No Other The Story
Chapter 33
XILI’S
DIARY
CHAPTER
33
BLUE
TOMORROW
“Xili!!! Yifang noona!!!”
Aku dan Yifang jie yang sedang berjalan santai di areal
halaman kampus kaget mendengar teriakan dari belakang kami. Kami menoleh dan
melihat Kyuhyun oppa, berlarian mengejar kami. Sudah lama rasanya tidak melihat
anggota KRYSD di kampus, soalnya mereka masih sibuk rekaman album baru. Hanya
saja kurasa, Kyuhyun oppa yang pasti paling rajin, tentu juga mementingkan
kuliahnya. Lihat saja bawaannya yang selain tas backpack, juga menenteng laptop
di tangan kirinya. Akhirnya dia bisa menggapai kami juga, dengan cewek-cewek
menguntit di belakangnya. Cewek-cewek itu menunjuk Yifang jie dan Kyuhyun oppa.
“Wae, oppa?” tanyaku heran.
“Melarikan diri. Lihat itu, banyak sekali yang mengejarku.
Kalau aku berjalan dengan kalian, mereka kurang berani mengganggu, soalnya
dianggap jalan dengan temanku,” jawab Kyuhyun oppa.
“Memangnya kami perisaimu?” Tanya Yifang jie sambil
bersungut-sungut, tapi aku tau dia bercanda.
“Tapi ngomong-ngomong gossip tentang hubungan noona dan
Yesung hyung sudah mulai menyebar.”
Yifang jie melotot, “jangan bercanda, Kyu. Kami tidak
memberikan statement apa-apa lho.”
“Masalahnya, kalian terlalu sering bersama-sama. Sepertinya
mereka sudah mulai curiga. Tadi di kelas aku dengar mereka bisik-bisik soal
foto kalian waktu jalan bersama. Noona perlu cek Twitter dengan teliti
sepertinya.”
Yifang jie memutar bola matanya. Aku tau dia tidak siap sama
sekali soal mengungkapkan hubungannya dengan Yesung oppa ke public. Harap maklum,
Yifang jie sendiri sedang mencoba meningkatkan popularitasnya sehingga bisa
meninggalkan kerjaannya di bar, dan Yesung oppa saat ini masih terlalu terkenal
untuknya. Dia jelas tidak mau dianggap menumpang popularitas Yesung oppa.
“Dan hubungan Ryeowook hyung dan Yesung hyung masih belum
membaik. Kenapa sih Yesung hyung tidak mau kembali saja ke apartemen kami? Toh
kalian kan sudah jadian. Dan aku tau koq kalau mereka sebenarnya memperebutkan
noona.”
Kali ini aku dan Yifang jie sama-sama berhenti berjalan dan
memandang wajah Kyuhyun oppa yang menjulang tinggi di antara kami.
“Darimana oppa tau? Apa oppa yakin?” tanyaku.
“Tentu saja, aku tidak bodoh. Tidak mungkin Ryeowook hyung
bisa menciptakan lagu sesentimentil Smile Again kalau tidak terjadi sesuatu yang
benar-benar membuatnya sakit. Sekarang dia makin berubah… kalian tau? Dia jadi
pendiam, tidak jahil dan manis seperti dulu.”
Raut wajah Yifang jie berubah jadi khawatir.
“Kyu… apa semua ini salahku?” Tanya Yifang jie.
“Ng… aku tidak bisa bilang noona salah sih. Namanya juga
cinta… tapi… apapun keputusan noona, aku akan mendukung.”
Kyuhyun oppa tersenyum dan menepuk bahu Yifang jie.
“Noona pasti bisa memilih apa yang terbaik untuk noona. Aku
percaya.”
Kami sudah sampai di gerbang sekolah sekarang, dan mahasiswa
semuanya berjalan kesana-kemari dengan sibuk, ramai sekali, tidak ada yang
memperhatikan Kyuhyun oppa lagi.
Dia melambaikan tangannya dan berjalan mundur, “nah, aku
pulang dulu ya… kalian mau pulang?”
“Kau naik apa?” Tanya Yifang jie.
“MRT.”
“Mei, kau mau kemana?”
“Aku mau ke tempat Hangeng oppa sebentar jie. Aku ada janji
dengannya, sambil mengunjungi Pipi,” jawabku.
“Kalau begitu hati-hati, mei, jie pulang dulu. Mungkin jie akan
pulang dini hari untuk malam ini, mei jangan pulang malam ya. Sampai ketemu.”
Aku melambaikan tangan pada Yifang jie dan Kyuhyun oppa yang
berjalan bersama. Kasihan juga Yifang jie. Aku tidak tau kalau menyukai dua
orang yang begitu dekat ternyata bisa berakibat seperti ini. Apalagi tampaknya
hati Yifang jie belum menetap pada Yesung oppa. Dia mencintai Yesung oppa, aku
tau itu, tapi ada bagian dari hatinya yang dia tak bisa berikan pada Yesung
oppa. Dulu juga, Yifang jie akan dengan tegas menjawab, kalau dia disuruh
memilih antara Yesung oppa atau Ryeowook oppa, dia akan memilih Ryeowook oppa.
Tapi sekarang… ahh sudahlah, aku juga bingung ini. Aku tak ingin berakhir
seperti Yifang jie, aku harus bersikap tegas.
“Hei, Xili,” sapa Aqian yang baru saja mengantarkan tamu
sebelum aku datang ke tempat duduk mereka.
“Hai, Aqian. Hangeng oppa ada?” tanyaku.
“Ada. Dia menunggumu di atas lho. Katanya sih langsung saja
ke atas.”
Aku menuju pintu yang mengarah ke rumah Hangeng oppa di
lantai atas, yang sebelum ini belum pernah aku kunjungi.
“Xili ya?” aku mendengar suara Hangeng oppa dari atas.
“Ne, oppa,” jawabku setengah berteriak.
Aku akhirnya sampai di lantai dua dan mengagumi ruang tamunya
yang sederhana namun berkesan artistic. Hangeng oppa yang tampan mengenakan
pakaian kemeja biasa tapi melapisinya dengan celemek berwarna putih. Aku tetap
menganggapnya koki paling tampan di dunia ini. Dia menyambutku dengan senyumnya
yang sangat kusuka.
“Oppa tidak keberatan kan mengajariku memasak?”
“Tentu tidak.”
Ya, inilah tujuanku hari ini datang kesini, yaitu untuk minta
diajari memasak kilat. Tidak banyak menu sih, hanya 5 macam menu, salah satu di
antaranya adalah kue tart. Dia memberikan celemek berwarna hijau padaku
sementara aku meletakkan tasku di sofanya.
“Oppa tidak mau tau kenapa aku tiba-tiba minta diajari
memasak?”
“Yifang mau ultah?”
“Bukan sih,” jawabku.
“Kalau begitu… aku tidak tau. Lagipula kalau memang kau mau
memberitauku, kau pasti melakukannya. Kalau tidak, aku juga tidak perlu tau.
Aku tidak perlu alasan khusus darimu sebagai syarat aku mengajarimu koq.”
“Oppa… gomawo.”
Hangeng oppa memang sangat baik. Sebenarnya aku belajar masak
ini untuk menyambut White Day seminggu lagi. Aku tiba-tiba saja mendapat ide
untuk memasak (sebenarnya aku takut agak sedikit terlambat) ketika Donghae oppa
berkata akan mengajakku pergi pada hari White Day, memberikan hadiah balasan
dari Valentine’s Day kemarin. Kalau aku bisa memasak menu seafood kesukaannya,
dia pasti akan lebih senang.
“Jangan Xili… minyak tidak akan mencipratimu kalau kau
memperlakukannya dengan lembut. Jadi kalau kau menggoreng ikan seperti ini, kau
harus meletakkannya dengan perlahan. Sini, kutunjukkan caranya.”
Aku malah termenung memandangi Hangeng oppa yang sangat
terampil memasak. Jujur saja, bukannya aku tidak memikirkannya sama sekali,
tapi seperti yang seharusnya kulakukan (agar tidak terlibat hal-hal yang lebih
gawat seperti Yifang jie), aku harus tegas pada pilihanku. Aku mencintai
Donghae oppa, jauh sebelum aku mengenal dia secara langsung, jauh sebelum aku
bertemu Hangeng oppa. Hangeng oppa memang baik padaku, apalagi dia pernah
hampir mengorbankan nyawanya untukku… tapi apa itu artinya aku harus jatuh
cinta padanya? Apakah aku semudah itu jatuh cinta pada setiap pria yang
bersikap baik padaku? Itu artinya bisa saja aku jatuh cinta pada Ryeowook oppa
atau Leeteuk oppa? Tidak boleh… aku harus tau, aku menganggap Hangeng oppa
adalah oppa-ku, dan itu sudah cukup.
“Katanya mau belajar memasak, tapi kau malah termenung
begitu, Xili,” tegur Hangeng oppa dengan suaranya yang lembut.
“Aaaaaah, mianhae, oppa. Tapi apa oppa yakin, dalam seminggu
aku bisa memasak semuanya ini?”
“Yakin, asal Xili juga yakin dan rajin.”
Melihat senyumnya, aku juga yakin… aku bisa melakukannya. Aku
akan bisa melihat senyum Donghae oppa ketika memakan masakanku. Itu akan jadi
kebahagiaan yang tidak akan pernah aku lupakan.
“Sebenarnya aku mau Tanya… waktu itu kau lama sekali tidak
kesini. Mungkin sekitar dua minggu. Apa kau sibuk?”
Jantungku berdebar keras, “ng… ya, aku agak sibuk, tapi aku
juga sakit waktu itu, oppa.”
“Sakit? Kau sakit apa, Xili?”
“Kata Leeteuk oppa sih sejenis sakit karena perubahan musim.
Tapi sekarang aku sudah sembuh koq, oppa jangan khawatir,” jawabku, mendengar
nada khawatir dalam suaranya.
“Baguslah kalau begitu. Jangan sampai sakit lagi, ya. Jadi
kau belajar ini juga jangan terlalu memaksakan dirimu…”
Aku mengangguk dan tersenyum padanya. Oppa, mianhae… aku
sudah membohongimu.
Aku terbangun di pagi hari tanggal 14 Maret, hari itu adalah
hari Jumat. Beruntungnya aku, hari ini jadwal kuliahku kosong sama sekali, jadi
dari pagi aku bisa mempersiapkan apa-apa saja yang diperlukan untuk memasak
nanti sore. Aku tidak sabar lagi ingin segera memasak. Aku duduk di ranjangku
dan melihat kandang kecil berisi anjing mainan yang diberikan Hangeng oppa,
kuletakkan di depan jendela kamarku. Aku menghampirinya, dan dia (karena sensor
gerakan) mulai menggoyangkan ekor dan menyalak riang. Dia seperti Pipi dalam
versi mini, dan Hangeng oppa memberikannya padaku sebagai hadiah Valentine. Dia
tau apartemen kami tidak boleh memelihara anjing, jadi dia ingin aku melihat
mainan ini seperti aku melihat Pipi, untuk antisipasi kalau-kalau aku kangen
pada Pipi dan tidak bisa mengunjunginya. Semua itu dituangkannya dalam tulisan
hanzi di dalam kartu ucapan selamat Valentine. Aku agak kaget menerima
bungkusan itu dari Aqian pada malam Valentine. Hangeng oppa… gomawo. Ahh, ayo
semangat! Tiba-tiba aku tau lebih baik aku memberikan icip-icip pada
orang-orang di apartemen dulu sebelum memasak untuk Donghae oppa nanti sore.
Kalau ada yang tidak beres kan mereka bisa mengkritikku duluan. Tapi Hangeng
oppa bilang masakanku sudah mendapat nilai 60-70 koq, dan menurutnya itu sudah
sangat baik untuk pemula. Untuk kue tart dan kreasiku, dia malah memberi nilai
80, lebih tinggi dari yang lainnya. Aku akan lebih semangat.
“Xili, tolong bukakan pintu, aku dan Aqian di toilet!” teriak
Manshi dari dalam toilet.
Aku mendengar bunyi bel pintu lagi, lalu tergesa-gesa
membukakan pintunya. Rupa-rupanya aku melihat wajah Leeteuk oppa.
“Pagi, Xili. Ada siapa saja selain kau?” sapa Leeteuk oppa
sambil memamerkan kedua lesung pipinya yang persis sama seperti milik Yifang
jie.
“Pagi oppa,” sapaku, “ada Manshi dan Aqian, mereka di toilet.
Kalau Yifang onnie dan Yesung oppa aku tidak tau, oppa coba ketuk saja pintu
kamar mereka.”
“Oke, aku kesana.”
“Tak ada yang sakit kan, oppa?”
“Kenapa kalau melihatku kau jadi bertanya apa ada yang sakit,
Xili? Kan tidak selalu ketika ada yang sakit aku baru kesini.”
Aku tertawa ketika Leeteuk oppa menepuk kepalaku. Tapi dari
sepuluh kali kedatangan Leeteuk oppa ke apartemen kami, bisa dipastikan
setengahnya adalah mengecek kesehatan kami. Tapi kali ini sepertinya kami semua
sehat. Leeteuk oppa mengetuk pintu kamar Yifang jie.
“Siapa? Masuk,” kata Yifang jie seperti biasa kalau ada yang
mengetuk pintu kamarnya.
Leeteuk oppa membuka pintu kamarnya dan aku bisa melihat
Yifang jie dan Yesung oppa mengerumuni laptop Yesung oppa.
“Baguslah kalian berdua ada. Aku mau bicara pada kalian.”
Aku tidak bisa mengikuti perkembangan pembicaraan mereka
karena Leeteuk oppa menutup pintu kamar itu. Aku akhirnya pergi ke dapur dan
mulai mengecek keadaan lemari es dan lemari penyimpanan makanan kami dan
mencocokkannya dengan catatan kecil yang sejak tadi kugenggam. Ikan, udang,
cumi-cumi (yang ini pasti ada, kesukaannya Yifang jie), bumbu-bumbu, bahan kue…
semuanya secara ajaib ada. Mau tak mau aku teringat pada Ryeowook oppa dan
merasa sedikit kehilangan dia yang dulunya sehari bisa datang dua kali kesini.
Semuanya ini, pasti sudah pernah disiapkannya sebagai bahan masakannya. Oppa,
jangan khawatir, semua ini tidak akan sia-sia karena aku akan memasaknya.
“Hah? Tidak salah ini? Xili, KAU MEMASAK?” Tanya Manshi
heboh, rambutnya basah karena baru habis mandi.
Aqian juga keluar dari toilet, berkacak pinggang di sebelah
Manshi memandangiku.
“Hmm… sekarang aku tau kenapa kau sering bertemu Hangeng oppa
belakangan ini. Kau minta dia mengajarimu memasak, benar?” tebak Aqian tepat
sasaran.
“Hehehe… iya. Tapi aku hanya minta dia ajarkan memasak empat
menu dan satu kue tart koq,” jawabku.
“Bagus juga kalau di apartemen ini bukan Cuma aku sendirian
yang memasak.”
“Kau mau masakkan itu untuk kami kan, Xili? Aku sudah lapar,”
keluh Manshi.
“Untuk kalian semua icip-icip,” koreksiku.
“Tunggu… kalau icip-icip berarti sedikit dong? Dasar Xili
pelit…”
“Ya iyalah Manshi, ini kan White Day. Aku tau koq dia mau
memasakkannya untuk seseorang yang special,” tebak Aqian, tepat lagi.
“Hahaha… lain kali aku akan masak lebih banyak lagi deh,”
ucapku sambil tertawa.
Lalu pandanganku terarah pada Yesung oppa yang baru masuk
dapur, “kalian jangan goda Xili terus dong, nanti masakannya gosong kita
terpaksa makan juga kan…”
“Lebih mendingan daripada masakannya oppa yang sepenuhnya
hitam,” tusuk Aqian.
Yesung oppa menyipitkan matanya, sementara kami semua
tertawa.
“Nah, Manshi, Meifen, Yifang mencari kalian. Ke kamarnya
gih.”
Akhirnya mereka semua menghilang. Ada konferensi pers apa sih
mereka di kamar Yifang jie? Dan akhirnya ketika masakanku selesai, semuanya
(kecuali Aqian yang vegetarian, posisinya digantikan Leeteuk oppa) mencicipi
masakanku. Manshi yang notabene adalah pakar dalam urusan cicip-mencicip
makanan berkata bahwa udang asam-manisku paling enak rasanya, sedangkan untuk
cumi-cuminya, dia ingin aku memotongnya dengan lebih rapi dan kecil, karena
kalau tidak orang yang memakannya bisa tersedak katanya (tapi Yifang jie
kelihatannya suka yang besar-besar). Akhirnya juga semuanya mulai menghilang
satu persatu dari apartemen, menjalani kesibukan mereka masing-masing, dan
hanya aku yang tersisa untuk menjaga apartemen. Tak apalah. Aku menonton drama
berseri di tivi, sesekali membalas SMS dari Donghae oppa (dia sedang rekaman
hari ini) dan pada jam 3 sore aku mulai membuat kue. Aku membuat kue dan
memasak dengan hati yang riang, karena jam 8 malam nanti Donghae oppa akan
menjemputku. Aku jadi penasaran… kemana dia akan membawaku? Apa ke tempat yang
romantic? Apakah… aku akan mendengar kata-kata yang selama ini selalu ingin
kudengar darinya? Jujur saja, aku senang sekali ketika aku sakit, Ryeowook oppa
mengajak Donghae oppa untuk menemaninya menjagaku. Aku agak heran sih kenapa
Yifang jie meminta tolong pada Ryeowook oppa, tapi aku mensyukuri hasil
akhirnya. Aku masih ingat ketika terbangun pagi itu, melihat wajah Donghae oppa
yang tenang tertidur di tepian ranjangku, aku begitu bahagia. Yang kuinginkan
adalah melihat wajah itu… setiap kali ketika aku terbangun… Xili, apa sih yang
kau pikirkan? Kau sudah berharap terlalu jauh… kalau sampai semua itu tidak
terjadi, kau akan kecewa… ahh, lebih baik aku berkonsentrasi untuk memasak
saja… semakin menuju jam delapan malam aku semakin tegang… aku akan diajaknya
kemana? Dan jam delapan tiba… belum ada tanda Donghae oppa datang… jam delapan
lewat sepuluh menit… jam delapan lewat
empat puluh menit… tak biasanya Donghae oppa terlambat…
Xili, mian, rekaman ternyata melewati batas waktu, kita tak
bisa ketemu hari ini, kita ganti ke hari Minggu saja yah?
Dan aku membaca SMS dari Donghae oppa itu berulang-ulang. Apa
katanya? Membatalkan rencana kami? Tapi… tapi… semua yang sudah kumasak…
harapanku… kenapa dia membuatku kecewa? Dan aku nyaris menjatuhkan ponselku
ketika pintu tiba-tiba menjeblak terbuka. Ada Manshi dan Yifang jie, pulang
bersamaan.
“Lha, kau tak pergi, Xili?” Tanya Manshi, “katanya kau ada
janji dengan seseorang?”
“Ani… aku… sepertinya tak jadi pergi…” jawabku, kecewa.
“Aish~ kalau begitu jie makan saja makanan tadi,” putus
Yifang jie, pasang wajah kelaparan.
“Jangan…”
“Waeyo?”
Aku tak bisa menjawab Yifang jie, tapi barusan aku
mengirimkan SMS pada Hangeng oppa. Aku pikir lebih baik memberikan semua itu
untuk Hangeng oppa, aku akan kesana saja.
“Sebenarnya kau mau keluar dengan siapa, Xili? Koq tiba-tiba
batal begitu?” Tanya Manshi lagi.
“Ng… aku baru saja buat janji dengan Hangeng oppa. Aku akan
ke tempatnya sekarang,” jawabku, berdiri dari sofa.
“Andwae…” seru Yifang jie.
“Mwo, jie?”
Yifang jie terlihat bingung, bertukar pandangan dengan
Manshi, dan mereka menggelengkan kepala mereka.
“Maksud jie, ayo kita keluar sekarang, jalan bareng jie,
Manshi, Aqian dan Suxuan. Mereka menunggu kita di satu tempat. Kita rayakan
White Day bersama.”
“Tapi… aku sudah janji pada Hangeng oppa…”
“Nanti saja kita datangi dia untuk membatalkan janji, tapi
sekarang kita pergi dulu. Itu makanan bawa saja, nanti kita makan bersama,”
kata Manshi agak terburu-buru.
Aku masih setengah sadar dan tidak tau apa yang harus
kulakukan. Manshi ke dapur dan mengambil makanan-makanan yang sudah kumasak,
sementara Yifang jie mengantongi ponselku dan menarikku keluar. Akhirnya kami
menyetop salah satu taxi yang melintas, dan aku duduk di pojokan sementara
Yifang jie dan Manshi menempel di sampingku.
“Kita mau kemana sebenarnya?”
“Ke tempat Aqian dan Suxuan menunggu kita,” jawab Yifang jie
singkat.
“Tapi sebenarnya siapa sih yang kau tunggu, Xili? Katamu tadi
kau baru saja buat janji dengan Hangeng oppa, berarti sebelum ini ada orang
lain, kan?” Tanya Manshi penasaran.
“Donghae oppa,” jawabku.
Aku sendiri mendengar nada kecewa dalam suaraku. Aku
memandangi kotak makanan yang kini dipegang Manshi, yang untungnya tidak di
pangkuanku, jika iya, aku akan membuangnya begitu saja keluar. Usahaku sia-sia.
Aku tau jadwal rekaman kadang tidak selesai dengan tepat, tapi kenapa harus
hari ini? Kenapa dia tidak berusaha atau izin atau apalah untuk memenuhi
janjinya padaku? Bagaimana kalau suatu hari karena kesibukannya, aku
ditelantarkan?
“Ehm… mei, Yesungie oppa juga belum pulang koq. Jangan
salahkan Hae yah, mungkin rekamannya hari ini agak ribet,” ucap Yifang jie
membela Donghae oppa.
“Aku sudah terlanjur kecewa padanya.”
“Mana boleh begitu. Kalau memang kita mau berhubungan dengan
artis, kita harus mengerti jadwal mereka dan harus rela janji kita dibatalkan.
Kalau dengan begini saja mei tidak bisa memaafkan Hae, berarti mei tak bisa
menjalani hubungan dengan artis.”
Aku terdiam dan merenungi kata-kata Yifang jie. Benar… aku
harus jadi dewasa seperti Yifang jie kalau memang aku mau berhubungan dengan
Donghae oppa. Tak jarang juga aku melihat janji kencan Yifang jie dan Yesung
oppa dibatalkan begitu saja, padahal mereka sudah pacaran. Sedangkan aku… aku
dan Donghae oppa ada hubungan apa? Tapi… ini White Day. Ini hari yang special
untukku, dan aku sudah mempersiapkan segalanya… dan dia membatalkannya begitu
saja. Aku ingin ke tempat Hangeng oppa…
“Nah, sudah sampai,” ujar Manshi ceria.
Kami turun dari taxi dan aku memandangi tempat yang asing
ini. Kelihatannya pinggiran pantai, ada banyak resto yang berjajar di sepanjang
garis pantai.
“Sa… kit… pe… rut…”
“Mworago?” tanyaku pada Yifang jie.
“Aku… sakit… perut… tiba-tiba… aigo, Manshi, temani aku ke
toilet dong.”
“Aigo, kau ini, Yifang. Aqian dan Suxuan bisa marah nih
menunggu kita,” sergah Manshi resah.
“Begini saja… aku akan temui Aqian dan Suxuan dulu, nanti
kalian menyusul saja,” kataku menengahi.
“Ah, usul yang bagus… Manshi, kasih saja makanan itu ke Xili,
cepat… aku sudah kebelet ini,” ucap Yifang jie setengah memaksa.
Manshi menyerahkan kotak makanan yang dibungkus jadi satu
itu, “mereka menunggu di meja kecil di ujung sana. Kau jalan saja lurus, nanti
kau bisa melihat mereka. Bukan di dalam resto, tapi di luar. Agak jauh, oke?”
Aku mengangguk, dan Yifang jie seketika langsung menarik
Manshi menghilang. Dasar si Yifang jie, ada-ada saja kerjaannya. Aku jadi
memikirkan Hangeng oppa. Aku benar-benar ingin menghabiskan malam ini bersamanya
saja, setidaknya daripada masakanku sia-sia, kan aku bisa berikan padanya, juga
sebagai ungkapan terima kasih. Andaikan malam ini yang membuat janji denganku
adalah dia, dia pasti tak akan membatalkannya, sesibuk apapun dia. Hangeng oppa
bukan Donghae oppa. Tapi sekarang aku sudah terlanjur disini, aku belum
membatalkan janjiku… eh? Mana ponselku? Ah, sial, tadi kan ponselku dikantongi
Yifang jie. Sebenarnya aneh sekali mereka koq mengajakku keluar tiba-tiba…
memangnya Suxuan tidak ber-White Day-ria dengan Leeteuk oppa-kah? Aigo… jauh
sekali jalannya, deretan resto sudah tak Nampak. Mau kemana aku sebenarnya?
Meja… meja kecil? Ah, itu di ujung sana aku lihat ada meja… tapi koq Cuma
Nampak ada satu orang? Dia… dia…? Bukan Aqian, bukan Suxuan?
“Xili… lama sekali…” kata Donghae oppa, mengerutkan dahinya.
“Do… Donghae oppa? Kenapa ada disini? Bukannya oppa masih
rekaman?” tanyaku bingung.
Donghae oppa mendekatiku dan menarikku duduk di salah satu
kursi, lalu dia duduk di seberangku. Di atas meja itu ada kue cokelat yang
besar sekali, lalu ada piring dan sampanye, juga gelas. Ada apa ini sebenarnya?
“Masih tidak bisa menebak kalau semua ini hanya taktikku?
Sejak pagi aku sudah berencana mengerjaimu, makanya kuutus Leeteuk hyung ke
tempatmu dan mengajak Yifang dan yang lainnya kerjasama. Mereka sengaja
meninggalkanmu resah seorang diri.”
“Dan oppa juga sengaja membohongiku!”
“Jangan marah, Xili, aku kan hanya bercanda. Aku mau lihat
apakah… apakah kau punya cukup kesabaran untuk menungguku.”
Dalam hati, aku merasa resah. Sebenarnya aku tak cukup sabar,
kan? Buktinya tadinya aku sudah mengirimkan SMS pada Hangeng oppa.
“Tapi terbukti sekarang Xili begitu sabar. Terima kasih untuk
mengerti aku…” katanya sambil tersenyum, “bungkusan apa yang kau bawa itu?”
Aku baru tersadar membawa kotak-kotak yang berat ini. Aku
meletakkannya dan menatanya di meja. Mata Donghae oppa membulat melihat isi
kotak makanan itu.
“Ini… siapa yang masak?”
“Tentu saja aku. Aku meminta Hangeng oppa mengajariku
memasak, semuanya untuk oppa. Ayo, cicipi.”
Aku mengambil sumpitku dan menyuapi Donghae oppa salah satu
cumi-cumi. Dia mengunyahnya dan tersenyum.
“Xili, cuminya enak. Kau hebat…”
“Mana… aku tak sehebat Ryeowook oppa atau Hangeng oppa.
Lagipula aku hanya bisa memasak yang ini-ini saja karena waktunya tidak sempat
untukku belajar yang lain.”
Aku masih memilah-milah makanan ketika tangan Donghae oppa
yang hangat menyentuh tanganku. Aku kaget lalu membalas tatapannya.
“Oppa…?” tanyaku heran.
Dia masih menggenggam tanganku erat, “bisakah aku meminta…
mulai sekarang… jangan lagi dekat dengan Hangeng hyung? Xili? Bisakah?”
Jantungku berdetak kencang, gugup oleh tatapannya. Mungkin
karena aku tak kunjung menjawab, dia berdiri dan menarikku lebih mendekati
pesisir pantai, tapi masih menjaga posisiku untuk menghadapnya.
“Karena aku cemburu kalau kau dekat dengan namja lain selain
aku. Aku jujur padamu, aku gampang cemburu, sekalipun itu pada sahabat dekatku.
Karena aku ingin memilikimu sepenuhnya, Xili, jangan dekati dia lagi.”
Aku mendongak menatap wajahnya. Wajahnya dari berkerut kini
tersenyum tipis. Kulihat dia mengeluarkan sebatang mawar merah dari belakang
tubuhnya. Aku baru tau ternyata tangan kirinya entah sejak kapan terus
disembunyikan di belakang tubuhnya. Mawar itu diberikannya padaku.
“Xili, neol saranghae…”
Aku masih terlalu shock untuk mencerna ucapannya, aku terbius
senyumnya. Dia menarikku mendekat dan mengecup pipiku. Aku bahkan tak tau harus
melakukan apa ketika dia mendekapku. Aku hanya merasakan kehangatan yang luar
biasa menjalari seluruh tubuhku. Lee Donghae yang aku idolakan, kini menjadi
pacarku?
“Kenapa… kenapa oppa mencintaiku?” tanyaku bingung.
“Karena Xili adalah tipe yeoja yang aku cari selama ini.
Karena melihat Xili yang sakit aku khawatir. Karena melihat Xili yang dekat
dengan orang lain aku cemburu. Karena dekat dengan Xili aku merasa nyaman.
Karena melihat Xili tersenyum barulah aku bisa tersenyum. Karena aku bangun
tiap pagi adalah ingin bertemu Xili.”
Aku merasa tubuhku bergetar, mungkin aku merasa terlalu
bahagia. Aku tak butuh yang lain lagi… hanya ada Donghae oppa, aku pasti
bahagia.
AUTHOR’S SPECIAL POV
Yifang dan Manshi memasuki sebuah resto kecil setelah
memastikan Xili sampai di tujuan, dimana Donghae menunggunya. Di meja besar di
dalam resto itu, sudah duduk Meifen, Siwon, Leeteuk, Suxuan, Shindong dan
Yesung. Semuanya menoleh ketika kedua gadis itu duduk bersama mereka kembali.
“Beres?” Tanya Suxuan yang penasaran.
“Beres!” seru Manshi dan Yifang kompak.
“Pasti sekarang Hae sudah mengatakannya… wuah, senangnya
hidup di dunia yang penuh cinta,” ucap Yesung senang.
“Tapi ada sedikit masalah,” keluh Yifang, “kami terlambat
menemui Xili. Dia sudah menghubungi Hangeng oppa, aku jadi khawatir.”
“Mwo? Bagaimana Xili bisa langsung menghubungi Geng begitu
cepat? Hmm…” ucap Leeteuk, membiarkan kata-katanya menggantung.
“Aku khawatir Geng oppa jadi menunggu Xili atau apalah.
Salahku juga tadi terlambat pulang.”
“Loh? Berhenti menyalahkan dirimu, Yifang,” hardik Shindong.
“Begini saja, ayo kita temui Geng. Menjelaskan yang
sebenarnya padanya,” ajak Yesung.
“Ani, itu tidak terlalu kejam, oppa?” Tanya Meifen, matanya
memancarkan sorot ketakutan.
“Bukan sampai mendetail sih, tapi bilang saja Xili menemui
Hae, itu karena mereka sebelumnya memang sudah janji, dan kita mengerjai Xili,
begitu.”
“Boleh juga sih, daripada Hangeng oppa terus menunggu begitu.
Aku jadi… agak kasihan padanya,” ujar Suxuan.
“Baiklah, kami pergi. Hyung, pinjam mobilnya. Yuk, Yifang,”
ajak Yesung sekali lagi.
Sepasang sejoli itu pamitan pada teman-teman mereka, lalu
keluar resto, menghampiri Ford putih Leeteuk yang diparkir. Yesung langsung
saja mengendarai mobil itu menuju resto Hangeng yang cukup jauh.
“Oppa… kupikir… Xili masih belum sepenuhnya jatuh cinta pada
Hae,” ucap Yifang.
“Aku juga khawatir begitu, Yifang. Kalau memang orang pertama
yang dihubungi Xili itu Geng, bisa berarti dia masih menganggap Geng orang yang
special untuknya.”
“Kasihan Geng oppa…”
“Kau tak kasihan pada Hae?”
“Bukannya begitu sih, tapi… haish… jangan Tanya aku lagi deh
oppa.”
Yesung tertawa melihat Yifang yang menggeleng-gelengkan
kepalanya, lalu menepuk kepalanya perlahan.
“Bagaimana kalau suatu hari kau memilih orang lain, bukan
memilihku?”
Yifang memandang Yesung dengan gugup.
“Mak… maksud oppa?” Tanya Yifang, jantungnya berdegup
kencang.
Yesung mencondongkan tubuhnya ke arah Yifang ketika lampu
merah menghentikan laju mobil mereka. Yifang masih memandang Yesung dengan
ketakutan.
“Masih mencintaiku?”
“A… apa-apaan sih oppa? Tentu saja aku mencintai oppa!”
Yesung makin mendekatkan wajahnya ke wajah Yifang, dan Yifang
memejamkan matanya. Bunyi klakson membuat Yifang terlonjak dari kursinya,
sementara Yesung tersenyum. Dia mengecup dahi Yifang, lalu kembali
berkonsentrasi mengendarai mobil. Yifang bernafas terengah-engah seolah baru
habis berlarian. Mendengar Yesung tertawa, Yifang memukul lengannya.
“Oppa mau mengerjaiku ya? Dasar…”
“Hati-hati jangan memukulku, nanti kita harus ganti rugi
mobilnya Leeteuk hyung. Eh… ini dia kita sudah sampai di resto Geng.”
Mereka turun di depan resto Hangeng, yang seperti biasa
ramai, meski jam sudah jam 10 malam. Keduanya turun dan langsung masuk ke
dalam, mencari sosok si pemilik resto. Di dapur, mereka tak menjumpai Hangeng.
“Hangeng oppa ada?” Tanya Yifang pada seorang pelayan yang
menjadi kasir.
“Dia di rumahnya,” jawabnya, kedengaran bingung melihat sosok
Yifang dan Yesung.
Yifang langsung mengikuti Yesung naik ke lantai atas, ke
rumah Hangeng. Hangeng terlihat duduk di meja makannya di dapur, meja itu penuh
dengan makanan, tapi wajah Hangeng hanya termenung. Yifang menyenggol Yesung.
“Geng…” panggil Yesung.
Hangeng terlonjak di tempatnya duduk. Dia memandang Yifang
dan Yesung, kebingungan.
“Kenapa kalian kesini?” tanyanya.
“Itu… kami… menyampaikan pesan dari Xili. Dia… tak akan
kesini,” jawab Yifang, suaranya tak lebih keras dari cicitan.
“Mwo? Dia menitipkan pesan? Dia kemana?”
Yesung mendekati Hangeng lalu meletakkan tangannya di kedua
bahu Hangeng.
“Geng, mianhae. Sebenarnya sejak awal Xili sudah janjian sama
Hae untuk melewatkan White Day, Cuma kurasa dia panic ketika kami mengerjai
dia. Hae sengaja membatalkan janji dengannya, dengan taktik Yifang dan Manshi
mengajaknya keluar, tapi mereka sebenarnya membawanya ke tempat Hae menunggu.
Sejenis kejutan, begitu,” jelas Yesung.
“Jadi, dia sekarang…”
“Bersama Hae. Jangan menunggunya lagi.”
Dan baik Yesung juga Yifang, merasakan kekecewaan yang
melanda hati Hangeng. Yifang bahkan sudah menangis, mungkin mewakili hati
Hangeng yang sakit. Yifang tau, semua masakan di meja itu, mungkin sengaja Hangeng
siapkan, karena dia kira Xili akan datang. Kini Yifang baru tau, Hangeng juga
jatuh cinta pada Xili. Dan sekarang nasib Hangeng… sama seperti Ryeowook… dan
Yifang tak mau lagi memikirkan itu. Sakit hati itu… tak akan tergantikan oleh
apapun…
到了明天 你就离开我身边
When it’s tomorrow, you will leave my side
到了明天 独自向流星许愿
When it’s tomorrow, I will wish upon a shooting star alone
像一场电影的完结篇
Just like the ending of a movie
我们的结局 应验泪水的预言
Our ending fulfilled the prediction of tears
When it’s tomorrow, you will leave my side
到了明天 独自向流星许愿
When it’s tomorrow, I will wish upon a shooting star alone
像一场电影的完结篇
Just like the ending of a movie
我们的结局 应验泪水的预言
Our ending fulfilled the prediction of tears
碎了一地的诺言
Broken promises all over the ground
Broken promises all over the ground
拼凑不回的昨天
The yesterday that cannot be pieced together again
可我仍期待奇迹会出现
But I still look forward to the appearance of a miracle
而你身影 越来越远
The yesterday that cannot be pieced together again
可我仍期待奇迹会出现
But I still look forward to the appearance of a miracle
而你身影 越来越远
Your shadow is drifting further
and further away
Hangeng tersenyum dalam kepedihan hatinya. Dia berharap… Xili
bisa bahagia… walau dia ingin dialah yang memberi Xili kebahagiaan itu.
Xili minta diajarin masak sama Hangeng oppa yah?
ReplyDeleteWat Donghae?
Wahh....tnyata emank bener wat Donghae...
Wat white day..
Ini orang2 pada aneh, kek menghindari Xili gitu...
Jangan2 ada sesuatu nih...
Yah...Donghae membatalkan janji?
Xili sama Hangengkah?
Tnyata emank bener cuma ide mreka aja, hahah
Aigooo...Donghae so sweet bener...
Duh, Hangeng kasian bangetttt T.T