Welcome Here ^0^v

You can read; and then please kindly leave comment(s) so I could improve;
But don't try to STEAL a part or whole part of all post WITHOUT a proper CREDIT; you'll know the risk if you still do it;
Intro: I'm a hyper Cloudsomnia, Jung Heechul IS MINE, OFFICIAL WIFE OF KIM JONGWOON, GO is the OWNER OF MY HEART, definitely a Lively E.L.F and also a multi-fandom: ELF, ZE:A's, Triple S, A+, VIP; I'm a unique, weird and super delusional girl;
Just add my Facebook account: maymugungponks; and follow my Twitter: (hidden for some reason);
But be careful~~ I'm not as easy as you think I might be~

Thursday, 3 May 2012

No Other The Story chapter 33


No Other The Story
Chapter 33

XILI’S DIARY
CHAPTER 33
BLUE TOMORROW

“Xili!!! Yifang noona!!!”

Aku dan Yifang jie yang sedang berjalan santai di areal halaman kampus kaget mendengar teriakan dari belakang kami. Kami menoleh dan melihat Kyuhyun oppa, berlarian mengejar kami. Sudah lama rasanya tidak melihat anggota KRYSD di kampus, soalnya mereka masih sibuk rekaman album baru. Hanya saja kurasa, Kyuhyun oppa yang pasti paling rajin, tentu juga mementingkan kuliahnya. Lihat saja bawaannya yang selain tas backpack, juga menenteng laptop di tangan kirinya. Akhirnya dia bisa menggapai kami juga, dengan cewek-cewek menguntit di belakangnya. Cewek-cewek itu menunjuk Yifang jie dan Kyuhyun oppa.

“Wae, oppa?” tanyaku heran.
“Melarikan diri. Lihat itu, banyak sekali yang mengejarku. Kalau aku berjalan dengan kalian, mereka kurang berani mengganggu, soalnya dianggap jalan dengan temanku,” jawab Kyuhyun oppa.
“Memangnya kami perisaimu?” Tanya Yifang jie sambil bersungut-sungut, tapi aku tau dia bercanda.
“Tapi ngomong-ngomong gossip tentang hubungan noona dan Yesung hyung sudah mulai menyebar.”
Yifang jie melotot, “jangan bercanda, Kyu. Kami tidak memberikan statement apa-apa lho.”
“Masalahnya, kalian terlalu sering bersama-sama. Sepertinya mereka sudah mulai curiga. Tadi di kelas aku dengar mereka bisik-bisik soal foto kalian waktu jalan bersama. Noona perlu cek Twitter dengan teliti sepertinya.”

Yifang jie memutar bola matanya. Aku tau dia tidak siap sama sekali soal mengungkapkan hubungannya dengan Yesung oppa ke public. Harap maklum, Yifang jie sendiri sedang mencoba meningkatkan popularitasnya sehingga bisa meninggalkan kerjaannya di bar, dan Yesung oppa saat ini masih terlalu terkenal untuknya. Dia jelas tidak mau dianggap menumpang popularitas Yesung oppa.

“Dan hubungan Ryeowook hyung dan Yesung hyung masih belum membaik. Kenapa sih Yesung hyung tidak mau kembali saja ke apartemen kami? Toh kalian kan sudah jadian. Dan aku tau koq kalau mereka sebenarnya memperebutkan noona.”

Kali ini aku dan Yifang jie sama-sama berhenti berjalan dan memandang wajah Kyuhyun oppa yang menjulang tinggi di antara kami.

“Darimana oppa tau? Apa oppa yakin?” tanyaku.
“Tentu saja, aku tidak bodoh. Tidak mungkin Ryeowook hyung bisa menciptakan lagu sesentimentil Smile Again kalau tidak terjadi sesuatu yang benar-benar membuatnya sakit. Sekarang dia makin berubah… kalian tau? Dia jadi pendiam, tidak jahil dan manis seperti dulu.”

Raut wajah Yifang jie berubah jadi khawatir.

“Kyu… apa semua ini salahku?” Tanya Yifang jie.
“Ng… aku tidak bisa bilang noona salah sih. Namanya juga cinta… tapi… apapun keputusan noona, aku akan mendukung.”

Kyuhyun oppa tersenyum dan menepuk bahu Yifang jie.

“Noona pasti bisa memilih apa yang terbaik untuk noona. Aku percaya.”

Kami sudah sampai di gerbang sekolah sekarang, dan mahasiswa semuanya berjalan kesana-kemari dengan sibuk, ramai sekali, tidak ada yang memperhatikan Kyuhyun oppa lagi.

Dia melambaikan tangannya dan berjalan mundur, “nah, aku pulang dulu ya… kalian mau pulang?”
“Kau naik apa?” Tanya Yifang jie.
“MRT.”
“Mei, kau mau kemana?”
“Aku mau ke tempat Hangeng oppa sebentar jie. Aku ada janji dengannya, sambil mengunjungi Pipi,” jawabku.
“Kalau begitu hati-hati, mei, jie pulang dulu. Mungkin jie akan pulang dini hari untuk malam ini, mei jangan pulang malam ya. Sampai ketemu.”

Aku melambaikan tangan pada Yifang jie dan Kyuhyun oppa yang berjalan bersama. Kasihan juga Yifang jie. Aku tidak tau kalau menyukai dua orang yang begitu dekat ternyata bisa berakibat seperti ini. Apalagi tampaknya hati Yifang jie belum menetap pada Yesung oppa. Dia mencintai Yesung oppa, aku tau itu, tapi ada bagian dari hatinya yang dia tak bisa berikan pada Yesung oppa. Dulu juga, Yifang jie akan dengan tegas menjawab, kalau dia disuruh memilih antara Yesung oppa atau Ryeowook oppa, dia akan memilih Ryeowook oppa. Tapi sekarang… ahh sudahlah, aku juga bingung ini. Aku tak ingin berakhir seperti Yifang jie, aku harus bersikap tegas.

“Hei, Xili,” sapa Aqian yang baru saja mengantarkan tamu sebelum aku datang ke tempat duduk mereka.
“Hai, Aqian. Hangeng oppa ada?” tanyaku.
“Ada. Dia menunggumu di atas lho. Katanya sih langsung saja ke atas.”

Aku menuju pintu yang mengarah ke rumah Hangeng oppa di lantai atas, yang sebelum ini belum pernah aku kunjungi.

“Xili ya?” aku mendengar suara Hangeng oppa dari atas.
“Ne, oppa,” jawabku setengah berteriak.

Aku akhirnya sampai di lantai dua dan mengagumi ruang tamunya yang sederhana namun berkesan artistic. Hangeng oppa yang tampan mengenakan pakaian kemeja biasa tapi melapisinya dengan celemek berwarna putih. Aku tetap menganggapnya koki paling tampan di dunia ini. Dia menyambutku dengan senyumnya yang sangat kusuka.

“Oppa tidak keberatan kan mengajariku memasak?”
“Tentu tidak.”

Ya, inilah tujuanku hari ini datang kesini, yaitu untuk minta diajari memasak kilat. Tidak banyak menu sih, hanya 5 macam menu, salah satu di antaranya adalah kue tart. Dia memberikan celemek berwarna hijau padaku sementara aku meletakkan tasku di sofanya.

“Oppa tidak mau tau kenapa aku tiba-tiba minta diajari memasak?”
“Yifang mau ultah?”
“Bukan sih,” jawabku.
“Kalau begitu… aku tidak tau. Lagipula kalau memang kau mau memberitauku, kau pasti melakukannya. Kalau tidak, aku juga tidak perlu tau. Aku tidak perlu alasan khusus darimu sebagai syarat aku mengajarimu koq.”
“Oppa… gomawo.”

Hangeng oppa memang sangat baik. Sebenarnya aku belajar masak ini untuk menyambut White Day seminggu lagi. Aku tiba-tiba saja mendapat ide untuk memasak (sebenarnya aku takut agak sedikit terlambat) ketika Donghae oppa berkata akan mengajakku pergi pada hari White Day, memberikan hadiah balasan dari Valentine’s Day kemarin. Kalau aku bisa memasak menu seafood kesukaannya, dia pasti akan lebih senang.

“Jangan Xili… minyak tidak akan mencipratimu kalau kau memperlakukannya dengan lembut. Jadi kalau kau menggoreng ikan seperti ini, kau harus meletakkannya dengan perlahan. Sini, kutunjukkan caranya.”

Aku malah termenung memandangi Hangeng oppa yang sangat terampil memasak. Jujur saja, bukannya aku tidak memikirkannya sama sekali, tapi seperti yang seharusnya kulakukan (agar tidak terlibat hal-hal yang lebih gawat seperti Yifang jie), aku harus tegas pada pilihanku. Aku mencintai Donghae oppa, jauh sebelum aku mengenal dia secara langsung, jauh sebelum aku bertemu Hangeng oppa. Hangeng oppa memang baik padaku, apalagi dia pernah hampir mengorbankan nyawanya untukku… tapi apa itu artinya aku harus jatuh cinta padanya? Apakah aku semudah itu jatuh cinta pada setiap pria yang bersikap baik padaku? Itu artinya bisa saja aku jatuh cinta pada Ryeowook oppa atau Leeteuk oppa? Tidak boleh… aku harus tau, aku menganggap Hangeng oppa adalah oppa-ku, dan itu sudah cukup.

“Katanya mau belajar memasak, tapi kau malah termenung begitu, Xili,” tegur Hangeng oppa dengan suaranya yang lembut.
“Aaaaaah, mianhae, oppa. Tapi apa oppa yakin, dalam seminggu aku bisa memasak semuanya ini?”
“Yakin, asal Xili juga yakin dan rajin.”

Melihat senyumnya, aku juga yakin… aku bisa melakukannya. Aku akan bisa melihat senyum Donghae oppa ketika memakan masakanku. Itu akan jadi kebahagiaan yang tidak akan pernah aku lupakan.

“Sebenarnya aku mau Tanya… waktu itu kau lama sekali tidak kesini. Mungkin sekitar dua minggu. Apa kau sibuk?”
Jantungku berdebar keras, “ng… ya, aku agak sibuk, tapi aku juga sakit waktu itu, oppa.”
“Sakit? Kau sakit apa, Xili?”
“Kata Leeteuk oppa sih sejenis sakit karena perubahan musim. Tapi sekarang aku sudah sembuh koq, oppa jangan khawatir,” jawabku, mendengar nada khawatir dalam suaranya.
“Baguslah kalau begitu. Jangan sampai sakit lagi, ya. Jadi kau belajar ini juga jangan terlalu memaksakan dirimu…”

Aku mengangguk dan tersenyum padanya. Oppa, mianhae… aku sudah membohongimu.

Aku terbangun di pagi hari tanggal 14 Maret, hari itu adalah hari Jumat. Beruntungnya aku, hari ini jadwal kuliahku kosong sama sekali, jadi dari pagi aku bisa mempersiapkan apa-apa saja yang diperlukan untuk memasak nanti sore. Aku tidak sabar lagi ingin segera memasak. Aku duduk di ranjangku dan melihat kandang kecil berisi anjing mainan yang diberikan Hangeng oppa, kuletakkan di depan jendela kamarku. Aku menghampirinya, dan dia (karena sensor gerakan) mulai menggoyangkan ekor dan menyalak riang. Dia seperti Pipi dalam versi mini, dan Hangeng oppa memberikannya padaku sebagai hadiah Valentine. Dia tau apartemen kami tidak boleh memelihara anjing, jadi dia ingin aku melihat mainan ini seperti aku melihat Pipi, untuk antisipasi kalau-kalau aku kangen pada Pipi dan tidak bisa mengunjunginya. Semua itu dituangkannya dalam tulisan hanzi di dalam kartu ucapan selamat Valentine. Aku agak kaget menerima bungkusan itu dari Aqian pada malam Valentine. Hangeng oppa… gomawo. Ahh, ayo semangat! Tiba-tiba aku tau lebih baik aku memberikan icip-icip pada orang-orang di apartemen dulu sebelum memasak untuk Donghae oppa nanti sore. Kalau ada yang tidak beres kan mereka bisa mengkritikku duluan. Tapi Hangeng oppa bilang masakanku sudah mendapat nilai 60-70 koq, dan menurutnya itu sudah sangat baik untuk pemula. Untuk kue tart dan kreasiku, dia malah memberi nilai 80, lebih tinggi dari yang lainnya. Aku akan lebih semangat.

“Xili, tolong bukakan pintu, aku dan Aqian di toilet!” teriak Manshi dari dalam toilet.

Aku mendengar bunyi bel pintu lagi, lalu tergesa-gesa membukakan pintunya. Rupa-rupanya aku melihat wajah Leeteuk oppa.

“Pagi, Xili. Ada siapa saja selain kau?” sapa Leeteuk oppa sambil memamerkan kedua lesung pipinya yang persis sama seperti milik Yifang jie.
“Pagi oppa,” sapaku, “ada Manshi dan Aqian, mereka di toilet. Kalau Yifang onnie dan Yesung oppa aku tidak tau, oppa coba ketuk saja pintu kamar mereka.”
“Oke, aku kesana.”
“Tak ada yang sakit kan, oppa?”
“Kenapa kalau melihatku kau jadi bertanya apa ada yang sakit, Xili? Kan tidak selalu ketika ada yang sakit aku baru kesini.”

Aku tertawa ketika Leeteuk oppa menepuk kepalaku. Tapi dari sepuluh kali kedatangan Leeteuk oppa ke apartemen kami, bisa dipastikan setengahnya adalah mengecek kesehatan kami. Tapi kali ini sepertinya kami semua sehat. Leeteuk oppa mengetuk pintu kamar Yifang jie.

“Siapa? Masuk,” kata Yifang jie seperti biasa kalau ada yang mengetuk pintu kamarnya.

Leeteuk oppa membuka pintu kamarnya dan aku bisa melihat Yifang jie dan Yesung oppa mengerumuni laptop Yesung oppa.

“Baguslah kalian berdua ada. Aku mau bicara pada kalian.”

Aku tidak bisa mengikuti perkembangan pembicaraan mereka karena Leeteuk oppa menutup pintu kamar itu. Aku akhirnya pergi ke dapur dan mulai mengecek keadaan lemari es dan lemari penyimpanan makanan kami dan mencocokkannya dengan catatan kecil yang sejak tadi kugenggam. Ikan, udang, cumi-cumi (yang ini pasti ada, kesukaannya Yifang jie), bumbu-bumbu, bahan kue… semuanya secara ajaib ada. Mau tak mau aku teringat pada Ryeowook oppa dan merasa sedikit kehilangan dia yang dulunya sehari bisa datang dua kali kesini. Semuanya ini, pasti sudah pernah disiapkannya sebagai bahan masakannya. Oppa, jangan khawatir, semua ini tidak akan sia-sia karena aku akan memasaknya.

“Hah? Tidak salah ini? Xili, KAU MEMASAK?” Tanya Manshi heboh, rambutnya basah karena baru habis mandi.

Aqian juga keluar dari toilet, berkacak pinggang di sebelah Manshi memandangiku.

“Hmm… sekarang aku tau kenapa kau sering bertemu Hangeng oppa belakangan ini. Kau minta dia mengajarimu memasak, benar?” tebak Aqian tepat sasaran.
“Hehehe… iya. Tapi aku hanya minta dia ajarkan memasak empat menu dan satu kue tart koq,” jawabku.
“Bagus juga kalau di apartemen ini bukan Cuma aku sendirian yang memasak.”
“Kau mau masakkan itu untuk kami kan, Xili? Aku sudah lapar,” keluh Manshi.
“Untuk kalian semua icip-icip,” koreksiku.
“Tunggu… kalau icip-icip berarti sedikit dong? Dasar Xili pelit…”
“Ya iyalah Manshi, ini kan White Day. Aku tau koq dia mau memasakkannya untuk seseorang yang special,” tebak Aqian, tepat lagi.
“Hahaha… lain kali aku akan masak lebih banyak lagi deh,” ucapku sambil tertawa.
Lalu pandanganku terarah pada Yesung oppa yang baru masuk dapur, “kalian jangan goda Xili terus dong, nanti masakannya gosong kita terpaksa makan juga kan…”
“Lebih mendingan daripada masakannya oppa yang sepenuhnya hitam,” tusuk Aqian.

Yesung oppa menyipitkan matanya, sementara kami semua tertawa.

“Nah, Manshi, Meifen, Yifang mencari kalian. Ke kamarnya gih.”

Akhirnya mereka semua menghilang. Ada konferensi pers apa sih mereka di kamar Yifang jie? Dan akhirnya ketika masakanku selesai, semuanya (kecuali Aqian yang vegetarian, posisinya digantikan Leeteuk oppa) mencicipi masakanku. Manshi yang notabene adalah pakar dalam urusan cicip-mencicip makanan berkata bahwa udang asam-manisku paling enak rasanya, sedangkan untuk cumi-cuminya, dia ingin aku memotongnya dengan lebih rapi dan kecil, karena kalau tidak orang yang memakannya bisa tersedak katanya (tapi Yifang jie kelihatannya suka yang besar-besar). Akhirnya juga semuanya mulai menghilang satu persatu dari apartemen, menjalani kesibukan mereka masing-masing, dan hanya aku yang tersisa untuk menjaga apartemen. Tak apalah. Aku menonton drama berseri di tivi, sesekali membalas SMS dari Donghae oppa (dia sedang rekaman hari ini) dan pada jam 3 sore aku mulai membuat kue. Aku membuat kue dan memasak dengan hati yang riang, karena jam 8 malam nanti Donghae oppa akan menjemputku. Aku jadi penasaran… kemana dia akan membawaku? Apa ke tempat yang romantic? Apakah… aku akan mendengar kata-kata yang selama ini selalu ingin kudengar darinya? Jujur saja, aku senang sekali ketika aku sakit, Ryeowook oppa mengajak Donghae oppa untuk menemaninya menjagaku. Aku agak heran sih kenapa Yifang jie meminta tolong pada Ryeowook oppa, tapi aku mensyukuri hasil akhirnya. Aku masih ingat ketika terbangun pagi itu, melihat wajah Donghae oppa yang tenang tertidur di tepian ranjangku, aku begitu bahagia. Yang kuinginkan adalah melihat wajah itu… setiap kali ketika aku terbangun… Xili, apa sih yang kau pikirkan? Kau sudah berharap terlalu jauh… kalau sampai semua itu tidak terjadi, kau akan kecewa… ahh, lebih baik aku berkonsentrasi untuk memasak saja… semakin menuju jam delapan malam aku semakin tegang… aku akan diajaknya kemana? Dan jam delapan tiba… belum ada tanda Donghae oppa datang… jam delapan lewat sepuluh menit…  jam delapan lewat empat puluh menit… tak biasanya Donghae oppa terlambat…

Xili, mian, rekaman ternyata melewati batas waktu, kita tak bisa ketemu hari ini, kita ganti ke hari Minggu saja yah?

Dan aku membaca SMS dari Donghae oppa itu berulang-ulang. Apa katanya? Membatalkan rencana kami? Tapi… tapi… semua yang sudah kumasak… harapanku… kenapa dia membuatku kecewa? Dan aku nyaris menjatuhkan ponselku ketika pintu tiba-tiba menjeblak terbuka. Ada Manshi dan Yifang jie, pulang bersamaan.

“Lha, kau tak pergi, Xili?” Tanya Manshi, “katanya kau ada janji dengan seseorang?”
“Ani… aku… sepertinya tak jadi pergi…” jawabku, kecewa.
“Aish~ kalau begitu jie makan saja makanan tadi,” putus Yifang jie, pasang wajah kelaparan.
“Jangan…”
“Waeyo?”

Aku tak bisa menjawab Yifang jie, tapi barusan aku mengirimkan SMS pada Hangeng oppa. Aku pikir lebih baik memberikan semua itu untuk Hangeng oppa, aku akan kesana saja.

“Sebenarnya kau mau keluar dengan siapa, Xili? Koq tiba-tiba batal begitu?” Tanya Manshi lagi.
“Ng… aku baru saja buat janji dengan Hangeng oppa. Aku akan ke tempatnya sekarang,” jawabku, berdiri dari sofa.
“Andwae…” seru Yifang jie.
“Mwo, jie?”

Yifang jie terlihat bingung, bertukar pandangan dengan Manshi, dan mereka menggelengkan kepala mereka.

“Maksud jie, ayo kita keluar sekarang, jalan bareng jie, Manshi, Aqian dan Suxuan. Mereka menunggu kita di satu tempat. Kita rayakan White Day bersama.”
“Tapi… aku sudah janji pada Hangeng oppa…”
“Nanti saja kita datangi dia untuk membatalkan janji, tapi sekarang kita pergi dulu. Itu makanan bawa saja, nanti kita makan bersama,” kata Manshi agak terburu-buru.

Aku masih setengah sadar dan tidak tau apa yang harus kulakukan. Manshi ke dapur dan mengambil makanan-makanan yang sudah kumasak, sementara Yifang jie mengantongi ponselku dan menarikku keluar. Akhirnya kami menyetop salah satu taxi yang melintas, dan aku duduk di pojokan sementara Yifang jie dan Manshi menempel di sampingku.

“Kita mau kemana sebenarnya?”
“Ke tempat Aqian dan Suxuan menunggu kita,” jawab Yifang jie singkat.
“Tapi sebenarnya siapa sih yang kau tunggu, Xili? Katamu tadi kau baru saja buat janji dengan Hangeng oppa, berarti sebelum ini ada orang lain, kan?” Tanya Manshi penasaran.
“Donghae oppa,” jawabku.

Aku sendiri mendengar nada kecewa dalam suaraku. Aku memandangi kotak makanan yang kini dipegang Manshi, yang untungnya tidak di pangkuanku, jika iya, aku akan membuangnya begitu saja keluar. Usahaku sia-sia. Aku tau jadwal rekaman kadang tidak selesai dengan tepat, tapi kenapa harus hari ini? Kenapa dia tidak berusaha atau izin atau apalah untuk memenuhi janjinya padaku? Bagaimana kalau suatu hari karena kesibukannya, aku ditelantarkan?

“Ehm… mei, Yesungie oppa juga belum pulang koq. Jangan salahkan Hae yah, mungkin rekamannya hari ini agak ribet,” ucap Yifang jie membela Donghae oppa.
“Aku sudah terlanjur kecewa padanya.”
“Mana boleh begitu. Kalau memang kita mau berhubungan dengan artis, kita harus mengerti jadwal mereka dan harus rela janji kita dibatalkan. Kalau dengan begini saja mei tidak bisa memaafkan Hae, berarti mei tak bisa menjalani hubungan dengan artis.”

Aku terdiam dan merenungi kata-kata Yifang jie. Benar… aku harus jadi dewasa seperti Yifang jie kalau memang aku mau berhubungan dengan Donghae oppa. Tak jarang juga aku melihat janji kencan Yifang jie dan Yesung oppa dibatalkan begitu saja, padahal mereka sudah pacaran. Sedangkan aku… aku dan Donghae oppa ada hubungan apa? Tapi… ini White Day. Ini hari yang special untukku, dan aku sudah mempersiapkan segalanya… dan dia membatalkannya begitu saja. Aku ingin ke tempat Hangeng oppa…

“Nah, sudah sampai,” ujar Manshi ceria.

Kami turun dari taxi dan aku memandangi tempat yang asing ini. Kelihatannya pinggiran pantai, ada banyak resto yang berjajar di sepanjang garis pantai.

“Sa… kit… pe… rut…”
“Mworago?” tanyaku pada Yifang jie.
“Aku… sakit… perut… tiba-tiba… aigo, Manshi, temani aku ke toilet dong.”
“Aigo, kau ini, Yifang. Aqian dan Suxuan bisa marah nih menunggu kita,” sergah Manshi resah.
“Begini saja… aku akan temui Aqian dan Suxuan dulu, nanti kalian menyusul saja,” kataku menengahi.
“Ah, usul yang bagus… Manshi, kasih saja makanan itu ke Xili, cepat… aku sudah kebelet ini,” ucap Yifang jie setengah memaksa.
Manshi menyerahkan kotak makanan yang dibungkus jadi satu itu, “mereka menunggu di meja kecil di ujung sana. Kau jalan saja lurus, nanti kau bisa melihat mereka. Bukan di dalam resto, tapi di luar. Agak jauh, oke?”

Aku mengangguk, dan Yifang jie seketika langsung menarik Manshi menghilang. Dasar si Yifang jie, ada-ada saja kerjaannya. Aku jadi memikirkan Hangeng oppa. Aku benar-benar ingin menghabiskan malam ini bersamanya saja, setidaknya daripada masakanku sia-sia, kan aku bisa berikan padanya, juga sebagai ungkapan terima kasih. Andaikan malam ini yang membuat janji denganku adalah dia, dia pasti tak akan membatalkannya, sesibuk apapun dia. Hangeng oppa bukan Donghae oppa. Tapi sekarang aku sudah terlanjur disini, aku belum membatalkan janjiku… eh? Mana ponselku? Ah, sial, tadi kan ponselku dikantongi Yifang jie. Sebenarnya aneh sekali mereka koq mengajakku keluar tiba-tiba… memangnya Suxuan tidak ber-White Day-ria dengan Leeteuk oppa-kah? Aigo… jauh sekali jalannya, deretan resto sudah tak Nampak. Mau kemana aku sebenarnya? Meja… meja kecil? Ah, itu di ujung sana aku lihat ada meja… tapi koq Cuma Nampak ada satu orang? Dia… dia…? Bukan Aqian, bukan Suxuan?

“Xili… lama sekali…” kata Donghae oppa, mengerutkan dahinya.
“Do… Donghae oppa? Kenapa ada disini? Bukannya oppa masih rekaman?” tanyaku bingung.

Donghae oppa mendekatiku dan menarikku duduk di salah satu kursi, lalu dia duduk di seberangku. Di atas meja itu ada kue cokelat yang besar sekali, lalu ada piring dan sampanye, juga gelas. Ada apa ini sebenarnya?

“Masih tidak bisa menebak kalau semua ini hanya taktikku? Sejak pagi aku sudah berencana mengerjaimu, makanya kuutus Leeteuk hyung ke tempatmu dan mengajak Yifang dan yang lainnya kerjasama. Mereka sengaja meninggalkanmu resah seorang diri.”
“Dan oppa juga sengaja membohongiku!”
“Jangan marah, Xili, aku kan hanya bercanda. Aku mau lihat apakah… apakah kau punya cukup kesabaran untuk menungguku.”

Dalam hati, aku merasa resah. Sebenarnya aku tak cukup sabar, kan? Buktinya tadinya aku sudah mengirimkan SMS pada Hangeng oppa.

“Tapi terbukti sekarang Xili begitu sabar. Terima kasih untuk mengerti aku…” katanya sambil tersenyum, “bungkusan apa yang kau bawa itu?”

Aku baru tersadar membawa kotak-kotak yang berat ini. Aku meletakkannya dan menatanya di meja. Mata Donghae oppa membulat melihat isi kotak makanan itu.

“Ini… siapa yang masak?”
“Tentu saja aku. Aku meminta Hangeng oppa mengajariku memasak, semuanya untuk oppa. Ayo, cicipi.”

Aku mengambil sumpitku dan menyuapi Donghae oppa salah satu cumi-cumi. Dia mengunyahnya dan tersenyum.

“Xili, cuminya enak. Kau hebat…”
“Mana… aku tak sehebat Ryeowook oppa atau Hangeng oppa. Lagipula aku hanya bisa memasak yang ini-ini saja karena waktunya tidak sempat untukku belajar yang lain.”

Aku masih memilah-milah makanan ketika tangan Donghae oppa yang hangat menyentuh tanganku. Aku kaget lalu membalas tatapannya.

“Oppa…?” tanyaku heran.
Dia masih menggenggam tanganku erat, “bisakah aku meminta… mulai sekarang… jangan lagi dekat dengan Hangeng hyung? Xili? Bisakah?”

Jantungku berdetak kencang, gugup oleh tatapannya. Mungkin karena aku tak kunjung menjawab, dia berdiri dan menarikku lebih mendekati pesisir pantai, tapi masih menjaga posisiku untuk menghadapnya.

“Karena aku cemburu kalau kau dekat dengan namja lain selain aku. Aku jujur padamu, aku gampang cemburu, sekalipun itu pada sahabat dekatku. Karena aku ingin memilikimu sepenuhnya, Xili, jangan dekati dia lagi.”

Aku mendongak menatap wajahnya. Wajahnya dari berkerut kini tersenyum tipis. Kulihat dia mengeluarkan sebatang mawar merah dari belakang tubuhnya. Aku baru tau ternyata tangan kirinya entah sejak kapan terus disembunyikan di belakang tubuhnya. Mawar itu diberikannya padaku.

“Xili, neol saranghae…”

Aku masih terlalu shock untuk mencerna ucapannya, aku terbius senyumnya. Dia menarikku mendekat dan mengecup pipiku. Aku bahkan tak tau harus melakukan apa ketika dia mendekapku. Aku hanya merasakan kehangatan yang luar biasa menjalari seluruh tubuhku. Lee Donghae yang aku idolakan, kini menjadi pacarku?

“Kenapa… kenapa oppa mencintaiku?” tanyaku bingung.
“Karena Xili adalah tipe yeoja yang aku cari selama ini. Karena melihat Xili yang sakit aku khawatir. Karena melihat Xili yang dekat dengan orang lain aku cemburu. Karena dekat dengan Xili aku merasa nyaman. Karena melihat Xili tersenyum barulah aku bisa tersenyum. Karena aku bangun tiap pagi adalah ingin bertemu Xili.”

Aku merasa tubuhku bergetar, mungkin aku merasa terlalu bahagia. Aku tak butuh yang lain lagi… hanya ada Donghae oppa, aku pasti bahagia.

AUTHOR’S SPECIAL POV
               
Yifang dan Manshi memasuki sebuah resto kecil setelah memastikan Xili sampai di tujuan, dimana Donghae menunggunya. Di meja besar di dalam resto itu, sudah duduk Meifen, Siwon, Leeteuk, Suxuan, Shindong dan Yesung. Semuanya menoleh ketika kedua gadis itu duduk bersama mereka kembali.
               
“Beres?” Tanya Suxuan yang penasaran.
“Beres!” seru Manshi dan Yifang kompak.
“Pasti sekarang Hae sudah mengatakannya… wuah, senangnya hidup di dunia yang penuh cinta,” ucap Yesung senang.
“Tapi ada sedikit masalah,” keluh Yifang, “kami terlambat menemui Xili. Dia sudah menghubungi Hangeng oppa, aku jadi khawatir.”
“Mwo? Bagaimana Xili bisa langsung menghubungi Geng begitu cepat? Hmm…” ucap Leeteuk, membiarkan kata-katanya menggantung.
“Aku khawatir Geng oppa jadi menunggu Xili atau apalah. Salahku juga tadi terlambat pulang.”
“Loh? Berhenti menyalahkan dirimu, Yifang,” hardik Shindong.
“Begini saja, ayo kita temui Geng. Menjelaskan yang sebenarnya padanya,” ajak Yesung.
“Ani, itu tidak terlalu kejam, oppa?” Tanya Meifen, matanya memancarkan sorot ketakutan.
“Bukan sampai mendetail sih, tapi bilang saja Xili menemui Hae, itu karena mereka sebelumnya memang sudah janji, dan kita mengerjai Xili, begitu.”
“Boleh juga sih, daripada Hangeng oppa terus menunggu begitu. Aku jadi… agak kasihan padanya,” ujar Suxuan.
“Baiklah, kami pergi. Hyung, pinjam mobilnya. Yuk, Yifang,” ajak Yesung sekali lagi.

Sepasang sejoli itu pamitan pada teman-teman mereka, lalu keluar resto, menghampiri Ford putih Leeteuk yang diparkir. Yesung langsung saja mengendarai mobil itu menuju resto Hangeng yang cukup jauh.

“Oppa… kupikir… Xili masih belum sepenuhnya jatuh cinta pada Hae,” ucap Yifang.
“Aku juga khawatir begitu, Yifang. Kalau memang orang pertama yang dihubungi Xili itu Geng, bisa berarti dia masih menganggap Geng orang yang special untuknya.”
“Kasihan Geng oppa…”
“Kau tak kasihan pada Hae?”
“Bukannya begitu sih, tapi… haish… jangan Tanya aku lagi deh oppa.”

Yesung tertawa melihat Yifang yang menggeleng-gelengkan kepalanya, lalu menepuk kepalanya perlahan.

“Bagaimana kalau suatu hari kau memilih orang lain, bukan memilihku?”

Yifang memandang Yesung dengan gugup.

“Mak… maksud oppa?” Tanya Yifang, jantungnya berdegup kencang.

Yesung mencondongkan tubuhnya ke arah Yifang ketika lampu merah menghentikan laju mobil mereka. Yifang masih memandang Yesung dengan ketakutan.

“Masih mencintaiku?”
“A… apa-apaan sih oppa? Tentu saja aku mencintai oppa!”

Yesung makin mendekatkan wajahnya ke wajah Yifang, dan Yifang memejamkan matanya. Bunyi klakson membuat Yifang terlonjak dari kursinya, sementara Yesung tersenyum. Dia mengecup dahi Yifang, lalu kembali berkonsentrasi mengendarai mobil. Yifang bernafas terengah-engah seolah baru habis berlarian. Mendengar Yesung tertawa, Yifang memukul lengannya.

“Oppa mau mengerjaiku ya? Dasar…”
“Hati-hati jangan memukulku, nanti kita harus ganti rugi mobilnya Leeteuk hyung. Eh… ini dia kita sudah sampai di resto Geng.”

Mereka turun di depan resto Hangeng, yang seperti biasa ramai, meski jam sudah jam 10 malam. Keduanya turun dan langsung masuk ke dalam, mencari sosok si pemilik resto. Di dapur, mereka tak menjumpai Hangeng.

“Hangeng oppa ada?” Tanya Yifang pada seorang pelayan yang menjadi kasir.
“Dia di rumahnya,” jawabnya, kedengaran bingung melihat sosok Yifang dan Yesung.

Yifang langsung mengikuti Yesung naik ke lantai atas, ke rumah Hangeng. Hangeng terlihat duduk di meja makannya di dapur, meja itu penuh dengan makanan, tapi wajah Hangeng hanya termenung. Yifang menyenggol Yesung.

“Geng…” panggil Yesung.

Hangeng terlonjak di tempatnya duduk. Dia memandang Yifang dan Yesung, kebingungan.

“Kenapa kalian kesini?” tanyanya.
“Itu… kami… menyampaikan pesan dari Xili. Dia… tak akan kesini,” jawab Yifang, suaranya tak lebih keras dari cicitan.
“Mwo? Dia menitipkan pesan? Dia kemana?”

Yesung mendekati Hangeng lalu meletakkan tangannya di kedua bahu Hangeng.

“Geng, mianhae. Sebenarnya sejak awal Xili sudah janjian sama Hae untuk melewatkan White Day, Cuma kurasa dia panic ketika kami mengerjai dia. Hae sengaja membatalkan janji dengannya, dengan taktik Yifang dan Manshi mengajaknya keluar, tapi mereka sebenarnya membawanya ke tempat Hae menunggu. Sejenis kejutan, begitu,” jelas Yesung.
“Jadi, dia sekarang…”
“Bersama Hae. Jangan menunggunya lagi.”

Dan baik Yesung juga Yifang, merasakan kekecewaan yang melanda hati Hangeng. Yifang bahkan sudah menangis, mungkin mewakili hati Hangeng yang sakit. Yifang tau, semua masakan di meja itu, mungkin sengaja Hangeng siapkan, karena dia kira Xili akan datang. Kini Yifang baru tau, Hangeng juga jatuh cinta pada Xili. Dan sekarang nasib Hangeng… sama seperti Ryeowook… dan Yifang tak mau lagi memikirkan itu. Sakit hati itu… tak akan tergantikan oleh apapun…

到了明天 你就离开我身边
When it’s tomorrow, you will leave my side
到了明天 独自向流星许愿
When it’s tomorrow, I will wish upon a shooting star alone
像一场电影的完结篇
Just like the ending of a movie
们的结局 应验泪水的预言
Our ending fulfilled the prediction of tears
碎了一地的诺言
Broken promises all over the ground
拼凑不回的昨天
The yesterday that cannot be pieced together again
可我仍期待奇迹会出
But I still look forward to the appearance of a miracle
而你身影 越来越
 Your shadow is drifting further and further away
               
Hangeng tersenyum dalam kepedihan hatinya. Dia berharap… Xili bisa bahagia… walau dia ingin dialah yang memberi Xili kebahagiaan itu.

1 comment:

  1. Xili minta diajarin masak sama Hangeng oppa yah?
    Wat Donghae?

    Wahh....tnyata emank bener wat Donghae...
    Wat white day..

    Ini orang2 pada aneh, kek menghindari Xili gitu...
    Jangan2 ada sesuatu nih...

    Yah...Donghae membatalkan janji?
    Xili sama Hangengkah?

    Tnyata emank bener cuma ide mreka aja, hahah
    Aigooo...Donghae so sweet bener...

    Duh, Hangeng kasian bangetttt T.T

    ReplyDelete