin.

“Thia, kenapa ada batu disini?”
“Yah, mana kutau,” jawab Thia.

”May… May…”

May menoleh ketakutan. Setau dia tidak ada cowok di kamar ini, tetapi dia yakin barusan dia mendengar suara cowok. May melihat kesana-kemari di setiap sudut kamar.

“Kenapa, jie?” Tanya Clara.
“Tadi… barusan aku mendengar suara cowok memanggil namaku,” jawab May.

Clara yang wajahnya langsung pucat ikutan menoleh kesana-kemari.

”May… aku disini… di tangan Maila.”

May langsung menemukan batu kali di tangan Maila. May langsung menyambarnya.

“Kenapa, May?” Tanya Finda yang makin keheranan melihat tingkah laku May.
“Batu ini bicara padaku,” jawab May singkat.
“Apa?”
“Sttt… diam… barusan dia bicara. Katanya… katanya… dia minta tolong padaku untuk membawanya ke spot cahaya itu,” jelas May.
“Jangan bercanda, May,” hardik Lissa, “itu batu. Dan batu gak bisa bicara.”
“Bisa! Mungkin kalian gak bisa mendengarnya, tapi aku bisa!”

Semuanya berpandangan keheranan, jelas mereka menganggap May sinting.

”May… cepat bawa aku kesana… aku lemah sekali… aku bisa menghentikan cuaca buruk ini kalau kamu membawaku kesana dan memasukkan aku ke celah yang ada…”
“Dia bilang dia bisa mengehentikan cuaca buruk ini.”
“May jie…” rengek Stella.
“Gak buruk, kan? Kita bisa coba. Gak merugikan apa-apa, kan? Dan… dan katanya, kita harus sampai disana duluan sebelum ada yang datang!”
“Anggaplah begitu…” Amelz ambil bagian dalam diskusi, “bagaimana caranya supaya kita bisa sampai ke spot itu?”
“Aku bisa mendengarnya dan dia akan memandu kita.”
“Bagaimana ke tempat itu? Jalan kaki?” Tanya Maila masuk akal.
“Thia, pinjam mobil shu-shu mu. Nda, kamu bisa nyetir, kan? Ayo, kita kesana…”
“Tapi…” ragu Thia.
“Please…”

Semuanya berpandangan putus asa. Akhirnya Thia mengangguk pasrah dan turun meminjam kunci mobil shu-shu-nya dengan Finda yang jadi tameng. Syukurlah shu-shu-nya Thia sangat baik dan mereka dipinjamkan mobil keluarga. Finda duduk di kursi supir; May di sebelahnya; Clara, Fennie, Julie dan Lissa duduk di jok tengah sedangkan sisanya; Maila, Stella, Thia dan Amelz sempit-sempitan di jok belakang.

“Dengar, aku gak tau banget soal jalanan di Taipei,” kata Finda, “aku baru dua kali ke Taipei dan selama ini Cuma naek bus umum.”
“Hati-hati, kamu membawa tunas-tunas bangsa,” wanti Thia.
“Aku tau!!! Jangan buat aku gugup…”

Finda serasa gila mendapat instruksi dari May: “Belok kanan… Sampai lampu merah itu tetap lurus…” Kadang mereka harus berhenti sejenak di pinggir jalan karena menunggu instruksi May yang kadang kelamaan. Setelah terdengar banyak teriakan (“Aaaargh, Nda! Ada kuciiiiing!” teriak Clara saat mereka nyaris menabrak kucing malang… atau… “Kiri… ah, salah… belok kanan,” pinta May) dan perdebatan (“Aku gak mau menyetir gila begini lagi,” proses Finda… atau… “Aku takut mengikuti perintah gila dari batu gila!” protes Lissa… dan… “Tapi Lis, gak mungkin kita pisah-pisah kelompok kan,” ucap Stella) akhirnya mereka sampai di tepi hutan. Spot cahaya itu tampaknya berada di dalam hutan.

“Mobilnya Cuma bisa sampai sini,” kata Finda, memarkir mobil dengan hati-hati tepat di tepian pepohonan hutan.

Mereka keluar satu persatu dari mobil. May bergidik memandang pepohonan gelap di depan sana.

Tapi aku sudah janji akan menolong batu ini. Gak mungkin kan aku membiarkan orang yang minta tolong sama aku?

“May… kita masuk sekarang?” Tanya Amelz, agak takut.

May mengangguk pasti. Mereka merapat masuk ke kegelapan, dengan cerdiknya mengeluarkan handphone untuk dipakai sebagai senter. Fennie dan Maila mengapit May, tangan mereka berdua sedingin es…

***

“Ini gila,” keluh Da Dong, tersandung akar pohon untuk yang kelima kalinya.
“Dui bu qi, tapi menurutku ini jalan yang tercepat menuju spot itu,” kata Fabian, tampak lincah menyusup di tengah semak-semak berduri.
“Tapi… Fab, kamu belum menjelaskan sepenuhnya apa yang terjadi. Apa hubungan May dengan semua ini?”

Ya Lun yang berjalan sedikit di belakang Da Dong, ikut mendengarkan dengan seksama. Fabian memperlambat langkahnya.

“May… dia membawa si iblis itu.”

Fabian menoleh dan melihat wajah dua cowok di belakangnya berkerut.

“Sebenarnya… Pangeran Iblis memilih malam ini untuk masuk ke dunia dan memakan semua jiwa manusia. May berada di tempat yang salah pada waktu yang tepat: hari ini. Media yang dipakai si iblis untuk masuk ke dunia ini adalah Cermin Bayangan,” jelas Fabian, “sebelum ini Pangeran Iblis sudah mencoba beberapa kali masuk ke dunia kita, yaitu pada malam Natal dan Valentine, tapi kebetulan, May-lah yang menggagalkannya.”
“Tunggu,” otak Ya Lun berputar cepat di kepalanya, “jadi maksudmu May ada di Taipei? Dan apa itu Cermin Bayangan?”
“Yap, May ada di Taipei sejak tadi pagi. Kebetulan hati May sangat lembut sekaligus sensitif. Dia terbiasa berhubungan dengan dunia lain, dia punya kemampuan khusus untuk itu. Makanya Pangeran Iblis memanfaatkan itu. Dia pasti mengambil wujud sesuatu dan minta tolong May membawanya kesana. Cermin Bayangan itu akan kita temui di tengah hutan. Itu adalah Cermin besar yang merupakan pintu masuk antara dunia iblis dan dunia manusia. Kalau si iblis sampai ke Cermin itu duluan…”
“Iblis-iblis akan masuk ke dunia kita?” tebak Da Dong ketakutan.
“Yap, benar.”
“Dan apa hubungan kami berdua dengan mencegah Pangeran Iblis dating ke Cermin Bayangan?” Tanya Ya Lun masuk akal.
“Karena kalian berdua termasuk dalam Element Knight yang akan menghancurkan para iblis jika mereka benar berhasil masuk ke dunia kita. Mari aku jelaskan lagi. Element Knight terdiri dari 29 ksatria yang dilindungi enam elemen,” jelas Fabian, menyingkirkan dahan-dahan pohon, “masing-masing elemen memiliki dua pemimpin. Menurutku, Ya Lun, kamu adalah salah satu pemimpin elemen. Kalian harus kesana untuk memperoleh Element Stone pertama, baru kalian cari Knight yang lainnya. Itu kalau para iblis benar-benar berhasil masuk ke dunia.”
“Penjelasanmu kurang detail,” protes Da Dong.
“Kalau Ya Lun menyentuh Cermin Bayangan duluan, Cermin itu akan hilang jadi debu, tapi kalau Pangeran Iblis tiba duluan, habislah kita. Nah… kurasa Thunder Prince juga dalam perjalanan ke Cermin Bayangan. Ayolah kita lebih cepat, rombongan May lebih cepat sepuluh menit dari kita, aku takut kita tak sempat.”

***

Di depan sana…

May menyibakkan semak-semak terakhir. Mereka semua terpana dengan Cermin besar yang mereka lihat di depan mereka. Cermin itu setinggi dua meter, bingkainya kayu berukir, tampak antik sekaligus misterius.

“Cermin Bayangan,” celetuk May sebelum Fennie bertanya.

Namun semuanya menoleh ketakutan ketika dari arah berlawanan, terdengar gesekan semak dan ada yang muncul: Fabian, Da Dong dan Ya Lun.

“Da Dong!!!” teriak Fennie memecah kesunyian.
“Ya Lun!!!” teriak Maila gak kalah heboh.
“Hah? May?” Tanya Da Dong kebingungan.

Fabian melihat batu hitam di tangan May dan seketika paham.

“Ya Lun, sekarang…” kata Fabian.

Dan kedua rombongan mengalami shock kembali ketika dari sisi yang lain, Yi Ru muncul bersama Chun.

“Chun!!! Yi Ru!!!” teriak Thia dan Clara bersamaan.
“Kenapa kalian ada disini?” Tanya Ya Lun dan Yi Ru bersamaan.
“Kami bertemu dengan Fabian dan diberi petunjuk kesini,” jawab Da Dong.
“Kami… kami penasaran dengan spot cahaya ini… dan aku menerima pesan dari Fabian untuk kesini juga,” jelas Chun.
“Baiklah. Akulah Fabian dan gak perlu penjelasan yang lain. Aku senang Fire dan Thunder Prince ada disini. Ya Lun, Chun, cepat sentuh Cermin Bayangan itu,” perintah Fabian gak sabaran.

May… cepat… aku harus sampai duluan kesana. Mereka malah akan membuat badai besar di seluruh dunia

“Chun, Ya Lun, jangan… kalian akan menyebabkan badai di seluruh dunia,” keluh May.

Chun dan Ya Lun berhenti di tengah langkah mereka menuju Cermin Bayangan.

“Kalian berdua jangan dengarkan May! Dia mendapat perintah dari Pangeran Iblis di tangannya itu!”
“Dui bu qi May,” kata Ya Lun, maju dengan mantap menuju Cermin Bayangan.
“Tidaaaaaaaaaak!” teriak May, menyambar ke Cermin Bayangan juga.

Dalam beberapa detik yang menentukan itu, Fabian melihat dengan jelas: Chun dan Ya Lun menyentuh Cermin Bayangan tepat pada saat May memasukkan batu hitam ke celah Cermin. Muncul cahaya menyilaukan yang membuat mereka semua memejamkan mata dan terjatuh ke tanah.

“Tidak…” keluh Fabian lemah.

Terdengar teriakan yang memekakkan telinga ketika mereka melihat dengan jelas: kelebatan-kelebatan bersayap keluar dari dalam Cermin. Berbagai warna, berbagai ukuran, berbagai teriakan.

“Kita gagal…”

Namun beberapa saat kemudian, 15 batu keluar dari Cermin, jatuh berserakan. Fabian memunguti batu-batu itu dan matanya bersinar cerah. Dua batu berwarna hijau, tiga batu berwarna biru, dua batu berwarna merah, dua batu berwarna coklat, tiga batu berwarna ungu, tiga batu berwarna putih.

“Bagus, 15 dari 29 Knight rupanya ada disini. Dengar kalian semua! Tugas kitalah untuk membunuh iblis-iblis tadi dan mengembalikannya ke dunia mereka! Sebelum mereka semua menghisap jiwa manusia di bumi ini!”

Semuanya berpandangan heran. Fabian melempar ke-15 batu ke udara, dan pada saat itu batu-batu melesat ke pemiliknya yang sesungguhnya. Finda dan Ya Lun dapat batu merah. Mereka seketika bangkit dan penampilan mereka berubah: Finda dilengkapi pelindung besi di bahu, pakaiannya berwarna merah, lengkap dengan rok mini, dan memakai boot besi juga, mirip sekali dengan ksatria yang dilihat di film kartun, batu merah itu berubah menjadi Magic Stick di tangannya; sedangkan Ya Lun lebih maskulin: memakai helm besi dan baju besi, batu merah ada di tengah helmnya dan juga berubah menjadi pedang.

“Wow, mereka keren…” celetuk Lissa, “aku mau juga dung…”

Keinginan Lissa terwujud. Setelah itu, Lissa dan Fennie bangkit. Penampilan mereka tidak jauh berbeda dari Finda, hanya saja kostum mereka berwarna coklat, Lissa mendapat senjata rantai panjang dan Fennie mendapat tombak.

“Satu Fire Knight, beserta Fire Prince, dan dua Earth Knight. Ayo… kita tunggu yang lain.”

Saat berikutnya Stella, Thia dan Fabian yang berubah: penampilan Stella dan Fabian persis dengan yang lain dengan kostum putih, (Fabian tidak dilengkapi helm karena dia bukan Prince) dengan Stella mendapat senjata kipas besar dan Fabian mendapat panah, sedangkan Thia yang agak berbeda, karena Thia baru satu-satunya ksatria cewek yang memakai helm. Seperti Ya Lun, batu putih ada di helmnya sekaligus menjadi Magic Stick. Saat berikutnya Amelz, Maila dan Chun bangkit. Maila memakai kostum ungu dan mendapat pedang, sedangkan Amelz berpenampilan mirip Thia, dan bersenjatakan pedang; Chun berpenampilan mirip Ya Lun dengan senjata kipas besar. Belum selesai sampai disana, Julie, Yi Ru dan Clara kebagian peran berikutnya. Penampilan mereka umum dengan kostum biru, Julie memegang pedang, Yi Ru dengan kipas besar dan Clara dengan pita panjang yang tampak tajam.

“Mari aku lihat… satu Light Princess, dua Light Knight; Thunder Prince dan Princess sudah berkumpul, plus satu Thunder Knight, dan ada tiga Water Knight disini.”

May menyadari bahwa hanya dia dan Da Dong yang belum berubah, tapi mereka memegang batu berwarna hijau. Keduanya bangkit pada saat yang bersamaan. Penampilan Da Dong mirip Yi Ru dan Fabian, dan mendapat senjata tombak; sedangkan May menyadari perubahannya mirip Amelz dan Thia, dan May mendapat senjata pedang.

“Baiklah. Sekarang aku akan menjelaskan secara ringkas. Tugas kita adalah membunuh iblis-iblis dalam banyak wujud itu dengan senjata kita. Berpencarlah dalam beberapa kelompok supaya kerjaan kita cepat beres. Kalau mereka sudah menghisap jiwa manusia, kalian akan melihat tanduk mereka bertambah, jangan bunuh iblisnya dulu tapi potong tanduk-tanduknya dulu supaya jiwa manusia yang terkurung bisa bebas,” jelas Fabian, “berikutnya incar ekor mereka, itu akan melemahkan mereka dan baru musnahkan. Mungkin dalam perjalanan ini kita akan menemukan sisa 14 Knight lainnya. Ayo, kita berangkat.”
“Tapi…” keluh May.
“Kenapa, Wind Princess?”
“Semua ini salahku, kan? Andai saja aku gak mengikuti perintah Pangeran Iblis… aku… aku gak tau kalau dia jahat, aku Cuma…”
“Princess, itu bukan salahmu. Kamu tak tau dia jahat, itu karena hatimu terlalu lembut. Dan memang Cuma kamu yang bisa dimanfaatkannya karena kemampuanmu berhubungan dengan dunia lain.”
“Tapi, akulah yang membawanya ke Cermin Bayangan…”
“May, Fabian benar… itu bukan salahmu dan gak ada gunanya menyesali yang sudah terjadi kan,” hibur Fennie, menepuk bahu May.
“Lagipula, kita semua toh yang akan jadi penumpasnya, jadi kita semua akan menebus kesalahan ini,” kata Lissa, “bersama-sama, ayo kita selamatkan dunia ini!”

May merasakan kehangatan mengalir di dirinya. Da Dong pun tersenyum untuk menyemangati May. May ikut tersenyum.

“Nah… itu baru benar. Daripada kita berdebat dan menghabiskan waktu disini, bukankah lebih baik kita kejar iblis-iblis itu?” usul Thia, sesuai dengan kedewasaannya sebagai Light Princess.
“Thia benar. Sesuai kata Fabian tadi, sebaiknya kita berpencar. Kita 15 orang… bagaimana kalau kita bagi jadi empat kelompok? Boleh aku yang bagi? Da Dong, kamu, kamu dan kamu,” Ya Lun menunjuk Amelz, Finda dan Julie, “kelompok pertama. Kamu, kamu (yang dimaksud Stella dan Thia), aku dan Yi Ru di kelompok dua. Kamu, kamu, (yang dimaksud Fennie dan Lissa), Chun dan May di kelompok tiga. Kalian dua cewek (Clara dan Maila) akan ditemani Fabian. Bagaimana, Fab? Cukup adil?”

Fabian melihat bahwa semua cewek ditemani cowok dalam kelompok mereka dan mengangguk setuju.

“Yuk kita pisah ke empat penjuru,” ajak Da Dong yang sebenarnya agak kecewa karena tidak sekelompok dengan May.

Dan empat kelompok itu berpisah, memulai petualangan mereka…

***

No comments:

Post a Comment