Welcome Here ^0^v

You can read; and then please kindly leave comment(s) so I could improve;
But don't try to STEAL a part or whole part of all post WITHOUT a proper CREDIT; you'll know the risk if you still do it;
Intro: I'm a hyper Cloudsomnia, Jung Heechul IS MINE, OFFICIAL WIFE OF KIM JONGWOON, GO is the OWNER OF MY HEART, definitely a Lively E.L.F and also a multi-fandom: ELF, ZE:A's, Triple S, A+, VIP; I'm a unique, weird and super delusional girl;
Just add my Facebook account: maymugungponks; and follow my Twitter: (hidden for some reason);
But be careful~~ I'm not as easy as you think I might be~

Tuesday, 8 May 2012

No Other The Story chapter 34


No Other The Story
Chapter 34

YESUNG’S DIARY
CHAPTER 34
SHINING STAR
SUB-DIARY: HANGENG’S

                Untuk sebagian orang, mungkin dunia ini terasa mengerikan, tapi untukku, dunia ini terasa indah. Bagaimana tidak? Hari-hariku yang dihiasi senyum Yifang adalah hari terindah dalam hidupku. Aku senang mendengar suara manjanya ketika dia memohon sesuatu, aku juga senang kalau dia sekarang sudah berani bergelantungan padaku. Ya, bergelantungan. Mungkin itu karena berat badannya yang berkurang dan badannya yang kecil itu. Aku semakin hari semakin mencintainya, aku tak ingin melepasnya. Dan hubungan kami sudah diketahui banyak orang meski kami belum membuat pernyataan resmi. Tak apalah, kami menikmatinya koq. Dan aku masih ragu apakah aku harus pulang ke apartemenku. Berada di kamar pasti sudah tak nyaman lagi, mengingat aku dan Wookie… ahh… aku kehilangan Wookie, sebenarnya.

                “Oppa, yuhuuuuuu~”

                Aku baru sadar Yifang mengibas-ngibaskan tangannya di depan wajahku. Kenapa aku jadi termenung begini?

                “Aigo, oppa… nanti ada yang masuk ke tubuh oppa kalau termenung begitu terus,” hardik Yifang sambil nyengir.
                “Dasar kau…” balasku, menepuk kepalanya perlahan.

                Aku menggandengnya menuju bus stop terdekat. Seperti biasa ketika aku tak ada jadwal, aku akan menjemputnya pulang dari bar.

                “Kapan kau mau berhenti kerja disini?”
                “Kalau aku dapat tawaran acting yang lebih menggiurkan?”

                Aku geleng-geleng kepala.

                “Aku benar-benar berharap kau dilirik proyek serial yang lain selain yang ini. Untungnya rating drama yang ini lumayan, tembus 10%. Kurasa kau ada kesempatan diperhatikan lebih.”

                Aku membalas senyum Yifang. Ya, kekasihku ini punya bakat acting di atas rata-rata. Suatu hari, dia akan jadi artis terkenal. Kami menoleh ketika ada yang berhenti di depan tempat kami duduk. Kukira bus kami sudah datang, tapi yang ada malahan sebuah mobil putih yang sangat kami kenal. Ford-nya Leeteuk hyung. Aku termangu ketika kedua pintu mobil itu terbuka. Leeteuk hyung menghampiri kami, tapi di belakangnya, omma-ku mengikutinya. MWORAGO?

                “O… omma?” tanyaku kaget, sudah sebulan lebih tak menjumpainya.

                Ommaku yang keren, sekarang memakai kacamata hitam, melepaskan kacamatanya. Dia tersenyum padaku.

                “Kau tak kangen pada omma, yah?” tanyanya, tersenyum tipis.

                Aku langsung berdiri dan memeluk erat ommaku. Dia, selain Yifang, adalah satu lagi sosok yang sangat kucintai. Tanpa dirinya, aku tak akan menjadi Yesung KRYSD sekarang. Aku kangen padanya.

                “Ahh… sekarang omma tau kenapa kau tak pulang ke rumah ketika ada waktu luang. Diakah alasannya?”

                Aku dan Yifang kaget pada waktu yang bersamaan. Dia langsung berdiri dan membungkuk sedalam-dalamnya di hadapan ommaku.

                “Ah… ahjumma… annyeonghashimnikka…” ucap Yifang tergagap.

                Pandangan ommaku beralih ke pakaian Yifang. Gawat… pakaian bar kan…

                “Seksi sekali kau.”

                Wajah Yifang sekarang pucat pasi. Leeteuk hyung menyenggol lenganku pelan.

                “Omma… yuk pulang. Mau tidur denganku kan?” tanyaku manja.
                “Lihat dulu kamarmu seperti apa. Omma sudah tau kau tidak sekamar dengan Wookie lagi.”

                Aku melirik Leeteuk hyung, dan si hyung angkat bahu. Gawat ini.

                “Pulang.”

                Si omma berjalan ke mobil lagi, Leeteuk hyung menyusul secepatnya. Aku menggenggam tangan Yifang, dan melalui lirikan mataku, kuingin dia tenang. Tapi wajahnya hanya makin pucat. Sepanjang perjalanan pulang ke apartemen, tak satupun dari kami berani bicara. Biasanya omma tak akan ketat begini kan? Masa sih dia tidak menyukai Yifang? Apa karena dia belum melihat sikap Yifang yang manis? Kalau sampai omma tak setuju… itu pasti mimpi buruk.

                “Leeteuk, kau boleh pulang. Besok kau masih harus kerja kan?”

                Kami kini sudah berada di depan apartemen nomor 402, sementara Leeteuk hyung dengan tampang cemas mengikuti langkah kami. Dia bertukar pandang denganku. Aku mengangguk, mengisyaratkan dia untuk pulang saja, toh dia tak akan bisa membantu apapun.

                “Ne, omma. Aku pulang dulu. Sampai bertemu lagi besok,” pamit Leeteuk hyung.
                “Bye,” ujarku, melambai padanya.

                Aku melihatnya kembali ke lift. Sudah biasa bagi sahabat-sahabatku untuk memanggil ommaku dengan sebutan omma juga, soalnya ommaku sangat dekat dan sayang pada mereka semua. Yifang yang sempat bengong sebentar akhirnya membuka pintu juga.

                “Yifang jie, Yesung oppa, akhirnya kalian pu…” ujar Xili, kata-katanya terputus.

                Xili tengah mengarahkan remote control ke tivi mereka, dia duduk di atas karpet dengan santainya. Melihat ada orang yang tak dikenalnya (dan mungkin menakutkan baginya) menyusul di belakang kami, dia cepat-cepat berdiri, geragapan.

                “I… ini… eh… itu…”
                “Xili, ini ommaku. Omma, dia teman satu apartemen Yifang, bisa dibilang, dongsaengnya, Huang Xili.”

                Ommaku memandang Xili yang membungkuk dan mengenalkan dirinya.

                “Mana kamarmu?” Tanya ommaku, kepadaku kali ini.

                Xili bertukar pandang panic dengan Yifang, yang tak bisa Yifang jawab, karena Yifang juga ketakutan.

                “Disini, omma. Aku tidur di kamar Yifang sementara Yifang tidur bersama temannya, Manshi. Ini kamarku, yang di atas sama seperti kamar Leeteuk hyung dan Hae.”

                Aku mendahului ommaku menuju kamar Yifang. Kubuka lampu kamar itu, dan kamar yang hijau itu terang benderang. Ommaku memperhatikan kamar itu dengan seksama.

                “Hmm…” ujarnya singkat, “aku lapar.”

                Seakan ada petir menyambar diriku sekarang. Aku bertukar pandang panic kembali dengan Yifang dan Xili. Tak ada Meifen, tak ada makanan.

                “Aku akan panggil Aqian,” ujar Xili ketakutan, langsung berlari ke kamar Meifen.

                Ommaku duduk di sofa ruang tamu, sedangkan aku dan Yifang duduk di hadapannya dengan tak nyaman. Sepuluh menit kemudian sepiring nasi goreng disajikan oleh Xili, muncul bersama Meifen.

                “Annyeonghashimnikka, naneun Qian Meifen-imnida,” ucap Meifen, membungkuk dalam.

                Ommaku berdeham singkat. Tanpa aba-aba, keduanya kabur menghilang ke dalam. Bagus, sekarang hanya tersisa kami berdua.

                “Om… omma…” panggilku.
                “Kau belum mengenalkan dia secara resmi padaku,” ucap omma dengan nada dingin.

                Aku langsung menepuk dahiku. Bagaimana aku bisa begini bodoh?

                “Omma, ini Mai Yifang. Dia… pacarku.”
                “Ahjumma… naneun Mai Yifang-imnida,” kata Yifang, gagap-gagap.
                “Kau orang mana?” Tanya ommaku.
                “Foshan, China.”
                “Hmm… apa pekerjaanmu?”
                “Err… aku… kuliah jurusan acting, ng… announcer di ESoul FM… bartender… aktris…”

                Ommaku berhenti menyantap nasinya dan memandang Yifang. Jantungku berdetak kencang. Yifang malah lebih ketakutan lagi sekarang.

               “Sekarang jawab pertanyaanku. Kalau suatu hari terjadi kebakaran, mana yang akan kau tolong duluan, Ddangkoma, Ddangkoming, atau Ddangkomi?”

                Aku dan Yifang kebingungan. Pertanyaan macam apa ini? Tapi Yifang sudah mengerutkan dahinya, pertanda dia berpikir. Apakah ini semacam… pertanyaan psikologi? Omma ingin mengetes kepribadian Yifang dari jawabannya?

                “Ddangkoming dan Ddangkomi dalam satu kali lari, baru Ddangkoma.”

                Aku tak ada ide sama sekali kenapa Yifang menjawab begitu. Ommaku tersenyum tipis.

                “Apa alasanmu?” Tanya ommaku misterius.
                “Err… karena Ddangkoming dan Ddangkomi masih kecil, mereka cenderung rapuh dan pasti tidak tahan panas, dan juga mereka ringan, aku bisa membawa mereka berdua sekaligus. Kalau Ddangkoma, dengan ukurannya yang sudah sebesar itu, dia pasti lebih tahan panas, dan karena dia berat dan akan makan waktu lama kalau kubawa lari duluan, lebih baik dia kutinggal sebentar.”

                Aku berpikir keras. Tunggu, apa jawaban Yifang itu tepat seperti yang omma inginkan?

                “Kenapa kau tidak berpikir menyelamatkan dirimu sama sekali?”
                “Ada beberapa alasan. Pertama, aku tidak disebutkan dalam pilihan yang ahjumma ajukan tadi. Yang kedua, aku tidak akan biarkan Ddangko bersaudara ditinggalkan begitu saja. Ketiga, aku sayang mereka, dan sekalipun aku selamat tanpa mereka juga selamat, aku pasti akan sedih, juga Yesungie oppa, pasti akan sedih.”

                Terjadi keheningan yang lama setelah penjelasan Yifang. Hei, itu jawaban yang masuk akal, kan?

                “Pintar sekali kau, nak… kau sangat pintar, Yifang. Aku suka padamu,” kata omma tiba-tiba, tersenyum lebar.
                “Mwo?” tanyaku dan Yifang kompak.
                “Apa lagi yang membuat kalian termenung seperti itu? Sini, kalian berdua, duduk di samping omma!”

                Aku masih sempat termenung lagi selama beberapa detik sebelum menyenggol Yifang. Senyum sudah merekah di bibirnya yang merah, dan kami langsung berlarian menuju sisi kanan dan kiri ommaku. Aku menggelanyut manja di tangan kirinya, sedangkan Yifang duduk malu-malu di sisi kanan omma.

                “Ya~ omma bikin seram saja. Kenapa ketat begitu sikapnya?” tanyaku.
                “Kalau aku tidak begitu pada awalnya, darimana aku tau Yifang orangnya seperti apa? Kalau begini kan omma tau Yifang anak yang patuh pada orangtua, takut pada orangtua. Benar kan, Yifang?”
                Yifang mengangguk malu, “ng… iya… ng… ahjumma…”
                “Dan omma senang jawabanmu, nak. Itu artinya kau cerdas, penyayang dan cekatan. Tak ada wanita lain yang pantas untuk Yesungie daripada kau, nak.”
                “Ahjumma… kamsahamnida…”
                “Masih memanggilku ahjumma?”
                “Mwo?”
                “Panggil aku omma. Tunggu apalagi…”

                Aku dan Yifang terbelalak heran. Tunggu, ini tak terlalu cepatkah…?

                “O… omma…”
                “Aigo, manis sekali. Rasanya beda kalau ada anak perempuan yang memanggilku omma dibanding lima belas anak laki-laki yang memanggilku omma. Tidak ada manisnya.”

                Aku berkacak pinggang, “jadi, omma tak mau aku, tak mau Kibummie, dan tak mau hyung-hyung dan dongsaeng-dongsaeng lagi, begitu?”

                “Hahaha… bisa saja kau, Yesungie. Tentu saja omma masih mau kalian.”

                Kami tertawa bersama. Aku merasa lega ketika omma menarik Yifang ke dalam pelukannya. Kami mengobrol bersama, dan kulihat Yifang pintar sekali mengimbangi omongan ommaku. Hangul-nya meningkat drastic selama di Korea, rupanya. Dan sekitar satu jam kemudian, kulihat omma sudah lelah, jadi kami putuskan untuk tidur. Aku mengantar omma ke kamar Yifang, sementara aku izin dulu untuk menemui Yifang di kamar Manshi. Kuketuk pintu kamar Manshi.

                “Masuk…” ujar Yifang.

                Aku masuk dan melihat Yifang duduk di tepian ranjang Manshi, tersenyum padaku. Aku berlarian menghampirinya dan langsung saja merangkulnya.

                “Aku senang sekali hari ini. Untunglah, ya, Yifang, omma menyukaimu,” kataku senang.

                Senyum yang kusuka kembali tampak di bibir Yifang.

                “Hmm… aku juga suka ommanya oppa. Ommanya oppa kelihatan sangat baik. Aku… jadi rindu omma dan appaku…”

                Aku membelai rambut panjangnya dengan penuh rasa sayang.

                “Yuk, kita temui mereka.”
                “Tak bisa sekarang, oppa. Mereka masih tak tau aku di Seoul.”
                “Ara… nanti pada waktu yang tepat, kita temui mereka, oke?”

                Yifang mengangguk.

                “Mana Manshi? Sudah selarut ini masih belum pulang?”
                Yifang menjawab, “dua jam lagi, oppa. Salon benar-benar tak bisa ditutup sekarang. Antrian Manshi masih panjang. Popularitas Manshi memang tak ada tandingannya.”
                “Kau benar. Hmm… baiklah, kita tidur saja. Besok kita punya banyak waktu luang sebelum jam dua kau siaran, dan jam dua belas aku rekaman. Kita ajak omma jalan-jalan saja, nanti aku ajak Kibummie juga. Setuju?”
                “Tentu saja.”

                Aku kembali mengelus rambut kekasihku. Dia tersenyum lagi, membuat jantungku berdebar keras. Dia selalu begini, selalu manis, selalu membuatku semakin hari semakin mencintainya. Aku berharap… ahh… dia bisa melupakan Wookie sepenuhnya. Dengan kemampuannya menutupi perasaannya, bisa saja aku terkecoh apakah dia sudah atau belum melupakan Wookie. Aku harus membuatnya hanya melihat aku. Aku memandang lurus ke matanya, dan dia balas memandangku dengan gugup. Inilah yang membuatku benar-benar jatuh cinta padanya. Sampai sekarang, dia masih begitu malu jika aku menatap matanya langsung. Aku menarik kepalanya perlahan dan melingkarkan tangan kiriku di pinggangnya, lalu mengecup bibirnya, untuk pertama kalinya. Bibirnya terasa lembut, dan dia membalas ciumanku dengan sangat lembut. Akupun mengecupnya dengan lembut, perlahan, tak ingin menyakitinya. Aku merasakan tubuhnya dalam pelukanku, begitu kecil, begitu rapuh, aku ingin melindunginya. Aku merasa nyaman dan bahagia. Ahh… inikah yang namanya cinta? Kuingin bersamanya selamanya, seperti ini saja… tapi aku menghentikan kecupan kami yang rasanya sudah sangat lama ini. Aku memandangnya lagi, dan wajahnya sudah semerah tomat sekarang. Menggemaskan.

                “Yesungie oppa… omma akan menunggu lama kalau begini…” ujarnya lembut.
                “Ng… aku pulang dulu kalau begitu. Sampai ketemu besok.”

                Dia memelukku sesaat sebelum aku kembali ke kamarnya. Omma sedang mengamati Ddangko bersaudara, duduk di kursi di depan meja besar dimana kuletakkan aquarium mereka.

                “Omma…”
                “Lama sekali. Kalian ngobrol atau melakukan hal yang lain?” Tanya omma, tepat ke sasaran.

                Aku menggaruk kepalaku yang tak gatal.

                “Hahaha… Yesungie-ku sudah dewasa rupanya.”

                Aku mengikuti omma yang sekarang duduk di tepian ranjang-serba-hijaunya Yifang.

                “Penyuka warna hijau biasanya orang yang lembut dan penyayang. Kulihat Yifang juga begitu. Kau tidak salah pilih, Yesungie ah~”
                “Omma… terima kasih untuk menyukainya.”
                “Tapi omma harap dia bisa berhenti bekerja di bar.”
                “Dia akan berhenti kalau dia mendapatkan tawaran acting lain yang bayarannya mahal. Perjalanannya kesini tak gampang, dia harus meminjam uang kesana kemari...”

                Dan aku dengan lugas menceritakan kisah perjalanan Yifang dan sahabat-sahabatnya, dan omma sama sekali tidak marah atau bagaimana ketika mendengarnya.

                Omma mendesahkan nafas, “kasihan juga dia. Masih begitu muda, sudah menanggung beban yang begitu berat. Yesungie, sudah sepantasnya kau lebih menyayanginya. Dia hanya bisa mengandalkanmu sekarang.”
                “Ne, omma. Leeteuk hyung, Geng, Hae, juga sangat sayang padanya.”
                “Semua orang akan menyukainya. Dia manis. Oh ya, ngomong-ngomong, kau harus kembali ke apartemenmu. Omma tau kenapa kau bisa cekcok dengan Wookie, Kibummie sudah cerita. Tapi ingatlah, Wookie juga dongsaengmu. Apa kau tak merindukannya?”

                Aku menundukkan kepalaku. Sekarang aku kehilangan wajah manis yang selalu kupandangi sekilas sebelum aku tidur setiap malam. Omma menepuk bahuku.

                “Pulanglah. Cinta memang tak jarang membuat hidup kita berubah, tapi kalian harus sama-sama dewasa, harus menerima kenyataan. Kau harus tetap sayang pada Wookie, apapun yang terjadi. Arasso?”

                Aku memeluk ommaku dan menyatakan persetujuanku.

                “Ya sudah, ayo kita tidur. Tak keberatan seranjang dengan omma lagi, kan?” Tanya omma, nada bicaranya penuh rasa sayang.
                “Tentu tidak!”

                Dan aku memeluk omma selama tidur malam itu. Omma benar, aku harus kembali pada Wookie. Aku, sebagai hyung-nya, harus lebih banyak mengalah. Aku akan minta maaf padanya, memperbaiki hubungan kami. Kasihan Wookie, padahal selama ini akulah yang paling dekat dengannya. Tidakkah dia merasa kesepian karena hanya sendirian di kamar kami sekarang? Wookie, mian…

                Kami sarapan dengan bahagia pagi itu, dengan anggota apartemen yang lengkap (Meifen, Xili, Manshi dan Yifang), lalu aku dan omma. Meifen sengaja memasak sarapan yang mewah, unjuk kepiawaian memasak.

                “A… jadi begitu. Meifen pacaran dengan Siwonnie, Xili dengan Hae, Manshi dengan Shindongie, dan teman kalian yang satu lagi… dengan Leeteuk?”
                “Ya, ahjumma. Satu lagi namanya Suxuan. Dia main bersama Kibum oppa di drama. Dia yang badannya kecil…” Manshi menjelaskan.
                “Aku tau. Aku ingat dia. Hahaha… bagus sekali kalau seperti ini.”

               Kami mendengar bel pintu ditekan. Aku beranjak untuk membukakan pintu, dan terbelalak memandang tamu kami.

                Aku berteriak kencang, “Kibummie, appa!!!”

                Appa memelukku dan tertawa keras. Aku mempersilakan mereka masuk.

                “Appa… kenapa kesini tanpa mengabari dulu?”
                “Lho, omma-mu tidak bilang? Appa tidak bisa ikut semalam karena ada pekerjaan yang tak bisa appa tinggalkan. Tapi sekarang appa sudah datang. Mana ommamu? Mana calon menantu appa?” Tanya appa tanpa henti.
                “Aigo, appa… bersabarlah. Mereka di belakang, sedang makan.”
                “Kebetulan, karena menjemput appa tadi, aku jadi belum sarapan,” kata Kibummie yang ngeloyor masuk ke dalam begitu saja.

                Kami kembali ke suasana dapur yang ramai.

                “Hai… Kibummie… dan… eh? EH?” Tanya Yifang kebingungan, melihat cloning aku dan Kibummie, yaitu appaku.

                Kurang lebih, appa adalah versi tua dari aku dan Kibummie. Kami tertawa melihat wajah Yifang yang kebingungan.

                “Ini appa, Yifang. Appa, itu pacarku, Mai Yifang, dan ini sahabat apartemennya, Cai Manshi, Qian Meifen dan Huang Xili. Meski mereka Chinesse, Hangul mereka sudah bagus,” jawabku untuk meredakan kebingungan Yifang.

                Terjadi keheningan sesaat ketika appa meneliti Yifang dari atas sampai bawah. Yifang jadi malu-malu dan berdiri tegak. Tak masalah, Yifang-ku selalu imut, apalagi dia sudah kurapikan lagi rambutnya tadi pagi.

                “Anakku… imut sekali…” ujar appa, tiba-tiba maju dan memeluk Yifang.

                Yifang masih termenung beberapa lama sebelum membalas pelukan appa. Kami semua tertawa bahagia. Karena kursi di seputar meja makan hanya enam, Yifang dan Manshi berdiri, mempersilakan Kibummie dan appa untuk duduk dan sarapan. Appa juga menyukai Yifang, terlihat dari binar mata appa dan keduanya yang mengobrol tanpa henti. Kibummie tak banyak bicara, tentu seperti biasanya, tapi dia mengacungkan jempolnya padaku. Syukurlah… kuingin keadaan ini berlangsung sama selamanya. Yifang, saranghae…

Shining star, like a little diamond, makes me love
내겐 꿈결같은 달콤한 미소로 바라보며 속삭여줘
Looking at me with the sweet smile that's like a dream to me, whisper to me
항상 함께 할거라 till the end of time
We'll always be together, till the end of time

Dear Diary,

          Aku harus bisa merelakan Xili yang kini terlihat bahagia bersama Hae. Harusnya aku tenang Xili bersama Hae, yang kutau pasti bisa menyayanginya, daripada dia dengan orang yang tak kukenal yang mungkin bisa menyakitinya. Aku harus bisa melupakan perasaan cintaku, sekalipun hatiku sakit setiap kali memikirkannya. Aku tak pernah merasakan jatuh cinta yang begini dalam terhadap seorang wanita, dan Xili pantas mendapatkan cintaku itu.

          Diary, kalau aku tak sanggup menghapus perasaanku… bolehkah aku mengubur saja perasaan cintaku ini? Jika saja suatu hari… dia kembali ke sisiku?

Hangeng (March)

1 comment:

  1. Ah, akhrnya Yifang ktemu ommanya Yesung :O
    pas banget lagi dy gi kerja di bar...
    bad impression *tepok jidat*

    Keknya galak gitu yah...
    Wekz...cuma gara2 pertanyaan dangkoma langsung disukain...
    tapi syukurlah direstuin ^^

    ReplyDelete