Welcome Here ^0^v

You can read; and then please kindly leave comment(s) so I could improve;
But don't try to STEAL a part or whole part of all post WITHOUT a proper CREDIT; you'll know the risk if you still do it;
Intro: I'm a hyper Cloudsomnia, Jung Heechul IS MINE, OFFICIAL WIFE OF KIM JONGWOON, GO is the OWNER OF MY HEART, definitely a Lively E.L.F and also a multi-fandom: ELF, ZE:A's, Triple S, A+, VIP; I'm a unique, weird and super delusional girl;
Just add my Facebook account: maymugungponks; and follow my Twitter: (hidden for some reason);
But be careful~~ I'm not as easy as you think I might be~

Monday, 28 May 2012

No Other The Story chapter 36


No Other The Story
Chapter 36

MANSHI’S DIARY
CHAPTER 36
THANK YOU

                “Manshi, bagaimana menurutmu dengan potongan rambut ini?”
                “Manshi, baju warna apa yang cocok dengannya? Hijau atau merah?”
                “Manshi, apa menurutmu nail art-nya sudah cukup kering?”
                “Manshi, apa make-up-nya masih kurang? Perlu ditambah atau bagaimana?”
                “Sabar… sabar…” ujarku, merentangkan tangan di depan wajahku.

                Aku menghela nafas panjang, pusing. Sekarang waktu santaiku sudah semakin berkurang, rasanya capek sekali dan ingin menangis. Hari ini, dari jam 9 pagi sampai 11 pagi aku di kampus, lalu ke lokasi syuting sampai jam 2 sore, lalu terdampar di salon, hari ini aku harus bekerja sampai jam 9 malam. Sedihnya, sekarang baru jam 5 sore. Kegilaan merasuki otakku, pelanggan yang diminta make over terlalu banyak. Seperti sekarang saja, di ruangan make over ini, keenam kursi diduduki pelanggan, dan staffku yang ada lima orang semuanya sibuk. Ruangan ini jadi terasa kecil. Parahnya, di ruang tunggu salon, kulihat masih ada Sembilan orang lagi yang mengantri, dan enam diantaranya sudah mendaftar untuk make over. Mati aku. Aku mengecek satu-satu pelangganku yang tengah ditangani.

                “Jangan sisakan rambutnya, angkat saja semuanya, seperti ini,” kataku sambil menunjuk model rambut di salah satu majalah kepada staff-ku, lalu beralih ke pelanggan di sebelahnya, “bajunya warna hijau saja. Itu nail-art-nya sudah kering, kau bisa lanjut ke langkah berikutnya. Make-up di wajah sebelah kiri tampak kurang imbang dengan kanan, kau tambah lagi di kiri.”

                Aku mengawasi staff-ku dengan was-was, tak ingin hasil kerja mereka hanya setengah-setengah. Lewat setengah jam berikutnya, empat pelanggan baru sudah berganti. Aku melongok kembali ke ruang tunggu, lagi-lagi ada yang mendaftar untuk make over, tiga orang lagi, kali ini mereka semua pria. Pria sih lebih mudah ditangani karena mereka tak butuh banyak make-up, tapi itu berarti entah sampai jam berapa aku harus di salon. Aku harap aku tak kena lembur lagi deh.

                “Ya~~ aku senang melihat salon ini ramai,” komentar Heechul yang berdiri di ambang pintu ruang make over, menyilangkan tangan di depan dada.
                Aku memicingkan mataku, “hentikan penerimaan tamu sekarang. Aku ingin pulang jam Sembilan.”
                “Oh, tentu tidak. Kalau kau pulang jam Sembilan, itu artinya baru berhenti menerima tamu jam setengah delapan.”
                “Ya~ oppa!!! YA!!!”

                Tapi si Heechul sok itu sudah masuk kembali ke ruangannya. Sigh. Aku minta kenaikan gaji lagi dong. Tapi sebenarnya aku tidak miskin sih, Cuma kepingin lebih banyak uang saku saja, hahaha.

                “Ehm… Cai Manshi-sshi?”

                Aku memandang terpana pada seorang pelanggan yang baru saja memasuki ruangan make over-ku. Bagaimana aku tidak mengenalinya? God, ini kan Lee Junki, actor terkenal yang kata kami mirip sama Yesung dan Kibum itu?

                “Eh? Lee Junki-sshi?”
                “Err… aku ingin kau mendadaniku dengan kostum ini. Aku harus hadir di acara keluarga yang penting jam Sembilan nanti,” jawabnya sambil tersenyum.

                Mataku terbelalak. Tak salah nih, actor terkenal seperti dia minta aku dandani? Sebenarnya dia tak perlu diapa-apakan juga sudah tampan… aku jadi grogi nih, apalagi ternyata dia murah senyum. Tunggu dulu, kalau hasilnya tidak bagus, bagaimana nih?

                “Aku percaya padamu, Manshi-sshi. Semua make-up artis di drama Destiny kau yang tangani kan? Make-up-nya terlihat selalu cocok. Aku yakin kau sangat hebat.”
                “Ah… ne… kita coba, kalau begitu, Junki-sshi.”

                Konsentrasiku aku curahkan sepenuhnya pada Junki, soalnya yang satu ini akan menentukan naik atau turunnya reputasi salon hanya dari satu penampilan ini saja. Bahkan aku dan satu staff yang menurutku terbaik, membantuku menangani make-up-nya. Rambutnya, indah dan tebal; kulitnya, putih dan mulus; tubuhnya juga tinggi dan proporsional. Pantas saja Yifang, Xili dan Aqian pernah histeris ketika menonton dramanya. Dilihat langsung begini malah lebih tampan.

                “Manshi-sshi tidak perlu begitu tegang, koq.”
                “Hahaha… ne…” ucapku sambil tertawa.
                “Kudengar kau dekat dengan KRYSD? Aku juga sudah sering mengobrol dengan Donghae-sshi lewat Twitter.”
                “Aku tinggal di apartemen yang sama dengan mereka, tapi aku di lantai empat, mereka di lantai tujuh.”
                “Oh, rupanya begitu. Selain itu aku juga dengar-dengar kau bersahabat dengan si artis baru Lin Suxuan dan Mai Yifang, yang sekaligus DJ ESoul itu?”
                “Ah ya, cukup sering ngobrol dengan Suxuan. Kalau Yifang malah satu apartemen denganku.”
               “Aih… aku berharap bisa main di drama yang sama dengannya, tapi untuk sekarang sepertinya tidak memungkinkan, soalnya Yifang masih benar-benar dianggap terlalu baru.”
                “Hah? Kau serius, Junki-sshi? Yifang mengidolakanmu. Dia pasti senang mendengar pernyataanmu yang barusan.”

                Junki tertawa, tampak sangat sangat sangat (aku berapa kali bilang sangat?) sangat tampan. Dan obrolan kami berlanjut dengan santai, seolah kami sudah saling kenal selama beberapa tahun. Pelanggan masih datang silih berganti, tapi akhirnya si sial Heechul memenuhi janjinya untuk menutup penerimaan tamu jam setengah delapan. Aku kaget melihat 6 pelanggan terakhirku malam ini, lima di antaranya adalah pria.

                Junki terlihat memperhatikan lingkungan di sekitarnya, “jam berapa salon ini tutup?”
                “Biasanya sih jam sepuluh, tapi hari ini jam kerjaku sampai jam Sembilan. Nah, bagaimana menurutmu, Junki-sshi?”

                Dia berdiri dari kursinya dan memandang bayangannya yang memantul dari kaca panjang di hadapannya. Tak ada kata yang lebih cocok dari sempurna untuknya. Dia memang keren, aku hanya melakukan facial dan mengubah gaya rambutnya sedikit saja sebelum memberikan make-up seperlunya. Andai saja kulitku seperti kulitnya…

                “Wow, Manshi-sshi, aku terlihat lebih bersinar, hahaha… aku jadi memuji diri sendiri ini.”
                “Syukurlah kalau kau senang, Junki-sshi.”

                Junki mengucapkan terima kasih padaku dan staff yang membantu, lalu menuju counter di depan untuk membayar uang. Aku sendiri menggeliat, lalu menuju locker-ku untuk mengambil barang-barangku. Aku akan pulang, sudah jam Sembilan, lewat tujuh menit malahan.

                “Aku pulang, semuanya… sampai jumpa besok,” pamitku ceria pada staff-ku.

                Mereka juga melambai dengan ceria, dan tak lama lagi mereka juga sudah boleh pulang. Ketika keluar salon, aku melihat Junki berdiri di samping Honda cokelat-nya. Dia menoleh memandangku.           

“Manshi, kau juga sudah mau pulang? Mau pulang bersamaku? Aku akan mengantarmu.”

Aku sedikit tergoda pada ajakannya, lumayan menghemat ongkos dan tenaga berjalan.

“Manshi chagya…”

Aku kaget mendengar suara yang sudah sangat kukenal itu. Shindong, duduk di vespa pink-nya, menungguku tak jauh di belakang mobil Junki. Mau ngapain dia?

“Ayo kita pulang…” ujarnya, memandangi aku dan Junki.
“Oh, kau sudah dijemput rupanya. Okelah, lain kali aku akan kesini lagi kalau aku membutuhkan tangan ajaibmu itu, Manshi. Sampai jumpa.”
Aku melambai padanya, “ne. sampai jumpa, Junki-sshi.”

Junki membungkuk pada Shindong sejenak (si bego itu mah hanya bengong) lalu melesat dengan Honda-nya. Aku menghampiri Shindong.

“Mau ngapain, oppa?”
“Tadi siapa itu?” tanyanya bego.
“Lee Junki, actor terkenal itu. Masa oppa tak kenal, sih?”
“Oh, pantas begitu keren. Dia ngapain datang ke salon?”
“Ya minta didandani lah, masa datang untuk makan.”
“Kupikir dia mengencanimu.”

Aku memutar bola mataku. Sejak kapan aku bakal dikencani actor? Kecuali Kibum, mungkin, tapi itu kejadian yang sudah sangat lama…

“Oppa mau ngapain?”
“Menjemputmu.”

Aku memandangi sosoknya yang menduduki Vespa itu. Tidak meyakinkan.

“Oppa, aku kan sudah pernah bilang, tak perlu menjemputku, aku bisa pulang sendiri,” kataku.
“Tapi kalau tadi aku tidak menjemputmu, jangan-jangan kau sudah diantar pulang oleh si Junjun itu.”

Aku mendengus mendengarnya menyebut Junjun. Tapi kata-katanya ada benarnya sih.

“Tapi aku tak yakin dengan oppa yang bawa Vespa.”
“Aku sudah dua minggu membelinya, kau tak usah khawatir. Duduk sajalah.”

Aku menerima helm dari tangannya sambil mencibir. Duduk di motor rasanya sangat aneh, karena aku seumur-umur belum pernah dibonceng dengan motor.

“Peluk aku.”
“Ani…”
“Peluuuuuk!!”

Aku akhirnya mengalah dan memeluknya. Aku bukannya tidak mau memeluknya, hanya saja aku malu begini dilihat banyak orang. Dan lihatlah, Shindong ini sebenarnya bisa bawa motor tidak sih? Masih goyang-goyang begini masih mau ngebut…

Aku memukul punggungnya, “ya~ oppa, jangan ngebut kenapa sih?”
“Aku lapar.”
“Lihatlah kita goyang-goyang begini, membuatku takut.”
“Tenang saja, kita tak akan kenapa-kenapa koq.”
“Enak saja!”

Dan sebuah mobil baru saja melintas di jalur kiri motor kami, sepertinya jaraknya hanya kurang dari 15 cm, membuat jantungku copot.

“Oppa!!! Turunkan aku!”
“Manshi, tenang…”

Aku memukulinya panic. Aku tidak mau mati muda. Dia tidak bisa bawa motor!!!

“Manshi, jangan pukul aku terus, nanti…”
“OPPA, DI DEPAN!!!” teriakku kencang.
“MWORAGO???”

Tik… tik… tik… suasana yang hening tiba-tiba pecah oleh gelak tawa Yifang, Aqian dan Xili. Mereka menertawai kami sampai air mata mereka keluar. Dasar sial.

“Ja… jadi, kalian nyaris menabrak mobil, eh salah, mencium mobil? Jadi kalian terjatuh, begitu?” rekap Aqian, masih tertawa.
Aku cemberut, “kau masih menertawai kami. Apa kau tak tau ini sakit?”
“Yah, masih untung kalian hanya luka-luka dan tidak kenapa-kenapa,” kata Yifang, tersenyum lebar sekali.
“Untung masih bisa panggil Taxi,” imbuh Xili, yang tawanya paling keras.
Aku menggeram marah, “berhenti mensyukuri kami yang masih bernafas sampai detik ini. Cepat obati kami! Atau kalau tidak, kami ke Leeteuk oppa saja.”
“Iteuk oppa baru saja dapat panggilan darurat ke rumah sakit, tadi aku mampir mengunjungi Yesungie oppa,” ujar Yifang, sok innocent.
“Wookie,” usul Shindong.
Aqian tertawa, “dia pergi dengan Siwon.”

Aku naik darah melihat mereka tertawa dan senyum-senyum begitu. Apa mereka tak tau luka-luka ini terasa perih?

“SEBENARNYA KALIAN MAU TIDAK MENGOBATI KAMI? KALAU TAK MAU AKU DAN SHINDONG OPPA KE RUMAH SAKIT SAJA!” teriakku kesal.
“Ya~ ya~ jangan marah, Manshi. Baiklah, tunggu sebentar,” pinta Xili.

Xili dan Aqian menghilang ke belakang, ke kamarku dan kamar Yifang untuk mengambil kotak P3K. sejurus kemudian mereka sudah kembali, membuka kotak P3K, dan mulai menggerayangi isinya. Yifang mengobati Shindong, Xili mengobatiku.

Shindong meringis, “ya~ Yifang, bisakah kau pelan-pelan sedikit?”
“Untung tak melukai wajahmu, Manshi. Nah, kau sudah selesai,” kata Xili, menempelkan plester bergambar Tom&Jerry untuk yang ketujuh kalinya di bagian tubuhku yang terluka.
“Ya~ apa ini?”
“Loh, itu plester kan, oppa?” Yifang bertanya balik dengan nada bicaranya yang innocent.

Aku memandang Shindong untuk melihat apa yang terjadi, dan seketika aku meledak tertawa. Ada plester di pipinya, lehernya, di kedua lengannya total ada empat plester sampai ke jarinya yang terluka, bahkan di kakinya, ada enam plester. Dan yang membuatku tertawa adalah plester-plester itu, semuanya bercorak bunga-bunga. Ada bunga mawar, krisan, matahari, mugung, dan yang lainnya.

“Tapi kenapa coraknya bunga-bunga begini? Memangnya aku cewek?”
Aqian terkikik di sofa di seberang kami, “bukan oppa yang cewek, tapi pemilik plesternya yang cewek.”
“Tapi kenapa plester Manshi yang coraknya Tom&Jerry?”
“Kami juga mau memberikan oppa yang itu, tapi plesternya sudah habis, oppa.”
“Sial. Aku tak mau… ouch!”

Dan kami tertawa keras sekali, melihat Shindong yang meringis ketika mencabut plester yang di jari jempolnya. Di sekitar plester itu, kulitnya menjadi putih kemerahan. Air mata lucu mengalir dari mataku.

“Sakiiiiit…”
“Siapa yang suruh oppa cabut, coba? Sudahlah, ini biar lukanya cepat sembuh, jangan banyak omong lagi. Nah kan, selesai,” ujar Yifang, menempelkan plester terakhir di lutut Shindong.
“Kalian mengerjaiku nih…”

Kami sekali lagi tertawa, tapi aku agak kasihan melihat wajahnya yang memelas. Aku maju dan memeluknya.

“Mian, oppa… bersabarlah. Plester itu akan lebih gampang dicabut setelah lewat dua hari. Nanti aku akan membantu oppa melepasnya yah…” bujukku.
“Benar, ya?”
“Ne.”
Xili menggoda kami, “yaaaaa~ romantisnya.”

Kami sekali lagi tertawa. Mian yah, Shindong. Habisnya, kau lucu sih. Percayalah meski aku menertawaimu, aku mencintaimu. Terima kasih mau menjemputku… lain kali jangan ngebut lagi yah.

이상 힘들지 않을 거예요
Never again will I be weary
힘들어도 그대가 있잖아
Even if I am, there will be you by my side
말하지 않아도
I need not say it and
모든걸 있는
You know what I mean
그대라는 사람이 있어
Because there is someone (you) here
행복해요
I am very happy

Ternyata besok malamnya kami tertawa sampai berlinangan air mata lagi. Kami berkumpul di kamar Yifang ketika Aqian dan Xili yang pulang dari kelas dance Shindong membawa kabar lucu. Kata mereka, banyak murid yang menertawai Shindong yang penuh plester dan masih menari dengan lincah, meski kadang diselingi ringisan di wajahnya. Menurut mereka, Shindong jadi mirip panda yang terluka. Hahaha… Shindong-ku yang lucu… aku mencintaimu, pabo!

No comments:

Post a Comment